Waktu masih menunjukkan pukul lima sore, langit masih berwarna biru dengan semburat jingga di bagian barat yang terlihat indah. Sean yang biasanya pulang dari kantor malam hari, tetapi sekarang ia memilih meninggalkan perusahaan lebih cepat dari sebelumnya.Sekali lihat saja Alden tahu apa penyebab atasannya bersikap tak biasanya seperti ini. Setelah melihat hasil rekaman dari CCTV ruangan CEO. Wajah Sean menyiratkan semuanya, marah, kecewa, dan seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.Tanpa banyak kata, Sean tadinya langsung menyelesaikan beberapa pekerjaan yang menurutnya penting. Setelah itu langsung pergi meninggalkan perusahaan begitu saja.Bahkan Alden harus merasakan pusing yang bertubi-tubi karena banyak jadwal penting yang dibatalkan oleh Sean begitu tiba-tiba. Pekerjaannya bertambah banyak dengan mood Sean yang kian buruk di setiap detik saat berada di perusahaan tadi.Sedikitnya Alden bisa bersyukur Sean segera meninggalkan perusahaan saat ini. Tetapi mungkin Amora
Krek!Amora membuka pintu kamarnya dan langsung mencari keberadaan Sean yang menurutnya ada di dalam sini karena di bagian ruang tamu keberadaannya tak terlihat dan hanya kekacauan yang ada.“Sayang ...” panggilnya, namun yang menyambutnya di dalam sana adalah kekacauan serupa seperti di lantai ruang tamu.Kali ini figura foto pernikahan yang sebelumnya terpasang sempurna di dinding, vas bunga dan beberapa perintilan yang ada di dalam kamarnya kini hancur berserakan. Dan di tengah kekacauan itu, Sean justru berdiri dengan tenang sambil membuka lembaran-lembaran kertas yang tak bisa dilihat jelas oleh Amora dari tempatnya saat ini.Menghilangkan rasa gugupnya, Amora mencoba mendekati suaminya yang seakan tak peduli dengan keberadaannya padahal ia tahu persis kalau pria itu tahu akan kedatangannya namun dirinya malah diabaikan.“Sayang, ada apa ini?” tanyanya dengan nada selembut mungkin.“Apa yang terjadi sebenarnya, Sean?” tanya Amora lagi karena tak kunjung mendapatkan respons dari
Karena tak kunjung mendapatkan respons dari Sean, meskipun Amora sudah berusaha keras mengeluarkan air matanya, merintih dengan menyedihkan. Amora menjadi kebingungan, pasalnya tidak biasanya Sean seperti saat ini. Dulu jika Amora sudah mengeluarkan air matanya maka suaminya itu akan langsung luluh dan langsung memaafkannya. Apakah kali ini kesalahannya memang begitu fatal dan sukar untuk dimaafkan? “Sayang ...” panggil Amora dengan tangisan yang kembali terdengar, hal itu sukses mengembalikan kesadaran Sean yang berkelana pada keadaan Valerie malam itu. Sean langsung melepaskan diri dari pelukan Amora. Ia mengabaikan sepenuhnya air mata serta tangisan istrinya tersebut. Sesuatu hal yang selama ini tidak pernah ia lakukan sebelumnya, mengabaikan Amora dan tidak langsung luluh hanya karena sebuah tangisan. Amora yang diperlakukan seperti itu sampai kaget tidak percaya dengan Sean yang menurutnya sudah berubah. Wajah Sean masih dingin dan amarahnya masih tak berubah sama sekali. “
“Tolong jangan membahas tentang perasaan sekarang, Amora. Karena kau sendiri yang memaksaku dalam posisi ini. Dan saat aku menolak melakukannya agar tidak menduakanmu, kau justru semakin mendorongku ke pinggir jurang. Kau yang memaksaku untuk menikahi Valerie, Amora! Karena obsesimu untuk memiliki anak kau tidak peduli dengan perasaanku dan tetap memaksaku untuk tinggal serumah dengannya. Berminggu-minggu kau meninggalkan aku dan membuatku tinggal di tempat Valerie!”Kalimat panjang lebar itu Sean lontarkan di hadapan Amora yang terdiam ketakutan. Sean mengeluarkan segala uneg-uneg yang selama ini menjadi beban yang harus dipikulnya.Semua ini ia lakukan hanya untuk Amora, untuk menyenangkan istrinya itu tetapi malah pengkhianatan yang diberikan untuknya. Itulah yang membuat Sean marah besar pada Amora, karena setelah pengorbanan yang ia lakukan wanita itu malah begitu jahat kepadanya dengan mengkhianatinya.“Aku terpaksa menikahi Valerie karena itu juga permintaanmu, tidur dengannya,
Langit malam itu hanya diterangi rembulan, menemani perjalanan Sean menuju penthouse Valerie. Hingga mobil Rolls Royce itu berhenti bergerak setelah berkendara memecah jalanan kota menuju tempat baru istri keduanya tersebut.Sepanjang jalan Sean hanya diam di kursi belakang dengan aura gelap yang seakan tak ingin diganggu. Mata pria itu tertutup rapat dengan kepala yang disandarkan di sandaran kursi. Sepintas terlihat tengah tertidur, tetapi kernyitan di antara alis membuktikan bahwa pria itu hanya sedang berperan batin.Perasaannya tidak tenang sama sekali, lebih tepatnya seharian ini perasaannya sedang tidak baik-baik saja. Dan semakin kacau setelah pertengkarannya dengan Amora tadi yang begitu sengit.Bagaimana mungkin pernikahan yang sudah berjalan empat tahun akan hancur semudah ini? Apa empat tahun kebersamaan mereka tidak berarti apa-apa untuk Amora hingga dengan begitu mudahnya ia dikhianati? Karena bagaimana pun, Sean tidak bisa menerima sikap Amora yang dengan beraninya men
Valerie langsung tersenyum lebar saat mendapati Sean sudah berada di hadapannya. Pria yang di tunggu-tunggu sejak tadi akhirnya datang dan entah kenapa memberikan perasaan bahagia untuk Valerie.“Sudah pulang?” sapa Valerie dengan ramah, sesuatu yang memang kerap kali dilakukannya yaitu menyambut Sean dengan senyuman dan pertanyaan-pertanyaan penuh perhatian.Sean yang mendapatkan sambutan seperti ini dari Valerie langsung menghangatkan hati dan perasaannya. Inilah yang disukainya setiap pulang ke tempat Valerie yaitu sambutan hangat dan senyuman manis.Perasaan marah dan kesal yang tadi menyelimuti perasaannya kini berangsur-angsur mereda. Hanya karena senyuman cantik yang diberikan oleh istri keduanya tersebut.Sean langsung melangkah lebih dekat ke arah Valerie, ingin lebih dekat menikmati wajah cantik itu.“Bagaimana pekerjaanmu? Apakah semuanya baik-baik saja?” tanya Valerie lagi dengan begitu perhatian, semakin menghilangkan aura suram dari wajah tampan yang semakin mendekat itu
Valerie sadar akan permintaannya barusan tentu saja sudah menyalahi aturan, hanya saja dia perlu mengetes akan kebenaran dari perkataan pria itu sebelumnya.Dia juga tahu bahwa ini bukan permintaan mudah seperti membeli kalung, rumah atau kegiatan menghamburkan uang lainnya. Ini lebih besar artinya dan tentu saja akan berakibat sangat fatal.Sebenarnya arti pertanyaan yang ia ajukan adalah tentang memilih antara Amora atau Valerie. Jika Sean bilang tidak, maka itu artinya anak yang kelak ia lahirkan tetap akan diberikan kepada Amora dan tentu saja perkataan pria itu sebelumnya hanyalah bualan semata.Tetapi cumbuan di lehernya membuat Valerie menahan napas dan seketika membuatnya pening karena sentuhan pria itu yang seketika membangkitkan gairahnya.“Hmm ... anak yang kau lahirkan tentu saja akan menjadi milikmu. Tidak akan diberikan pada orang lain, baik itu Amora atau siapa pun,” sahut Sean yang seketika membuat Valerie menarik wajahnya menjauh dari pria itu, memaksa wajah Sean menj
Setelah menghubungi ibu mertuanya dan berhasil mengatasi Sean, kini dia menghubungi sebuah nomor kembali. Kali ini Amora tidak perlu bersusah payah untuk mengubah raut wajahnya, dia tetap mempertahankan ekspresi yang datar dan mengerikan.“Aku ingin kau membunuh seseorang!” Tanpa berbasa-basi Amora langsung mengutarakan niatannya kepada orang di seberang sana. “Akan aku kirimkan fotonya. Besok! Hanya ada waktu sehari dan aku mau kau berhasil membunuhnya. Bagaimana pun caranya dia harus berhasil kau bunuh besok!”“Akan aku bayar dua kali lipat jika kau berhasil. Oleh karena itu kerjakan dengan bersih dan harus berhasil,” lanjut Amora kembali memerintahkan sebelum panggilan terputus.Setelah panggilan itu, tawa membahana langsung mengisi ruangan itu. Amora tertawa sepuasnya saat menyadari rencananya akan berhasil untuk memusnahkan wanita murahan itu dari dunia ini.“Jika Sean di rumah utama besok maka ia tak akan bisa bersama dengan Valerie,” ujarnya penuh tawa kepuasan. “Dan ia akan se
“Kalian berdua berciuman! Kau membiarkan pria lain mencium dan menyentuh tubuh yang sudah menjadi milikku. Kau sangat-sangat menjijikkan di mataku!”Napas Sean berubah terengah-engah, dengan kasar ia lalu mendorong Valerie ke belakang dan membuatnya terbanting di kasur.Valerie masih berusaha menghindar, berusaha melepaskan diri dari tindihan tubuh Sean yang keras dan berat. Berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Sean yang kuat dan tanpa ampun. Tetapi pria itu terlalu kuat, terlalu marah. Bahkan Sean sama sekali tidak menyadari kalau perbuatannya yang begitu kasar sudah melukai dan menyakiti tubuh Valerie yang rapuh.Pria itu seperti kerasukan setan. Matanya menyala penuh kebencian ketika menatap ke arah Valerie. Dengan ketakutan yang amat sangat, Valerie masih berusaha memberontak dan turun dari ranjang. Tetapi Sean berhasil menangkapnya dan kembali membantingnya di ranjang dengan kasar, lalu menindihnya sekuat tenaga.Valerie mengernyit merasakan cengkeraman tangan Sean yang kas
“Wanita murahan harus diperlakukan selayaknya wanita murahan pada umumnya!”Kata-kata Sean yang diucapkan dengan nada dingin dan ketenangan menakutkan itu seolah-olah bergaung di ruangan yang hening itu.Pria itu sudah berhasil melepaskan kemejanya dan membuka ikat pinggang celananya, lalu meletakkannya di atas nakas ujung ranjang. Ekspresi wajahnya tenang, namun kedua bola matanya memancar begitu dingin. Dan ketenangan pria itulah yang malah membuat Valerie gemetar takut.“P—please ... dengarkan aku dulu, Sean! Kau harus mendengarkan semuanya ....”Valerie masih mencoba membujuk pria itu agar mendengar penjelasannya, bukannya langsung menuduhnya seperti yang dia lihat. Namun, mendapati ekspresi wajah Sean, ia tahu semua usahanya tidak akan pernah berhasil.Sean terlalu marah, pria itu telah dibutakan oleh kemurkaannya.“Lepaskan kemeja yang kau kenakan, Valerie!” perintah Sean dengan nada datar.Wajah Valerie langsung berubah pucat pasi mendengar perintah yang dilontarkan oleh Sean d
“Sa—sakit ...” rintih Bara mengernyit ketika Amora mengusap luka di sudut bibirnya dengan kapas.“Sebenarnya apa yang kau lakukan? Kenapa Sean bisa semarah itu?” tanya Amora yang sejak tadi penasaran hal apa yang Bara lakukan sampai menyulut amarah Sean. Mereka berdua baru saja pulang dari rumah sakit setelah mengelabui Andre dan Shela untuk diberikan kepercayaan mengurus pria ini. Dan luka-luka yang ada di tubuh Bara akibat pukulan dari Sean sangat-sangat fatal, hidungnya patah dan tiga tulang rusuknya retak sehingga harus ditahan dengan sebuah perban. Belum lagi ditambah dengan luka lebam di seluruh tubuh dan wajah Bara yang membuatnya benar-benar terlihat memprihatinkan.Mata Bara bahkan sudah mulai membengkak membiru. Pukulan demi pukulan yang Sean layangkan benar-benar brutal.“Aku mencium wanita itu di hadapan Sean!” jawab Bara tanpa rasa bersalah sedikit pun, bahkan ia melontarkan kalimat itu dengan penuh kebanggaan.Bola mata Amora langsung melebar sempurna mendengar pengakua
“Sean, apa yang dikatakan pria itu semuanya bohong. Bahkan aku tidak mengenalnya dan dia pria gila!” Valerie berusaha menjelaskan ketika mereka sudah sampai di penthouse dan Sean masih menyeretnya dengan kasar memasuki kamar tidur mereka. Dan setelah membuka pintu, Sean langsung menghempaskan tubuh Valerie kasar ke tengah ranjang. “Dia berbohong, Sean!” Napas Valerie berubah tersengal putus asa mencoba meyakinkan Sean.Ingin rasanya Sean mempercayai perkataan Valerie bahwa Bara lah yang tengah berbohong. Hanya saja, bagaimana mungkin Bara bisa tahu siapa itu Valerie sehingga sengaja melakukan hal tersebut untuk mempengaruhinya. Jadi, justru Bara yang berkata benar dan Valerie berbohong.“Dia sama sekali tidak mengenalmu dan apa hubungan kita. Jadi, bagaimana mungkin dia berbohong?” tanya Sean datar, dengan tangannya yang bergerak membuka kancing kemejanya satu persatu.“Dia berbohong, percayalah padaku! Kami tidak berpapasan di luar seperti perkataannya, justru dialah yang masuk ke
“Apa yang kau lakukan pada istriku, sialan?” teriak Sean dengan amarah yang menggebu-gebu.Sean sengaja memberitahukan kepada Bara siapa sebenarnya Valerie. Dia bukan karyawan biasa di perusahaan ini, melainkan wanita itu sudah menjadi istrinya. Jadi, bagaimana mungkin Bara berani melakukan hal tak senonoh seperti apa yang dilihatnya barusan pada Valerie.Untuk melampiaskan amarahnya yang begitu menggebu-gebu, Sean terus menyarangkan pukulan demi pukulan yang membuat Bara kewalahan dibuatnya.“Mana aku tahu, Sean! Perempuan ini sendiri yang menawarkan diri padaku. Jadi, kenapa aku harus menolaknya?” balas Bara dengan nada terbata-bata, merasa kesakitan dan nyeri di seluruh tubuhnya akibat pukulan Sean yang tidak main-main.Meskipun kemarahan Sean sudah meluap-luap padanya, tetapi tetap saja Bara memancing amarah pria itu untuk semakin menjadi-jadi. Bukan tanpa alasan ia melakukan semua ini, tentu saja ia harus menyelamatkan pernikahan Amora. Meskipun ia benci setengah mati pada pria d
Para kolega bisnisnya akhirnya pulang juga, rapat akhirnya selesai. Dan semuanya berjalan sesuai keinginannya, dengan kata lain agenda rapatnya sukses besar.Hanya saja entah kenapa ia tidak bisa merasa lega, padahal yang dia nanti-nantikan akhirnya berhasil. Seakan ada sebuah kekhawatiran yang melandanya, dan membuatnya kalut luar biasa.Bahkan ia tidak bisa fokus mengikuti rapat ini, dan ia hanya mempercayakan semuanya kepada sekretarisnya. Ia hanya menjadi pengamat, sekaligus jika dimintai pendapat tetapi ia tidak turun tangan langsung untuk mempresentasikan hasil rapat tersebut.“Ada apa sebenarnya? Kenapa seperti ada beban berat yang mengganjal di dalam hatiku, padahal semuanya berjalan sesuai keinginan.”Sean berbisik pada dirinya sendiri, mempertanyakan kegundahan yang ia rasakan saat ini.‘Kau tahu kenapa?’ tanya balik suara hatinya.“Ah ya, aku tahu mengapa.”Sean mengakuinya.Semuanya tentu saja karena satu nama. Sebuah nama yang akhir-akhir ini begitu mempengaruhinya. Seora
“Ba—bara?”Valerie mengucapkan nama itu dengan kepala yang terus berpikir keras. Ia tidak tahu siapa pria di hadapannya, bahkan tidak tahu menahu apa gerangan yang membuatnya memasuki ruangan Sean tanpa bersama pria itu.“Apa Anda mencari Sean? Dia tengah ada rapat penting,” ucap Valerie memperingatkan, kalau-kalau pria di hadapannya ini datang mencari Sean.Bara tersenyum miring kemudian Mengangguk. “Hmm ... Sean sendiri yang memintaku untuk menunggunya di sini,” jawabnya dengan santai sambil bergerak mendekati Valerie yang tidak jauh dari tempatnya.Seketika suasana berubah jadi canggung, Valerie merasa tidak enak jika hanya berduaan dengan pria asing di dalam ruangan tertutup ini. Bahkan dia takut Sean akan salah paham kepadanya meskipun ia tahu tidak mungkin dirinya melakukan sesuatu yang tidak akan disukai oleh suaminya tersebut.“Ah, benarkah? Sebelumnya Sean tidak memberitahuku kalau akan ada temannya yang akan datang,” balas Valerie kembali dengan nada kikuk.Seketika ia meras
“Aku tinggal di sini tidak apa-apa, kan?”Sean dan Valerie saat ini sudah berada di ruangan CEO perusahaan ini. Sean sudah bersiap-siap untuk menghadiri rapat, tetapi rasanya berat jika harus meninggalkan Valerie seorang diri di ruangannya.Valerie memberikan anggukan kecil. “Iya, Sean. Ini sudah yang ketiga kalinya kamu berpamitan tetapi belum juga pergi,” jawab Valerie sembari terkekeh.Terlihat sekali bukan dirinya yang berat dibiarkan seorang diri di dalam ruangan luas dan megah bercampur maskulin itu. Melainkan Sean sendiri yang seakan enggan untuk meninggalkannya, padahal Valerie sama sekali tidak keberatan.“Apa kau yakin? Aku takut jika kau kenapa-kenapa di sini tanpa aku, Valerie,” ucap Sean kembali dengan nada nelangsa.Valerie kembali terkekeh. “Tidak apa-apa, Sean. Aku baik-baik saja. Lagi pula, ini adalah perusahaan yang di dalamnya banyak manusia. Kalaupun ada apa-apa, aku bisa meminta tolong pada mereka. Dan juga durasi rapat itu tidak memakan waktu selama berhari-hari
Semua mata hanya tertuju pada dua sejoli yang baru saja memasuki pintu gedung perusahaan Kyler Group. Bagaimana tidak, CEO dari perusahaan mereka kini menggandeng seorang wanita yang ia ketahui adalah salah satu karyawan di perusahaan ini.Valerie yang menyadari tatapan itu seketika merasa tidak nyaman, dia segera menjauh agar kemesraan yang diperbuat oleh Sean tidak terlalu jelas. Namun, bukannya Sean membiarkan Valerie menjauh darinya dia justru meraih pinggang Valerie dan memeluknya. Setelah itu ia kembali menghela Valerie memasuki perusahaannya tanpa peduli dengan tatapan penasaran dari para karyawan yang kebetulan ada di sana dan melihat kedatangannya.“Sean, lepaskan aku!” pinta Valerie dengan nada berbisik, sembari berusaha menjauhkan tangan Sean dari pinggangnya.Namun bukannya melepaskan pelukannya sesuai permintaan Valerie, Sean justru semakin mengeratkannya. Ia lalu menunduk dan menatap Valerie tidak suka. “Memangnya ada yang salah?”Sean mengatakan kalimat itu dengan nada