Sean bisa mencium dengan jelas bau obat luka di leher Valerie. Untuk lebih memastikan penciumannya yang tidak mungkin salah, Sean mengendusnya berkali-kali.Dan benar saja, bau itu memang berasal dari obat luka yang berada di leher Valerie. Apa wanita ini tengah terluka tanpa sepengetahuannya?Dengan gerakan cepat pria itu bangkit, dan meraih sakelar lampu. Lampu dengan cahaya putih langsung menyinari kamar itu, membuat matanya dengan sepenuhnya bisa melihat jelas tubuh Valerie yang berbalut selimut masih juga belum terganggu dari tidurnya.Sean mengamati leher Valerie dan detik itu juga matanya melebar seketika. Tangannya dengan cepat menyibak rambut panjang Valerie yang menutupi leher itu dan menyingkirkan dari pandangannya.“Oh my gosh!” pekiknya tertahan.Apa yang dilihatnya di leher Valerie bukan hanya luka kecil, tetapi luka yang terbilang cukup parah. Ada goresan panjang yang melingkar di kulit putih itu. Ada bagian yang
“Kau membuangnya?”Nada datar yang Sean lontarkan seketika menciutkan perasaan Valerie. Dengan panik Valerie menggeleng pelan, perasaan ingin menangis membuat penglihatannya berembun.Melihat hal itu Sean tahu ada yang salah dari wanita ini. Dari luka di leher, hingga lebam di wajah bahkan kalung pemberiannya tiba-tiba hilang tanpa penjelasan dari Valerie. Tetapi dari itu semua, reaksi yang ditunjukkan oleh Valerie membuatnya terperanjat tidak menyangka. “Valerie, apa kau takut padaku?” tanya Sean serius kali ini. Mata hitam itu terus menatap wajah Valerie yang langsung berubah beku seperti tertangkap basah. Ya, istrinya takut padanya! Sean ingin tertawa mengetahui hal itu. Bahkan ia jauh lebih marah sekarang, bagaimana bisa wanita ini takut padanya setelah beberapa hari terakhir ini perhatian berlimpah ia berikan untuk Valerie. Tangan Sean langsung meraih pinggang Valerie, dan mengangkatnya detik itu juga yang su
Sejenak ruangan itu hanya dipenuhi suara napas yang terengah-engah dari kedua insan yang tengah menikmati pelepasan setelah percintaan mereka yang begitu nikmat. Sean yang masih berada di atas Valerie dengan perlahan menyingkir, dan meraih wajah Valerie yang masih terbenam di seprei untuk menghadapnya ke arahnya.Pria itu menatap lama wajah yang masih memerah dengan keringat tipis menghiasi di bagian kening. Tetapi wanita itu masih tampak terlihat sangat cantik di mata Sean. Membelai pipi merah itu, Sean mendekatkan wajah mereka. “Valerie?” bisiknya yang hanya dibalas napas putus-putus oleh Valerie, tetapi matanya lurus menatap Sean. Sean lalu bergerak memberikan kecupan singkat di bibir yang masih merekah dan membengkak itu, lalu memasang wajah serius. "Ke depannya jangan pernah berbohong lagi padaku. Tidak hanya berbohong, tetapi jangan hanya diam ketika aku bertanya. Katakan semua kejujuran itu, jangan pernah menutup-nutupinya,” uca
Valerie merentangkan kedua tangannya lebar-lebar, rasa sakit di tubuhnya masih mendominasi. Dia bahkan tidak tahu sampai kapan Sean menginvasinya semalam, bahkan Valerie merasa benar-benar jatuh pingsan seperti kata pria itu.“Hukuman Sean benar-benar menyiksa,” gerutunya kesal, sembari mengucek kedua matanya untuk menyesuaikan dengan keadaan.Mengingat tentang pria itu, Valerie dengan segera menoleh ke samping untuk mencari keberadaannya. Namun, sisi di sampingnya sudah kosong, bahkan sudah dingin pertanda pria itu sudah lama pergi dari sana.Seketika ada perasaan tercubit yang Valerie rasakan, ia merasa seperti pelacur yang sesudah ditiduri langsung ditinggal begitu saja. Ah, bukankah dirinya memang tidak ada ubahnya dengan pelacur di luar sana?Dengan tidak bersemangat, Valerie bangun dari pembaringan. Melirik ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sembilan pagi.“Oh astaga! Aku sudah terlambat,” pekiknya, lalu mema
Dan benar saja, sesampainya Valerie ke lantai dasar di dekat kolam ikan tersebut, terlihat beberapa pekerja sudah berada di sana.“Oh Tuhan!” seru Valerie berlari mendekati tempat itu.“Stop!” teriaknya, bersamaan dengan kedua orang di hadapannya berbalik ke arahnya.Kedua orang itu menatapnya aneh. Tentu saja! Siapa juga yang tidak akan merasa aneh dengan kedatangannya yang begitu tiba-tiba dan malah berteriak menghentikan pekerjaan mereka.“Ada apa, ya, Nyonya?” tanya salah satu dari mereka, ingin mencari tahu maksud dari Valerie menghentikan kegiatannya.Dengan napas terengah-engah, Valerie mulai membuka suara, “Ja—jangan lakukan itu ....”Keduanya kembali refleks menatap Valerie dengan tatapan terbengong-bengong. Masih tidak paham kenapa ada orang aneh yang tiba-tiba datang meminta mereka untuk menghentikan pekerjaannya.“Memangnya kenapa?” tanyanya kembali.Namun, salah satu dari mereka langsung berseru, “Ah, sudahlah! Ayo, kita lanjutkan. Bos bisa marah kalau tidak menyelesaikan
Semua pandangan mata hanya tertuju ke arah Valerie. Bagaimana tidak, keadaannya sungguh mengenaskan. Dengan baju yang basah kuyup dan kotor, rambut lepek tetapi senyum lebar terus terpasang di wajahnya.Tetapi Valerie sama sekali tidak peduli dengan pandangan orang-orang padanya, karena kebahagiaan tengah menyelimutinya. Bagaimana tidak, pencariannya yang hampir tiga jam akhirnya membuahkan hasil.Yups ... kalungnya yang Amora buang akhirnya ia temukan kembali.“Sean pasti senang mengetahui hal ini,” ujar Valerie kembali. Entah yang ke berapa kalinya pujian rasa bahagia terlontar dari bibirnya. Untuk mengekspresikan atas usahanya yang membuahkan hasil. Akhirnya, hadiah Sean untuknya kembali padanya lagi.Valerie terus melenggang kembali memasuki gedung apartemen itu, sama sekali tidak peduli dengan tatapan orang-orang yang berpapasan dengannya. Semua menatapnya dengan tatapan jijik, bahkan sesekali ada yang menatapnya dengan perasaan kasihan.Mungkin saja mereka berpikir bahwa diriny
Sean tak bisa menahan senyumnya untuk terbit saat membaca pesan yang baru saja dikirimkan oleh Valerie. “Ternyata kamu sudah semakin berani, ya?”Sean membayangkan dulu perempuan itu begitu takut padanya. Bahkan menyebut namanya saja tanpa embel-embel ‘Tuan' terus terlontar dari bibirnya. Tetapi sekarang, Valerie bahkan yang memintanya sendiri untuk menginap di tempatnya.Dia begitu penasaran dengan sesuatu yang akan ditujukan oleh Valerie untuknya. Rasanya sudah tidak sabar untuk segera pulang dan melihat sesuatu itu.Oleh sebab itu, Sean segera menyelesaikan beberapa berkas yang perlu ditanda tangani. Karena dengan semakin cepat menyelesaikan pekerjaan yang menumpuk tersebut, maka semakin cepat pula ia segera pulang.Namun, dentingan suara pesan yang kembali masuk ke dalam ponselnya membuat senyum Sean semakin lebar. Tetapi bersamaan dengan itu, senyumnya perlahan-lahan pudar saat mengetahui siapa dibalik pengirim pesan tersebut.Sebelumnya Sean berpikir jika Valerie yang kembali m
“Aku membawa hasil pemeriksaan rahim Valerie.”Kalimat itu menjadi pemecah sunyi di antara mereka, sekaligus mengganggu konsentrasi Sean yang tengah menyetir dan serius menatap ke arah jalan raya yang lumayan padat. Perjalanan ke rumah orang tuanya cukup jauh dan menempuh perjalanan beberapa menit.Sean menoleh sekilas, sebelum kembali mengalihkan pandangannya ke arah jalan. “Untuk apa?” tanyanya keheranan.Amora kembali menjawab, “Ya, tentu saja untuk memperlihatkan pada ibumu bahwa aku baik-baik saja. Bukan perempuan mandul yang selama ini dituduhkan padaku dan juga aku akan mengatakan kalau sebentar lagi kita akan punya anak.”Sungguh, entah kenapa Sean tidak menyukai ide Amora. Oleh karena itu, dengan nada tidak suka ia kembali membalas perkataan istrinya.“Jadi, kamu menggunakan hasil pemeriksaan Valerie untuk membohongi orang tuaku?”Amora yang sejak tadi tampak santai kini mulai ikut terpancing dengan perkataan Sean. Seakan pria itu tidak menyukai dirinya yang menggunakan hasil
“Kalian berdua berciuman! Kau membiarkan pria lain mencium dan menyentuh tubuh yang sudah menjadi milikku. Kau sangat-sangat menjijikkan di mataku!”Napas Sean berubah terengah-engah, dengan kasar ia lalu mendorong Valerie ke belakang dan membuatnya terbanting di kasur.Valerie masih berusaha menghindar, berusaha melepaskan diri dari tindihan tubuh Sean yang keras dan berat. Berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Sean yang kuat dan tanpa ampun. Tetapi pria itu terlalu kuat, terlalu marah. Bahkan Sean sama sekali tidak menyadari kalau perbuatannya yang begitu kasar sudah melukai dan menyakiti tubuh Valerie yang rapuh.Pria itu seperti kerasukan setan. Matanya menyala penuh kebencian ketika menatap ke arah Valerie. Dengan ketakutan yang amat sangat, Valerie masih berusaha memberontak dan turun dari ranjang. Tetapi Sean berhasil menangkapnya dan kembali membantingnya di ranjang dengan kasar, lalu menindihnya sekuat tenaga.Valerie mengernyit merasakan cengkeraman tangan Sean yang kas
“Wanita murahan harus diperlakukan selayaknya wanita murahan pada umumnya!”Kata-kata Sean yang diucapkan dengan nada dingin dan ketenangan menakutkan itu seolah-olah bergaung di ruangan yang hening itu.Pria itu sudah berhasil melepaskan kemejanya dan membuka ikat pinggang celananya, lalu meletakkannya di atas nakas ujung ranjang. Ekspresi wajahnya tenang, namun kedua bola matanya memancar begitu dingin. Dan ketenangan pria itulah yang malah membuat Valerie gemetar takut.“P—please ... dengarkan aku dulu, Sean! Kau harus mendengarkan semuanya ....”Valerie masih mencoba membujuk pria itu agar mendengar penjelasannya, bukannya langsung menuduhnya seperti yang dia lihat. Namun, mendapati ekspresi wajah Sean, ia tahu semua usahanya tidak akan pernah berhasil.Sean terlalu marah, pria itu telah dibutakan oleh kemurkaannya.“Lepaskan kemeja yang kau kenakan, Valerie!” perintah Sean dengan nada datar.Wajah Valerie langsung berubah pucat pasi mendengar perintah yang dilontarkan oleh Sean d
“Sa—sakit ...” rintih Bara mengernyit ketika Amora mengusap luka di sudut bibirnya dengan kapas.“Sebenarnya apa yang kau lakukan? Kenapa Sean bisa semarah itu?” tanya Amora yang sejak tadi penasaran hal apa yang Bara lakukan sampai menyulut amarah Sean. Mereka berdua baru saja pulang dari rumah sakit setelah mengelabui Andre dan Shela untuk diberikan kepercayaan mengurus pria ini. Dan luka-luka yang ada di tubuh Bara akibat pukulan dari Sean sangat-sangat fatal, hidungnya patah dan tiga tulang rusuknya retak sehingga harus ditahan dengan sebuah perban. Belum lagi ditambah dengan luka lebam di seluruh tubuh dan wajah Bara yang membuatnya benar-benar terlihat memprihatinkan.Mata Bara bahkan sudah mulai membengkak membiru. Pukulan demi pukulan yang Sean layangkan benar-benar brutal.“Aku mencium wanita itu di hadapan Sean!” jawab Bara tanpa rasa bersalah sedikit pun, bahkan ia melontarkan kalimat itu dengan penuh kebanggaan.Bola mata Amora langsung melebar sempurna mendengar pengakua
“Sean, apa yang dikatakan pria itu semuanya bohong. Bahkan aku tidak mengenalnya dan dia pria gila!” Valerie berusaha menjelaskan ketika mereka sudah sampai di penthouse dan Sean masih menyeretnya dengan kasar memasuki kamar tidur mereka. Dan setelah membuka pintu, Sean langsung menghempaskan tubuh Valerie kasar ke tengah ranjang. “Dia berbohong, Sean!” Napas Valerie berubah tersengal putus asa mencoba meyakinkan Sean.Ingin rasanya Sean mempercayai perkataan Valerie bahwa Bara lah yang tengah berbohong. Hanya saja, bagaimana mungkin Bara bisa tahu siapa itu Valerie sehingga sengaja melakukan hal tersebut untuk mempengaruhinya. Jadi, justru Bara yang berkata benar dan Valerie berbohong.“Dia sama sekali tidak mengenalmu dan apa hubungan kita. Jadi, bagaimana mungkin dia berbohong?” tanya Sean datar, dengan tangannya yang bergerak membuka kancing kemejanya satu persatu.“Dia berbohong, percayalah padaku! Kami tidak berpapasan di luar seperti perkataannya, justru dialah yang masuk ke
“Apa yang kau lakukan pada istriku, sialan?” teriak Sean dengan amarah yang menggebu-gebu.Sean sengaja memberitahukan kepada Bara siapa sebenarnya Valerie. Dia bukan karyawan biasa di perusahaan ini, melainkan wanita itu sudah menjadi istrinya. Jadi, bagaimana mungkin Bara berani melakukan hal tak senonoh seperti apa yang dilihatnya barusan pada Valerie.Untuk melampiaskan amarahnya yang begitu menggebu-gebu, Sean terus menyarangkan pukulan demi pukulan yang membuat Bara kewalahan dibuatnya.“Mana aku tahu, Sean! Perempuan ini sendiri yang menawarkan diri padaku. Jadi, kenapa aku harus menolaknya?” balas Bara dengan nada terbata-bata, merasa kesakitan dan nyeri di seluruh tubuhnya akibat pukulan Sean yang tidak main-main.Meskipun kemarahan Sean sudah meluap-luap padanya, tetapi tetap saja Bara memancing amarah pria itu untuk semakin menjadi-jadi. Bukan tanpa alasan ia melakukan semua ini, tentu saja ia harus menyelamatkan pernikahan Amora. Meskipun ia benci setengah mati pada pria d
Para kolega bisnisnya akhirnya pulang juga, rapat akhirnya selesai. Dan semuanya berjalan sesuai keinginannya, dengan kata lain agenda rapatnya sukses besar.Hanya saja entah kenapa ia tidak bisa merasa lega, padahal yang dia nanti-nantikan akhirnya berhasil. Seakan ada sebuah kekhawatiran yang melandanya, dan membuatnya kalut luar biasa.Bahkan ia tidak bisa fokus mengikuti rapat ini, dan ia hanya mempercayakan semuanya kepada sekretarisnya. Ia hanya menjadi pengamat, sekaligus jika dimintai pendapat tetapi ia tidak turun tangan langsung untuk mempresentasikan hasil rapat tersebut.“Ada apa sebenarnya? Kenapa seperti ada beban berat yang mengganjal di dalam hatiku, padahal semuanya berjalan sesuai keinginan.”Sean berbisik pada dirinya sendiri, mempertanyakan kegundahan yang ia rasakan saat ini.‘Kau tahu kenapa?’ tanya balik suara hatinya.“Ah ya, aku tahu mengapa.”Sean mengakuinya.Semuanya tentu saja karena satu nama. Sebuah nama yang akhir-akhir ini begitu mempengaruhinya. Seora
“Ba—bara?”Valerie mengucapkan nama itu dengan kepala yang terus berpikir keras. Ia tidak tahu siapa pria di hadapannya, bahkan tidak tahu menahu apa gerangan yang membuatnya memasuki ruangan Sean tanpa bersama pria itu.“Apa Anda mencari Sean? Dia tengah ada rapat penting,” ucap Valerie memperingatkan, kalau-kalau pria di hadapannya ini datang mencari Sean.Bara tersenyum miring kemudian Mengangguk. “Hmm ... Sean sendiri yang memintaku untuk menunggunya di sini,” jawabnya dengan santai sambil bergerak mendekati Valerie yang tidak jauh dari tempatnya.Seketika suasana berubah jadi canggung, Valerie merasa tidak enak jika hanya berduaan dengan pria asing di dalam ruangan tertutup ini. Bahkan dia takut Sean akan salah paham kepadanya meskipun ia tahu tidak mungkin dirinya melakukan sesuatu yang tidak akan disukai oleh suaminya tersebut.“Ah, benarkah? Sebelumnya Sean tidak memberitahuku kalau akan ada temannya yang akan datang,” balas Valerie kembali dengan nada kikuk.Seketika ia meras
“Aku tinggal di sini tidak apa-apa, kan?”Sean dan Valerie saat ini sudah berada di ruangan CEO perusahaan ini. Sean sudah bersiap-siap untuk menghadiri rapat, tetapi rasanya berat jika harus meninggalkan Valerie seorang diri di ruangannya.Valerie memberikan anggukan kecil. “Iya, Sean. Ini sudah yang ketiga kalinya kamu berpamitan tetapi belum juga pergi,” jawab Valerie sembari terkekeh.Terlihat sekali bukan dirinya yang berat dibiarkan seorang diri di dalam ruangan luas dan megah bercampur maskulin itu. Melainkan Sean sendiri yang seakan enggan untuk meninggalkannya, padahal Valerie sama sekali tidak keberatan.“Apa kau yakin? Aku takut jika kau kenapa-kenapa di sini tanpa aku, Valerie,” ucap Sean kembali dengan nada nelangsa.Valerie kembali terkekeh. “Tidak apa-apa, Sean. Aku baik-baik saja. Lagi pula, ini adalah perusahaan yang di dalamnya banyak manusia. Kalaupun ada apa-apa, aku bisa meminta tolong pada mereka. Dan juga durasi rapat itu tidak memakan waktu selama berhari-hari
Semua mata hanya tertuju pada dua sejoli yang baru saja memasuki pintu gedung perusahaan Kyler Group. Bagaimana tidak, CEO dari perusahaan mereka kini menggandeng seorang wanita yang ia ketahui adalah salah satu karyawan di perusahaan ini.Valerie yang menyadari tatapan itu seketika merasa tidak nyaman, dia segera menjauh agar kemesraan yang diperbuat oleh Sean tidak terlalu jelas. Namun, bukannya Sean membiarkan Valerie menjauh darinya dia justru meraih pinggang Valerie dan memeluknya. Setelah itu ia kembali menghela Valerie memasuki perusahaannya tanpa peduli dengan tatapan penasaran dari para karyawan yang kebetulan ada di sana dan melihat kedatangannya.“Sean, lepaskan aku!” pinta Valerie dengan nada berbisik, sembari berusaha menjauhkan tangan Sean dari pinggangnya.Namun bukannya melepaskan pelukannya sesuai permintaan Valerie, Sean justru semakin mengeratkannya. Ia lalu menunduk dan menatap Valerie tidak suka. “Memangnya ada yang salah?”Sean mengatakan kalimat itu dengan nada