Amora membanting ponselnya ke lantai yang membuatnya hancur berkeping-keping. Ekspresi wajahnya menahan amarah, berulang kali ia berusaha mengendalikan emosi namun begitu sulit. Dengan napas memburu, ia menyadari ini pertama kalinya selama tiga tahun pernikahannya, Sean mengabaikan pesannya.
Awalnya dia masih berpositif thinking kalau kemungkinan besar Sean belum bangun pagi ini sehingga tidak sempat membalas pesannya, tetapi setelah pesan Lidya masuk yang berupa gambar Valerie dan Sean yang tengah berinteraksi di meja makan langsung menyulut emosinya.Bahkan ada beberapa gambar di mana Sean tersenyum lepas ke arah Valerie, belum lagi tatapan teduh yang selama ini hanya untuknya juga di perlihatkan di hadapan wanita murahan itu.Amarahnya langsung meluap, perasaan tidak suka melihat kedekatan mereka membuatnya ketakutan. Terlebih lagi dia malah diabaikan, pesannya bahkan di read saja. Dan bukannya langsung menemuinya, suaminya itu malah menghabiskanSean melangkah dengan langkah berat setelah keluar dari ruang rapat, merogoh saku jasnya untuk mengambil ponsel yang tersimpan di sana. Tanpa menunggu lama dia langsung menghubungi Amora detik itu juga. Tadi Ia lupa menghubungi istrinya itu, bahkan pesan Amora belum sempat dia balas. Dia tahu kemungkinan besar Amora pasti marah dan kesal padanya karena pesannya diabaikan, hanya saja Sean lupa betul setelah pulang dari apartemen Valerie dia tidak sempat pulang ke rumah dan langsung menuju perusahaan karena ada rapat penting pagi hari ini. Memasuki ruangan luas yang memberikan oksigen berlebihan itu, membuat Sean sedikit merasa lega. Penatnya dari ruang rapat sedikit berkurang dan detik ketika ia memasuki ruangannya panggilan itu segera terhubung. "Sayang?" panggil Amora dari seberang sana yang masih mampu menimbulkan senyum di wajah Sean. Ponsel itu ditempelkan ke telinga dengan diapit bahunya, Sean lalu bergegas membuka jas luarnya.
Pagi bergantian siang dan berakhir dengan sore hari, pertanda jika jam kerja sudah usai. Sehingga para karyawan kyler Group akhirnya tergesa-gesa untuk segera pulang ke rumah dan beristirahat dari penatnya pekerjaan seharian ini.Sedangkan Valerie memilih berdiam diri di lobby sendirian, tanpa ada niatan untuk beranjak dari sana seperti yang lainnya. Entah apa yang ia tunggu sehingga membuatnya betah berlama-lama di sana, alih-alih segera pulang ke apartemen dan beristirahat.Sore pun sudah ditutup dengan malam yang gelap, tetapi tidak ada tanda-tanda Sean akan muncul. Valerie terdiam, apa mungkin pria ini tidak akan pulang ke apartemen? Ah, dia lupa pasti Sean tengah menghabiskan waktu dengan Amora, apa lagi?Seketika ia merasa bodoh karena berinisiatif menunggu dengan penuh harap hanya karena mereka berangkat bersama tadi pagi. Padahal Sean juga tidak memintanya untuk menunggu dan pulang bersama. Lalu kenapa dia malah mengharapkan sesuatu yang sia-
Valerie tidak menyangka jika perhatian yang diberikan pada Sean malah membuat Amora marah besar kepadanya. Ia hanya bermaksud membangun hubungan baik dengan Sean agar pria itu menerima dirinya. Lagi pula dengan pria itu perlahan-lahan menerimanya maka dia juga akan secepatnya menyelesaikan pekerjaannya. Dengan begitu, dia tidak akan berlama-lama hidup bersama pria itu. Ia hanya menuruti semua perkataan Sean, sampai dia tidak sadar jika kebersamaan mereka membuat Amora malah menuduhnya yang tidak-tidak, padahal dari dalam lubuk hatinya tidak ada sedikit pun niatan untuk merebut Sean dari Amora. Meskipun ia tahu hatinya terkadang tidak baik-baik saja jika bersama Sean, tetapi jika untuk merebut dan memiliki Sean selamanya adalah hal yang tidak akan pernah Valerie lakukan.“Aku tidak pernah berniat begitu, Nyonya!" bantah Valerie yang sudah bersimpuh memohon ampunan kepada Amora. Valerie sadar selama ini Amora sudah sangat baik padanya. Ibunya pada ak
Sean beristirahat di sofa, sembari mengirimkan pesan pada Valerie bahwa malam ini dia tidak pulang ke apartemen. Bukannya apa-apa, hanya saja entah kenapa ada perasaan nyaman jika berkunjung ke apartemen Valerie dibanding pulang ke rumah.Karena beginilah keadaannya setiap pulang ke rumah, tidak ada Amora yang menyambutnya seperti Valerie yang menyambutnya di depan pintu. Lalu tanpa diminta, Valerie akan menyiapkan air hangat dan pakaian tidurnya. Tidak seperti di sini, Sean dituntut mandiri dan hanya sesekali dibantu oleh art jika diperlukan.Bukannya dia mulai membandingkan Valerie dan Amora dalam melayaninya, tentu saja Amora tetap menjadi ratu di dalam hatinya. Hanya saja, rasa nyaman diperhatikan oleh Valerie ingin juga dirasakan dari Amora. Dilayani sepenuh hati dan disambut dengan senyuman manis.Tetapi itu semua hanya angan belaka, tidak ada Amora yang menyambutnya di depan pintu dengan senyuman, melainkan keheningan yang ditemui. Beranjak dari tempat duduk menuju kamar mereka
Rengekan dari Amora yang memaksanya untuk memasak makan malam membuat mau tidak mau Sean pasrah mengikuti kemauan istrinya. Jika di tempat Valerie dia dilayani habis-habisan, di sini dia malah yang melayani istrinya. Berbeda sekali, bukan?Terkadang Sean bingung dengan dirinya sendiri, saking cintanya pada Amora ia tidak bisa menolak permintaannya. Meskipun ia sangat ingin menolak, tetapi pada akhirnya ia mengiyakan saking takutnya membuat istrinya itu kecewa kepadanya.“Oke, aku akan memasak!” putus Sean mengalah walaupun tubuhnya juga sangat lelah.“Yeay!” seru Amora kegirangan. Ia langsung tersenyum lebar sebelum berhambur masuk ke dalam pelukan Sean dan memeluknya dengan erat.Untuk pertama kalinya, Sean tidak membalas senyuman Amora. Entah kenapa pikirannya kembali berkelana pada Valerie.‘Apa dia sudah makan malam?’Ah, mungkin saja Valerie sudah terlelap dalam tidurnya. Bahkan pesannya tidak dibalas
Amora merasa heran dengan tingkah Sean, tidak biasanya pria itu mengabaikannya. Selama ini dia tidak pernah tertolak oleh suaminya, jadi saat Sean mulai menunjukkan penolakan padanya membuat harga diri Amora jatuh.Sungguh, Amora tidak menyukai cara Sean yang seperti ini. Seolah-olah tidak tertarik lagi padanya meskipun ia telah mengenakan lingerie yang paling terbuka. Tetapi Sean malah menunjukkan ke tidak tertarikan, seperti bukan suaminya yang biasanya.Karena tidak suka ditolak, Amora segera mengambil inisiatif. Pokoknya malam ini ia harus berhasil tidur dengan Sean, apa pun caranya. Amora tidak mau posisinya benar-benar di ambil oleh wanita murahan itu.Amora langsung memeluk tubuh Sean dari depan, sengaja menekan buah dadanya di tubuh kekar Sean. Dagunya lalu bertumpu pada di dada Sean dan mendongak menatap suaminya dengan tatapan sensual.“Apa aku cantik malam ini, Sayang?” tanya Amora dengan nada merayu.Sekali lagi Sean hanya melirik sekilas ke arah Amora, sebelum kembali fok
Rumah yang telah dihuninya selama tiga tahun untuk pertama kalinya tidak lagi memberikan kenyamanan. Semuanya tampak hampa dan begitu dingin.Sean menutup kedua matanya segera setelah naik ke atas tempat tidur. Dan tak lama kemudian, dia bisa merasakan ada pergerakan dari sampingnya, namun Sean enggan untuk membuka mata.Perdebatan di antara mereka barusan cukup membuat Sean bertanya tentang kehidupan rumah tangga keduanya. Rumah tangga yang dahulunya dia sebut sangat baik dan memberikan kenyamanan.Namun, sekarang ia mulai ragu dengan pernikahan yang di dalamnya dipenuhi kesibukan dan jarang sekali mereka memiliki waktu walau hanya sekedar quality time. Dengan dirinya yang sibuk di perusahaan, dan Amora yang sibuk mengejar kariernya di luar sana.Dulunya terasa normal saja, mereka sama-sama sibuk sehingga hanya untuk bertemu dalam satu hari saja adalah kejadian langka. Sean maklum, toh cintanya begitu besar pada Amora dan itu sudah lebih dari cukup meskipun mereka sama-sama punya kes
Sean bisa mencium dengan jelas bau obat luka di leher Valerie. Untuk lebih memastikan penciumannya yang tidak mungkin salah, Sean mengendusnya berkali-kali.Dan benar saja, bau itu memang berasal dari obat luka yang berada di leher Valerie. Apa wanita ini tengah terluka tanpa sepengetahuannya?Dengan gerakan cepat pria itu bangkit, dan meraih sakelar lampu. Lampu dengan cahaya putih langsung menyinari kamar itu, membuat matanya dengan sepenuhnya bisa melihat jelas tubuh Valerie yang berbalut selimut masih juga belum terganggu dari tidurnya.Sean mengamati leher Valerie dan detik itu juga matanya melebar seketika. Tangannya dengan cepat menyibak rambut panjang Valerie yang menutupi leher itu dan menyingkirkan dari pandangannya.“Oh my gosh!” pekiknya tertahan.Apa yang dilihatnya di leher Valerie bukan hanya luka kecil, tetapi luka yang terbilang cukup parah. Ada goresan panjang yang melingkar di kulit putih itu. Ada bagian yang
“Kalian berdua berciuman! Kau membiarkan pria lain mencium dan menyentuh tubuh yang sudah menjadi milikku. Kau sangat-sangat menjijikkan di mataku!”Napas Sean berubah terengah-engah, dengan kasar ia lalu mendorong Valerie ke belakang dan membuatnya terbanting di kasur.Valerie masih berusaha menghindar, berusaha melepaskan diri dari tindihan tubuh Sean yang keras dan berat. Berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Sean yang kuat dan tanpa ampun. Tetapi pria itu terlalu kuat, terlalu marah. Bahkan Sean sama sekali tidak menyadari kalau perbuatannya yang begitu kasar sudah melukai dan menyakiti tubuh Valerie yang rapuh.Pria itu seperti kerasukan setan. Matanya menyala penuh kebencian ketika menatap ke arah Valerie. Dengan ketakutan yang amat sangat, Valerie masih berusaha memberontak dan turun dari ranjang. Tetapi Sean berhasil menangkapnya dan kembali membantingnya di ranjang dengan kasar, lalu menindihnya sekuat tenaga.Valerie mengernyit merasakan cengkeraman tangan Sean yang kas
“Wanita murahan harus diperlakukan selayaknya wanita murahan pada umumnya!”Kata-kata Sean yang diucapkan dengan nada dingin dan ketenangan menakutkan itu seolah-olah bergaung di ruangan yang hening itu.Pria itu sudah berhasil melepaskan kemejanya dan membuka ikat pinggang celananya, lalu meletakkannya di atas nakas ujung ranjang. Ekspresi wajahnya tenang, namun kedua bola matanya memancar begitu dingin. Dan ketenangan pria itulah yang malah membuat Valerie gemetar takut.“P—please ... dengarkan aku dulu, Sean! Kau harus mendengarkan semuanya ....”Valerie masih mencoba membujuk pria itu agar mendengar penjelasannya, bukannya langsung menuduhnya seperti yang dia lihat. Namun, mendapati ekspresi wajah Sean, ia tahu semua usahanya tidak akan pernah berhasil.Sean terlalu marah, pria itu telah dibutakan oleh kemurkaannya.“Lepaskan kemeja yang kau kenakan, Valerie!” perintah Sean dengan nada datar.Wajah Valerie langsung berubah pucat pasi mendengar perintah yang dilontarkan oleh Sean d
“Sa—sakit ...” rintih Bara mengernyit ketika Amora mengusap luka di sudut bibirnya dengan kapas.“Sebenarnya apa yang kau lakukan? Kenapa Sean bisa semarah itu?” tanya Amora yang sejak tadi penasaran hal apa yang Bara lakukan sampai menyulut amarah Sean. Mereka berdua baru saja pulang dari rumah sakit setelah mengelabui Andre dan Shela untuk diberikan kepercayaan mengurus pria ini. Dan luka-luka yang ada di tubuh Bara akibat pukulan dari Sean sangat-sangat fatal, hidungnya patah dan tiga tulang rusuknya retak sehingga harus ditahan dengan sebuah perban. Belum lagi ditambah dengan luka lebam di seluruh tubuh dan wajah Bara yang membuatnya benar-benar terlihat memprihatinkan.Mata Bara bahkan sudah mulai membengkak membiru. Pukulan demi pukulan yang Sean layangkan benar-benar brutal.“Aku mencium wanita itu di hadapan Sean!” jawab Bara tanpa rasa bersalah sedikit pun, bahkan ia melontarkan kalimat itu dengan penuh kebanggaan.Bola mata Amora langsung melebar sempurna mendengar pengakua
“Sean, apa yang dikatakan pria itu semuanya bohong. Bahkan aku tidak mengenalnya dan dia pria gila!” Valerie berusaha menjelaskan ketika mereka sudah sampai di penthouse dan Sean masih menyeretnya dengan kasar memasuki kamar tidur mereka. Dan setelah membuka pintu, Sean langsung menghempaskan tubuh Valerie kasar ke tengah ranjang. “Dia berbohong, Sean!” Napas Valerie berubah tersengal putus asa mencoba meyakinkan Sean.Ingin rasanya Sean mempercayai perkataan Valerie bahwa Bara lah yang tengah berbohong. Hanya saja, bagaimana mungkin Bara bisa tahu siapa itu Valerie sehingga sengaja melakukan hal tersebut untuk mempengaruhinya. Jadi, justru Bara yang berkata benar dan Valerie berbohong.“Dia sama sekali tidak mengenalmu dan apa hubungan kita. Jadi, bagaimana mungkin dia berbohong?” tanya Sean datar, dengan tangannya yang bergerak membuka kancing kemejanya satu persatu.“Dia berbohong, percayalah padaku! Kami tidak berpapasan di luar seperti perkataannya, justru dialah yang masuk ke
“Apa yang kau lakukan pada istriku, sialan?” teriak Sean dengan amarah yang menggebu-gebu.Sean sengaja memberitahukan kepada Bara siapa sebenarnya Valerie. Dia bukan karyawan biasa di perusahaan ini, melainkan wanita itu sudah menjadi istrinya. Jadi, bagaimana mungkin Bara berani melakukan hal tak senonoh seperti apa yang dilihatnya barusan pada Valerie.Untuk melampiaskan amarahnya yang begitu menggebu-gebu, Sean terus menyarangkan pukulan demi pukulan yang membuat Bara kewalahan dibuatnya.“Mana aku tahu, Sean! Perempuan ini sendiri yang menawarkan diri padaku. Jadi, kenapa aku harus menolaknya?” balas Bara dengan nada terbata-bata, merasa kesakitan dan nyeri di seluruh tubuhnya akibat pukulan Sean yang tidak main-main.Meskipun kemarahan Sean sudah meluap-luap padanya, tetapi tetap saja Bara memancing amarah pria itu untuk semakin menjadi-jadi. Bukan tanpa alasan ia melakukan semua ini, tentu saja ia harus menyelamatkan pernikahan Amora. Meskipun ia benci setengah mati pada pria d
Para kolega bisnisnya akhirnya pulang juga, rapat akhirnya selesai. Dan semuanya berjalan sesuai keinginannya, dengan kata lain agenda rapatnya sukses besar.Hanya saja entah kenapa ia tidak bisa merasa lega, padahal yang dia nanti-nantikan akhirnya berhasil. Seakan ada sebuah kekhawatiran yang melandanya, dan membuatnya kalut luar biasa.Bahkan ia tidak bisa fokus mengikuti rapat ini, dan ia hanya mempercayakan semuanya kepada sekretarisnya. Ia hanya menjadi pengamat, sekaligus jika dimintai pendapat tetapi ia tidak turun tangan langsung untuk mempresentasikan hasil rapat tersebut.“Ada apa sebenarnya? Kenapa seperti ada beban berat yang mengganjal di dalam hatiku, padahal semuanya berjalan sesuai keinginan.”Sean berbisik pada dirinya sendiri, mempertanyakan kegundahan yang ia rasakan saat ini.‘Kau tahu kenapa?’ tanya balik suara hatinya.“Ah ya, aku tahu mengapa.”Sean mengakuinya.Semuanya tentu saja karena satu nama. Sebuah nama yang akhir-akhir ini begitu mempengaruhinya. Seora
“Ba—bara?”Valerie mengucapkan nama itu dengan kepala yang terus berpikir keras. Ia tidak tahu siapa pria di hadapannya, bahkan tidak tahu menahu apa gerangan yang membuatnya memasuki ruangan Sean tanpa bersama pria itu.“Apa Anda mencari Sean? Dia tengah ada rapat penting,” ucap Valerie memperingatkan, kalau-kalau pria di hadapannya ini datang mencari Sean.Bara tersenyum miring kemudian Mengangguk. “Hmm ... Sean sendiri yang memintaku untuk menunggunya di sini,” jawabnya dengan santai sambil bergerak mendekati Valerie yang tidak jauh dari tempatnya.Seketika suasana berubah jadi canggung, Valerie merasa tidak enak jika hanya berduaan dengan pria asing di dalam ruangan tertutup ini. Bahkan dia takut Sean akan salah paham kepadanya meskipun ia tahu tidak mungkin dirinya melakukan sesuatu yang tidak akan disukai oleh suaminya tersebut.“Ah, benarkah? Sebelumnya Sean tidak memberitahuku kalau akan ada temannya yang akan datang,” balas Valerie kembali dengan nada kikuk.Seketika ia meras
“Aku tinggal di sini tidak apa-apa, kan?”Sean dan Valerie saat ini sudah berada di ruangan CEO perusahaan ini. Sean sudah bersiap-siap untuk menghadiri rapat, tetapi rasanya berat jika harus meninggalkan Valerie seorang diri di ruangannya.Valerie memberikan anggukan kecil. “Iya, Sean. Ini sudah yang ketiga kalinya kamu berpamitan tetapi belum juga pergi,” jawab Valerie sembari terkekeh.Terlihat sekali bukan dirinya yang berat dibiarkan seorang diri di dalam ruangan luas dan megah bercampur maskulin itu. Melainkan Sean sendiri yang seakan enggan untuk meninggalkannya, padahal Valerie sama sekali tidak keberatan.“Apa kau yakin? Aku takut jika kau kenapa-kenapa di sini tanpa aku, Valerie,” ucap Sean kembali dengan nada nelangsa.Valerie kembali terkekeh. “Tidak apa-apa, Sean. Aku baik-baik saja. Lagi pula, ini adalah perusahaan yang di dalamnya banyak manusia. Kalaupun ada apa-apa, aku bisa meminta tolong pada mereka. Dan juga durasi rapat itu tidak memakan waktu selama berhari-hari
Semua mata hanya tertuju pada dua sejoli yang baru saja memasuki pintu gedung perusahaan Kyler Group. Bagaimana tidak, CEO dari perusahaan mereka kini menggandeng seorang wanita yang ia ketahui adalah salah satu karyawan di perusahaan ini.Valerie yang menyadari tatapan itu seketika merasa tidak nyaman, dia segera menjauh agar kemesraan yang diperbuat oleh Sean tidak terlalu jelas. Namun, bukannya Sean membiarkan Valerie menjauh darinya dia justru meraih pinggang Valerie dan memeluknya. Setelah itu ia kembali menghela Valerie memasuki perusahaannya tanpa peduli dengan tatapan penasaran dari para karyawan yang kebetulan ada di sana dan melihat kedatangannya.“Sean, lepaskan aku!” pinta Valerie dengan nada berbisik, sembari berusaha menjauhkan tangan Sean dari pinggangnya.Namun bukannya melepaskan pelukannya sesuai permintaan Valerie, Sean justru semakin mengeratkannya. Ia lalu menunduk dan menatap Valerie tidak suka. “Memangnya ada yang salah?”Sean mengatakan kalimat itu dengan nada