Suara desahan saling bersahut-sahutan dari mulut yang beradu satu sama lain. Gerakan kasar sang pria menyentak pinggul sang wanita keluar masuk.
Dua sejoli tengah bergelut mesra di atas ranjang luas dengan lampu remang yang hanya ditemani lilin putih yang membuat suasana percintaan mereka semakin syahdu dan panas.“Ah, Bara. Pelan-pelan ...” desah Amora mengangkat pinggulnya menerima setiap dorongan yang diberikan oleh Bara. Napasnya memburu dengan desah nafsu yang melambung tinggi.“Kau nikmat sekali, Baby!” puji Bara, dengan tubuh bagian bawah yang terus keluar masuk dari tubuh Amora, sedangkan tangannya berkelana di dada wanita yang dicintainya itu.“I—ini nikmat, Bara ....”Setelah mengatakan kalimat itu, Amora terkulai lemas dengan keringat membanjiri tubuhnya.Tidak jauh berbeda dengan Bara yang langsung terjatuh ke atas tubuh Amora. Meletakkan kepalanya di ceruk leher wanita itu dan menghirupnya dalam. Ini sudBara mendadak syok mendengar pengakuan Amora yang ternyata belum juga hamil karena sengaja meminum pil, bahkan berpura-pura mandul di depan suami dan keluarga suaminya itu.Sungguh, Bara tidak menyangka Amora bisa mempunyai pemikiran sampai sejauh itu.“Lalu apa suamimu tidak pernah curiga?” tanya Bara kembali, masih penasaran dengan kelicikan Amora kepada suaminya tersebut.Amora menggelengkan kepalanya. “Tentu saja tidak, karena suamiku terlalu mencintaiku. Aku hanya perlu memberikan tes palsu soal kemandulanku dan dia langsung percaya. Bahkan dia tidak marah sama sekali dengan keadaanku ini, dan menerimanya apa adanya.”Dengan bangga Amora mengatakan pada Bara betapa bodohnya seorang Sean yang begitu mudahnya tertipu olehnya. Pria itu langsung terdiam, wajahnya menggelap di kamar yang remang itu. Amora menipu suaminya dan hanya soal waktu hingga suaminya itu mengetahui semua kebenarannya. Pria itu lalu menegakkan
Valerie mengerjap perlahan, matanya berkedip berkali-kali ketika tubuhnya sakit begitu digerakkan. Wanita itu mengedarkan pandangan ke sekeliling, dan baru menyadari bahwa suasana remang-remang.‘Apa yang terjadi?’ tanya batinnya, lupa kegiatan apa yang telah ia lakukan sehingga terjebak di tempat asing ini.Sesungguhnya Valerie merasa begitu kelelahan, ingin rasanya ia kembali melanjutkan tidurnya. Terlebih lagi hangatnya selimut yang menyelimuti tubuhnya membuatnya enggan untuk beranjak dari sana.Hingga kemudian sebuah ingatan terlintas di kepalanya. Percintaannya dengan Sean. Oh astaga, dia baru saja bercinta di ruangan kerja Sean, bukan hanya sekali tetapi bahkan berkali-kali. Hingga dia jatuh kelelahan dan tidak sadar seperti saat ini.Dengan gerakan terburu-buru, Valerie bangun dari pembaringannya dan terduduk. Membuat selimut putih yang sebelumnya menutupi tubuhnya kini luruh ke bawah dan memperlihatkan ketelanjangannya.
Malam ini gelap dengan jalanan yang ramai seperti biasa. Namun, keriuhan di jalanan yang dilalui mobil itu berbeda jauh dengan suasana di dalam mobil. Kedua manusia itu tampak canggung. Sehingga hanya keheningan yang menyelimuti mobil tersebut. Valerie lebih memilih menatap ke arah luar jendela, sedangkan Sean serius mengemudikan mobil. Meskipun begitu berulang kali ia mencuri pandang ke arah wanita itu. “Masih marah?” tanya Sean tidak bisa lagi menahan mulutnya untuk tidak bersuara. Setelah berganti baju hingga sekarang, Valerie tidak berbicara walau satu patah kata pun padanya. Wanita ini terlihat masih marah padanya akibat kejadian tadi."Valerie, kamu masih marah, ya?”Sekali lagi Sean mengulang pertanyaannya karena tak kunjung dijawab oleh wanita itu. Hal itu malah membuat Valerie mendengkus jengkel, sudah jelas ia marah kenapa masih bertanya. Malahan pertanyaan dari pria itu makin membuatnya kesal luar biasa. Sean segera memutar otaknya, mencari cara agar kemarahan Valerie k
Menelan rasa penasarannya akan kehidupan Valerie sebelumnya, Sean merasa jika sekarang bukan waktu yang tepat untuk mengulik masa lalu perempuan itu.Mereka tengah berada di mall, jadi kenapa dia tidak menghabiskan waktu untuk bersenang-senang saja. Sekaligus menyenangkan Valerie, karena tadi dirinya telah diberikan kepuasan yang tiada terkira.Sean langsung menarik tangan Valerie, membuat wanita itu yang sejak tadi menunduk mendongak segera.“Kita akan mulai dari toko pakaian dulu,” ucap Sean menatap dalam ke arah Valerie. “Merek apa yang kamu sukai?” tanya Sean kembali saat mereka berjalan bersisian di lantai dasar mall, tempat toko merek mewah berada.Ditanya soal merek pakaian yang ia suka, Valerie terdiam. Ia bahkan tidak tahu merek pakaian apa yang ia kenakan sekarang pemberian dari Sean. Selama ini ia tidak pernah melihat merek, selama nyaman dipakai Valerie akan menyukainya.Kebetulan beberapa pakaiannya ia beli di toko
Valerie berusaha mengabaikan kedutan di hatinya yang semakin terasa sakit setiap mengingat Sean dan Amora. Entah apa yang terjadi padanya, kenapa dia harus merasa tidak suka pada hubungan mereka. Padahal Sean dan Amora adalah pasangan suami istri yang sah di depan Tuhan dan hukum, tidak seperti dirinya yang hanya dinikahi karena sesuatu alasan.Valerie segera menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha menyadarkan diri dari angan semunya yang tentu saja akan berakhir sia-sia. Oh hati, tenanglah! Kau hanya alat untuk melahirkan anak Sean, tidak akan lebih.Melihat Valerie yang terdiam dan tampak melamun, karyawan wanita itu yang sudah mulai tidak sabaran langsung menariknya masuk ke dalam bilik tersebut. Dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, oleh karena itu dia harus bergerak cepat dan memaksa wanita ini untuk segera mengenakan dress pilihannya.“Biar saya bantu Anda menggantinya, Nona!” tawar karyawan tersebut bersikap ramah.Valerie menggeleng dan menolak tawaran karyawan tersebut
Lagi dan lagi hari ini Sean menyerangnya di tempat umum. Menyudutkan tubuhnya di dinding, mencium dan menjelajahi isi mulutnya, menjilat, menghisap dengan tangan yang bergerak bebas menyentuh dadanya. Kulitnya yang terbuka akibat dress yang memang tidak menutup sempurna di tubuhnya, dimanfaatkan dengan baik oleh Sean. Tangannya bergerak liar dari punggung ke pinggang hingga beralih turun ke pahanya.Valerie hanya bisa memejamkan mata merasakan setiap sentuhan itu, mendesah pelan dengan menggigit bibir dalamnya agar suara desahannya tidak sampai keluar. Tentu saja ia sadar bahwa mereka di tempat umum, bukan tempat seharusnya mereka melakukan hal gila seperti sekarang ini.Akan menjadi masalah besar kalau mereka ketahuan berbuat mesum di salah satu tempat pergantian pakaian di dalam toko dan Valerie tidak mau sampai itu terjadi.Ingin rasanya Valerie menolak sentuhan itu, tetapi mau bagaimanapun usahanya tubuhnya sama sekali tidak mau bekerja sama dengannya. Ia justru kembali terhanyut
“Shit!” umpat Sean tanpa sadar.Karyawan pria di hadapannya itu langsung berubah syok, takut jika dari perkataannya tadi ada yang menyinggung Sean dan akan berakibat fatal pada pekerjaannya. Alhasil karyawan itu buru-buru mengoreksi kalimatnya.“Ma—maafkan aku, Tuan! Akan saya panggil teknisi untuk perbaikan AC-nya. Sekali lagi maaf atas ketidak nyamanannya!”Permintaan maaf itu langsung membuat Sean kembali berdecak. Bukan salah AC-nya, tetapi ada pada dirinya yang tidak bisa mengendalikan nafsu besarnya terhadap Valerie.Sialan!Sean lalu mengibaskan tangannya, dan berusaha melupakan segala pikiran kotornya. “Tidak perlu! Lupakan saja. Oh iya, bagaimana dengan pesananku?” tanya Sean, sebelum mengambil tempat duduk di sofa, mencoba merelakskan diri.Karyawan itu langsung memasang wajah ceria kembali. “Sudah, Tuan! Semuanya sudah saya siapkan.”Sean mengangguk sekilas, sebelum pikiran mesumnya kembali mengambil alih. Valerie terlihat cantik dan begitu menggoda saat menggunakan dress
Valerie berlarian keluar dengan air mata yang terus membasahi kedua pipinya dan baru berhenti ketika sampai di loby Mall. Seketika ia mendadak bingung, dia datang bersama Sean, lalu bagaimana dia bisa pulang sendiri? Wanita itu lalu mengusap air mata di pipinya, berusaha menyembunyikannya dari orang-orang yang berlalu lalang di sekitarnya. Tampak ada yang penasaran dengan keadaannya yang begitu kacau, ada pula yang hanya acuh tak acuh, seakan tidak peduli dengan keadaannya.Ini semua karena Sean!Valerie kembali menoleh ke belakang, lalu menghela napas pelan. Lagi pula sepertinya pria itu juga tidak peduli padanya, buktinya Sean sama sekali tidak mengejarnya. Sebenarnya apa yang Valerie harapkan dari pria itu? Meyakinkan diri, akhirnya Valerie berjalan keluar mencari taxi. Jalan raya malam ini terasa ramai, mungkin sebab itulah ia tidak juga mendapatkan taxi yang dicarinya sejak tadi. Bagaimana dia bisa pulang kalau begini?Tetapi dia harus segera pergi dari sini apa pun caranya, se
“Kalian berdua berciuman! Kau membiarkan pria lain mencium dan menyentuh tubuh yang sudah menjadi milikku. Kau sangat-sangat menjijikkan di mataku!”Napas Sean berubah terengah-engah, dengan kasar ia lalu mendorong Valerie ke belakang dan membuatnya terbanting di kasur.Valerie masih berusaha menghindar, berusaha melepaskan diri dari tindihan tubuh Sean yang keras dan berat. Berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Sean yang kuat dan tanpa ampun. Tetapi pria itu terlalu kuat, terlalu marah. Bahkan Sean sama sekali tidak menyadari kalau perbuatannya yang begitu kasar sudah melukai dan menyakiti tubuh Valerie yang rapuh.Pria itu seperti kerasukan setan. Matanya menyala penuh kebencian ketika menatap ke arah Valerie. Dengan ketakutan yang amat sangat, Valerie masih berusaha memberontak dan turun dari ranjang. Tetapi Sean berhasil menangkapnya dan kembali membantingnya di ranjang dengan kasar, lalu menindihnya sekuat tenaga.Valerie mengernyit merasakan cengkeraman tangan Sean yang kas
“Wanita murahan harus diperlakukan selayaknya wanita murahan pada umumnya!”Kata-kata Sean yang diucapkan dengan nada dingin dan ketenangan menakutkan itu seolah-olah bergaung di ruangan yang hening itu.Pria itu sudah berhasil melepaskan kemejanya dan membuka ikat pinggang celananya, lalu meletakkannya di atas nakas ujung ranjang. Ekspresi wajahnya tenang, namun kedua bola matanya memancar begitu dingin. Dan ketenangan pria itulah yang malah membuat Valerie gemetar takut.“P—please ... dengarkan aku dulu, Sean! Kau harus mendengarkan semuanya ....”Valerie masih mencoba membujuk pria itu agar mendengar penjelasannya, bukannya langsung menuduhnya seperti yang dia lihat. Namun, mendapati ekspresi wajah Sean, ia tahu semua usahanya tidak akan pernah berhasil.Sean terlalu marah, pria itu telah dibutakan oleh kemurkaannya.“Lepaskan kemeja yang kau kenakan, Valerie!” perintah Sean dengan nada datar.Wajah Valerie langsung berubah pucat pasi mendengar perintah yang dilontarkan oleh Sean d
“Sa—sakit ...” rintih Bara mengernyit ketika Amora mengusap luka di sudut bibirnya dengan kapas.“Sebenarnya apa yang kau lakukan? Kenapa Sean bisa semarah itu?” tanya Amora yang sejak tadi penasaran hal apa yang Bara lakukan sampai menyulut amarah Sean. Mereka berdua baru saja pulang dari rumah sakit setelah mengelabui Andre dan Shela untuk diberikan kepercayaan mengurus pria ini. Dan luka-luka yang ada di tubuh Bara akibat pukulan dari Sean sangat-sangat fatal, hidungnya patah dan tiga tulang rusuknya retak sehingga harus ditahan dengan sebuah perban. Belum lagi ditambah dengan luka lebam di seluruh tubuh dan wajah Bara yang membuatnya benar-benar terlihat memprihatinkan.Mata Bara bahkan sudah mulai membengkak membiru. Pukulan demi pukulan yang Sean layangkan benar-benar brutal.“Aku mencium wanita itu di hadapan Sean!” jawab Bara tanpa rasa bersalah sedikit pun, bahkan ia melontarkan kalimat itu dengan penuh kebanggaan.Bola mata Amora langsung melebar sempurna mendengar pengakua
“Sean, apa yang dikatakan pria itu semuanya bohong. Bahkan aku tidak mengenalnya dan dia pria gila!” Valerie berusaha menjelaskan ketika mereka sudah sampai di penthouse dan Sean masih menyeretnya dengan kasar memasuki kamar tidur mereka. Dan setelah membuka pintu, Sean langsung menghempaskan tubuh Valerie kasar ke tengah ranjang. “Dia berbohong, Sean!” Napas Valerie berubah tersengal putus asa mencoba meyakinkan Sean.Ingin rasanya Sean mempercayai perkataan Valerie bahwa Bara lah yang tengah berbohong. Hanya saja, bagaimana mungkin Bara bisa tahu siapa itu Valerie sehingga sengaja melakukan hal tersebut untuk mempengaruhinya. Jadi, justru Bara yang berkata benar dan Valerie berbohong.“Dia sama sekali tidak mengenalmu dan apa hubungan kita. Jadi, bagaimana mungkin dia berbohong?” tanya Sean datar, dengan tangannya yang bergerak membuka kancing kemejanya satu persatu.“Dia berbohong, percayalah padaku! Kami tidak berpapasan di luar seperti perkataannya, justru dialah yang masuk ke
“Apa yang kau lakukan pada istriku, sialan?” teriak Sean dengan amarah yang menggebu-gebu.Sean sengaja memberitahukan kepada Bara siapa sebenarnya Valerie. Dia bukan karyawan biasa di perusahaan ini, melainkan wanita itu sudah menjadi istrinya. Jadi, bagaimana mungkin Bara berani melakukan hal tak senonoh seperti apa yang dilihatnya barusan pada Valerie.Untuk melampiaskan amarahnya yang begitu menggebu-gebu, Sean terus menyarangkan pukulan demi pukulan yang membuat Bara kewalahan dibuatnya.“Mana aku tahu, Sean! Perempuan ini sendiri yang menawarkan diri padaku. Jadi, kenapa aku harus menolaknya?” balas Bara dengan nada terbata-bata, merasa kesakitan dan nyeri di seluruh tubuhnya akibat pukulan Sean yang tidak main-main.Meskipun kemarahan Sean sudah meluap-luap padanya, tetapi tetap saja Bara memancing amarah pria itu untuk semakin menjadi-jadi. Bukan tanpa alasan ia melakukan semua ini, tentu saja ia harus menyelamatkan pernikahan Amora. Meskipun ia benci setengah mati pada pria d
Para kolega bisnisnya akhirnya pulang juga, rapat akhirnya selesai. Dan semuanya berjalan sesuai keinginannya, dengan kata lain agenda rapatnya sukses besar.Hanya saja entah kenapa ia tidak bisa merasa lega, padahal yang dia nanti-nantikan akhirnya berhasil. Seakan ada sebuah kekhawatiran yang melandanya, dan membuatnya kalut luar biasa.Bahkan ia tidak bisa fokus mengikuti rapat ini, dan ia hanya mempercayakan semuanya kepada sekretarisnya. Ia hanya menjadi pengamat, sekaligus jika dimintai pendapat tetapi ia tidak turun tangan langsung untuk mempresentasikan hasil rapat tersebut.“Ada apa sebenarnya? Kenapa seperti ada beban berat yang mengganjal di dalam hatiku, padahal semuanya berjalan sesuai keinginan.”Sean berbisik pada dirinya sendiri, mempertanyakan kegundahan yang ia rasakan saat ini.‘Kau tahu kenapa?’ tanya balik suara hatinya.“Ah ya, aku tahu mengapa.”Sean mengakuinya.Semuanya tentu saja karena satu nama. Sebuah nama yang akhir-akhir ini begitu mempengaruhinya. Seora
“Ba—bara?”Valerie mengucapkan nama itu dengan kepala yang terus berpikir keras. Ia tidak tahu siapa pria di hadapannya, bahkan tidak tahu menahu apa gerangan yang membuatnya memasuki ruangan Sean tanpa bersama pria itu.“Apa Anda mencari Sean? Dia tengah ada rapat penting,” ucap Valerie memperingatkan, kalau-kalau pria di hadapannya ini datang mencari Sean.Bara tersenyum miring kemudian Mengangguk. “Hmm ... Sean sendiri yang memintaku untuk menunggunya di sini,” jawabnya dengan santai sambil bergerak mendekati Valerie yang tidak jauh dari tempatnya.Seketika suasana berubah jadi canggung, Valerie merasa tidak enak jika hanya berduaan dengan pria asing di dalam ruangan tertutup ini. Bahkan dia takut Sean akan salah paham kepadanya meskipun ia tahu tidak mungkin dirinya melakukan sesuatu yang tidak akan disukai oleh suaminya tersebut.“Ah, benarkah? Sebelumnya Sean tidak memberitahuku kalau akan ada temannya yang akan datang,” balas Valerie kembali dengan nada kikuk.Seketika ia meras
“Aku tinggal di sini tidak apa-apa, kan?”Sean dan Valerie saat ini sudah berada di ruangan CEO perusahaan ini. Sean sudah bersiap-siap untuk menghadiri rapat, tetapi rasanya berat jika harus meninggalkan Valerie seorang diri di ruangannya.Valerie memberikan anggukan kecil. “Iya, Sean. Ini sudah yang ketiga kalinya kamu berpamitan tetapi belum juga pergi,” jawab Valerie sembari terkekeh.Terlihat sekali bukan dirinya yang berat dibiarkan seorang diri di dalam ruangan luas dan megah bercampur maskulin itu. Melainkan Sean sendiri yang seakan enggan untuk meninggalkannya, padahal Valerie sama sekali tidak keberatan.“Apa kau yakin? Aku takut jika kau kenapa-kenapa di sini tanpa aku, Valerie,” ucap Sean kembali dengan nada nelangsa.Valerie kembali terkekeh. “Tidak apa-apa, Sean. Aku baik-baik saja. Lagi pula, ini adalah perusahaan yang di dalamnya banyak manusia. Kalaupun ada apa-apa, aku bisa meminta tolong pada mereka. Dan juga durasi rapat itu tidak memakan waktu selama berhari-hari
Semua mata hanya tertuju pada dua sejoli yang baru saja memasuki pintu gedung perusahaan Kyler Group. Bagaimana tidak, CEO dari perusahaan mereka kini menggandeng seorang wanita yang ia ketahui adalah salah satu karyawan di perusahaan ini.Valerie yang menyadari tatapan itu seketika merasa tidak nyaman, dia segera menjauh agar kemesraan yang diperbuat oleh Sean tidak terlalu jelas. Namun, bukannya Sean membiarkan Valerie menjauh darinya dia justru meraih pinggang Valerie dan memeluknya. Setelah itu ia kembali menghela Valerie memasuki perusahaannya tanpa peduli dengan tatapan penasaran dari para karyawan yang kebetulan ada di sana dan melihat kedatangannya.“Sean, lepaskan aku!” pinta Valerie dengan nada berbisik, sembari berusaha menjauhkan tangan Sean dari pinggangnya.Namun bukannya melepaskan pelukannya sesuai permintaan Valerie, Sean justru semakin mengeratkannya. Ia lalu menunduk dan menatap Valerie tidak suka. “Memangnya ada yang salah?”Sean mengatakan kalimat itu dengan nada