Valerie berlarian keluar dengan air mata yang terus membasahi kedua pipinya dan baru berhenti ketika sampai di loby Mall. Seketika ia mendadak bingung, dia datang bersama Sean, lalu bagaimana dia bisa pulang sendiri? Wanita itu lalu mengusap air mata di pipinya, berusaha menyembunyikannya dari orang-orang yang berlalu lalang di sekitarnya. Tampak ada yang penasaran dengan keadaannya yang begitu kacau, ada pula yang hanya acuh tak acuh, seakan tidak peduli dengan keadaannya.Ini semua karena Sean!Valerie kembali menoleh ke belakang, lalu menghela napas pelan. Lagi pula sepertinya pria itu juga tidak peduli padanya, buktinya Sean sama sekali tidak mengejarnya. Sebenarnya apa yang Valerie harapkan dari pria itu? Meyakinkan diri, akhirnya Valerie berjalan keluar mencari taxi. Jalan raya malam ini terasa ramai, mungkin sebab itulah ia tidak juga mendapatkan taxi yang dicarinya sejak tadi. Bagaimana dia bisa pulang kalau begini?Tetapi dia harus segera pergi dari sini apa pun caranya, se
“Apa lagi kesalahanmu?” tanya Sean membuka mata dan kembali menjalankan mobil setelah merasa keadaannya lebih baik.Valerie yang ditanya langsung dilanda gugup, ia tidak tahu kesalahan apa lagi yang sudah ia perbuat. Selain itu, fokusnya tiba-tiba teralih. Arah yang diambil Sean bukan menuju arah apartemen mereka, justru jalanan yang mereka lewati sedikit sepi dan jarang kendaraan yang lewat.Valerie seketika merasa was-was, segala pikiran buruk memenuhi kepalanya. Sean bukan psikopat, bukan?Wanita itu menoleh ke arah Sean yang tampak serius dengan jalanan di depanya, dengan berani ia bertanya, “Ini bukan arah ke apartemen. Sebenarnya kita akan ke mana?”Tetapi Sean tidak ada niatan sedikit pun untuk menjawab, ia masih fokus dengan kemudi dan jalanan di depannya. Pria itu mengabaikan Valerie sepenuhnya, hal itulah yang membuat Valerie tidak sabaran.“Tuan—“Sean kembali menghentikan mobil secara mendadak, untungnya Valerie tidak terlalu kaget sama seperti kejadian pertama tadi.Vale
Valerie benar-benar tidak menyangka Sean akan segila ini. Bagaimana mungkin dia diminta keluar dalam keadaan bugil, belum lagi ini sudah malam hari dan di tempat sesunyi ini.“A—apa maksudmu?” tanya Valerie meminta penjelasan.“Aku bilang keluar! Kau tidak mau melakukannya di sini, jadi keluar saja dan cari tumpangan pulang.”Sial! Sean benar-benar gila, bagaimana mungkin di setega itu.Valerie bergerak meraih rok span yang dilepaskan oleh Sean tadi, namun kalah cepat oleh pria itu. Sean meraih rok tersebut dan menyembunyikan pun dengan kemeja yang sebelumnya Valerie kenakan.Alhasil, Valerie benar-benar tidak ada harapan untuk tidak bertelanjang saat ini. Sean seakan memaksanya memilih untuk keluar dari mobil dalam keadaan bugil, atau menyerah dan tetap berada di mobil tetapi dia harus bercinta dengan pria itu.Sungguh! Itu bukan sebuah pilihan.“Apa sebenarnya maumu, Sean?” pekik Valerie tidak terima diperlakukan serendah ini.Bahkan matanya kini berubah berkaca-kaca dan siap menump
Sean mengangkat pinggang Valerie, membuatnya duduk di pangkuannya dengan kaki melebar di sisi tubuhnya. Tidak membuang waktu lama, Sean langsung menangkup wajah Valerie dan mulai mencium bibir yang setengah terbuka itu. Bahkan lidahnya memaksa menerobos masuk, menggoda lidah Valerie dan menautkannya dengan penuh nafsu.Valerie mendesah saat Sean dengan kuat menghisap bibir bawahnya. Saat tangan Sean mulai bergerak menelusuri bokongnya, Valerie mencengkeram kuat bahu pria itu.Valerie mendesah tak karuan. Kali ini ciuman Sean terasa berbeda, Valerie berulang kali tersedak akibat cumbuan yang terkesan brutal. Wanita itu berusaha keras mengikuti tempo ciuman Sean yang tak sabaran, tetapi dia hanya akan berakhir mendesah jika Sean dengan sesuka hati menghisap, menggigit dan menjilati seluruh isi mulutnya. Valerie benar-benar kewalahan mengikuti nafsu Sean yang begitu besar.“Akh ... Sean ....”Saat Sean menarik wajahnya sedikit menjauh, barula
Mentari mulai muncul perlahan, mengintip di ufuk timur dengan semburat berwarna jingga. Denting jam berdetak seirama mengisi ruangan, gorden yang terbuka mengizinkan cahaya dan semilir angin masuk.Valerie mengerjap perlahan, berkedip-kedip untuk menyesuaikan cahaya yang mulai mengganggunya. Harum wangi yang begitu asing sukses membangunkan semua indranya.Perlahan-lahan Valerie mulai mengingat semuanya, dia yang hampir saja mati kelelahan semalam di mobil Sean. Bahkan rasa pegal di seluruh tubuhnya kini semakin mendominasi, bahkan ia meringis kesakitan saat bergerak sedikit saja.Sepertinya hukuman yang dijanjikan oleh Sean bukan omong kosong belaka. Sean dengan segala ucapannya yang tidak pernah diingkari. Sepertinya mulai sekarang, akan lebih baik tidak memancing amarah pria itu lagi. “Oh astaga, jam berapa ini?” tanya Valerie pada dirinya sendiri, setelah sadar kalau kemungkinan besar ini sudah menjelang siang.Valerie berg
Mengetahui bahwa kemarahan Sean berangsur-angsur menghilang dan kini fokusnya kembali padanya setelah membahas tentang sarapan bersama.“Kamu memasak sarapan untukku?” tanya pria itu dengan antusias.Valerie sedikit terkejut dengan tanggapan Sean yang antusias, sebelumnya ia berpikir bahwa pria itu akan kembali menolak mentah-mentah hasil masakannya seperti sebelumnya.Kalai begini, Valerie merasa bahagia karena untuk pertama kalinya hasil masakannya tidak dihina habis-habisan.“Hum ... aku membuat sarapan untukmu. Aku tidak tahu apa yang biasanya kamu makan saat sarapan. Jadi, aku membuat menu umum roti panggang, dengan telur dan daging bacon.”Mata Sean langsung beralih ke arah meja makan yang di atasnya sudah ada dua piring yang berisi makanan dan terlihat lezat. Tanpa sadar Sean meneguk air liurnya dan rasa lapar seketika menyerang.“Ayo, duduk!” perintah Valerie yang membuat Sean sedikit kikuk, sebelum mengambil
Sebenarnya ini bukan permasalahan bahwa Amora tak penting lagi, sesungguhnya istrinya itu masih sangat penting di dalam hidupnya karena itu ia hampir saja berdiri dan pergi untuk menemui Amora segera.Akan tetapi Sean sadar betul, ia tidak pernah diperlakukan dengan begitu tulus sebelumnya. Ditanyai apa yang disuka dan tidak disuka, hingga mendapatkan perhatian yang begitu hangat. Pertanyaan kecil seperti makanan apa yang disukai sudah mampu membuat debaran jantungnya meronta hebat. Pertanyaan simple, tetapi sangat layak untuk dihargai.Sean melirik sekilas ponselnya, sebelum kembali mengabaikannya. Kemudian ia beralih meraih pisau dan garpu untuk mulai menikmati sarapan buatan Valerie.“Aku tidak pemilih kalau soal makanan dan aku menyukai semua olahan daging,” ucapnya sembari mulai mengiris roti panggang tersebut.Valerie yang sejak tadi menyugesti dirinya sendiri untuk lebih kuat jika Sean benar-benar memilih pergi, sontak m
“Apa yang kamu pikirkan?”Spontan Valerie menoleh dengan ekspresi kaget. “Ka—kau masih di sini?” Bukannya pria ini sudah pergi sejak tadi? Tetapi kenapa masih di sini? Apa ia tidak merindukan istri tercintanya?Karena ekspresi kaget Valerie, membuat gerakannya terlalu cepat sehingga tidak memperdulikan apa yang ia lakukan. Alhasil, busa cucian piring itu malah berceceran ke mana-mana.Sean yang menyadari hal itu langsung meraih lengan Valerie, lalu memutarnya kembali ke arah wastafel. “Busanya ke mana-mana, Valerie. Perhatikan pakaianmu,” ucap Sean memperingatkan.Karena perlakuan Sean yang terlalu tiba-tiba, membuat tubuh keduanya menempel tanpa disengaja dan langsung menyalurkan aliran yang membuatnya keduanya berdebar kencang.Tubuh Valerie langsung berubah kaku, terlebih lagi di tambah bisikan Sean di telinganya. “Apa yang kau tunggu? Lanjutkan pekerjaanmu!” bisiknya pelan.Sadar dengan apa yang ia lak
“Kalian berdua berciuman! Kau membiarkan pria lain mencium dan menyentuh tubuh yang sudah menjadi milikku. Kau sangat-sangat menjijikkan di mataku!”Napas Sean berubah terengah-engah, dengan kasar ia lalu mendorong Valerie ke belakang dan membuatnya terbanting di kasur.Valerie masih berusaha menghindar, berusaha melepaskan diri dari tindihan tubuh Sean yang keras dan berat. Berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Sean yang kuat dan tanpa ampun. Tetapi pria itu terlalu kuat, terlalu marah. Bahkan Sean sama sekali tidak menyadari kalau perbuatannya yang begitu kasar sudah melukai dan menyakiti tubuh Valerie yang rapuh.Pria itu seperti kerasukan setan. Matanya menyala penuh kebencian ketika menatap ke arah Valerie. Dengan ketakutan yang amat sangat, Valerie masih berusaha memberontak dan turun dari ranjang. Tetapi Sean berhasil menangkapnya dan kembali membantingnya di ranjang dengan kasar, lalu menindihnya sekuat tenaga.Valerie mengernyit merasakan cengkeraman tangan Sean yang kas
“Wanita murahan harus diperlakukan selayaknya wanita murahan pada umumnya!”Kata-kata Sean yang diucapkan dengan nada dingin dan ketenangan menakutkan itu seolah-olah bergaung di ruangan yang hening itu.Pria itu sudah berhasil melepaskan kemejanya dan membuka ikat pinggang celananya, lalu meletakkannya di atas nakas ujung ranjang. Ekspresi wajahnya tenang, namun kedua bola matanya memancar begitu dingin. Dan ketenangan pria itulah yang malah membuat Valerie gemetar takut.“P—please ... dengarkan aku dulu, Sean! Kau harus mendengarkan semuanya ....”Valerie masih mencoba membujuk pria itu agar mendengar penjelasannya, bukannya langsung menuduhnya seperti yang dia lihat. Namun, mendapati ekspresi wajah Sean, ia tahu semua usahanya tidak akan pernah berhasil.Sean terlalu marah, pria itu telah dibutakan oleh kemurkaannya.“Lepaskan kemeja yang kau kenakan, Valerie!” perintah Sean dengan nada datar.Wajah Valerie langsung berubah pucat pasi mendengar perintah yang dilontarkan oleh Sean d
“Sa—sakit ...” rintih Bara mengernyit ketika Amora mengusap luka di sudut bibirnya dengan kapas.“Sebenarnya apa yang kau lakukan? Kenapa Sean bisa semarah itu?” tanya Amora yang sejak tadi penasaran hal apa yang Bara lakukan sampai menyulut amarah Sean. Mereka berdua baru saja pulang dari rumah sakit setelah mengelabui Andre dan Shela untuk diberikan kepercayaan mengurus pria ini. Dan luka-luka yang ada di tubuh Bara akibat pukulan dari Sean sangat-sangat fatal, hidungnya patah dan tiga tulang rusuknya retak sehingga harus ditahan dengan sebuah perban. Belum lagi ditambah dengan luka lebam di seluruh tubuh dan wajah Bara yang membuatnya benar-benar terlihat memprihatinkan.Mata Bara bahkan sudah mulai membengkak membiru. Pukulan demi pukulan yang Sean layangkan benar-benar brutal.“Aku mencium wanita itu di hadapan Sean!” jawab Bara tanpa rasa bersalah sedikit pun, bahkan ia melontarkan kalimat itu dengan penuh kebanggaan.Bola mata Amora langsung melebar sempurna mendengar pengakua
“Sean, apa yang dikatakan pria itu semuanya bohong. Bahkan aku tidak mengenalnya dan dia pria gila!” Valerie berusaha menjelaskan ketika mereka sudah sampai di penthouse dan Sean masih menyeretnya dengan kasar memasuki kamar tidur mereka. Dan setelah membuka pintu, Sean langsung menghempaskan tubuh Valerie kasar ke tengah ranjang. “Dia berbohong, Sean!” Napas Valerie berubah tersengal putus asa mencoba meyakinkan Sean.Ingin rasanya Sean mempercayai perkataan Valerie bahwa Bara lah yang tengah berbohong. Hanya saja, bagaimana mungkin Bara bisa tahu siapa itu Valerie sehingga sengaja melakukan hal tersebut untuk mempengaruhinya. Jadi, justru Bara yang berkata benar dan Valerie berbohong.“Dia sama sekali tidak mengenalmu dan apa hubungan kita. Jadi, bagaimana mungkin dia berbohong?” tanya Sean datar, dengan tangannya yang bergerak membuka kancing kemejanya satu persatu.“Dia berbohong, percayalah padaku! Kami tidak berpapasan di luar seperti perkataannya, justru dialah yang masuk ke
“Apa yang kau lakukan pada istriku, sialan?” teriak Sean dengan amarah yang menggebu-gebu.Sean sengaja memberitahukan kepada Bara siapa sebenarnya Valerie. Dia bukan karyawan biasa di perusahaan ini, melainkan wanita itu sudah menjadi istrinya. Jadi, bagaimana mungkin Bara berani melakukan hal tak senonoh seperti apa yang dilihatnya barusan pada Valerie.Untuk melampiaskan amarahnya yang begitu menggebu-gebu, Sean terus menyarangkan pukulan demi pukulan yang membuat Bara kewalahan dibuatnya.“Mana aku tahu, Sean! Perempuan ini sendiri yang menawarkan diri padaku. Jadi, kenapa aku harus menolaknya?” balas Bara dengan nada terbata-bata, merasa kesakitan dan nyeri di seluruh tubuhnya akibat pukulan Sean yang tidak main-main.Meskipun kemarahan Sean sudah meluap-luap padanya, tetapi tetap saja Bara memancing amarah pria itu untuk semakin menjadi-jadi. Bukan tanpa alasan ia melakukan semua ini, tentu saja ia harus menyelamatkan pernikahan Amora. Meskipun ia benci setengah mati pada pria d
Para kolega bisnisnya akhirnya pulang juga, rapat akhirnya selesai. Dan semuanya berjalan sesuai keinginannya, dengan kata lain agenda rapatnya sukses besar.Hanya saja entah kenapa ia tidak bisa merasa lega, padahal yang dia nanti-nantikan akhirnya berhasil. Seakan ada sebuah kekhawatiran yang melandanya, dan membuatnya kalut luar biasa.Bahkan ia tidak bisa fokus mengikuti rapat ini, dan ia hanya mempercayakan semuanya kepada sekretarisnya. Ia hanya menjadi pengamat, sekaligus jika dimintai pendapat tetapi ia tidak turun tangan langsung untuk mempresentasikan hasil rapat tersebut.“Ada apa sebenarnya? Kenapa seperti ada beban berat yang mengganjal di dalam hatiku, padahal semuanya berjalan sesuai keinginan.”Sean berbisik pada dirinya sendiri, mempertanyakan kegundahan yang ia rasakan saat ini.‘Kau tahu kenapa?’ tanya balik suara hatinya.“Ah ya, aku tahu mengapa.”Sean mengakuinya.Semuanya tentu saja karena satu nama. Sebuah nama yang akhir-akhir ini begitu mempengaruhinya. Seora
“Ba—bara?”Valerie mengucapkan nama itu dengan kepala yang terus berpikir keras. Ia tidak tahu siapa pria di hadapannya, bahkan tidak tahu menahu apa gerangan yang membuatnya memasuki ruangan Sean tanpa bersama pria itu.“Apa Anda mencari Sean? Dia tengah ada rapat penting,” ucap Valerie memperingatkan, kalau-kalau pria di hadapannya ini datang mencari Sean.Bara tersenyum miring kemudian Mengangguk. “Hmm ... Sean sendiri yang memintaku untuk menunggunya di sini,” jawabnya dengan santai sambil bergerak mendekati Valerie yang tidak jauh dari tempatnya.Seketika suasana berubah jadi canggung, Valerie merasa tidak enak jika hanya berduaan dengan pria asing di dalam ruangan tertutup ini. Bahkan dia takut Sean akan salah paham kepadanya meskipun ia tahu tidak mungkin dirinya melakukan sesuatu yang tidak akan disukai oleh suaminya tersebut.“Ah, benarkah? Sebelumnya Sean tidak memberitahuku kalau akan ada temannya yang akan datang,” balas Valerie kembali dengan nada kikuk.Seketika ia meras
“Aku tinggal di sini tidak apa-apa, kan?”Sean dan Valerie saat ini sudah berada di ruangan CEO perusahaan ini. Sean sudah bersiap-siap untuk menghadiri rapat, tetapi rasanya berat jika harus meninggalkan Valerie seorang diri di ruangannya.Valerie memberikan anggukan kecil. “Iya, Sean. Ini sudah yang ketiga kalinya kamu berpamitan tetapi belum juga pergi,” jawab Valerie sembari terkekeh.Terlihat sekali bukan dirinya yang berat dibiarkan seorang diri di dalam ruangan luas dan megah bercampur maskulin itu. Melainkan Sean sendiri yang seakan enggan untuk meninggalkannya, padahal Valerie sama sekali tidak keberatan.“Apa kau yakin? Aku takut jika kau kenapa-kenapa di sini tanpa aku, Valerie,” ucap Sean kembali dengan nada nelangsa.Valerie kembali terkekeh. “Tidak apa-apa, Sean. Aku baik-baik saja. Lagi pula, ini adalah perusahaan yang di dalamnya banyak manusia. Kalaupun ada apa-apa, aku bisa meminta tolong pada mereka. Dan juga durasi rapat itu tidak memakan waktu selama berhari-hari
Semua mata hanya tertuju pada dua sejoli yang baru saja memasuki pintu gedung perusahaan Kyler Group. Bagaimana tidak, CEO dari perusahaan mereka kini menggandeng seorang wanita yang ia ketahui adalah salah satu karyawan di perusahaan ini.Valerie yang menyadari tatapan itu seketika merasa tidak nyaman, dia segera menjauh agar kemesraan yang diperbuat oleh Sean tidak terlalu jelas. Namun, bukannya Sean membiarkan Valerie menjauh darinya dia justru meraih pinggang Valerie dan memeluknya. Setelah itu ia kembali menghela Valerie memasuki perusahaannya tanpa peduli dengan tatapan penasaran dari para karyawan yang kebetulan ada di sana dan melihat kedatangannya.“Sean, lepaskan aku!” pinta Valerie dengan nada berbisik, sembari berusaha menjauhkan tangan Sean dari pinggangnya.Namun bukannya melepaskan pelukannya sesuai permintaan Valerie, Sean justru semakin mengeratkannya. Ia lalu menunduk dan menatap Valerie tidak suka. “Memangnya ada yang salah?”Sean mengatakan kalimat itu dengan nada