Sean teringat dengan perkataan ibunya saat itu. Dia tidak boleh mempunyai istri lebih dari satu, karena ia tahu tidak akan bersikap adil. Terlebih lagi, pasti akan ada hati yang terluka dalam hubungan rumit ini. Karena pada kenyataannya, saat ini perasaannya pada Amora hampir hilang. Mungkin karena kesibukan Amora atau karena pengkhianatannya waktu itu ... mungkin juga karena kehadiran Valerie. Sosok yang memang sangat dibutuhkan untuk menjadi istrinya.Jika dipaksa, mungkin Sean bisa mempertahankan keduanya. Tetapi posisi Valerie sebagai istri kedua tentu saja akan menjadi pihak yang paling menderita. Sean tahu sekali opini publik akan sangat buruk untuk pihak yang menjadi kedua. Hanya akan dianggap sebagai simpanan, atau yang lebih kejamnya sebagai pelakor.Dan Sean sama sekali tidak mau itu terjadi pada Valerie. Ia tidak ingin memberikan neraka untuk wanita itu. Pada perempuan yang sudah memberikan kehangatan pada hidupnya.Sean juga ingin memberikan rumah untuk Valerie, rumah yan
Sean berusaha keras mencari cara membujuk untuk menghentikan niatan Amora untuk bunuh diri.“Ingat karier artis dan model yang sudah susah payah kau bangun hingga sesukses sekarang, Amora. Apa kau tidak merasa sayang jika harus meninggalkan semua impian kamu itu?” tanya Sean dengan nada membujuk, kalimatnya begitu lembut dan tenang.“Tidak! Aku tidak menginginkan semua itu lagi. Aku hanya ingin kamu, Sean. Apalah arti semua yang aku miliki jika aku hidup tanpamu. Aku tidak ingin bercerai, aku tidak ingin pisah darimu,” ucap Amora lemah dan terdengar begitu tersakiti.Impian Amora selama ini adalah bisa menikah dengan Sean, meskipun cinta yang dimilikinya tidaklah begitu besar untuk pria itu. Sehingga ketika ia dihadapkan dalam posisi ini, ia mulai kalang kabut. Amora tidak ingin dan tidak mau bercerai dari pria seperti Sean. Tidak akan pernah bisa!Sean seketika terdiam tak bisa berkata-kata lagi. Kepalanya semakin pusing dikarenakan aksi nekat Amora yang tidak main-main. Dia bahkan t
“Aku juga menginginkan anak Valerie!”Perkataan dari Amora membuat Valerie tercekat, sama seperti dengan Sean yang saat ini tidak menyangka Amora juga akan melontarkan kalimat itu.Valerie menunggu dalam keadaan tegang jawaban yang akan diberikan oleh Sean. Perasaan takut seketika menyelimutinya, meskipun pria itu sudah berjanji padanya bahwa bayi ini akan menjadi miliknya, tetapi siapa yang tahu jika Sean tiba-tiba berubah pikiran.“Amora ....”“Kau tahu aku nekat, bukan? Kau tidak mau kejadian tadi terulang kembali, jadi tentukan pilihanmu sekarang!” ancam Amora untuk ke sekian kalinya.Sean menggeleng dengan keras. Lalu dia bersuara dengan nada berbisik, “Jangan gila, Amora. Jangan meminta sesuatu yang bukan hak kamu! Valerie berhak memiliki bayinya dan kau tidak!” tekan Sean, menyadarkan Amora dari harapannya yang semu.Wajah Amora langsung berubah memerah, amarah langsung menguasainya. “Jadi kau tidak ingin memberikan bayi itu untukku, Sean? Baiklah, maka aku akan mati saja!”Tet
Pada akhirnya bayi ini akan menjadi milik Amora?Valerie benar-benar tidak tahan lagi berada di sana dan mendengar segala pengakuan Sean. Sudah cukup ia berusaha kuat bertahan di sana hanya untuk mendengar caci maki untuknya dari orang-orang meski secara tidak langsung ditujukan padanya. Semua itu hanya untuk mendengar jawaban dari Sean.Tetapi ternyata jawaban Sean sangat menyakitinya. Dia ingkar janji, Sean tidak menepati janji untuknya.Pada akhirnya bayinya akan diambil darinya setelah lahir, dan ia akan ditinggalkan sendiri lagi.Sungguh, Valerie hanya bisa melampiaskan semuanya dengan tangisan. Ia menangis sesenggukan dan turun dari sana, tidak sanggup lagi mendengar segala pengakuan Sean dan tatapan kemenangan dari Amora.Seperti semalam, Valerie kembali keluar dari rumah sakit dengan langkah gontai, seakan tidak punya semangat lagi. Ia tidak tahan lagi berada di tempat ini yang hanya memberinya banyak luka. Valerie tidak peduli lagi dengan keadaannya yang mungkin saja masih bu
“Hubungi para media di kota ini dan minta untuk take down video yang beredar hari ini!”Dalam perjalanan menuju kamar inap Valerie, Sean menghubungi Alden untuk menghandle kejadian yang baru saja terjadi. Karena meskipun ia sudah mengancam para orang-orang itu, tetapi tidak menutup kemungkinan jika ada yang membangkang dan malah memberikannya pada media.Dan Sean tidak mau itu terjadi. Ia tidak ingin jika kejadian ini sampai diketahui oleh Valerie, karena dia sedang hamil dan itu tidak akan bagus untuk kesehatannya.Sean juga tidak mau jika kedua orang tuanya sampai tahu, karena hanya akan semakin menjadi rumit jika permasalahan ini sampai terkuak di media sebelum ia sendiri yang memperkenalkan Valerie kepada mereka.Belum lagi Kyler Group akan terkena imbasnya dan ia tidak ingin jika perusahaan yang sudah ia rintis harus hancur karena permasalahan ini. Jadi, sebisa mungkin ia akan menjaga sebaik mungkin agar kejadian hari ini tidak bocor dan viral di mana-mana.Alden yang tidak paham
Suara decitan ban dan klakson yang bertalu mengundang perhatian orang-orang yang ada di sekitar tempat itu. Melihat ada kecelakaan, mereka berbondong-bondong datang untuk melihat sekaligus menolong sang korban.Valerie yang sudah setengah sadar masih bisa mendengar suara riuh di sekitarnya. Terdengar ada suara-suara penuh kekhawatiran, ada pula yang sudah sibuk menelepon ambulance untuk segera membawa sang korban kecelakaan ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan.Ternyata dia masih hidup? Padahal Valerie pikir ia sudah akan menyusul ibunya bersama bayinya. Tetapi ternyata Tuhan masih ingin melihatnya lebih menderita lagi tinggal di dunia ini seorang diri, oleh karena itu dia masih diberikan keselamatan dari kecelakaan ini.Sang pengemudi mobil yang kebetulan adalah pria langsung turun dari mobilnya. Perasaan takut dan was-was langsung menyelimutinya setelah menyadari bahwa ia baru saja menabrak seseorang. Oh Tuhan! Apakah dia baik-baik saja?Pria itu langsung menerobos kerumunan
Sean memasuki penthouse itu dengan jantung berdebar kencang, harapan bahwa Valerie ada di dalam sana begitu besar. Tengah menyambutnya dengan senyuman manis dan mungkin saja makan malam yang lezat.Tetapi saat pintu itu berhasil ia buka, semua pikirannya tadi hanya berakhir menjadi angan semu belaka. Tidak ada Valerie yang menunggunya di depan pintu lengkap dengan senyum manisnya, hanya kekecewaan yang langsung menyelimuti perasaannya.Sean masuk lebih dalam, ke area dapur di mana Valerie biasanya tengah berkutat dengan alat-alat masak dan tidak menyadari keberadaannya saking fokusnya memasak sesuatu yang lezat untuknya. Tetapi sama saja, Valerie pun tidak ada di sana.Jika tadi harapannya masih begitu besar jika Valerie ada di sini, kini perlahan-lahan surut. Harapan satu-satunya hanya di dalam kamar, ya semoga saja istrinya itu tengah tertidur.Dengan langkah panjang, Sean setengah berlari menapaki anak tangga menuju kamar Valerie. Dan tanpa menunggu lama ia membuka pintu kamar itu
Dengan perlahan Valerie mengerjapkan kedua matanya, obyek yang pertama kali dilihatnya adalah seorang bocah lelaki yang duduk di sampingnya, tengah bernyanyi dengan mata yang terpejam erat menikmati nyanyiannya.Tanpa sadar, Valerie membuka suara. “A—anakku ....”Spontan mata anak lelaki itu terbuka lebar mendengar suara lemah itu, ia menoleh ke arah Valerie dan langsung tersenyum lebar saat mendapati perempuan itu sudah sadar.“Aunty sudah sadar?” tanya anak kecil itu memastikan.Valerie masih belum sadar sepenuhnya, dia masih menganggap bahwa ia benar-benar ada di surga. “Apa kita sudah ada di surga, Nak?”Raut wajah anak kecil itu berkerut kebingungan. Bukankah surga tempat kita kalau sudah meninggal kata ibu gurunya, lalu kenapa aunty ini malah mengatakan mereka sudah di surga?Anak kecil itu dengan polosnya langsung menggeleng. “Kita masih di dunia, Aunty. Di rumahnya Sekala.”Bukannya menanggapi perkataan anak itu, Valerie justru langsung bangun dan memeluk erat tubuh gemoy itu.
“Kalian berdua berciuman! Kau membiarkan pria lain mencium dan menyentuh tubuh yang sudah menjadi milikku. Kau sangat-sangat menjijikkan di mataku!”Napas Sean berubah terengah-engah, dengan kasar ia lalu mendorong Valerie ke belakang dan membuatnya terbanting di kasur.Valerie masih berusaha menghindar, berusaha melepaskan diri dari tindihan tubuh Sean yang keras dan berat. Berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Sean yang kuat dan tanpa ampun. Tetapi pria itu terlalu kuat, terlalu marah. Bahkan Sean sama sekali tidak menyadari kalau perbuatannya yang begitu kasar sudah melukai dan menyakiti tubuh Valerie yang rapuh.Pria itu seperti kerasukan setan. Matanya menyala penuh kebencian ketika menatap ke arah Valerie. Dengan ketakutan yang amat sangat, Valerie masih berusaha memberontak dan turun dari ranjang. Tetapi Sean berhasil menangkapnya dan kembali membantingnya di ranjang dengan kasar, lalu menindihnya sekuat tenaga.Valerie mengernyit merasakan cengkeraman tangan Sean yang kas
“Wanita murahan harus diperlakukan selayaknya wanita murahan pada umumnya!”Kata-kata Sean yang diucapkan dengan nada dingin dan ketenangan menakutkan itu seolah-olah bergaung di ruangan yang hening itu.Pria itu sudah berhasil melepaskan kemejanya dan membuka ikat pinggang celananya, lalu meletakkannya di atas nakas ujung ranjang. Ekspresi wajahnya tenang, namun kedua bola matanya memancar begitu dingin. Dan ketenangan pria itulah yang malah membuat Valerie gemetar takut.“P—please ... dengarkan aku dulu, Sean! Kau harus mendengarkan semuanya ....”Valerie masih mencoba membujuk pria itu agar mendengar penjelasannya, bukannya langsung menuduhnya seperti yang dia lihat. Namun, mendapati ekspresi wajah Sean, ia tahu semua usahanya tidak akan pernah berhasil.Sean terlalu marah, pria itu telah dibutakan oleh kemurkaannya.“Lepaskan kemeja yang kau kenakan, Valerie!” perintah Sean dengan nada datar.Wajah Valerie langsung berubah pucat pasi mendengar perintah yang dilontarkan oleh Sean d
“Sa—sakit ...” rintih Bara mengernyit ketika Amora mengusap luka di sudut bibirnya dengan kapas.“Sebenarnya apa yang kau lakukan? Kenapa Sean bisa semarah itu?” tanya Amora yang sejak tadi penasaran hal apa yang Bara lakukan sampai menyulut amarah Sean. Mereka berdua baru saja pulang dari rumah sakit setelah mengelabui Andre dan Shela untuk diberikan kepercayaan mengurus pria ini. Dan luka-luka yang ada di tubuh Bara akibat pukulan dari Sean sangat-sangat fatal, hidungnya patah dan tiga tulang rusuknya retak sehingga harus ditahan dengan sebuah perban. Belum lagi ditambah dengan luka lebam di seluruh tubuh dan wajah Bara yang membuatnya benar-benar terlihat memprihatinkan.Mata Bara bahkan sudah mulai membengkak membiru. Pukulan demi pukulan yang Sean layangkan benar-benar brutal.“Aku mencium wanita itu di hadapan Sean!” jawab Bara tanpa rasa bersalah sedikit pun, bahkan ia melontarkan kalimat itu dengan penuh kebanggaan.Bola mata Amora langsung melebar sempurna mendengar pengakua
“Sean, apa yang dikatakan pria itu semuanya bohong. Bahkan aku tidak mengenalnya dan dia pria gila!” Valerie berusaha menjelaskan ketika mereka sudah sampai di penthouse dan Sean masih menyeretnya dengan kasar memasuki kamar tidur mereka. Dan setelah membuka pintu, Sean langsung menghempaskan tubuh Valerie kasar ke tengah ranjang. “Dia berbohong, Sean!” Napas Valerie berubah tersengal putus asa mencoba meyakinkan Sean.Ingin rasanya Sean mempercayai perkataan Valerie bahwa Bara lah yang tengah berbohong. Hanya saja, bagaimana mungkin Bara bisa tahu siapa itu Valerie sehingga sengaja melakukan hal tersebut untuk mempengaruhinya. Jadi, justru Bara yang berkata benar dan Valerie berbohong.“Dia sama sekali tidak mengenalmu dan apa hubungan kita. Jadi, bagaimana mungkin dia berbohong?” tanya Sean datar, dengan tangannya yang bergerak membuka kancing kemejanya satu persatu.“Dia berbohong, percayalah padaku! Kami tidak berpapasan di luar seperti perkataannya, justru dialah yang masuk ke
“Apa yang kau lakukan pada istriku, sialan?” teriak Sean dengan amarah yang menggebu-gebu.Sean sengaja memberitahukan kepada Bara siapa sebenarnya Valerie. Dia bukan karyawan biasa di perusahaan ini, melainkan wanita itu sudah menjadi istrinya. Jadi, bagaimana mungkin Bara berani melakukan hal tak senonoh seperti apa yang dilihatnya barusan pada Valerie.Untuk melampiaskan amarahnya yang begitu menggebu-gebu, Sean terus menyarangkan pukulan demi pukulan yang membuat Bara kewalahan dibuatnya.“Mana aku tahu, Sean! Perempuan ini sendiri yang menawarkan diri padaku. Jadi, kenapa aku harus menolaknya?” balas Bara dengan nada terbata-bata, merasa kesakitan dan nyeri di seluruh tubuhnya akibat pukulan Sean yang tidak main-main.Meskipun kemarahan Sean sudah meluap-luap padanya, tetapi tetap saja Bara memancing amarah pria itu untuk semakin menjadi-jadi. Bukan tanpa alasan ia melakukan semua ini, tentu saja ia harus menyelamatkan pernikahan Amora. Meskipun ia benci setengah mati pada pria d
Para kolega bisnisnya akhirnya pulang juga, rapat akhirnya selesai. Dan semuanya berjalan sesuai keinginannya, dengan kata lain agenda rapatnya sukses besar.Hanya saja entah kenapa ia tidak bisa merasa lega, padahal yang dia nanti-nantikan akhirnya berhasil. Seakan ada sebuah kekhawatiran yang melandanya, dan membuatnya kalut luar biasa.Bahkan ia tidak bisa fokus mengikuti rapat ini, dan ia hanya mempercayakan semuanya kepada sekretarisnya. Ia hanya menjadi pengamat, sekaligus jika dimintai pendapat tetapi ia tidak turun tangan langsung untuk mempresentasikan hasil rapat tersebut.“Ada apa sebenarnya? Kenapa seperti ada beban berat yang mengganjal di dalam hatiku, padahal semuanya berjalan sesuai keinginan.”Sean berbisik pada dirinya sendiri, mempertanyakan kegundahan yang ia rasakan saat ini.‘Kau tahu kenapa?’ tanya balik suara hatinya.“Ah ya, aku tahu mengapa.”Sean mengakuinya.Semuanya tentu saja karena satu nama. Sebuah nama yang akhir-akhir ini begitu mempengaruhinya. Seora
“Ba—bara?”Valerie mengucapkan nama itu dengan kepala yang terus berpikir keras. Ia tidak tahu siapa pria di hadapannya, bahkan tidak tahu menahu apa gerangan yang membuatnya memasuki ruangan Sean tanpa bersama pria itu.“Apa Anda mencari Sean? Dia tengah ada rapat penting,” ucap Valerie memperingatkan, kalau-kalau pria di hadapannya ini datang mencari Sean.Bara tersenyum miring kemudian Mengangguk. “Hmm ... Sean sendiri yang memintaku untuk menunggunya di sini,” jawabnya dengan santai sambil bergerak mendekati Valerie yang tidak jauh dari tempatnya.Seketika suasana berubah jadi canggung, Valerie merasa tidak enak jika hanya berduaan dengan pria asing di dalam ruangan tertutup ini. Bahkan dia takut Sean akan salah paham kepadanya meskipun ia tahu tidak mungkin dirinya melakukan sesuatu yang tidak akan disukai oleh suaminya tersebut.“Ah, benarkah? Sebelumnya Sean tidak memberitahuku kalau akan ada temannya yang akan datang,” balas Valerie kembali dengan nada kikuk.Seketika ia meras
“Aku tinggal di sini tidak apa-apa, kan?”Sean dan Valerie saat ini sudah berada di ruangan CEO perusahaan ini. Sean sudah bersiap-siap untuk menghadiri rapat, tetapi rasanya berat jika harus meninggalkan Valerie seorang diri di ruangannya.Valerie memberikan anggukan kecil. “Iya, Sean. Ini sudah yang ketiga kalinya kamu berpamitan tetapi belum juga pergi,” jawab Valerie sembari terkekeh.Terlihat sekali bukan dirinya yang berat dibiarkan seorang diri di dalam ruangan luas dan megah bercampur maskulin itu. Melainkan Sean sendiri yang seakan enggan untuk meninggalkannya, padahal Valerie sama sekali tidak keberatan.“Apa kau yakin? Aku takut jika kau kenapa-kenapa di sini tanpa aku, Valerie,” ucap Sean kembali dengan nada nelangsa.Valerie kembali terkekeh. “Tidak apa-apa, Sean. Aku baik-baik saja. Lagi pula, ini adalah perusahaan yang di dalamnya banyak manusia. Kalaupun ada apa-apa, aku bisa meminta tolong pada mereka. Dan juga durasi rapat itu tidak memakan waktu selama berhari-hari
Semua mata hanya tertuju pada dua sejoli yang baru saja memasuki pintu gedung perusahaan Kyler Group. Bagaimana tidak, CEO dari perusahaan mereka kini menggandeng seorang wanita yang ia ketahui adalah salah satu karyawan di perusahaan ini.Valerie yang menyadari tatapan itu seketika merasa tidak nyaman, dia segera menjauh agar kemesraan yang diperbuat oleh Sean tidak terlalu jelas. Namun, bukannya Sean membiarkan Valerie menjauh darinya dia justru meraih pinggang Valerie dan memeluknya. Setelah itu ia kembali menghela Valerie memasuki perusahaannya tanpa peduli dengan tatapan penasaran dari para karyawan yang kebetulan ada di sana dan melihat kedatangannya.“Sean, lepaskan aku!” pinta Valerie dengan nada berbisik, sembari berusaha menjauhkan tangan Sean dari pinggangnya.Namun bukannya melepaskan pelukannya sesuai permintaan Valerie, Sean justru semakin mengeratkannya. Ia lalu menunduk dan menatap Valerie tidak suka. “Memangnya ada yang salah?”Sean mengatakan kalimat itu dengan nada