"Makan pil itu, aku tidak ingin punya anak darimu!" suruh Aditya dengan ketus. Aisyah hanya bisa menangis tanpa menjawabnya. "Diam! Jangan cengeng!" bentaknya, "jangan harap kamu bisa menikmati sebagai Nyonya Glazer! Kamu hanya pelampiasan semata." Saat ini adalah malam pertama Aisyah. Dia baru menikah langsung ikut suami–Aditya Glazer. Awalnya yang ingin menikah dengan Aditya adalah putri pamannya–Sera. Berhubung Sera kabur bersama pacarnya, paman meminta Aisyah untuk menggantikan pernikahan tersebut. Aisyah selalu ingat kata-kata pamannya, 'Jangan pernah mengecewakan paman.' Paman yang selalu merawat hingga dewasa, berhubung beliau membutuhkan bantuan Aisyah, agar tidak malu atas perjanjian pernikahan guna menyelamatkan perusahaan kecil Dirgantara kepada keluarga Glazer. Aditya membuka mata tajamnya, dia ingat video panas kekasihnya sendiri dengan pria lain. Gelora panas dalam dirinya muncul, kekecewaan, marah, semua yang dia rasakan ingin meledak. Dia melihat istri yang dia
Malam begitu melelahkan bagi Aisyah, dia tidak bisa tidur. Ketakutan dan kecemasan selalu muncul di benaknya. Setelah Aisyah tertidur pulas, tiba-tiba adik angkat Aditya–Delon masuk di kamarnya. Dia ingin berbuat buruk kepada Aisyah. Aisyah lari ke arah pintu lalu keluar dari kamar tersebut. Tanpa menoleh ke belakang, berlari menuruni anak tangga. Ketika ingin membuka pintu rumah, seketika pintu terbuka sendiri. Tidak sengaja tubuhnya menabrak seseorang yang baru saja masuk. Dia mendongak ke arah wajahnya, ternyata dia–Aditya. Tubuh dan tangan Aisyah gemetar ketakutan. Ingin meminta tolong kepadanya, seakan mulut terkunci rapat disebabkan tatapan sang suami menakutkan. "Mau kemana kamu?" Pertanyaannya tidak bisa dia jawab, lalu Aditya menarik tangan istrinya dengan keras. Aisyah ingin berkata, 'Jangan keras-keras, tanganku sakit!' itu hanya ilusi belaka. Setelah menaiki tangga, terlihat Delon ingin masuk ke kamarnya sendiri dengan senyum licik. Aditya tanpa sekata pun
Aditya melempar tubuh istrinya di ranjang. Dia tidak ingin tertipu oleh wanita. "Kamu jangan pura-pura sakit. Apa yang kamu inginkan dariku?" Emosinya semakin tidak stabil, apalagi jika melihat sang istri. Kemarahannya tidak bisa ditahan lagi. Wajah Aisyah tampak begitu pucat, dengan rona yang hilang dari pipinya seolah segala energi telah terserap habis. Matanya terlihat lembab, berkaca-kaca, memancarkan lelah dan ketidaknyamanan yang mendalam, tanda bahwa tubuhnya tengah berjuang melawan sakit yang dia rasakan. Napasnya sesekali terdengar berat, menambah kesan betapa tubuhnya sedang lemah dan membutuhkan istirahat. Rasa sakit begitu dahsyatnya masih sangat terasa yang dirasakan Aisyah. Aditya tidak pernah percaya kalau istrinya memang benar-benar sakit. "Tuan, aku sakit," ucap Aisyah lirih sembari meringkuk. "Baiklah, jika memang kamu sakit. Pergilah ke rumah sakit!" Aisyah sedikit senang mendengar Aditya menyuruh untuk pergi ke rumah sakit. "Pergi sendiri sana!" ucap Ad
Waktu terus berjalan, Aisyah ingin pergi dari rumah tersebut, tetapi dia berfikir membutuhkan biaya banyak. Dia tahan untuk mengumpulkan dana untuk pergi dari rumah tersebut. Suami hanya memberi uang harian tidak seberapa. Aisyah sangat berhemat, dia tidak pernah membeli yang tidak diperlukan. Aditya masih kejam dan dingin, jika ingat video panas sang kekasih dengan selingkuhannya. Pikiran pria itu sangat buruk bila menyangkut penghianatan orang dia cintai dan dia percaya. Emosinya tidak bisa dikendalikan yang mengakibatkan kekejaman pada istrinya. Selama setahun kehidupan Aisyah di keluarga Glazer. Semua perkataan dan penjelasannya, yang selalu diabaikan suaminya. Pada suatu hari, Shintya sudah pulang dari Amerika. Saat itu Aditya mendapat telpon dari asistennya. ('Tuan, Nona Shintya sudah ada di depan rumah. Bagaimana? Dia ingin masuk,' kata asisten pribadi yang selalu mengikuti instruksi Aditya. Sekarang dia berjaga di depan rumah. 'Apa? Chintya!' Aditya seketika ingat penghi
Setelah pertemuan Aditya dengan wanita yang dicintainya. Malam yang biasa sangat kejam, dia hanya diam saja. Aisyah mencoba untuk berani bertanya, "Apa yang Anda pikirkan?" "Ada apa maksud kamu. Hah ...!" "A–ku hanya bertanya, Tuan," balas Aisyah ketakutan. "Apa yang kamu inginkan? Tiba-tiba muncul di ruang tamu saat Chintya datang." Seketika hati Aisyah berdegup kencang mendengar suara keras suaminya. Seakan masuk dalam hati yang paling dalam. Dia belum berkata apa-apa, Aditya langsung menarik pakaiannya. "Maaf, maaf, aku tidak bicara lagi." Aisyah ketakutan melihat suaminya semakin marah, dia mengeluarkan sesuatu. Selama ini dia lakukan sudah keterlaluan, malam ini membuat Aisyah seumur hidup tidak bisa memaafkan pria itu. Perlakuan seperti di saat malam pertama, terulang kembali. Terasa lebih dari apa yang selama ini yang dia rasakan. Tubuhnya dibuat seperti boneka, setelah Aditya puas membuat air mata menetes membanjiri pipi sang istri. Perlakuan suami yang begitu bu
Suasana di dalam ruangan terasa serius tetapi produktif. Telepon di meja berdering, Aisyah segera mengangkatnya. Ternyata dari sang asisten pribadi Pak Joseph memberi instruksi cara pengembangan proyek yang ditangani Aisyah. Aisyah mendengarkan dengan seksama sambil mencatat poin-poin penting. Seakan-akan dia tidak menghiraukan pria di depannya. Dia ingin menunjukkan bahwa dirinya tidak seperti dulu lagi. Aditya diam-diam mencuri pandang melihat istrinya, dia sangat cantik. Aisyah berwajah oval dan kulit cerah. Matanya besar dan berkilau, seolah-olah selalu menunjukkan kebaikan dan kehangatan. Senyumannya indah saat berbicara di telepon. Saat bersama Aditya, Aisyah jarang bicara apalagi tersenyum, hanya isak tangis. Ditambah lesung pipi muncul di kedua sisi pipinya. Busananya sederhana, tetapi elegan membuat beda dengan wanita yang pernah ditemui Aditya. 'Kenapa dulu tidak pernah melihat sisi baiknya dari wajah, memang aku terlalu bodoh menilai wanita,' batin Aditya menyesal. Ber
Tangan Aisyah kesakitan disebabkan cengkraman Aditya, tetapi dia tahan. Seketika Aditya sadar bahwa dia menyakiti istrinya. Lengannya terlihat membiru, "Maaf!" Baru kali ini Aisyah mendengar suaminya minta maaf. Dia terheran-heran, tetapi tidak ingin terpesona dengan kepura-puraan Aditya. Aisyah mengira kejamnya pria tidak akan bisa berubah. "Shintya, jika kamu tidak ingin pergi. Apa perlu aku panggil satpam," kata Aditya, dia tahu istrinya ketakutan karena suara kerasnya. Wanita licik itu tanpa berkata-kata langsung keluar dari ruangan. "Aku tidak akan membiarkan kamu kembali kepada Aditya," bisik Shintya saat berjalan di sebelah Aisyah. Aditya membawa kotak kesehatan, dia ingin mengobati lengan Aisyah. "Tidak apa-apa, luka ini tidak seberapa dibandingkan satu tahun yang lalu." Aisyah kembali duduk di kursi, sementara Aditya mengembalikan kotak obat di tempatnya. "Bisakah kamu tidak mengingat masa lalu. Aku ingin hari ini adalah awal pertemuan kita, perkenalkan namaku
Aisyah mengingat masa lalu muncul kembali. Ketika dia menyadari betapa buruknya perlakuan suaminya terhadap dia. Saat itu, ingatan-ingatan pahit kembali membayangi pikirannya, menggambarkan momen-momen di mana dia bertindak tanpa berpikir panjang, menyakiti Aisyah baik secara verbal maupun emosional. Masa lalu yang kelam itu seakan menempel di benaknya. Aisyah merasa terjebak dalam bayangan masa lalu yang menghantui setiap langkahnya, menimbulkan rasa benci kepada sang suami yang sangat dalam.Setelah malam pertama yang buruk itu, Aisyah masih ingat diperlakukan di belakang pintu kamar dengan ganas. "Tuan, lepaskan aku," mohon Aisyah penuh dengan air mata. Aditya tanpa menghiraukan rintihan istrinya."Bukannya kamu menikmati permainan panas seperti ini. Apa mungkin kurang hot," kata Aditya memasukkan miliknya berkali-kali sambil tubuh Aisyah di tekan di dinding.Hasrat liar Aditya tidak bisa berhenti, entahlah ketika dia memperlakukan istrinya seperti itu dia mulai kecanduan. Apalagi
Hari-hari berlalu dengan penuh kesyukuran di kontrakan kecil mereka. Aditya dan Aisyah menjalani kehidupan sederhana dengan penuh cinta dan pengertian.Setiap pagi dimulai dengan sarapan bersama. Aditya sering kali membantu Aisyah menyiapkan makanan, sementara Aisyah selalu memastikan suaminya berangkat kerja dengan bekal dan doa.Malam harinya, mereka berbagi cerita tentang keseharian masing-masing. Aditya berbicara tentang pekerjaannya, rekan-rekan di kantor, dan bagaimana ia belajar lebih bersabar menghadapi berbagai tantangan. Sementara itu, Aisyah bercerita tentang tetangga-tetangga mereka, perkembangan kandungannya, dan mimpi-mimpinya untuk masa depan anak mereka."Abi, Umi bahagia banget. Meskipun kita nggak punya banyak, rasanya cukup karena kita saling mendukung."Aditya tersenyum, menggenggam tangan Aisyah saat duduk bersama, "Iya, Umi. Allah sudah kasih kita yang lebih berharga daripada harta. Keluarga kecil kita ini."Mereka saling terbuka tentang kekhawatiran dan harapan
Setelah Aisyah bebas dari penjara, hubungan mereka bertiga semakin sering terlihat akrab. Arjuna selalu hadir saat Aditya dan Aisyah membutuhkan bantuan. Namun, Aditya mulai merasakan sesuatu yang ganjil dari sikap Arjuna. Setiap kali Aisyah berbicara atau memuji Arjuna, Aditya merasakan cemburu yang tak dapat ia kendalikan.Suatu malam, saat hanya mereka berdua di rumah, Aditya mencoba mengungkapkan perasaannya kepada Aisyah."Umi, aku ingin bicara jujur. Aku nggak tahu apa aku yang terlalu sensitif atau bagaimana, tapi aku merasa nggak nyaman setiap kali kamu memuji Arjuna."Aisyah: tersenyum lembut mengerti apa yang dirasakan suaminya, "Abi, jangan berpikir yang aneh-aneh. Aku memang berterima kasih pada Arjuna karena dia sudah membantu kita, tapi bagiku, Abi adalah yang terbaik. Aku cinta sama Abi, nggak ada yang bisa menggantikan kamu."Aditya tersenyum lega mendengar penjelasan istrinya.Namun, di sisi lain, Arjuna memiliki niat tersembunyi. Ia sebenarnya diam-diam ingin memilik
Aditya duduk di tepi tempat tidur, menatap wajah Aisyah yang tertidur lelap. Pikirannya melayang jauh ke masa lalu. Dia teringat betapa keras dan dinginnya dia terhadap Aisyah saat mereka pertama kali menikah. Salah paham yang membuat dirinya menilai Aisyah dengan buruk, padahal kenyataannya istrinya adalah wanita yang luar biasa.Air mata perlahan mengalir dari sudut matanya, bukan karena sedih, tetapi karena rasa syukur yang mendalam.Aditya (dalam hati): "Ya Allah, dulu aku begitu bodoh menilai dia dengan cara yang salah. Engkau menunjukkan kebenaran dengan cara yang unik, memperlihatkan siapa yang buruk dan siapa yang benar-benar tulus. Engkau gantikan hidupku yang penuh keburukan dengan Aisyah, wanita yang sabar dan baik hati. Aku sungguh beruntung."Dia menyeka air matanya dan tersenyum sambil menggenggam tangan Aisyah yang masih terlelap."Umi, kamu adalah jawaban dari doa-doa yang nggak pernah aku tahu aku butuhkan. Kamu membuat aku jadi orang yang lebih baik. Mulai sekarang,
Aditya menggeleng sambil berkata, "Nggak, dia cuma fokus cerita tentang Arjuna. Aku juga nggak berani tanya banyak-banyak, takut menyinggung."Aisyah memahami keraguan suaminya, tapi dalam hatinya, dia berharap suatu saat semua misteri tentang hubungan Aditya dan keluarga Pak Daniel bisa terjawab."Ya, sudah, mungkin nanti ada waktunya. Yang penting sekarang kita fokus sama kehidupan kita sendiri dulu, ya, Mas."Aditya tersenyum dan mengangguk, merasa bersyukur memiliki istri seperti Aisyah yang selalu mendukungnya. Mereka melanjutkan sarapan dengan suasana hati yang tenang, sambil memikirkan masa depan yang lebih cerah.Pagi itu, setelah selesai sarapan dan berpamitan dengan Aisyah, Aditya keluar rumah menuju halte angkutan umum di dekat kontrakannya. Hujan semalam masih menyisakan udara yang sejuk, dengan jalanan yang sedikit basah. Aditya berjalan santai sambil memikirkan pekerjaannya hari ini.Sesampainya di halte, dia naik angkutan umum yang sudah setengah penuh. Penumpang lain
Setelah mempertimbangkan dengan matang, Aditya dan Aisyah sepakat untuk menerima Arjuna sebagai teman. Namun, di balik keputusan tersebut, mereka juga memiliki tujuan lain: menyelidiki lebih jauh tentang kemungkinan hubungan Aditya dengan keluarga Pak Daniel. Jika benar Aditya adalah Andre, anak yang hilang dari keluarga itu, maka Arjuna mungkin adalah adik kandungnya."Umi, aku pikir kita harus menggunakan kesempatan ini untuk mencari tahu lebih banyak. Kalau memang aku adalah Andre, kemungkinan besar Arjuna tahu sesuatu, meskipun mungkin dia sendiri tidak menyadarinya.""Aku setuju, Abi. Tapi kita harus berhati-hati. Jangan sampai Arjuna merasa kita hanya memanfaatkannya.""Benar. Kita tetap bersikap biasa saja. Biarkan semuanya mengalir, dan kita lihat apa yang bisa kita pelajari darinya."Pertemanan yang TerjalinArjuna mulai sering datang ke kontrakan Aditya dan Aisyah, membawa makanan atau sekadar ngobrol. Dia tampak tulus ingin belajar tentang kehidupan sederhana dan menikmati
Selesai pekerjaan di kantor, memang saat ini ada pertemuan dengan Pak Daniel. Aditya tidak sabar ingin menemui pria yang bernama Daniel Maheswari.Aditya pulang, dalam perjalanan, saat berjalan santai sambil membawa jajanan kesukaan Aisyah tiba-tiba melihat sosok pria yang tidak asing baginya. Itu adalah pria yang pernah membawa kotak kado misterius ke rumah kontrakannya.Aditya segera menajamkan pandangannya dan memutuskan untuk membuntuti pria itu dari kejauhan. Pria tersebut tampak membawa sebuah kotak lain yang kali ini berukuran lebih kecil, dengan balutan kertas hadiah berwarna merah muda.Aditya dalam hati berkata, "Pria ini lagi? Apa maunya sebenarnya? Kalau sampai mengganggu Aisyah lagi, aku nggak akan tinggal diam."Pria itu berjalan dengan santai menuju gang kecil yang mengarah ke rumah kontrakan Aditya. Sesampainya di depan kontrakan, dia tampak ragu-ragu sebelum mengetuk pintu. Namun, sebelum pria itu sempat melakukan apa pun, Aditya muncul dari belakangnya."Hei, kamu n
Terdengar suara ketukan dari luar, Aisyah berkata, "Tidak usah direspon, dari kemaren paketannya aku biarkan. Setelah aku masuk lagi, beberapa menit kemudian aku keluar buang sampah sudah tidak ada. Mulai sekarang kita tidak usah urus orang yang tidak penting buat kita." "Hem, begitukah kita menyikapinya?" "Abi, ngomong-ngomong soal keluarga, Umi masih kepikiran soal orang tua kandung Abi. Apa Abi nggak ada niat buat mencari tahu lebih dalam? Siapa tahu ada hal yang penting buat Abi atau bahkan buat kita ke depan." Aisyah mengalihkan pembicaraannya, agar tidak terlalu mementingkan pria tidak jelas.Aditya tersenyum lembut sambil menggenggam tangan istrinya."Umi, Abi sudah memikirkan itu berkali-kali. Tapi setiap kali Abi ingin melangkah lebih jauh, rasanya hati Abi nggak tenang. Abi takut malah membuka luka lama atau bahkan memulai masalah baru yang nggak perlu."Aisyah memandang suaminya dengan penuh pengertian."Tapi kan, Abi... Mereka tetap orang tua kandung Abi. Kalau memang ad
Godaan Aditya tidak direspon istrinya. "Umi, katanya tadi mau nostalgia jadi pengantin baru lagi, kan? Gimana kalau kita mulai sekarang?" Aditya mengikuti istrinya dari belakang.Aisyah, yang sedang membereskan ruang tamu. "Halah, Abi ini ada-ada aja. Aku masih capek tahu!"Aditya mendekat dengan langkah pelan, tangannya terulur untuk mencubit kecil pinggang istrinya. "Oh, iya? Capek, tapi tadi semangat banget bohong sama Tante Rita, ya? Sini, Abi bantu hilangin capeknya."Aisyah terkejut dengan godaan itu dan spontan berlari kecil ke arah kamar sambil tertawa."Abi, jangan ganggu aku dulu! Nanti aja, aku mau istirahat!"Aditya mengejar dengan langkah santai, tapi matanya penuh semangat menggoda."Istirahat? Kalau gitu Abi juga ikut istirahat di kamar, ya. Bareng sama Umi."Sampai di kamar, Aisyah langsung duduk di atas ranjang sambil menahan senyum."Abi ini nggak bisa serius, ya? Untung aku udah biasa sama tingkah kamu Abi."Aditya hanya tersenyum, mendekat, dan duduk di sebelahny
Keesokan harinya, tiba-tiba ada paket. Sebuah buket bunga mawar merah dengan kartu bertuliskan, "Untuk wanita paling indah yang pernah kulihat." Aisyah bingung dan merasa risih, tetapi ia mencoba mengabaikannya, menganggap mungkin pengirim salah alamat.Namun, hari berikutnya, sebuah kotak cokelat mahal tiba di pintu mereka dengan kartu serupa: "Semoga harimu seindah senyummu." Aditya mulai curiga dan memutuskan untuk memantau lebih dekat.Setiap hari, paket-paket romantis terus berdatangan, mulai dari parfum mewah hingga perhiasan kecil, semuanya tanpa nama pengirim."Umi, apa dekat dengan pria?" tanya Aditya. "Abi, apa kamu menuduhku?" Aisyah balik tanya, dia tidak suka dituduh."Abi, hanya bertanya." "Aku tidak suka dengan caramu bertanya." "Oke, maaf, mungkin ini tujuannya orang tersebut. Kita bertengkar dan tidak saling percaya.""Apa mungkin Delon, Shintya, Sera, ah, gak mungkin mereka. Kita sudah miskin, mengapa mereka mengusik dengan kehidupan kita yang sulit ini." "Ya, mu