Alin dan Gaurika merupakan sahabat semasa sekolah dahulu. Alin adalah sosok anak perempuan yang tomboy dan tidak pernah mempedulikan penampilan. Saat sekolah Alin selalu terlihat kucal dan tidak terawat, sedangkan Gaurika bertolak belakang dengan Alin, sosok Gaurika cukup terkenal karena penampilan yang modis dan mengikuti trend serta tubuhnya terawat. Walaupun bagaikan langit dan bumi, mereka yang berteman sejak masuk SMA itu tidak mempedulikannya. Hingga akhirnya Gaurika mengakhiri masa lajangnya dan menikah, tapi hubungan mereka masih sangatlah baik. Bahkan Gaurika sering bercerita tentang kehidupan pernikahannya kepada Alin, tapi Alin yang tidak terbiasa mengungkapkan isi hatinya pada orang lain hanya bercerita tentang hal-hal yang tidak terlalu penting dan pastinya tidak menggangu privasinya.
***
Gadis berkulit putih dengan mata cokelat dan rambut light brown yang masih berada diatas ranjang dengan posisi terlentang serta menutup wajahnya dengan bantal mulai bisa mengingat dengan jelas apa yang terjadi sebelum dirinya tidur dengan suami Gaurika, tapi dia tidak bisa mengingat dengan jelas apa yang dirinya lakukan hingga pinggangnya terasa begitu sakit.
"Harusnya aku tidak datang pada acara tadi malam," lirih Alin.
"Kenapa semua ini harus terjadi padaku? Padahal aku telah berusaha menjalani semuanya dengan baik agar tidak terlibat masalah, tapi kenapa justru aku terjerat masalah serius seperti ini? Terlebih setelah apa yang aku lakukan hingga aku merubah penampilanku ini. Lalu sekarang, apa yang harus aku lakukan? Bagiamana jika aku hamil?"
Dalam keadaan sedih dan terpuruk, Alin tetap berusaha meneguhkan hatinya. Kemudian dirinya teringat sesuatu. Dengan cepat gadis itu bangkit dari ranjangnya. Terlihat dengan jelas wajah, mata dan hidungnya yang memerah karena terus menangis. Tangannya meraih ponsel yang tadi diletakkannya diatas meja belajarnya. Setelah didapatkannya, Alin kembali duduk diatas ranjang berlapiskan seprei berwarna biru langit itu.
Tangan kanannya memegang ponsel sedangkan tangan kirinya terus saja memegang pinggang.
"Kenapa rasanya sakit sekali?" keluhnya.
Alin bisa melihat begitu banyak panggilan masuk dan beberapa pesan dari Gaurika.
Kemudian dia kembali melihat pesan yang masuk tepatnya kemarin pukul lima sore.
Tertulis pada pesan itu. "Alin, suamiku mengidap infertilitas, jadi kami tidak bisa mendapatkan keturunan."Saat itu, Alin sempat membalas pesan dari sahabatnya itu."Infertilitas itu apa?""Infertilitas adalah gangguan kesuburan di mana istri tidak kunjung hamil setelah intens melakukan hubungan intim selama 1 tahun tanpa alat kontrasepsi.""Seperti mandul, ya?""Mungkin mandul dan infertilitas sama-sama memiliki makna mengenai kondisi gangguan kesuburan, tapi mandul merupakan kondisi di mana seseorang dalam keadaan benar-benar steril dan tidak dapat memiliki keturunan sama sekali. Sedangkan infertilitas belum hamil selama setahun.""Oh, iya. Kalian kan menikah baru setahun ini, ya." -Alin-"Iya, aku khawatir Zen akan melirik wanita lain jika kami belum memiliki keturunan juga." -Gaurika-"Tidak! Dia bukan orang seperti itu." -Alin-"Apa? Kenapa kau bicara seperti itu?" -Gaurika-"Ehm, bukankah kau yang lebih tahu tentangnya. Kenapa kau ragu akan dirinya?" -Alin-"Benar juga, ya. Harusnya aku percaya padanya. Terima kasih, Alin. Kau benar-benar sahabat terbaikku." -Gaurika-Pesan itu berhenti sekitar pukul tujuh malam karena saat itu cafe tengah ramai pengunjung. Alin yang bekerja sebagai barista pun disibukkan dengan membuat latte art, karena memang cafe tempat Alin bekerja terkenal dengan latte artnya yang sangat menarik.
Alin terdiam sejenak setelah membaca percakapan mereka berdua.
"Jika suaminya mengidap infertilitas, mungkinkah dia tidak bisa menghasilkan keturunan? Jika memang itu benar, mungkin saja aku tidak akan hamil karenanya, lagipula aku baru melakukan sekali," gumam Alin."Andai saja aku tidak menuruti untuk minum di sana. Mungkin semua ini tidak akan pernah terjadi," ucap Alin.
Wajahnya kembali sendu, manik mata melihat ke arah lantai.
"Sakit. Bukan hanya sekujur tubuhku yang sakit. Tapi hatiku juga sakit," batinnya sambil meremas bajunya dengan tangan tangan kiri.
"Kenapa Rinny begitu tega padaku? Aku tidak menyangka rekan kerjaku sendiri bisa bermain belakang denganku. Terlebih dengan pacarku"
***
Sedangkan ditempat lain.
Terlihat sosok seorang wanita lebih tua satu tahun dengan Alin berumur 23 tahun dengan tinggi 155 cm berwarna kulit agak kecoklatan tengah menelpon."Iya seperti dia syok sekali mengetahui hubungan kita berdua," ucapnya sambil tersenyum sinis.
"Tapi aku agak khawatir, karena semalam dia sempat meminum alkohol dan keluar cafe dalam keadaan sempoyongan," jawab seorang dari ponsel milik wanita itu.
"Apa? Kau khawatir padanya? Lantas kenapa kau malah meninggalkannya? Bahkan mengkhianatinya? Harusnya kau antar pulang saja dia. Dan terus saja berpacaran dengannya," gerutunya.
"Aduh, ada yang ngambek. Lagipula aku tidak tahan lama-lama dengannya. Dia terlalu bodoh untuk takaran wanita seusianya," keluh pria yang ada dalam panggilan itu.
"Apa maksudmu?"
Suara pria dari balik telepon itu terdengar sedang tertawa.
"Aku akui dia berubah jadi cantik semenjak aku pacaran dengannya. Sebelum kami pacaran aku melihat dirinya yang tidak mempedulikan penampilan saat melayani pelanggan sungguh membosankan. Setelah cukup dekat aku pun berhasil mengubah pikirannya dan membuatnya berubah sedikit demi sedikit, dia merubah penampilannya."
"Sampai kapan kau akan memujinya? Lebih baik kita akhiri saja obrolan ini."
"Tapi tetap kau yang paling istimewa, dia hanya orang bodoh yang tidak mengerti arti dari sebuah hubungan. Untuk apa menjalin hubungan tanpa melakukan ap pun? Bahkan selama setahun belakangan, memegang tangannya saja tidak pernah. Percuma cantik, tapi bodoh."
Terlihat gadis berambut ikal sepundak itu menarik sebuah senyuman di wajahnya.
"Ricky, apa yang harus aku lakukan jika Alin bertemu dengannya terlebih kami ini rekan kerja?"
"Jangan menghiraukannya. Lagipula kita tidak melakukan kesalahan, Sayang. Hanya dia yang bodoh karena mau dibohongi dengan kita. Bukankah dirimu sudah memberi kode keras bahwa kau berpacaran denganku? Tapi dia justru tidak menghiraukannya dan cuek saja."
Untuk sejenak Rinny terdiam dan kembali mengembangkan senyum.
***
Waktu berjalan begitu cepat hingga waktu menunjukkan pukul 11 pagi.
Pria dengan wajah tirus, hidung mancung dan bibir yang tipis itu mulai membuka matanya dengan berlahan dan terbangun dari tidurnya. Seketika matanya membulat karena melihat sosok wanita dihadapannya, mereka berada di atas ranjang yang sama dan saling berhadapan. Dengan cepat pria itu bangkit dari ranjang hingga mengejutkan wanita yang ada disebelahnya.Sambil mengusap mata kanannya dengan tangan, wanita berambut berwarna hitam panjang itu bertanya, "Apa yang terjadi, Zen?"
Dengan posisi duduk dan mata yang terbelalak, tubuh pria berkulit putih itu hanya terus mengeluarkan keringat hingga bajunya basah tanpa mengatakan ap pun. Secepat mungkin sang istri mendekatinya dan hendak mengusap keringatnya, tapi langsung ditolak oleh Zen. Sontak saja itu membuat Gaurika sangat terkejut.
"Lebih baik aku mandi dulu," ucap Zen sambil bergegas berdiri dan meninggalkan istrinya itu.
Gaurika hanya bisa melihat suaminya itu, tanpa mengatakan ap pun. Dirinya merasa semenjak pulang tadi tingkah suaminya seakan aneh dan terus saja menghindarinya.
Wanita berambut panjang hitam lurus itu pun mengambil ponsel milik Zen yang sedari tadi diletakkan di meja rias miliknya yang berdekatan dengan ranjang tempatnya berada. Dengan cepat dia membuka ponsel milik suaminya itu. Zen merupakan tipikal suami yang tidak terlalu mementingkan ponsel, bahkan ponselnya itu sama sekali tidak diberi sandi seperti kebanyakan orang, jadi siap pun bisa mengaksesnya tanpa sepengetahuan pemiliknya. Manik mata berwarna hitam milik Gaurika hanya melihat banyak panggilan tidak terjawab dan pesan darinya yang tidak di buka sama sekali. Dan terlihat panggilan masuk terakhir dari Gaurika sekitar pukul empat lewat lima puluh pagi tadi."Saat terakhir dia mengangkat panggilanku tadi, dia tidak mengatakan ap pun. Sampai pulang dalam keadaan aneh. Tapi di ponselnya tidak ada yang mencurigakan. Bahkan semua panggilan dan pesan masuk hanya dariku. Apa dia seperti itu hanya karena lelah bekerja? Dia bekerja sebagai warehouse staff disebuah perusahaan besar, p
Masih dalam ingatan Alin.Firasat Alin pun mulai tidak enak."Hei! Kami di sini bukan untuk melihat drama kalian. Kamu di sini untuk merayakan anniversary Ricky. Jadi duduklah dan ikutlah sampai selesai," ucap teman Ricky yang menyentuh tangan kanan Alin."Anniversary siapa?"Namun Ricky seolah tidak mempedulikannya, dia justru duduk disebelah Rinny. Alin yang melihatnya pun naik pitam."Aku tidak ada hubungannya dengan perayaan ini. Jadi, biarkan aku pergi!" pinta Alin."Tidak boleh, sebelum kau meminum ini. Kau tidak boleh pergi," bujuk teman Ricky yang menyodorkan gelas bening yang berisi minuman yang tidak berwarna.Alin tidak ingin meminumnya, tapi tetap saja dipaksa."Ini hanya air putih, kau bisa melihatnya 'kan? Air ini bening."Memang jika dilihat air itu bening seperti air putih, Alin yang tidak mau berlama-lama di sana pun segera mengambil gelas itu."Aku ingin seorang yang ada di pintu itu pergi terleb
Alin berusaha mencari banyak alasan agar tidak bertemu dengan Gaurika. Karena dirinya tidak tahu, mau memasang ekspresi wajah seperti apa saat bertemu langsung oleh istri dari pria yang bersamanya semalam."Kenapa kau keras kepala sekali sih, Alin? Gaurika jauh-jauh datang ke sini, tapi kau malah seperti itu!" keluh sang Ibu.Untuk sesaat Alin terdiam tepat di depan pintu dan suara sang Ibu tidak lagi terdengar. Alin pikir, Ibunya menyerah dan bisa meminta Gaurika untuk pergi. Dengan sangat berlahan gadis berambut panjang yang belum sempat berganti pakaian itu melangkah kembali menuju ranjangnya. Kemudian dia kembali duduk dipinggirnya."Uh! Kenapa pinggangku rasanya mau copot begini?! Jalan pun terasa ngilu! Bahkan untuk mengganti pakaian saja belum sempat!" keluhnya.Saat Alin menutup wajahnya dengan kedua tangannya, tiba-tiba saja terdengar ketukan pintu. Dengan cepat Alin berteriak, "Pergilah! Aku sedang tidak ingin diganggu!"Ketukan pintu itu
Setelah mendapatkan pesan singkat itu, Alin hanya terdiam dan tidak berniat untuk menjawabnya.Karena sedari pagi Alin belum makan, akhirnya dia pun keluar kamar. Dengan sangat berlahan kakinya melangkah menuju dapur. Erin yang berada di ruang keluarga yang berdekatan dengan kamar Alin pun tidak sengaja melihat kakaknya yang lewat. Melihat cara jalan Alin yang seperti sedang menahan sakit, membuat sang adik bertanya, "Kak Alin, kenapa? Kok jalannya seperti anak yang baru belajar jalan? Apa kakak sakit?"Pertanyaan yang dilontarkan itu bersamaan dengan terbukanya pintu depan dan tanpa sengaja bisa terdengar jelas oleh sang Ibu."Siapa yang sakit?" tanya sang Ibu yang membawa kantong belanja di tangan kirinya karena sepulang dari warung dan terlihat bingung.Erin yang sedang menonton televisi langsung bangkit dari tempatnya duduk dan bergegas berlari keluar dari ruang keluarga."Kak Alin, Bu. Kak Alin berjalan seperti sedang menahan sakit," lontar sang adik.Ibu Alin bergegas masuk ruma
"Tidak ada wanita baik yang akan merebut suami orang lain, terlebih itu adalah suami dari sahabatnya sendiri." Kata-kata itu seolah terus teringat dipikiran dan bergema di dalam telinga gadis berusia 22 tahun yang dalam keadaan tengah tersadar dari tidurnya. Walaupun keadaan di sana dalam keadaan gelap, tapi mata cokelat gadis itu terus terbelalak dan tangan kirinya meremas selimut putih yang menutupi dadanya. Gadis berambut panjang berwarna light brown yang tengah duduk diatas ranjang berukuran double itu seolah tidak percaya dengan apa yang dialaminya. Kepalanya terasa masih sakit dan ingatannya tentang apa yang terjadi semalam seakan memudar. Yang dia rasakan saat itu tubuhnya seakan remuk, bahkan pinggangnya pun sangat sakit. Tangan kanannya masih memegangi ponsel yang ditempelkan pada telinganya. Ya, gadis itu terbangun karena suara deringan ponsel. "Zen! Apa yang kau lakukan hingga tidak pulang semalaman?" tanya seorang dari balik telepon dengan nada kh
Setelah mendapatkan pesan singkat itu, Alin hanya terdiam dan tidak berniat untuk menjawabnya.Karena sedari pagi Alin belum makan, akhirnya dia pun keluar kamar. Dengan sangat berlahan kakinya melangkah menuju dapur. Erin yang berada di ruang keluarga yang berdekatan dengan kamar Alin pun tidak sengaja melihat kakaknya yang lewat. Melihat cara jalan Alin yang seperti sedang menahan sakit, membuat sang adik bertanya, "Kak Alin, kenapa? Kok jalannya seperti anak yang baru belajar jalan? Apa kakak sakit?"Pertanyaan yang dilontarkan itu bersamaan dengan terbukanya pintu depan dan tanpa sengaja bisa terdengar jelas oleh sang Ibu."Siapa yang sakit?" tanya sang Ibu yang membawa kantong belanja di tangan kirinya karena sepulang dari warung dan terlihat bingung.Erin yang sedang menonton televisi langsung bangkit dari tempatnya duduk dan bergegas berlari keluar dari ruang keluarga."Kak Alin, Bu. Kak Alin berjalan seperti sedang menahan sakit," lontar sang adik.Ibu Alin bergegas masuk ruma
Alin berusaha mencari banyak alasan agar tidak bertemu dengan Gaurika. Karena dirinya tidak tahu, mau memasang ekspresi wajah seperti apa saat bertemu langsung oleh istri dari pria yang bersamanya semalam."Kenapa kau keras kepala sekali sih, Alin? Gaurika jauh-jauh datang ke sini, tapi kau malah seperti itu!" keluh sang Ibu.Untuk sesaat Alin terdiam tepat di depan pintu dan suara sang Ibu tidak lagi terdengar. Alin pikir, Ibunya menyerah dan bisa meminta Gaurika untuk pergi. Dengan sangat berlahan gadis berambut panjang yang belum sempat berganti pakaian itu melangkah kembali menuju ranjangnya. Kemudian dia kembali duduk dipinggirnya."Uh! Kenapa pinggangku rasanya mau copot begini?! Jalan pun terasa ngilu! Bahkan untuk mengganti pakaian saja belum sempat!" keluhnya.Saat Alin menutup wajahnya dengan kedua tangannya, tiba-tiba saja terdengar ketukan pintu. Dengan cepat Alin berteriak, "Pergilah! Aku sedang tidak ingin diganggu!"Ketukan pintu itu
Masih dalam ingatan Alin.Firasat Alin pun mulai tidak enak."Hei! Kami di sini bukan untuk melihat drama kalian. Kamu di sini untuk merayakan anniversary Ricky. Jadi duduklah dan ikutlah sampai selesai," ucap teman Ricky yang menyentuh tangan kanan Alin."Anniversary siapa?"Namun Ricky seolah tidak mempedulikannya, dia justru duduk disebelah Rinny. Alin yang melihatnya pun naik pitam."Aku tidak ada hubungannya dengan perayaan ini. Jadi, biarkan aku pergi!" pinta Alin."Tidak boleh, sebelum kau meminum ini. Kau tidak boleh pergi," bujuk teman Ricky yang menyodorkan gelas bening yang berisi minuman yang tidak berwarna.Alin tidak ingin meminumnya, tapi tetap saja dipaksa."Ini hanya air putih, kau bisa melihatnya 'kan? Air ini bening."Memang jika dilihat air itu bening seperti air putih, Alin yang tidak mau berlama-lama di sana pun segera mengambil gelas itu."Aku ingin seorang yang ada di pintu itu pergi terleb
Wanita berambut panjang hitam lurus itu pun mengambil ponsel milik Zen yang sedari tadi diletakkan di meja rias miliknya yang berdekatan dengan ranjang tempatnya berada. Dengan cepat dia membuka ponsel milik suaminya itu. Zen merupakan tipikal suami yang tidak terlalu mementingkan ponsel, bahkan ponselnya itu sama sekali tidak diberi sandi seperti kebanyakan orang, jadi siap pun bisa mengaksesnya tanpa sepengetahuan pemiliknya. Manik mata berwarna hitam milik Gaurika hanya melihat banyak panggilan tidak terjawab dan pesan darinya yang tidak di buka sama sekali. Dan terlihat panggilan masuk terakhir dari Gaurika sekitar pukul empat lewat lima puluh pagi tadi."Saat terakhir dia mengangkat panggilanku tadi, dia tidak mengatakan ap pun. Sampai pulang dalam keadaan aneh. Tapi di ponselnya tidak ada yang mencurigakan. Bahkan semua panggilan dan pesan masuk hanya dariku. Apa dia seperti itu hanya karena lelah bekerja? Dia bekerja sebagai warehouse staff disebuah perusahaan besar, p
Alin dan Gaurika merupakan sahabat semasa sekolah dahulu. Alin adalah sosok anak perempuan yang tomboy dan tidak pernah mempedulikan penampilan. Saat sekolah Alin selalu terlihat kucal dan tidak terawat, sedangkan Gaurika bertolak belakang dengan Alin, sosok Gaurika cukup terkenal karena penampilan yang modis dan mengikuti trend serta tubuhnya terawat. Walaupun bagaikan langit dan bumi, mereka yang berteman sejak masuk SMA itu tidak mempedulikannya. Hingga akhirnya Gaurika mengakhiri masa lajangnya dan menikah, tapi hubungan mereka masih sangatlah baik. Bahkan Gaurika sering bercerita tentang kehidupan pernikahannya kepada Alin, tapi Alin yang tidak terbiasa mengungkapkan isi hatinya pada orang lain hanya bercerita tentang hal-hal yang tidak terlalu penting dan pastinya tidak menggangu privasinya.***Gadis berkulit putih dengan mata cokelat dan rambut light brown yang masih berada diatas ranjang dengan posisi terlentang serta menutup wajahnya dengan bantal mulai bisa
"Tidak ada wanita baik yang akan merebut suami orang lain, terlebih itu adalah suami dari sahabatnya sendiri." Kata-kata itu seolah terus teringat dipikiran dan bergema di dalam telinga gadis berusia 22 tahun yang dalam keadaan tengah tersadar dari tidurnya. Walaupun keadaan di sana dalam keadaan gelap, tapi mata cokelat gadis itu terus terbelalak dan tangan kirinya meremas selimut putih yang menutupi dadanya. Gadis berambut panjang berwarna light brown yang tengah duduk diatas ranjang berukuran double itu seolah tidak percaya dengan apa yang dialaminya. Kepalanya terasa masih sakit dan ingatannya tentang apa yang terjadi semalam seakan memudar. Yang dia rasakan saat itu tubuhnya seakan remuk, bahkan pinggangnya pun sangat sakit. Tangan kanannya masih memegangi ponsel yang ditempelkan pada telinganya. Ya, gadis itu terbangun karena suara deringan ponsel. "Zen! Apa yang kau lakukan hingga tidak pulang semalaman?" tanya seorang dari balik telepon dengan nada kh