"Tidak ada wanita baik yang akan merebut suami orang lain, terlebih itu adalah suami dari sahabatnya sendiri." Kata-kata itu seolah terus teringat dipikiran dan bergema di dalam telinga gadis berusia 22 tahun yang dalam keadaan tengah tersadar dari tidurnya.
Walaupun keadaan di sana dalam keadaan gelap, tapi mata cokelat gadis itu terus terbelalak dan tangan kirinya meremas selimut putih yang menutupi dadanya. Gadis berambut panjang berwarna light brown yang tengah duduk diatas ranjang berukuran double itu seolah tidak percaya dengan apa yang dialaminya. Kepalanya terasa masih sakit dan ingatannya tentang apa yang terjadi semalam seakan memudar. Yang dia rasakan saat itu tubuhnya seakan remuk, bahkan pinggangnya pun sangat sakit. Tangan kanannya masih memegangi ponsel yang ditempelkan pada telinganya.
Ya, gadis itu terbangun karena suara deringan ponsel.
"Zen! Apa yang kau lakukan hingga tidak pulang semalaman?" tanya seorang dari balik telepon dengan nada khawatir. Suara itu benar-benar tidak asing di telinga gadis bernama Zaylin Aimee. Saat itu bibirnya seakan membeku dan lidahnya kelu, hingga tidak bisa mengatakan ap pun. Karena tidak kunjung mendapatkan jawaban, akhirnya si penelpon memutuskan panggilan itu.
Dalam keadaan masih gemetar dengan berlahan, tangan kanan Zaylin Aimee menjauhkan ponsel itu dari telinganya, lalu sengaja menghadapkan ponselnya itu di depannya. Manik matanya tertuju pada layar ponsel yang menyala tersebut, terlihat foto dari seseorang wanita berambut panjang berwarna hitam sedang tersenyum bersama seorang pria.
Zaylin Aimee menyadari, bahwa yang digenggamnya bukanlah ponsel miliknya, melainkan milik seorang yang bersama dengannya malam itu. Walaupun masih syok dan tidak percaya dengan apa yang terjadi, Zaylin Aimee berusaha bangkit dari ranjang tanpa memedulikan tubuhnya yang terasa tidak nyaman dan bergegas merapikan pakaiannya yang terlepas dari tubuhnya itu.
***
Dengan napas terengah-engah, Zaylin Aimee terus melangkahkan kakinya dengan cepat tanpa henti menjauhi hotel tempatnya menginap semalam menuju jalan raya. Dia benar-benar berharap apa yang dialaminya itu semua hanya mimpi. Langkah kakinya berhenti tepat dipinggir jalan, tapi saat dirinya hendak menghentikan sebuah taksi, lagi-lagi ponselnya kembali berdering. Namun Zaylin Aimee tidak menghiraukannya dan segera naik taxi yang berhenti tepat di hadapannya.Tubuh putih yang terbalut kaos pendek garis hitam putih dilapis cardigan panjang putih dan jeans hitam itu terus saja gemetaran. Kedua tangannya berusaha terus menutupi wajahnya. Ponsel yang ada di kantong celananya terus saja berdering tanpa henti dan terlihat nama kontak yang bertuliskan Gaurika di sana. Setelah deringan ponsel itu berhenti, tidak lama kemudian terlihat ada pesan masuk.
"Alin, kau di mana? Kenapa tidak menjawab panggilanku? Apa kau sibuk? Padahal aku ingin bercerita. Aku sangat cemas, untuk pertama kalinya suamiku semalam tidak pulang tanpa memberikan kabar padaku."
Dalam keheningan, Alin yang belum melihat pesan dari sahabatnya itu pun hanya bisa meneteskan air matanya.
***
Di tempat lain.
Satu jam berlalu setelahnya, tepatnya pukul enam pagi. Seorang pria yang mengenakan jaket kulit berwarna denim mengetuk pintu, tanpa menunggu lama seorang wanita berambut hitam panjang berpakaian daster model kerah seukuran di atas lutut berwarna merah jambu membuka pintu dan tanpa pikir panjang menyambutnya dengan sebuah pelukan hangat."Kamu dari mana saja, Zen? Kenapa baru pulang? Padahal dari semalam aku mencemaskanmu," ucap wanita tersebut.
Namun pria berambut hitam berponi, bermata cokelat terbalut kacamata itu terdiam sejenak dan menghela nafas panjang.
Seperti mempunyai firasat, wanita itu pun kembali bertanya, "Apa ada yang terjadi? Bahkan saat aku telepon, kau hanya mengangkatnya tanpa mengatakan ap pun!" Sambil melepaskan pelukannya, mata hitam wanita itu pun mulai tertuju pada suami yang ada dihadapannya. Spontan suaminya itu pun memalingkan wajahnya. Gaurika yang melihat gelagat suaminya aneh langsung mengerutkan kedua alisnya."Apa yang sebenarnya terjadi? Apa ada yang kau sembunyikan dariku? Ini kali pertamanya kau tidak mengabariku sama sekali!" pekik Gaurika dengan curiga.Dengan cepat sang suami menggelengkan kepalanya dan tangan kirinya menutup matanya."Tidak. Aku hanya lelah dan ingin istirahat. Tolong beri aku waktu untuk istirahat," pinta Zen dengan suara khasnya yang rendah dan agak berat. Tanpa pikir panjang, Zen menjauhkan tubuh istrinya yang terus menempel padanya. Kemudian kaki Zen melangkah masuk ke dalam rumah. Gaurika hanya terus menatap suaminya dari belakang hingga sosoknya menghilang karena masuk ke dalam kamar.Tangan kanan Gaurika menyentuh dadanya yang terbalut daster dan meremasnya sembari bergumam, "Kenapa firasatku tidak enak? Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa dia seolah menghindariku? Kalau memang tidak terjadi apa-apa, kenapa dia diam saja saat tadi aku telepon harusnya 'kan jawab saja jika memang dia harus lembur bekerja."
***
Di tempat lain di sebuah rumah yang berada di dekat taman pada sebuah kompleks. Tepatnya di rumah itu ada sebuah kamar yang berdekatan dengan ruang tamu. Ada tulisan Alin tepat di depan pintu kamar tersebut, sang adik yang berselisih umur 6 tahun dengan Alin terus saja mengetuk pintu dengan sangat keras hingga mengganggu seisi rumah."Erin! Apa yang kau lakukan?" tanya sang Ibu yang mendengar anak perempuannya itu terus saja mengendor pintu kamar sang Kakak dari arah dapur.
"Kakak tidak mau keluar, Bu! Padahal aku ingin bermain dengannya," keluh gadis berusia 16 tahun itu.
"Tapi kau lihat sendiri kan, kakakmu baru saja pulang. Biarkanlah dia istirahat dahulu," bujuk sang Ibu yang sibuk mencuci piring.
"Dari pada kau sibuk mengganggu Kakakmu, lebih baik kau bantu Ibu membereskan meja makan. Nanti Kakakmu pasti keluar kok."
Mendengar hal itu, Erin pun menghentikankan tangannya dan bergegas menjauhi kamar sang Kakak menuju dapur mendekati Ibunya.
Dari balik kamar, Alin yang bisa mendengar percakapan Ibu dan adiknya pun hanya bisa terus meneteskan air mata di atas ranjang sambil menutupi wajahnya dengan bantal. Kepala Alin yang tadinya sakit pun mulai pulih dan dirinya dapat mengingat kembali apa yang terjadi.
Kejadian malam itu benar-benar tidak diinginkan Alin. Jika dia mengetahui semua itu akan terjadi, gadis itu pasti akan memilih untuk tidak hadir pada acara semalam. Dirinya menyadari bahwa dia bukanlah gadis yang benar-benar baik, tapi dia pun tidak akan pernah mau menjadi gadis jahat yang akan hadir dalam rumah tangga orang lain terlebih itu sahabatnya sendiri.
Dalam kesendirian meratapi kejadian semalam, ponsel Alin kembali berdering. Dan lagi-lagi itu panggilan dari Gaurika. Padahal sedari tadi, Alin belum melihat ponselnya sama sekali, tapi sahabat SMAnya itu terus saja menelpon dan mengiriminya pesan terus menerus.
"Sekujur tubuhku terasa sangat sakit. Bahkan saat berjalan pun rasanya sangat sakit. Aku tidak bisa mengingat dengan jelas apa yang terjadi saat di dalam kamar hotel itu, tapi aku ingat kejadian sebelumnya. Bila bisa lenyap, lebih baik aku lenyap sekarang juga," lirih Alin.
Alin dan Gaurika merupakan sahabat semasa sekolah dahulu. Alin adalah sosok anak perempuan yang tomboy dan tidak pernah mempedulikan penampilan. Saat sekolah Alin selalu terlihat kucal dan tidak terawat, sedangkan Gaurika bertolak belakang dengan Alin, sosok Gaurika cukup terkenal karena penampilan yang modis dan mengikuti trend serta tubuhnya terawat. Walaupun bagaikan langit dan bumi, mereka yang berteman sejak masuk SMA itu tidak mempedulikannya. Hingga akhirnya Gaurika mengakhiri masa lajangnya dan menikah, tapi hubungan mereka masih sangatlah baik. Bahkan Gaurika sering bercerita tentang kehidupan pernikahannya kepada Alin, tapi Alin yang tidak terbiasa mengungkapkan isi hatinya pada orang lain hanya bercerita tentang hal-hal yang tidak terlalu penting dan pastinya tidak menggangu privasinya.***Gadis berkulit putih dengan mata cokelat dan rambut light brown yang masih berada diatas ranjang dengan posisi terlentang serta menutup wajahnya dengan bantal mulai bisa
Wanita berambut panjang hitam lurus itu pun mengambil ponsel milik Zen yang sedari tadi diletakkan di meja rias miliknya yang berdekatan dengan ranjang tempatnya berada. Dengan cepat dia membuka ponsel milik suaminya itu. Zen merupakan tipikal suami yang tidak terlalu mementingkan ponsel, bahkan ponselnya itu sama sekali tidak diberi sandi seperti kebanyakan orang, jadi siap pun bisa mengaksesnya tanpa sepengetahuan pemiliknya. Manik mata berwarna hitam milik Gaurika hanya melihat banyak panggilan tidak terjawab dan pesan darinya yang tidak di buka sama sekali. Dan terlihat panggilan masuk terakhir dari Gaurika sekitar pukul empat lewat lima puluh pagi tadi."Saat terakhir dia mengangkat panggilanku tadi, dia tidak mengatakan ap pun. Sampai pulang dalam keadaan aneh. Tapi di ponselnya tidak ada yang mencurigakan. Bahkan semua panggilan dan pesan masuk hanya dariku. Apa dia seperti itu hanya karena lelah bekerja? Dia bekerja sebagai warehouse staff disebuah perusahaan besar, p
Masih dalam ingatan Alin.Firasat Alin pun mulai tidak enak."Hei! Kami di sini bukan untuk melihat drama kalian. Kamu di sini untuk merayakan anniversary Ricky. Jadi duduklah dan ikutlah sampai selesai," ucap teman Ricky yang menyentuh tangan kanan Alin."Anniversary siapa?"Namun Ricky seolah tidak mempedulikannya, dia justru duduk disebelah Rinny. Alin yang melihatnya pun naik pitam."Aku tidak ada hubungannya dengan perayaan ini. Jadi, biarkan aku pergi!" pinta Alin."Tidak boleh, sebelum kau meminum ini. Kau tidak boleh pergi," bujuk teman Ricky yang menyodorkan gelas bening yang berisi minuman yang tidak berwarna.Alin tidak ingin meminumnya, tapi tetap saja dipaksa."Ini hanya air putih, kau bisa melihatnya 'kan? Air ini bening."Memang jika dilihat air itu bening seperti air putih, Alin yang tidak mau berlama-lama di sana pun segera mengambil gelas itu."Aku ingin seorang yang ada di pintu itu pergi terleb
Alin berusaha mencari banyak alasan agar tidak bertemu dengan Gaurika. Karena dirinya tidak tahu, mau memasang ekspresi wajah seperti apa saat bertemu langsung oleh istri dari pria yang bersamanya semalam."Kenapa kau keras kepala sekali sih, Alin? Gaurika jauh-jauh datang ke sini, tapi kau malah seperti itu!" keluh sang Ibu.Untuk sesaat Alin terdiam tepat di depan pintu dan suara sang Ibu tidak lagi terdengar. Alin pikir, Ibunya menyerah dan bisa meminta Gaurika untuk pergi. Dengan sangat berlahan gadis berambut panjang yang belum sempat berganti pakaian itu melangkah kembali menuju ranjangnya. Kemudian dia kembali duduk dipinggirnya."Uh! Kenapa pinggangku rasanya mau copot begini?! Jalan pun terasa ngilu! Bahkan untuk mengganti pakaian saja belum sempat!" keluhnya.Saat Alin menutup wajahnya dengan kedua tangannya, tiba-tiba saja terdengar ketukan pintu. Dengan cepat Alin berteriak, "Pergilah! Aku sedang tidak ingin diganggu!"Ketukan pintu itu
Setelah mendapatkan pesan singkat itu, Alin hanya terdiam dan tidak berniat untuk menjawabnya.Karena sedari pagi Alin belum makan, akhirnya dia pun keluar kamar. Dengan sangat berlahan kakinya melangkah menuju dapur. Erin yang berada di ruang keluarga yang berdekatan dengan kamar Alin pun tidak sengaja melihat kakaknya yang lewat. Melihat cara jalan Alin yang seperti sedang menahan sakit, membuat sang adik bertanya, "Kak Alin, kenapa? Kok jalannya seperti anak yang baru belajar jalan? Apa kakak sakit?"Pertanyaan yang dilontarkan itu bersamaan dengan terbukanya pintu depan dan tanpa sengaja bisa terdengar jelas oleh sang Ibu."Siapa yang sakit?" tanya sang Ibu yang membawa kantong belanja di tangan kirinya karena sepulang dari warung dan terlihat bingung.Erin yang sedang menonton televisi langsung bangkit dari tempatnya duduk dan bergegas berlari keluar dari ruang keluarga."Kak Alin, Bu. Kak Alin berjalan seperti sedang menahan sakit," lontar sang adik.Ibu Alin bergegas masuk ruma
Setelah mendapatkan pesan singkat itu, Alin hanya terdiam dan tidak berniat untuk menjawabnya.Karena sedari pagi Alin belum makan, akhirnya dia pun keluar kamar. Dengan sangat berlahan kakinya melangkah menuju dapur. Erin yang berada di ruang keluarga yang berdekatan dengan kamar Alin pun tidak sengaja melihat kakaknya yang lewat. Melihat cara jalan Alin yang seperti sedang menahan sakit, membuat sang adik bertanya, "Kak Alin, kenapa? Kok jalannya seperti anak yang baru belajar jalan? Apa kakak sakit?"Pertanyaan yang dilontarkan itu bersamaan dengan terbukanya pintu depan dan tanpa sengaja bisa terdengar jelas oleh sang Ibu."Siapa yang sakit?" tanya sang Ibu yang membawa kantong belanja di tangan kirinya karena sepulang dari warung dan terlihat bingung.Erin yang sedang menonton televisi langsung bangkit dari tempatnya duduk dan bergegas berlari keluar dari ruang keluarga."Kak Alin, Bu. Kak Alin berjalan seperti sedang menahan sakit," lontar sang adik.Ibu Alin bergegas masuk ruma
Alin berusaha mencari banyak alasan agar tidak bertemu dengan Gaurika. Karena dirinya tidak tahu, mau memasang ekspresi wajah seperti apa saat bertemu langsung oleh istri dari pria yang bersamanya semalam."Kenapa kau keras kepala sekali sih, Alin? Gaurika jauh-jauh datang ke sini, tapi kau malah seperti itu!" keluh sang Ibu.Untuk sesaat Alin terdiam tepat di depan pintu dan suara sang Ibu tidak lagi terdengar. Alin pikir, Ibunya menyerah dan bisa meminta Gaurika untuk pergi. Dengan sangat berlahan gadis berambut panjang yang belum sempat berganti pakaian itu melangkah kembali menuju ranjangnya. Kemudian dia kembali duduk dipinggirnya."Uh! Kenapa pinggangku rasanya mau copot begini?! Jalan pun terasa ngilu! Bahkan untuk mengganti pakaian saja belum sempat!" keluhnya.Saat Alin menutup wajahnya dengan kedua tangannya, tiba-tiba saja terdengar ketukan pintu. Dengan cepat Alin berteriak, "Pergilah! Aku sedang tidak ingin diganggu!"Ketukan pintu itu
Masih dalam ingatan Alin.Firasat Alin pun mulai tidak enak."Hei! Kami di sini bukan untuk melihat drama kalian. Kamu di sini untuk merayakan anniversary Ricky. Jadi duduklah dan ikutlah sampai selesai," ucap teman Ricky yang menyentuh tangan kanan Alin."Anniversary siapa?"Namun Ricky seolah tidak mempedulikannya, dia justru duduk disebelah Rinny. Alin yang melihatnya pun naik pitam."Aku tidak ada hubungannya dengan perayaan ini. Jadi, biarkan aku pergi!" pinta Alin."Tidak boleh, sebelum kau meminum ini. Kau tidak boleh pergi," bujuk teman Ricky yang menyodorkan gelas bening yang berisi minuman yang tidak berwarna.Alin tidak ingin meminumnya, tapi tetap saja dipaksa."Ini hanya air putih, kau bisa melihatnya 'kan? Air ini bening."Memang jika dilihat air itu bening seperti air putih, Alin yang tidak mau berlama-lama di sana pun segera mengambil gelas itu."Aku ingin seorang yang ada di pintu itu pergi terleb
Wanita berambut panjang hitam lurus itu pun mengambil ponsel milik Zen yang sedari tadi diletakkan di meja rias miliknya yang berdekatan dengan ranjang tempatnya berada. Dengan cepat dia membuka ponsel milik suaminya itu. Zen merupakan tipikal suami yang tidak terlalu mementingkan ponsel, bahkan ponselnya itu sama sekali tidak diberi sandi seperti kebanyakan orang, jadi siap pun bisa mengaksesnya tanpa sepengetahuan pemiliknya. Manik mata berwarna hitam milik Gaurika hanya melihat banyak panggilan tidak terjawab dan pesan darinya yang tidak di buka sama sekali. Dan terlihat panggilan masuk terakhir dari Gaurika sekitar pukul empat lewat lima puluh pagi tadi."Saat terakhir dia mengangkat panggilanku tadi, dia tidak mengatakan ap pun. Sampai pulang dalam keadaan aneh. Tapi di ponselnya tidak ada yang mencurigakan. Bahkan semua panggilan dan pesan masuk hanya dariku. Apa dia seperti itu hanya karena lelah bekerja? Dia bekerja sebagai warehouse staff disebuah perusahaan besar, p
Alin dan Gaurika merupakan sahabat semasa sekolah dahulu. Alin adalah sosok anak perempuan yang tomboy dan tidak pernah mempedulikan penampilan. Saat sekolah Alin selalu terlihat kucal dan tidak terawat, sedangkan Gaurika bertolak belakang dengan Alin, sosok Gaurika cukup terkenal karena penampilan yang modis dan mengikuti trend serta tubuhnya terawat. Walaupun bagaikan langit dan bumi, mereka yang berteman sejak masuk SMA itu tidak mempedulikannya. Hingga akhirnya Gaurika mengakhiri masa lajangnya dan menikah, tapi hubungan mereka masih sangatlah baik. Bahkan Gaurika sering bercerita tentang kehidupan pernikahannya kepada Alin, tapi Alin yang tidak terbiasa mengungkapkan isi hatinya pada orang lain hanya bercerita tentang hal-hal yang tidak terlalu penting dan pastinya tidak menggangu privasinya.***Gadis berkulit putih dengan mata cokelat dan rambut light brown yang masih berada diatas ranjang dengan posisi terlentang serta menutup wajahnya dengan bantal mulai bisa
"Tidak ada wanita baik yang akan merebut suami orang lain, terlebih itu adalah suami dari sahabatnya sendiri." Kata-kata itu seolah terus teringat dipikiran dan bergema di dalam telinga gadis berusia 22 tahun yang dalam keadaan tengah tersadar dari tidurnya. Walaupun keadaan di sana dalam keadaan gelap, tapi mata cokelat gadis itu terus terbelalak dan tangan kirinya meremas selimut putih yang menutupi dadanya. Gadis berambut panjang berwarna light brown yang tengah duduk diatas ranjang berukuran double itu seolah tidak percaya dengan apa yang dialaminya. Kepalanya terasa masih sakit dan ingatannya tentang apa yang terjadi semalam seakan memudar. Yang dia rasakan saat itu tubuhnya seakan remuk, bahkan pinggangnya pun sangat sakit. Tangan kanannya masih memegangi ponsel yang ditempelkan pada telinganya. Ya, gadis itu terbangun karena suara deringan ponsel. "Zen! Apa yang kau lakukan hingga tidak pulang semalaman?" tanya seorang dari balik telepon dengan nada kh