Hai pembaca RWP🌺 yang baik hati🙋❤️😘 Terima kasih telah membaca RWP🌺 Ditunggu kelanjutannya yaa💃💃💃💃💃 Mohon dibantu komentarnya, ✍️✍️✍️✍️✍️ Juga tanda love❤️ bintang ⭐dan votenya💎. Terima kasih banyak🙏🙏🙇🙏🙏 Ingat jaga kesehatan selalu yaa 💪🤩🥰😍💪
Dua hari yang lalu, kedua putra dan menantu serta cucu Andini, pamit untuk kembali ke rumah mereka yang berada di luar kota. Kini, keadaan rumah kembali sepi. Suasana rumah hening, dan kesepian kini menggelayut di hati dan pikiran Andini. “Maa, kenapa melamun?” tanya Angel di pagi hari ketika ia tengah bersiap ke kantor. “Oh, tidak....,Mama hanya merasa bingung, harus bagaimana sekarang?” “Maa, menurut Angel, sekarang ini mama menyiapkan berkas yang dibutuhkan dalam pengajuan perceraian itu. Tapi apa mama sudah yakin untuk melepas papa? Waktu itu kan Angel lagi marah, jadi sekarang ini, semua tergantung sama mama saja,” ucap Angel, dengan memasukkan kotak makan siangnya pada tas kanvas. Terlihat, Andini hanya termangu mendengar apa yang dikatakan oleh putrinya. Entah apa yang dipikirkan, yang Angel dengar hanya helaan napas panjang disela-sela kopi yang ia nikmati pagi ini. “Kamu sarapan saja dulu, mama tadi sudah makan jajan basah dan minum kopi pula. Nanti jam sebelas siang mama
Pagi ini sekitar jam lima pagi Angel telah bangun. Hari ini ia lebih awal bangun, karena takut ketinggalan pesawat. Hari ini ia bersama Team pak Erwan akan ke Surabaya dalam acara pembukaan cabang baru disana. Angel membawa beberapa potong pakaian yang akan ia gunakan selama dua hari disana. Sebelum itu, mama yang telah tahu kalau Angel akan berangkat keluar kota, telah lebih awal mempersiapkan sarapan Angel. Karena ia tidak ingin Angel kelaparan ketika sedang menunggu di bandara. “Angel, sarapan dulu, ini mama sudah selesai memasak.” “Ya ampun mama, harusnya jangan terlalu pagi seperti ini mama bangun, Angel kan bisa beli sarapan di bandara Maa.” “Mama jadi kepikiran kalau kamu belum sarapan di rumah, sudah sini mama temani sarapan,” ujar mama dengan menemaninya sarapan. Mama juga membuatkan teh manis untuk Angel. Melihat, begitu sayang dan perhatian mama padanya yang telah beranjak dewasa, membuat hati Angel merasa sedih. Karena selama ini, ia kurang memperhatikan mamanya. Dala
Tito yang terus memaksa Angel dengan memeluk erat tubuhnya, tidak dapat melepaskan diri dari lelaki itu. Hingga pada saat Tito kembali mencium bibir Angel, dan mengulumnya dengan hasrat yang tinggi, membuat Angel hanyut ke dalam buaiannya, manakala tangan nakal Tito mulai meraih dua buah gundukan kenyal di dadanya. Tito dengan sigap telah membuka pakaian dan Bra Angel, sehingga ia dengan leluasa memainkan kedua gundukan besar dengan memilin puting yang berwarna coklat kemerahan. Kini, bibir Tito beralih ke bagian gundukan putih milik Angel. Helaan napas keduanya dalam hasrat yang kian mulai berpacu membuat Angel meraih batang kenikmatan Tito yang masih terkunci rapat dalam resletingnya, walaupun tidak dapat di pungkiri, kalau batang kenikmatan milik Tito telah bangun pula. ketika tangan Tito kembali menggerayangi belahan paha Angel, sebuah erangan terdengar dari bibir sensualnya.“Ouuwhh...Oooh...,” desah Angel ketika Tito kian bernafsu memberikan sensasi padanya. Tito melihat kedu
Angel sampai di rumah ketika jam makan siang. Ia masuk ke dalam rumah dan terlihat Andini sedang berada di ruang keluarga tersenyum ke arah Angel yang telah masuk ke ruang keluarga. “Ayo kita makan siang dulu, mama sengaja menunggu kamu untuk bisa makan siang bersama,” perintah mama berjalan ke meja makan. “Ya Maa, Angel taruh tas dulu.”Angel berjalan ke kamarnya untuk menaruh tas, kemudian ia keluar dari kamar dan berjalan menuju meja makan. Mereka pun menikmati makanan siang bersama tanpa berbicara. Selesai makan siang, mama bertanya pada Angel, “Bagaimana pekerjaan kamu disana? Apa semua lancar-lancar saja?” “Semua lancar-lancar saja koq Maa, hmmmm maaf Ma, Angel ingin istirahat dulu, nanti kita cerita lagi,” ucap Angel. Lalu, Andini pun berkata pada Angel.“Ngel, nanti tante Yuni akan jalan sama mama, apa kamu akan ikut?” “Enggak Ma, biar mama sama tante Yuni aja cuci mata, hehehehe,” jawab Angel meninggalkan Andini yang masih berada di ruang makan. Sesampai di kamar, Angel
Andini yang telah memperbaiki hubungan baik dengan pamannya, akhirnya baru mengetahui, kalau kakak sepupunya Prayoga menderita penyakit kanker. Lalu mereka berencana untuk menjenguk Prayoga bersama, selesai mereka berbincang-bincang. “Din, dimana anak kamu kerja?” tanya Anggara pamannya. “Om sekarang ini, Angel baru saja berhenti bekerja,” jawab Andini pada Anggara. “Angel, apa kamu mau bekerja di Bank, Nak?” tanya Anggara dengan penuh kasih sayang, dengan menggenggam tangan cucu yang baru dilihat dan dikenalnya. Angel yang ditanya tentang pekerjaan yang ditawarkan oleh Eyangnya, hanya mengangguk, dengan mata berbinar. “Kalau bagaimana, besok Angel ikut sama Eyang pergi ke Bank, nanti Eyang akan bicara pada bagian HRD.” “Tapi Eyang, nanti saya di bagian apa?” tanya Angel. “Sayang, kamu bisa di bagian mana pun, sesuai keinginan kamu, dan lebih baik kamu mulai belajar di setiap bagian,” ucap Anggara. “Dini, menurut paman, lebih baik Angel kuliah lagi untuk memperdalam ilmu perban
Andini yang mendengar pertanyaan dari Anggara hanya terdiam. Ia merasa kelepasan ketika bercerita tentang beberapa kejadian yang telah dialami oleh mereka berdua. Lalu Andini dan Angel saling berpandangan satu dan lainnya. Karena Andini ataupun Angel tetap diam membisu, membuat Anggara kembali menanyakan perihal yang tadi ditanyakan. Kemudian Andini membuka pembicaraan pada pamannya, “Om, untuk saat ini, kami tidak ingin mengatakan apa pun, mungkin esok atau lusa, kami akan ceritakan hal yang terjadi pada kehidupan Dini.” “Din, kenapa kamu enggak katakan saja masalahmu sekarang? Apa bedanya kamu katakan saat ini dan esok hari?” tanya Anggara. “Om, kami tidak bisa membebankan semua masalah kami pada om, apalagi saat ini om juga sedang menghadapi masalah cukup berat dengan penyakit mas Yoga.” Setelah mendengar alasan Andini, akhirnya Anggara memaklumi keinginan keponakannya. Setelah itu, Andini, Angel dan Yuni berpamitan untuk kembali ke rumah mereka. Terlihat Anggara berat hati un
Angel sampai di rumah Anggara sekitar jam delapan kurang. Ia langsung masuk ke dalam rumah tersebut. Di lihat Anggara sedang sarapan pagi. Angel berjalan menuju ruang makan. “Selamat pagi Eyang,” sapa Angel. “Pagi Angel, mari bareng sarapan,” ajak Anggara pada Angel yang telah duduk di ruang makan. “Angel sudah sarapan, mama selalu masak di pagi buta, jadi setiap hari sudah pasti Angel sarapan di rumah.” Mendengar kata-kata Angel, Anggara hanya mangut-mangut sambil menikmati sarapan pagi. Anggara tersenyum, karena ia yang sudah tahu dan mengerti dengan kebiasaan Andini dari dulu adalah bangun pagi. Dan dari dulu memang Andini senang dengan masak memasak. Melihat Anggara tersenyum ketika sedang menikmati makanan, Angel pun bertanya. “Eyang koq tersenyum-senyum seperti itu, memang ada yang di ingat tentang mama waktu kecil ya?” Anggara melihat ke arah Angel, dengan mengelap bibirnya dengan serbet kecil yang ada disisi meja, minum air putih, lalu ia bercerita tentang masa kecil And
Andini dengan telaten menyuapi Yoga, hingga makanan yang ia bawa sisa sedikit saja. Selesai menyuapi, Andini mengelap bagian bibir Yoga dari sisa makanan. Terpancar rasa bahagia di mata Yoga, karena ada yang mengurusi dirinya. “Sekarang, minum obat ya mas,” pinta Andini dengan membawa beberapa butir obat yang telah diberikan oleh perawat.Setelah meminum obat, kembali Prayoga merebahkan tubuhnya ke tempat tidur. Dan Andini kembali duduk di sebuah kursi dekat tempat tidur Prayoga. “Din, kamu jangan pulang dulu ya...,” ucap Yoga memandang Andini. “Ya mas, aku nanti pulang sore, katanya Angel dari kantor akan langsung ke Rumah Sakit.” “Din, apakah kamu pernah bercerita tentang aku pada Angel?” tanya Prayoga. Andini yang mendengar kata-kata Prayoga, seketika wajahnya berubah. Ia terlihat tertunduk, lalu berkata, “ tidak mas.” “Din...., apa tidak bisa kamu katakan pada Angel tentang kebenarannya?” tanya Prayoga. Mendengar Yoga terus menanyakan hal yang sama, Andini yang tadi duduk di