Hai pembaca RWP🌺 yang baik hati🙋♀️💕 Terima kasih telah membaca RWP🌺🙏🙏 Mohon dukungannya terus yaa❤💕❤ Dan tunggu kelanjutan RWP 🌺 Pokoknya akan tambah seru 💃😘😍 Please komentara nya✍️🙇♀️ Trims untuk love❤❤❤❤❤ bintang 5 💫💫💫💫💫dan vote nya💎💎💎💎💎 Jaga kesehatn selalu 👍💪
Andini yang mendengar pertanyaan dari Anggara hanya terdiam. Ia merasa kelepasan ketika bercerita tentang beberapa kejadian yang telah dialami oleh mereka berdua. Lalu Andini dan Angel saling berpandangan satu dan lainnya. Karena Andini ataupun Angel tetap diam membisu, membuat Anggara kembali menanyakan perihal yang tadi ditanyakan. Kemudian Andini membuka pembicaraan pada pamannya, “Om, untuk saat ini, kami tidak ingin mengatakan apa pun, mungkin esok atau lusa, kami akan ceritakan hal yang terjadi pada kehidupan Dini.” “Din, kenapa kamu enggak katakan saja masalahmu sekarang? Apa bedanya kamu katakan saat ini dan esok hari?” tanya Anggara. “Om, kami tidak bisa membebankan semua masalah kami pada om, apalagi saat ini om juga sedang menghadapi masalah cukup berat dengan penyakit mas Yoga.” Setelah mendengar alasan Andini, akhirnya Anggara memaklumi keinginan keponakannya. Setelah itu, Andini, Angel dan Yuni berpamitan untuk kembali ke rumah mereka. Terlihat Anggara berat hati un
Angel sampai di rumah Anggara sekitar jam delapan kurang. Ia langsung masuk ke dalam rumah tersebut. Di lihat Anggara sedang sarapan pagi. Angel berjalan menuju ruang makan. “Selamat pagi Eyang,” sapa Angel. “Pagi Angel, mari bareng sarapan,” ajak Anggara pada Angel yang telah duduk di ruang makan. “Angel sudah sarapan, mama selalu masak di pagi buta, jadi setiap hari sudah pasti Angel sarapan di rumah.” Mendengar kata-kata Angel, Anggara hanya mangut-mangut sambil menikmati sarapan pagi. Anggara tersenyum, karena ia yang sudah tahu dan mengerti dengan kebiasaan Andini dari dulu adalah bangun pagi. Dan dari dulu memang Andini senang dengan masak memasak. Melihat Anggara tersenyum ketika sedang menikmati makanan, Angel pun bertanya. “Eyang koq tersenyum-senyum seperti itu, memang ada yang di ingat tentang mama waktu kecil ya?” Anggara melihat ke arah Angel, dengan mengelap bibirnya dengan serbet kecil yang ada disisi meja, minum air putih, lalu ia bercerita tentang masa kecil And
Andini dengan telaten menyuapi Yoga, hingga makanan yang ia bawa sisa sedikit saja. Selesai menyuapi, Andini mengelap bagian bibir Yoga dari sisa makanan. Terpancar rasa bahagia di mata Yoga, karena ada yang mengurusi dirinya. “Sekarang, minum obat ya mas,” pinta Andini dengan membawa beberapa butir obat yang telah diberikan oleh perawat.Setelah meminum obat, kembali Prayoga merebahkan tubuhnya ke tempat tidur. Dan Andini kembali duduk di sebuah kursi dekat tempat tidur Prayoga. “Din, kamu jangan pulang dulu ya...,” ucap Yoga memandang Andini. “Ya mas, aku nanti pulang sore, katanya Angel dari kantor akan langsung ke Rumah Sakit.” “Din, apakah kamu pernah bercerita tentang aku pada Angel?” tanya Prayoga. Andini yang mendengar kata-kata Prayoga, seketika wajahnya berubah. Ia terlihat tertunduk, lalu berkata, “ tidak mas.” “Din...., apa tidak bisa kamu katakan pada Angel tentang kebenarannya?” tanya Prayoga. Mendengar Yoga terus menanyakan hal yang sama, Andini yang tadi duduk di
Andini yang sedang beristirahat dengan merebahkan tubuhnya di sebuah sofa di ruang perawatan terkejut ketika ponsel yang diletakkan di meja bergetar, sekilas ia memandang ke arah ponsel yang bergetar dengan bermalas-malasan. Kemudian ia duduk, melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. ‘Hemmm, sudah jam dua siang,’ gumamnya dalam hati. Kemudian di raih ponselnya, dan ia mengecek sebuah pesan masuk. Dilihat pesan dari sahabatnya, Yuni. [Pesan dari Yuni : Din, lagi dimana? Tadi aku ke rumahmu, tapi kosong]Setelah membaca pesan singkat dari Yuni, segera Andini keluar dari ruang perawatan Yoga lalu menghubungi Yuni, sahabatnya. “Yuni..., Sorry aku lupa kasih tahu kamu, kalau hari ini aku di Rumah Sakit, nungguin mas Yoga,” ucap Andini lewat sambungan ponselnya. “Iya enggak kenapa Din, gimana kondisi mas Yoga?” tanya Yuni. “Kondisi mas Yoga saat ini masih sama, tadi aku bertemu dengan Dokter yang menanganinya, syukurnya stadium kankernya mas Yoga itu baru awal Yun, d
Seluruh mata karyawan karyawati yang pertama kali melihat Angel, memandangnya ketika ia telah di lobby bersama Anggara dan seorang ajudan yang sedang menunggu mobil untuk membawa mereka pulang. Angel dengan rambut yang disanggul mirip dengan karyawati Bank pada umumnya, memperlihatkan tatto kupu-kupu kecil yang ada di belakang tengkuk leher jenjangnya dengan balutan baju dalaman katun berkerah besar berwarna coklat muda dipadukan dengan setelan blazer tanpa kerah berwarna cream soft. Dan bawahan rok span dengan belahan pendek serta sepatu high heels tinggi 5inci.Wajah cantiknya membuat ia terlihat membuat iri semua yang memandangnya. Bagaimana tidak? Ia gadis belia, cucu dari sebagian saham Bank Swasta yang cantik jelita. Dan ramah terhadap semua yang menyapanya, nyaris mendekati kesempurnaan dirinya. Tetapi tidak semua orang tahu tentang semua yang terjadi dalam kehidupan dirinya selama ini. Karena memang sebagian dari kita biasanya hanya memandang hal yang terlihat pada kasat mat
Seperti hari-hari yang lalu, Andini selalu melakukan aktivitasnya sebagai seorang ibu rumah tangga yang baik. Di pagi ini, dirinya telah membuatkan sarapan untuk putrinya dan makanan untuk dibawa ke Rumah Sakit. Hari ini ia masak sop ayam kampung. Karena rencananya hari ini ia akan ke Rumah Sakit untuk mengurus beberapa surat hasil medical check-up dari Prayoga yang akan di bawa ke Rumah Sakit di Singapura sesuai dengan permintaan pamannya lewat hubungan telepon semalam. “Pagi Maa,” sapa Angel masih dengan pakaian tidurnya menyambangi Andini yang tengah menikmati secangkir kopi dengan sepotong ubi goreng. “Pagi...., apa kamu ingin teh hangat?” tanya Andini melihat ke arah putri cantiknya.Angel dengan manja mengangguk tanda setuju, kemudian ia duduk di kursi makan. Sedangkan Andini berjalan menuju dapur untuk membuatkan Angel segelas teh manis hangat. “Maa....jangan terlalu manis, karena kan Angel sudah manis,” ujar Angel sambil tersenyum ke arah Andini yang tersenyum mendengar ban
Sesampai di Rumah sakit, Andini langsung menuju ruang perawatan Prayoga. Sesampai di ruang perawatan, Prayoga terlihat duduk dengan posisi tempat tidur di setel agak tinggi di bagian kepalanya, agar ia dapat menyandarkan kepala dan punggungnya. “Pagi mas,” ucap Andini tersenyum ke arah Prayoga. Andini berjalan menuju tempat tidur Prayoga, dan membalas senyuman Prayoga. Kemudian ia menaruh makanan yang dibawanya pada meja yang berada di samping tempat tidur. “Gimana kondisi kesehatan mas hari ini?” tanya Andini. “Sudah semakin baik, Din..., bagaimana akhirnya Din, dengan rencana pengobatan mas ke Singapura? Apa sudah ada persetujuan dari Dokter yang menangani penyakitku?” tanya Prayoga menatap mata Andini yang terlihat, menoleh ke arahnya. Tanpa sengaja pandangan mereka beradu, lalu Andini berusaha menghindar tatapan mata Prayoga dengan mengambil makanan yang ia bawa.Andini langsung menyuapi Prayoga, dengan terus menghindari tatapan Prayoga. Ia kini fokus hanya dengan nasi dan lau
Andini duduk berhadapan dengan ibu Liza. Disana ibu Liza menerangkan alur dari pada proses yang akan dilakukan. Lalu ibu Liza pun meminta beberapa surat identitas dari kedua pasangan, surat kartu keluarga, akta nikah serta fotokopi dari akta kelahiran anak. Dan ibu Liza juga menanyakan perihal alasan gugatan cerai, serta meminta bukti dari apa yang dituduhkan, jika itu mengenai perselingkuhan atau pun si suami menikah tanpa minta persetujuan dari istri. Andini mendengarkan kata-kata dari ibu Liza selaku pengacara dengan serius. “Bu Andini, kira-kira apa ada yang akan di tanyakan?” Terlihat Andini ragu-ragu dalam mengungkapkan apa yang ingin dikatakannya. Dan hal itu telah disadari oleh ibu Liza, selaku pengacara yang terbiasa menangani persoalan rumah tangga. “Ibu, kalau memang masih ragu, coba pikirkan kembali, dan disini saya adalah pengacara ibu, yang mewakili seluruh masalah yang terjadi pada ibu. Jadi ibu jangan sungkan menceritakan perihal apa pun, karena saya akan merahasiak