Hai pembaca RWP 🌺yang setia 🤗🤩😍 Terima kasih sudah mengikuti kisah ini💃💃💃 Mohon bantuannya untuk komentarnya yaa✍️ Mohon juga untuk bintang 5nya💫💫💫💫💫 Vote 💎💎💎💎💎dan love❤💚❤💚💛 nya Jaga Kesehatan selalu yaa💪🏃♀️🏃♂️💃 Terima kasih banyakkkk🙇♀️🙏🙏🤝
Sehabis makan malam bersama di sebuah tempat romantis di sebuah hotel ternama, Andy mengantarkan Angel pulang ke rumah. Kala itu tepat pukul sebelas malam. Di dalam mobil mereka banyak bercerita tentang kegiatan masing-masing. Lalu pada kesempatan itu, Angel bertanya pada Andy perihal wanita yang disukainya dan yang pernah di pacarinya. “Andy, berapa kali punya pacar yang serius?” tanya Angel setelah mereka mengobrol tentang beberapa hal yang tidak terlalu penting. “Hmmmm, semua serius sih, mana ada pacaran enggak serius sih Ngel...,” ujar Andy dengan melirik ke arahnya sambil tetap menyetir mobil. Mendengar jawaban Andy yang mengambang seperti itu, Angel lalu kembali berkata, “Maksud aku itu, yang udah di kenalkan ke orang tua, dan yang benar-benar masuk ke hati.” “Kalau yang di kenalkan ke mama sudah tiga orang, semasa Sekolah Lanjutan Atas satu orang, teman kuliah satu orang dan teman aktivis satu orang, cuma yaa...memang belum berjodoh aja,” dengan polos Andy memberitahu menya
Seperti biasa, rutinitas yang dilakukan Angel pada pagi hari mencari gadgetnya. Ia membuka telepon masuk yang kira-kira kemarin terlewatkan. Setelah itu, ia akan menghapus seluruh telepon masuk dan keluar. Lalu ia akan membuka pesan masuk, teringat akan pesan Andy yang tengah malam belum ia balas. Pesan keluar untuk Andy. Pagi Andy, maaf baru balas... untuk hari ini jadi yaa acara JJ ke pantainya? Usai mengirimkan pesan pada Andy, Angel membuka sebuah pesan yang hanya terlihat nomor pengirimnya saja, berarti ia belum menyimpan nomor telepon itu. Setelah pesan itu dibuka, ternyata pesan tersebut dari Demas. Pesan masuk dari Demas. Pagi Angel, sebelumnya aku minta maaf atas kejadian semalam. Aku sengaja minum, untuk bisa berani berbicara sama kamu. Terima kasih kamu masih peduli sama aku. Angel, aku mohon, kembalilah padaku. Angel tersenyum membaca pesan singkat dari Demas. Sejenak ia menghela napas membaca pesan dari Demas. Ketika ia mengingat kembali kejadian semalam, dalam pikir
Selesai Angel membersihkan diri dan menghias wajahnya, Andy pun datang ke rumah. Ia masuk ke dalam rumah layaknya seorang tamu. Terdengar suara Andini memanggil Angel yang belum keluar dari kamarnya. “Andy, tante buatkan teh atau kopi?” tanya Andini pada Andy yang telah dipersilakan masuk dan duduk di ruang tamu. “Teh saja tante, jika tidak merepotkan,” jawab Andy dengan sopan santun. Andini yang mendengar jawaban dari Andy, tersenyum kecil dan beranjak dari ruang tamu sambil berkata, “Enggak merepotkan koq.” Andini berjalan ke arah dapur, sebelum itu ia mengetuk pintu kamar Angel yang bersebelahan dengan dapur.“Iyaa Maa..., masih berdandan, suruh tunggu sebentar lagi.” Di dapur Andini membuat dua gelas teh hangat dengan membawa kue lapis yang telah di potong-potong sebelumnya. Setelah itu, ia kembali ke ruang tamu membawakan dua gelas teh hangat berikut kue. Ia kemudian menyuguhkan teh dan kue lapis di meja dan menawari Andy.“Ayoo Andy, diminum dulu tehnya, ini kue lapis kesuk
Andini yang telah sampai di rumah Anggara, mengeluarkan tas berisi baju kotor dan baju bersih Prayoga. Dibantu oleh asisten rumah tangga yang bekerja di rumah itu, walau dengan ragu Andini akhirnya mengantarkan Prayoga ke dalam kamarnya bersama asisten rumah tangga dengan membawa sisa membawa pakaian bersih dari Rumah Sakit. Prayoga langsung duduk di sebuah sofa yang berada dalam kamarnya, sementara asisten rumah tangga, merapikan sisa pakaian bersih yang telah dibawa pulang. Dan Andini duduk di sebuah sofa lain berhadapan dengan sofa yang di duduki oleh Prayoga. “Mbak Dini..., apa yang bisa saya siapkan untuk makan siang nanti?” tanya mbok Iyem usai merapikan pakaian Prayoga pada Andini yang telah dikenalnya sejak masa kuliah. “Mas Yoga mau makan apa siang ini?” Andini bertanya pada Prayoga sebelum menjawab pertanyaan mbok Iyem. Sejenak Prayoga terlihat berpikir, tentang keinginan makan yang ada di benaknya. Karena ada beberapa pantangan yang tidak boleh ia makan, saat seseorang,
Tepat pukul enam sore, Angel dan Andy meninggalkan hotel di pesisir pantai yang menjadi saksi bisu atas gelora cinta diantara mereka. Dalam perjalanan pulang, Angel sudah tidak canggung lagi untuk bersandar di bahu Andy, ketika rasa lelah di perjalanan menghadang. “Capek yaa sayang,” ucap Andy dengan lembut dan tersenyum manis sambil sesekali mencium rambut Angel. “Enggak juga, cuma kepikiran sama mama aja, takut kalau di Singapura ia sakit. Mama bilang pengobatannya sekitar dua minggu,” ujar Angel mengungkapkan kegalauan hatinya. Andy yang mengetahui keresahan hati Angel, menghiburnya dengan berkata, “Sayang, yakin aja mama Dini akan sehat disana, lagi pula tempat yang di tuju itu, Rumah Sakit besar yang terkenal, dengan peralatan canggih serta dokter-dokter yang berkompeten. Jika hal yang kamu takutkan terjadi, tetapi mama Dini akan di tangani dengan baik disana.” Dengan lembut dan perlahan Andy menjelaskan hal yang seharusnya bisa di pikirkan oleh Angel. Jadi keresahan hati yan
Angel menarik napas panjang, ketika ia meyakini, kalau mamanya berpikir, ia telah tidur. Kemudian, dengan rasa lelah yang telah mendera tubuhnya, ia pun beranjak ke tempat tidur untuk sekedar merebahkan tubuhnya. Sedangkan Demas, duduk di sudut dekat pintu kamar mandi. Ia bisa melihat Angel yang sedang merebahkan tubuhnya dari cermin yang persis berada di depan tempat tidurnya. Sesekali masih terdengar derap kaki melangkah di luar kamar Angel. Dan hal itu membuat penantian Demas untuk keluar dari kamar Angel tertunda. Karena lamanya Andini membuat persiapan untuk pergi ke Singapura, membuat Demas yang duduk di lantai sudut dekat kamar mandi, terlihat memejamkan matanya, dengan kepala bersandar pada dinding dekat kamar mandi. Ada perasaan iba dalam hati Angel melihat Demas duduk di lantai, dekat sudut kamar mandi yang terlihat tertidur dengan posisi duduk. Sesekali kepalanya yang bersandar pada dinding dekat pintu kamar mandi itu, jatuh ke arah kanan, kiri bahkan ke depan. Melihat k
Di hari minggu yang cerah ini, Andini dan Angel menjalani aktivitas dengan bersih-bersih rumah. Andini merapikan kamarnya dengan membongkar isi dari pakaian yang ada di lemari. Ia memilah pakaian miliknya, yang masih bisa di pakai dan tidak. Ia juga mengeluarkan sisa pakaian Jodi yang masih tertinggal. “Angel...Angel...! tolong ambilkan kardus bekas mie instan yang di gudang,” teriak Andini pada putrinya yang saat ini sedang membersihkan ruang tamu. Angel berjalan ke arah gudang dan mengambil kardus yang di maksud Andini, lalu ia berjalan menuju kamar Andini dan memberikan kardus tersebut dengan bertanya padanya, “Mau di pakai apa kardus ini, Maaa.” Andini menoleh ke arah Angel, lalu memintanya mendekat dan duduk di sampingnya. Mereka duduk di lantai yang di tutup oleh permadani. Disana ada beberapa bagian pakaian yang sedang di sortir oleh Andini. “Sayang...tolong bantu mama untuk memasukkan beberapa pakaian papa ke dalam kardus yang kamu bawa tadi. Mau mama kirim hari ini ke ruma
Sekitar pukul tiga sore Andini pulang ke rumah. Dilihat mobil Andy masih berada di depan pagar rumahnya. Setelah masuk ke rumah, di lihat Andy tengah menonton televisi di ruang keluarga. “Maaf yaa Andy, tante baru balik ke rumah, soalnya tadi tante mampir beli persediaan makanan untuk Angel,” ujarnya sambil melangkah ke dapur. Di dapur, Andini membuka belanjaan yang tadi dibelinya. Ia sengaja membeli beberapa jenis makanan yang bisa di makan oleh Angel. Karena ia tidak ingin putrinya, kelaparan saat ia tidak di rumah. “Angel...Angel..., coba kamu kemari,” panggil Andini meminta Angel untuk membantu ia memasukkan makanan yang ia beli. Angel yang telah berada di dapur, langsung memasukkan beberapa jenis makanan yang dibeli mamanya. “Banyak amat beli bahan makanan Maa, memangnya mau dibawa juga?” tanyanya. “Mama sengaja belanja makanan dan beberapa camilan untuk kamu, jadi pas mama enggak di rumah, kamu tinggal masak nasi aja, karena itu, mama beli sosis, abon, nugget.” “Mama...mam