Pagi ini akhirnya, Kak Dimas sudah diperbolehkan pulang oleh dokter karena keadaannya yang sudah membaik. Kami pun juga sudah berkemas tinggal menunggu Kevin kembali dari apotik menebus obat-obatan untuk diminum Kak Dimas di rumah nanti.Mama terlihat begitu bersemangat karena kali ini ia akan ikut mendampingi Mbak Linda mendapatkan keadilan. Ia ingin membawa Mbak Linda dan Mbak Wati sebagai saksi tindak kejahatan Sulis selama ini ke kantor polisi."Apa sudah selesai berkemasnya?" tanya Kevin yang kembali sambil membawa satu kantong kresek kecil berisi obat-obatan."Sudah, ayo kita pergi sekarang." Gegas kami langsung menuju kantor polisi terdekat, kami tidak ingin pulang ke ibukota sebelum kasus Mas Rama dan keluarganya selesai."Bagaimana hasil interogasi Reza kemarin, Pak?" tanya Kevin pada kepala penyidik itu."Kami sudah menginterogasinya tentang kasus ledakan granat itu dan dia sudah mengaku jika ia yang meledakkan benda itu untuk melindungi diri serta melawan para wanita yang
Karena selama ini banyak kasus yang segera ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian setelah diviralkan di media sosial.Semua bukti telah Kevin kirimkan pada ponsel Iksan. Kiini aku sudah tidak memegang ponsel lagi karena hilang ketika bertarung di tengah hutan waktu itu. Beruntung semua bukti sudah sempat kusalin dan ku kirimkan ke nomor Kevin yang juga seorang polisi.Beberapa menit kemudian postingan Iksan pun sudah dibanjiri beragam komentar dari warga desa ini. Sepertinya mereka percaya dengan video yang kurekam tempo hari di ruangan bawah tanah tempat para wanita itu disekap. Bahkan malam ini kami diminta bersaksi di balai desa untuk memberikan keterangan."Apa salah satu dari mereka ada yang sudah di tangkap?" tanya Iksan."Reza sudah berhasil ditangkap, tetapi Sulis dan Rama sepertinya masih berkeliaran di luar sana," sahut Kak Dimas."Ya, sepertinya Rama masih ada di dalam hutan, sementara Sulis pasti ada di rumah sakit saat ini, karena terakhir kali kami bertemu perempuan itu d
Kini hanya tinggal kami dan beberapa orang teman Iksan yang tersisa, mereka juga sudah diberitahu jika Rama dan anak buahnya akan melarikan diri dari desa ini dengan menyeberangi danau."Ayo, kita susul mereka ke danau sekarang juga!" titah Kak Dimas. "Baiklah, untuk menghemat waktu kita gunakan mobilku saja," jawab Iksan sambil menunjuk ke arah mobil Jeep yang terparkir di depan kantor balai desa ini.Sangat tidak memungkinkan jika menyusul Rama menggunakan mobil Kevin, karena mobilnya itu tidak akan bisa melaju dengan kecepatan tinggi di jalanan yang terjal dan banyak bebatuan. "Aku ikut," ujarku sambil berusaha masuk ke dalam mobil."Sarah, kamu tunggu saja disini bersama dengan Mama, Mbak Linda dan Mbak Wati ya, lagi pula ini kan tugas lelaki." Kak Dimas membujukku untuk tidak ikut.Aku berdecak kesal, ia pikir enak apa jika harus menunggu dan terus berdiam diri di sini?"Tidak, Kak. Aku mau ikut, apakah kakak lupa jika Rama itu suamiku? Dan dia juga yang sudah menjual anakku!
Aku yakin lelaki itu pasti terluka parah karena terlalu lama berada di dalam hutan. Aku mengambil pisau dari dalam ransel kecil yang kubawa, lalu berlari mengejar lelaki itu dan saat tubuhku sudah mendekat aku menendang punggung Mas Rama dengan kencang hingga membuat ia terhuyung karena tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya.Kebetulan di depan sana ada sebuah jurang setinggi kurang lebih tiga meter, akhirnya tubuh Mas Rama pun jatuh ke bawah jurang itu.Tidak ingin melewatkan kesempatan, aku pun berjalan menuruni jurang menghampiri Mas Rama yang terkapar di atas tanah. Untuk kedua kalinya aku menendang tubuh Mas Rama hingga ia mengerang kesakitan. "Aaaargghh!"Ia berusaha untuk membalikkan tubuhnya, tetapi aku tidak tinggal diam segera menginjak punggungnya dengan sebelah kakiku."Mau pergi kemana kamu, Mas?" tanyaku, kali ini kami sama-sama berada di bawah jurang. Sementara Kak Dimas dan yang lainnya berada di atas sana."Sa-Rah, to-long Mas." Dengan terbata-bata Mas Rama memint
"Aaaaakkk!""Aaak!"Mulutku menganga sambil terus meronta dengan cara memukul-mukul tangan Mas Rama. Tetapi bukannya dilepaskan, ia malah semakin mempererat cengkramannya."Sarah, kita lihat saja siapa yang akan mati saat ini," bisiknya tepat di samping telingaku.Saat ini wajah Mas Rama begitu dekat dengan wajahku. Kesempatan ini kugunakan untuk membalas serangannya dengan cara mencubit lehernya dengan kedua tanganku."Aaarrggghhh!"Ia mengerang kesakitan saat kuku-kukuku menancap di lehernya. Akhirnya cengkraman tangan Mas Rama pun terlepas karena saat ini ia merintih sambil memegangi lehernya. Gegas aku berdiri lalu menendang organ vitalnya dengan sekuat tenaga. "Aaaargghh!"Mas Rama mengerang kesakitan sambil berguling-guling di tanah. Sementara aku meraba-raba permukaan tanah untuk mencari pisau yang terpental entah kemana."Sarah?""Dimana kamu?"Terdengar suara Kak Dimas dari atas sana, aku menengadah lalu berteriak dengan melambai-lambaikan kedua tanganku."Kak Dimas! Aku di
Semoga saja video itu segera viral dan menyebar ke seluruh penjuru dunia, hingga orang-orang di muka bumi ini membencinya."Dasar biadab! Ayo kita arak saja dia!"Satu orang warga mengikat kedua tangan Mas Rama ke belakang dengan kencang, lalu satu orang lagi mengalungkan tali pada lehernya dengan tambang panjang.Tali tersebut pun ditarik hingga mau, tidak mau Mas Rama harus berjalan mengikuti tali itu. Sungguh malang nasibmu Mas, kini kamu persis seperti hewan peliharaan yang sedang ditarik oleh pemiliknya."Ayo jalan! Kita datangi rumahmu itu!""Ya benar, siapa tahu masih ada tahanan wanita yang disembunyikan di dalam rumah itu!"Mas Rama diarak menuju rumahnya, semakin lama semakin banyak juga warga yang berdatangan. Bahkan warga luar daerah saja banyak yang berdatangan menggunakan motor. "Tolong, aku sudah tidak kuat! Kakiku terluka karena digigit binatang buas. Tolong, tolong aku, luka ini harus segera di tangani!" teriak Mas Rama dengan wajah memelas.Dari kakinya yang terluk
(Pov Rama)Sungguh menyakitkan rasanya, saat tubuhku lemah tidak berdaya tetapi tidak ada satu pun warga yang merasa iba.Dengan berteriak mereka mencaci maki dan menghinaku. Bahkan dalam keadaan telanjang mereka tidak segan-segan melempari tubuhku dengan menggunakan kayu serta batu. Beruntung polisi datang, sehingga aku bisa segera dibawa ke rumah sakit. Luka di kaki akibat gigitan binatang buas ketika di hutan itu terasa amat menyakitkan.Setelah habis dua botol cairan infus dan dua kantung darah barulah tubuhku kembali membaik, tidak terlalu lemas seperti tadi. Kenapa Sarah begitu tega, membiarkanku diarak warga dalam keadaan kakiku yang terluka parah seperti ini? Bahkan saat ini dia ada di luar, bersama dengan beberapa orang anggota polisi itu. Tetapi yang kucemaskan saat ini adalah ibu, entah ada dimana ia sekarang. Keadaan tidak memungkinkan untuknya menemuiku kemari dan aku juga tidak bisa menghubunginya karena daya ponselku yang habis.Namun, aku sedikit lega karena malam i
(Pov Rama)Jika kasus ini beredar, tidak menutup kemungkinan polisi akan segera menguak kasus ini sampai ke akar dan mereka yang terlibat dengan bisnis ibu pasti akan segera di tangkap.Semoga ibu segera bertindak agar hal itu tidak terjadi, karena bisa jadi nasibku akan menjadi lebih buruk, jika tidak ada lagi orang di luar sana yang bisa membantuku terbebas dari hukuman nanti. Aku yakin setelah ini, publik pasti akan terus mendesak aparat kepolisian untuk segera menyelesaikan kasus ini hingga tuntas."Kenapa, Mas? Kamu takut? Kok murung begitu? Aku kasih tahu ya, mulut netizen itu memang lebih sadis dari apapun apalagi mereka bisa menguak apa saja hanya dengan jejak digitalnya. Aku harap setelah ini kamu bisa menerima hukuman dengan lapang dada, karena sebentar lagi kejahatanmu dan keluargamu itu akan segera terbongkar," ucap Sarah lagi membuat mentalku semakin memburuk."Dasar laki-laki tak punya hati, sudah mau mati saja kamu sama sekali tidak mau meminta maaf pada orang-orang ya
(POV Sarah)Sejak satu bulan yang lalu Kak Dimas sudah bisa berjalan dengan normal, dan hari ini pula ia akan melaksanakan pernikahannya dengan Mbak Wati.Dengan uang tabungan Kak Dimas, pernikahan Kak Dimas dan Mbak Wati yang lumayan megah ini dilaksanakan disebuah gedung luas."Sah?""Sah!"Para saksi dan tamu undangan tersenyum bahagia, seketika rasa haru menyeruak apalagi pernikahan ini tidak dihadiri oleh kedua orang tua. Pada saat prosesi sungkeman pun Kak Dimas dan Mbak Wati hanya memelukku dan Kevin untuk meminta doa restu karena memang hanya kami yang merupakan saudaranya."Doakan Mbak dan Kakakmu ya, Sarah.""Iya Mbak, tolong terima Kakakku apa adanya ya, semoga kalian bahagia."Resepsi pernikahan akan dilaksanakan hari ini juga setelah dua atau tiga jam akad nikah. Dua gaun indah berbentuk mermaid dengan ekor yang panjang telah dipersiapkan. Silvia juga hadir, ia terlihat bahagia saat melihat mantan kekasihnya mengucapkan ijab kabul meskipun dengan orang lain.Mbak Wati ta
(Pov Wati)Hari bahagiaku telah tiba. Ya, hari ini adalah hari bahagiaku bersama Dimas. Aku telah melewati masa-masa sulit tidur menjelang pernikahanku ini.Di sebuah gedung mewah pernikahan aku dan Dimas pun di langsungkan. Banyak tamu undangan yang hadir menjadi saksi kisah cinta kami berdua.Aku lihat Dimas, calon suamiku itu menitikkan air matanya ketika Sarah dan para bridesmaids menggandeng diriku menghampiri meja akad nikah. Dimana sudah ada seorang penghulu yang tengah duduk dengan manis disana dan ada dua orang saksi pernikahanku yang tidak ada satu pun dari mereka yang aku kenali."Sarah, apa Mbak sedang bermimpi? Jika iya, tolong bangunkan Mbak, Rah!" tanyaku pada Sarah yang tetap berjalan menggandeng tanganku.Aku begitu bahagia melihat dekorasi ballroom hotel yang begitu indah dengan hiasan berbagai jenis bunga-bunga yang indah. Bahagia dan terharu itulah yang bisa aku gambarkan tentang perasaanku hari ini."Tidak Mbak, kamu tidak sedang bermimpi. Lihatlah di sana ada Kak
Aku pun ikut memasukkan uang dan beberapa barang berhargaku dan Kevin ke dalam tas perampok itu."Ambil ini, tapi lepaskan kakakku!" tegasku sambil melemparkan tas itu ke atas kasur."Bagus, awas kalau kalian berani menyerang, akan aku tembak!" tegas orang itu.Ia berjalan mengendap menuju kasur sambil menodongkan senjata ke arah kami semua, saat tubuhnya membungkuk karena ingin meraih tas dan saat itulah Kevin menendang punggungnya."Aaarghh!" Ia mengerang lalu berbalik badan.Kukira ia akan menyerang Kevin tapi ternyata ia malah menyerang Mbak Wati karena saat perampok itu lengah ia mengambil tas itu."Sarah, ambil ini!" teriak Mbak Wati sambil melemparkan tas itu ke arahku.Namun, Mbak Wati kembali disandera dengan pistol yang mengarah ke kepalanya."Jangan sakiti dia!" teriak Kak Dimas dengan suara lantang."Kalau tidak mau dia kusakiti, cepat serahkan tas itu padaku kalau tidak dia akan mati sekarang!" tegas perampok itu.Berani sekali orang ini, mencoba merampok di rumah polisi
(Pov Sarah)"Eh, Silvia, ayo masuk." Aku tersenyum lalu menggandeng Siska masuk ke dalam rumah.Silvia ini merupakan mantan kekasih Kak Dimas, beberapa tahun silam Kak Dimas sempat berencana ingin melamarnya. Namun, ia ditolak oleh keluarga Silvia lantaran keadaan ekonomi Kak Dimas yang baru saja memulai karirnya.Orang tua Silvia takut jika anaknya menikah dengan Kak Dimas akan hidup susah, hingga akhirnya mereka menjodohkan Silvia dengan lelaki lain."Sejak kamu berpisah dengan Kak Dimas, kita belum bertemu lagi ya, Sil. Kamu apa kabar?" tanyaku."Aku baik, Sarah. Maaf kemarin aku nggak bisa datang di acara pernikahanmu, karena Papaku meninggal tepat di hari bahagiamu makanya aku nggak bisa datang.""Innalilahi wa innailaihi raji'un, aku turut berduka cita ya Sil. Memangnya Papa kamu sakit atau kenapa?" tanyaku."Iya Sar, Papaku meninggal karena serangan jantung setelah mendengar kabar jika aku sudah berpisah dengan mantan suamiku.""Oh, jadi kamu sudah bercerai? Pantas saja kamu ke
"Hah!"Dengan cepat aku menoleh, hingga kami saling bertatapan."Aku serius, Ti. Aku nggak bohong!" Ia menyakinkan lagi."Emm... Kamu pikir-pikir dulu aja deh, aku tuh nggak sebaik yang kamu lihat," jawabku."Percayalah Ti, aku sungguh-sungguh mencintai dan menyayangimu. Aku tidak peduli dengan masa lalumu seburuk apapun itu, karena bagiku masa lalu tetaplah masa lalu, tidak akan bisa menjadi masa depan," ucapnya lagi."Jangan pernah berpikir kamu tidak lagi pantas untuk dicintai. Kamu tidak sendiri, aku, mereka, dia, dan kita semua pernah melakukan kesalahan di masa lalu dan mereka berusaha bangkit kembali, karena masih banyak orang yang peduli dan men-support agar kita tidak terus-menerus terjabak dimasa lalu. Dan kamu pun bisa begitu!"Aku hanya tersenyum sungkan lalu membawa Adinda masuk ke dalam. Dadaku berdebar-debar dan pipi ini mulai menghangat, aku merasa tidak kuat jika harus terus menerus dipandang oleh Dimas.Didalam kamar aku merenung, pantaskah aku yang kotor ini menjadi
(Pov Wati)Suatu kebahagiaan saat aku bisa terlepas dari belenggu kejahatan Sulis, apalagi saat ini aku dipertemukan dengan keluarga yang begitu baik.Aku bahagia ketika melihat Sarah menikah dengan lelaki yang ia cintai, dan orang yang ia cintai itu memperlakukannya seperti Ratu.Namun, ditengah-tengah kebahagiaan mereka hati kecilku terasa kosong. Umurku sudah dewasa tetapi tidak seperti perempuan lainnya yang sudah berumah tangga.Adakalanya terbesit rasa iri ketika melihat wanita-wanita seusiaku atau dibawah umurku yang sudah memiliki suami dan mempunyai anak. Sementara aku masih sendiri disini menanti sang pangeran membawa kuda kelana untuk menjemput dan membawaku ke istana pelaminan. Namun sayang seribu sayang, pangeran yang aku nantikan tidak kunjung datang menjemput, semuanya masih sebatas angan dan harapan.Seburuk apapun aku dimasa lalu tentu saja aku sangat menginginkan sosok suami yang baik dan bisa membimbingku ke jalan yang benar."Ti, kamu nggak merasa bosan di rumah t
Tiba di rumah Kevin."Syukurlah, kalian sudah sampai rumah, ayo masuk!" ucap Mbak Wati sambil membukakan pintu."Bagaimana keadaanmu, Dim?" tanya Mbak Wati pada Kak Dimas."Sudah lebih baik, Ti. Makasih ya disela-sela kesibukanmu mengurus Adinda kamu masih sempetin buat jengukin aku." Kak Dimas tersenyum manis.Ya, aku memang menceritakan pada Kak Dimas jika Mbak Wati selalu menyempatkan diri ke rumah sakit untuk menjenguk dirinya."Iya sama-sama.""Semoga kamu betah tinggal disini ya, Dim," sahut Kevin sambil tersenyum."Iya Vin, aku pasti betah tinggal disini kok, apalagi adaa..." Kak Dimas tidak melanjutkan ucapannya."Ada siapa hayoo? Ada Mbak Wati ya...?" tanyaku dengan tatapan menyelidik. Mbak Wati yang sedang menggendong Adinda pun tampak tersenyum dengan wajah memerah."Apa sih, Rah? Enggak kok.""Emm, ya udah deh. Yuk aku antar ke kamar, Kakak istirahat aja ya.""Maaf ya Rah, ngerepotin kamu jadinya," ujar kak Dimas."Nggak repot kok, masa ngurusin Kakak sendiri bilang repot
"Syukurlah Kakak sudah sadar," ucapku sambil berjalan ke ranjang rumah sakit dengan gembira. Kak Dimas perlahan membuka kelopak matanya dan berkata dengan susah payah."Air... Air..."Dengan cepat Mbak Wati mengambilkan gelas berisi air matang yang ada di atas nakas dan menyerahkannya padaku.Setelah meminum beberapa teguk air Kak Dimas melihat ke sekeliling."Sarah, kita ada dimana?""Kita ada di rumah sakit, Kak," jawabku."Rumah sakit?" Kak Dimas menatap ke depan dengan tatapan kosong sepertinya ia sedang mengingat-ingat sesuatu."Iya, Kakak mengalami kecelakaan saat dalam perjalanan pulang dari rumahku dan sudah beberapa hari ini Kakak mengalami koma.""Sudah berapa lama Kakak koma?" tanya Kak Dimas lagi."Lima hari.""Apa? Tapi Kakak merasa baru tidur beberapa jam saja," ucapnya sambil memegang kepalanya."Sebenarnya apa yang terjadi sehingga Kamu bisa mengalami kecelakaan, Dim?" tanya Mbak Wati."Saat perjalanan pulang dari rumah Kevin, pandangan mataku kabur karena cuaca malam
Kami kembali ke depan ruang ICU, Adinda pun sudah terlelap di pangkuan Kevin."Wati, kamu pulang saja ya biar aku dan Sarah saja yang menjaga Dimas. Kasihan Adinda kalau kita ajak tidur disini,” ucap Kevin pada Mbak Wati."Iya Mbak, kamu pulang sama Adinda ya, besok lagi saja kalau Mbak mau kesini," sahutku."Ya sudah kalau gitu Mbak pulang dulu ya Rah, Vin. Besok pagi aku akan kesini mengantarkan pakaian untuk kalian," ucap Mbak Wati."Iya Ti, supirku sudah menunggu di depan jadi kamu tidak perlu menunggu lama." "Iya, terimakasih.Mbak Wati pun akhirnya pulang ke rumah bersama Adinda.***Matahari sudah menunjukkan sinarnya, aku merasakan leher ini begitu kaku dan nyut-nyutan, mungkin ini karena efek begadang semalaman di rumah sakit."Aargh..." Kevin pun terlihat merenggangkan tulang-tulangnya yang mungkin terasa kaku.Mata Kevin tampak berubah merah sebab tak tidur. Diliriknya jam yang tergantung di dinding rumah sakit, sudah menunjukkan pukul enam pagi."Sayang, Mas belikan sarap