Share

Bab 6 Meninggal

Author: Lia Safitri
last update Huling Na-update: 2024-10-29 19:42:56

Tetapi aku tidak mungkin hanya berdiam diri seperti ini, aku takut terjadi apa-apa pada diriku dan bayiku suatu saat nanti.

Pukul sepuluh siang akhirnya Mas Rama keluar dari dalam kamar lalu menghampiriku yang sedang menonton televisi, Ibu pun juga turun dari kamarnya dan berjalan menuju dapur.

"Kamu sudah makan, sayang?" tanya Mas Rama.

"Sudah Mas. Tumben Mas kamu baru bangun? Semalam tidur jam berapa?"

"Iya sayang. Semalam Mas begadang sampai jam satu. Maaf ya, pasti lama ya nungguin Mas pulang," jawabnya membuatku menyeringai tipis.

Jam satu ia bilang? Padahal jam empat saja dia masih diluar. Kenapa kamu berbohong, Mas? Ingin rasanya aku berteriak menanyakan hal itu padanya.

"Udah ya sayang, jangan ngambek ya! Mas janji lain kali gak akan kaya gitu lagi," Ia mengelus kepalaku pelan.

"Sarah? Sini makan!" teriak Ibu dari dapur.

"Iya, Bu. Sarah masih kenyang," jawabku dengan berteriak pula.

"Yang bener kamu belum lapar, sayang?" tanya Mas Rama.

"Iya Mas, kalau mau makan ya sana! Apa perlu aku temani Mas?"

"Tidak usah sayang. Kamu lanjut nonton saja!"

Mas Rama pun berjalan menuju dapur, menyebalkan sekali dibohongi seperti ini. Ingin sekali aku pulang saja ke rumah Mama.

Merasa suntuk aku keluar rumah. Berjalan menuju taman disamping rumah, aku pun mengambil selang yang sudah mengeluarkan air itu lalu mulai menyirami bunga-bunga milik Ibu yang tersusun rapi di taman.

Setelah selesai aku memilih beristirahat sekejap di bangku taman sembari berfikir bagaimana caranya aku bisa mengetahui rahasia yang disembunyikan suamiku dan keluarganya ini.

Disebuah kursi kayu terlihat Mang Ujang yang sedang duduk memainkan ponsel, sesekali ia menyesap secangkir kopi yang ada disampingnya. Aku pun berjalan menghampirinya.

"Mang?"

Pria itu menatapku lalu mematikan ponselnya.

"Iya Nona, ada yang bisa saya bantu?" tanya Mang Ujang, ia pun berperilaku seolah tak ada apa-apa. Padahal kemarin ia sudah nekat menyelamatkanku.

"Mang, bisa jelaskan apa yang terjadi?"

"Soal apa Nona?" tanyanya lagi.

"Soal Mang Ujang yang sudah menemukanku didalam lemari, kenapa kamu harus berbohong? Kenapa kamu tidak bilang kalau ada aku didalam lemari itu?"

Mang Ujang membuang pandangan lalu terdiam, membuatku semakin dilanda penasaran. Semoga saja ia mau bercerita sehingga aku tak merasa takut lagi.

"Karena kalau saya jujur, saya yakin nasib Nona akan lebih buruk dari yang sekarang," jawabnya sambil memalingkan muka.

Tak bisakah ia menatapku ketika bicara? Kenapa Mbak Wati dan Mang Ujang seolah ketakutan dan terkesan menutupi apa yang terjadi?

"Kenapa bisa begitu? Memangnya didalam gudang itu ada apa? Sehingga saya tidak diperbolehkan masuk kesana, apa ada sesuatu didalam sana?" tanyaku berbisik dengan tatapan menyelidik.

Mang Ujang menghirup nafas dalam dan membuangnya, terdiam sejenak lalu menganggukkan kepala.

"Ya, disana ada sesuatu. Dan saya harap setelah ini Nona jangan banyak bertanya apapun lagi. Suatu saat nanti Nona pasti juga akan tahu sendiri. Semoga saja Nona tetap bernasib baik," jawabnya berdiri hendak pergi.

"Tunggu! Berapa yang harus kukeluarkan agar kamu mau buka suara hah?"

Aku sudah tidak tahan bermain teka-teki, aku tak ingin menunggu nasib buruk menghampiriku terlebih dahulu sebelum aku mengetahui semua rahasia keluarga ini.

"Maaf, Non. Saya tidak butuh uang Nona! Yang saya butuhkan adalah pekerjaan ini." ucapnya lalu pergi.

Aku hanya terdiam menatap kepergian Mang Ujang, dengan isi kepala yang penuh tanya ada apa, kenapa dan mengapa?

Lalu aku berjalan ke halaman belakang. Gundukan tanah itu masih terlihat dan aku tak berani mendekat kesana karena takut saja jika Ibu atau Mas Rama melihatku ada disekitar sana.

Kebetulan halaman belakang ini terhubung dengan ruang cuci, di ujung sana terlihat Mbak Wati yang sedang mengucek baju padahal ada mesin cuci di rumah ini. Aku pun berjalan mendekatinya.

Mataku terbelalak ketika melihat cucian yang sedang dikucek oleh Mbak Wati. Sebuah baju milik Mas Rama berlumuran darah, tak hanya itu bau amis juga tercium saat aku mendekatinya.

Aku juga melihat sebuah kain hitam disudut tembok dekat mesin cuci, aku yakin kain itu yang digunakan semalam untuk menutupi tubuh wanita itu.

"Ehhh...Nona! Ada apa? Apa ada yang bisa saya bantu?" ucap Mbak Wati terkejut ketika melihat kedatanganku.

Aku menunjuk baju Mas Rama yang masih berlumuran darah itu, lalu Mbak Wati memandang kearah telunjukku.

"Ya, Nona. Dia sudah meninggal," ucapnya pelan sambil berusaha berdiri.

Siapa yang sudah meninggal? Apakah dia wanita yang berteriak semalam itu?

Oh Tuhan apakah keluarga ini psikopat? Seperti di film-film yang sengaja membunuh mangsanya secara tragis.

--

Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
GHema Kurnia Tobig
seeuh ceritanya
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

  • Rahasia Suamiku dan Keluarganya   Bab 7 Diawasi Anak Buah Ibu

    "Sarah, sedang apa disitu?"Aku langsung menoleh kearah pintu dapur, Ibu sudah berdiri menatap kami dengan tatapan manis."Sedang berkeliling saja Bu." jawabku sambil berjalan menghampirinya."Kamu bosen ya?""Iya, Bu. Pengen deh jalan-jalan keluar," jawabku lesu."Ya sudah nanti kamu boleh jalan-jalan tapi biar ditemani sama Wati ya.""Ti, nanti kamu temani Nona Arum jalan-jalan ya tapi jangan jauh-jauh! Disekitar sini saja, jangan sampai melewati sungai!" ucap Ibu pada Mbak Wati."Baik, Nyonya.""Ya sudah Ibu masuk dulu ya, Ibu masih banyak kerjaan didalam,"Aku hanya menganggukkan kepala dan tersenyum pada Ibu. Setelah Ibu pergi, rasanya ingin sekali Aku melontarkan banyak pertanyaan pada Mbak Wati, tetapi kurasa wanita itu tak akan berani buka mulut perihal rahasia keluarga ini.Cuaca pagi hari ini begitu cerah, hanya saja tanah disekitar lumayan becek akibat guyuran hujan tadi malam. Untung saja, jalan yang aku lalui sudah diaspal jadi aku tak perlu takut akan terpeleset karena ja

  • Rahasia Suamiku dan Keluarganya   Bab 8 Hamil Tanpa Suami

    Aku menatap Ibu-ibu tadi dengan penuh tanya. Apa Mbak Wati tahu sesuatu soal ini?"Emm...maaf Bu. Saya tidak tahu. Saya permisi!"Mbak Wati pun berjalan lebih dulu meninggalkanku. Padahal tadi ia tak berani mendahului langkahku, aneh sekali gelagatnya. Setelah mendapat beberapa pertanyaan dari Ibu-ibu tadi, Ia tampak ketakutan seperti sedang berusaha menyembunyikan sesuatu.Setelah jauh dari warung Ia pun menghentikan langkah, dan menungguku yang tertinggal."Mari, Non. Saya pegangin, saya takut Nona terpeleset,"Mbak Wati kembali menuntun jalanku."Mbak, saat nyuci baju tadi pagi, kamu sempet bilang 'dia sudah meninggal'. Memangnya siapa Mbak yang meninggal?" tanyaku."Iya Non. Dia, wanita yang berteriak tadi malam. Dia sudah meninggal," jawabnya begitu pelan tetapi aku masih bisa mendengarnya."Bagaimana bisa, Mbak? Apa ada orang yang membunuhnya?" tanyaku.Aku berbicara sembari menatap ke perkebunan, agar seseorang yang mengawasi kami tak menaruh curiga pada gerak-gerikku ataupun M

  • Rahasia Suamiku dan Keluarganya   Bab 9 Apa Maksud Ucapan Mbak Wati?

    Saat sedang bersantai di teras rumah, kulihat Ibu sedang berjalan hendak keluar."Bu, Mbak Wati sedang tidak enak badan setelah kuajak jalan-jalan tadi pagi. Jadi biarkan dia istirahat dulu hari ini di kamarnya ya, Bu."Ibu tersenyum manis saat melihatku, tetapi entah mengapa aku jadi merinding melihat senyuman itu."Sakit apa dia, Rah?" tanya Ibu dengan santai."Tadi, Mbak Wati mual-mual gitu Bu. Kaya orang hamil tetapi Mbak Wati kan masih lajang, tidak punya suami ya. Mungkin cuma masuk angin saja Bu." jawabku tersenyum."Ya sudah, biar Ibu tengok dulu ke kamarnya ya. Kamu istirahat saja di kamar sana! Kamu pasti capek kan habis jalan diluar," Ibu menyentuh pundakku lalu beranjak menuju kamar Mbak Wati."Tunggu dulu, Bu!""Ada apa lagi Rah?" tanyanya sembari menghentikan langkah dan berbalik badan."Barusan diluar ada Ibu tua datang Bu, namanya Bu Yati. Tadi dia mencari anaknya, kata Ibu tadi anaknya kerja disini Bu, namanya Sari."Senyum Ibu perlahan memudar, lalu ia memalingkan waj

  • Rahasia Suamiku dan Keluarganya   Bab 10 Hana? Siapa Lagi Itu?

    Kupandangi isi lemari itu, isinya hanya pakaian milik Mas Rama dan pada laci bagian bawah terdapat beberapa tumpukan kertas serta dokumen-dokumen penting miliknya.Dengan perlahan aku berjongkok mencari sesuatu di antara tumpukan kertas itu, semoga saja aku bisa menemukan bukti yang bisa kugunakan untuk memecahkan teka-teki misteri keluarga ini.Tak ada yang mencurigakan, hanya saja aku menemukan desain bangunan rumah ini. Aku mengamati gambar itu, terdapat ruangan bawah tanah tepatnya berada dibelakang rumah ini dan pintunya ada di dalam gudang. Pantas saja, waktu itu aku mendengar suara teriakan wanita dan sebuah pukulan. Dan setelah kucari tak kunjung menemukannya, bisa jadi asal suara itu dari dalam ruangan bawah ini.Sebenarnya untuk apa ruangan bawah tanah ini, ya?Aku menata dan memasukkan kembali berkas-berkas itu dengan rapi, kedalam laci lemari. Pandanganku beredar disekeliling kamar ini, banyak sekali lemari besar serta laci-laci milikku dan Mas Rama. "Non Sarah."Panggil

  • Rahasia Suamiku dan Keluarganya   Bab 11 Kontrol Kandungan

    Sejak pukul tiga pagi aku sudah bangun. Beberapa saat kemudian, terdengar suara langkah kaki yang berjalan kearah kamarku. Handle pintu pun terlihat diputar, saat itu juga aku langsung pura-pura tertidur. Entah siapa itu yang hendak masuk kedalam kamarku. Aku tidak tahu siapa yang membuka pintu kamarku itu, tak lama kemudian terdengar suara pintu ditutup kembali.Aku mengerjapkan mata, jangan-jangan itu Ibu yang memastikan aku masih tidur atau tidak, suara langkah kaki itu terdengar menuju ke arah dapur dan sepertinya suara itu masuk ke dalam gudang.Dapur dan gudang memang berdekatan, jadi untuk ketempat itu maka harus melewati kamarku terlebih dahulu. Dilantai bawah ini hanya ada dua kamar, yaitu kamarku dan kamar tamu. Sebenarnya aku ingin menempati kamar diatas yang luas, akan tetapi Ibu melarangku karena kandunganku yang sudah membesar. Katanya Ibu takut aku terjatuh saat menuruni tangga.Perlahan aku membuka pintu kamar dan diam-diam berjalan melangkahkan kaki kearah belakang. A

  • Rahasia Suamiku dan Keluarganya   Bab 12 Bayiku Tiba-tiba Meninggal

    Pukul lima sore, perutku mendadak mulas. Tetapi aku bingung harus menelepon Mas Rama sekarang atau nanti."Mbak...Mbak Wati..!!" teriakku memanggil Mbak Wati.Dengan tergesa-gesa Mbak Wati masuk kedalam kamarku yang tak kututup."Mbak, ini perutku rasanya mulas kaya mau datang bulan gitu. Apa ini tanda-tanda mau melahirkan ya, Mbak?" tanyaku pada Mbak Wati."Iya Non. Tapi masih lama kalau baru mulas sepeti itu," jawabnya."Mbak, tolong temani saya disini ya. Sebaiknya saya telepon Mas Rama sekarang atau nanti ya, Mbak?""Baik Non. Mungkin nanti saja Non, kalau sudah benar-benar mulas," jawab Mbak Wati sembari duduk disebuah karpet lantai.Semakin malam rasa mulasku semakin kuat, rasanya perut bagian bawahku seperti ditekan dengan kuat dan rasanya pun juga hilang, timbul."Mbak, tolong ambilkan ponsel saya," titahku sambil menahan sakit.Dengan sigap Mbak Wati mengambil ponsel dimeja rias dan menyerahkannya padaku. Segera kuhubungi Mas Rama dan terhubung."Halo..Mas.""Ada apa, sayang?

  • Rahasia Suamiku dan Keluarganya   Bab 13 Tidak! Anakku Belum Mati!

    "Mas anak kita kenapa? Tadi dia sehat, sangat jelas kudengar dia menangis kencang?" teriakku pada Mas Rama sembari menangis.Aku sangat yakin jika bayiku terlahir sehat, saat aku mengalami kontraksi pun ia masih sempat menendang perutku dengan kuat. "Sepertinya bayi Nona, mengalami kebocoran jantung bawaan. Yang sabar ya, Non." ucap Mak Ijah.Beraninya ia berkata seperti itu, memangnya dia siapa dan bisa apa?"Tutup mulutmu! Jangan mengada-ada kamu ya! Kamu itu bukan dokter jadi gak usah sok tahu!" bentakku sembari menatapnya nyalang."Aku sudah bilang untuk melahirkan di rumah sakit, tapi kenapa kalian melarangku, hah? Jika aku melahirkan di rumah sakit, anakku akan langsung ditangani oleh ahlinya dan pasti sekarang ia bisa selamat," ucapku menatap Mas Rama dan Ibu."Kembalikan nyawa anakku! Kembalikan!!" teriakku dengan lantang.Mas Rama memelukku dengan erat, berusaha untuk menenangkan ku. Kini kulihat wajah Ibu yang menatapku penuh benci, mengapa ia sudah tak bersikap manis sepert

  • Rahasia Suamiku dan Keluarganya   Bab 14 Boneka Bukan Bayiku

    Apalagi aku melahirkan dibantu Mak Ijah seorang paraji di desa ini, kenapa ia tidak bicara pada para warga jika Bu Sulis orang paling kaya di desa ini sedang mendapat musibah?"Iya juga ya, ini sangat aneh. Apa jangan-jangan bayimu dijadikan tumbal lagi sama keluarga ini," ucap Mama.Aku langsung menoleh cepat. "Masa iya sih, Ma?"Aku merasa tak percaya, selama tinggal disini Aku tak merasakan kecurigaan yang mengarah ke hal mistis, justru malah banyak misteri yang belum terpecahkan olehku."Bisa saja kan Rah. Apalagi mertuamu kaya raya seperti ini,""Jangan nuduh yang tak ada bukti seperti itu, Ma. Begini, selama kamu tinggal disini apa ada hal yang mencurigakan Rah? Misal ada yang mengarah ke hal-hal mistis?" tanya Kak Dimas.Aku pun menceritakan semua kejadian yang kualami dirumah ini. Dari suara tangisan bayi hingga pembantu termasuk Mbak Wati yang hamil tanpa suami.Kak Dimas tampak berpikir keras."Pasti ini ada sesuatu, bukan hal mistis tetapi ini sebuah kejahatan kriminal besa

Pinakabagong kabanata

  • Rahasia Suamiku dan Keluarganya   Bab 207 Happy Ending

    (POV Sarah)Sejak satu bulan yang lalu Kak Dimas sudah bisa berjalan dengan normal, dan hari ini pula ia akan melaksanakan pernikahannya dengan Mbak Wati.Dengan uang tabungan Kak Dimas, pernikahan Kak Dimas dan Mbak Wati yang lumayan megah ini dilaksanakan disebuah gedung luas."Sah?""Sah!"Para saksi dan tamu undangan tersenyum bahagia, seketika rasa haru menyeruak apalagi pernikahan ini tidak dihadiri oleh kedua orang tua. Pada saat prosesi sungkeman pun Kak Dimas dan Mbak Wati hanya memelukku dan Kevin untuk meminta doa restu karena memang hanya kami yang merupakan saudaranya."Doakan Mbak dan Kakakmu ya, Sarah.""Iya Mbak, tolong terima Kakakku apa adanya ya, semoga kalian bahagia."Resepsi pernikahan akan dilaksanakan hari ini juga setelah dua atau tiga jam akad nikah. Dua gaun indah berbentuk mermaid dengan ekor yang panjang telah dipersiapkan. Silvia juga hadir, ia terlihat bahagia saat melihat mantan kekasihnya mengucapkan ijab kabul meskipun dengan orang lain.Mbak Wati ta

  • Rahasia Suamiku dan Keluarganya   Bab 206 Hari Bahagiaku

    (Pov Wati)Hari bahagiaku telah tiba. Ya, hari ini adalah hari bahagiaku bersama Dimas. Aku telah melewati masa-masa sulit tidur menjelang pernikahanku ini.Di sebuah gedung mewah pernikahan aku dan Dimas pun di langsungkan. Banyak tamu undangan yang hadir menjadi saksi kisah cinta kami berdua.Aku lihat Dimas, calon suamiku itu menitikkan air matanya ketika Sarah dan para bridesmaids menggandeng diriku menghampiri meja akad nikah. Dimana sudah ada seorang penghulu yang tengah duduk dengan manis disana dan ada dua orang saksi pernikahanku yang tidak ada satu pun dari mereka yang aku kenali."Sarah, apa Mbak sedang bermimpi? Jika iya, tolong bangunkan Mbak, Rah!" tanyaku pada Sarah yang tetap berjalan menggandeng tanganku.Aku begitu bahagia melihat dekorasi ballroom hotel yang begitu indah dengan hiasan berbagai jenis bunga-bunga yang indah. Bahagia dan terharu itulah yang bisa aku gambarkan tentang perasaanku hari ini."Tidak Mbak, kamu tidak sedang bermimpi. Lihatlah di sana ada Kak

  • Rahasia Suamiku dan Keluarganya   Bab 205 Perampok

    Aku pun ikut memasukkan uang dan beberapa barang berhargaku dan Kevin ke dalam tas perampok itu."Ambil ini, tapi lepaskan kakakku!" tegasku sambil melemparkan tas itu ke atas kasur."Bagus, awas kalau kalian berani menyerang, akan aku tembak!" tegas orang itu.Ia berjalan mengendap menuju kasur sambil menodongkan senjata ke arah kami semua, saat tubuhnya membungkuk karena ingin meraih tas dan saat itulah Kevin menendang punggungnya."Aaarghh!" Ia mengerang lalu berbalik badan.Kukira ia akan menyerang Kevin tapi ternyata ia malah menyerang Mbak Wati karena saat perampok itu lengah ia mengambil tas itu."Sarah, ambil ini!" teriak Mbak Wati sambil melemparkan tas itu ke arahku.Namun, Mbak Wati kembali disandera dengan pistol yang mengarah ke kepalanya."Jangan sakiti dia!" teriak Kak Dimas dengan suara lantang."Kalau tidak mau dia kusakiti, cepat serahkan tas itu padaku kalau tidak dia akan mati sekarang!" tegas perampok itu.Berani sekali orang ini, mencoba merampok di rumah polisi

  • Rahasia Suamiku dan Keluarganya   Bab 204 Mbak Wati Disandera

    (Pov Sarah)"Eh, Silvia, ayo masuk." Aku tersenyum lalu menggandeng Siska masuk ke dalam rumah.Silvia ini merupakan mantan kekasih Kak Dimas, beberapa tahun silam Kak Dimas sempat berencana ingin melamarnya. Namun, ia ditolak oleh keluarga Silvia lantaran keadaan ekonomi Kak Dimas yang baru saja memulai karirnya.Orang tua Silvia takut jika anaknya menikah dengan Kak Dimas akan hidup susah, hingga akhirnya mereka menjodohkan Silvia dengan lelaki lain."Sejak kamu berpisah dengan Kak Dimas, kita belum bertemu lagi ya, Sil. Kamu apa kabar?" tanyaku."Aku baik, Sarah. Maaf kemarin aku nggak bisa datang di acara pernikahanmu, karena Papaku meninggal tepat di hari bahagiamu makanya aku nggak bisa datang.""Innalilahi wa innailaihi raji'un, aku turut berduka cita ya Sil. Memangnya Papa kamu sakit atau kenapa?" tanyaku."Iya Sar, Papaku meninggal karena serangan jantung setelah mendengar kabar jika aku sudah berpisah dengan mantan suamiku.""Oh, jadi kamu sudah bercerai? Pantas saja kamu ke

  • Rahasia Suamiku dan Keluarganya   Bab 203 Aku Mau Jadi Istrimu

    "Hah!"Dengan cepat aku menoleh, hingga kami saling bertatapan."Aku serius, Ti. Aku nggak bohong!" Ia menyakinkan lagi."Emm... Kamu pikir-pikir dulu aja deh, aku tuh nggak sebaik yang kamu lihat," jawabku."Percayalah Ti, aku sungguh-sungguh mencintai dan menyayangimu. Aku tidak peduli dengan masa lalumu seburuk apapun itu, karena bagiku masa lalu tetaplah masa lalu, tidak akan bisa menjadi masa depan," ucapnya lagi."Jangan pernah berpikir kamu tidak lagi pantas untuk dicintai. Kamu tidak sendiri, aku, mereka, dia, dan kita semua pernah melakukan kesalahan di masa lalu dan mereka berusaha bangkit kembali, karena masih banyak orang yang peduli dan men-support agar kita tidak terus-menerus terjabak dimasa lalu. Dan kamu pun bisa begitu!"Aku hanya tersenyum sungkan lalu membawa Adinda masuk ke dalam. Dadaku berdebar-debar dan pipi ini mulai menghangat, aku merasa tidak kuat jika harus terus menerus dipandang oleh Dimas.Didalam kamar aku merenung, pantaskah aku yang kotor ini menjadi

  • Rahasia Suamiku dan Keluarganya   Bab 202 Hati yang Kosong

    (Pov Wati)Suatu kebahagiaan saat aku bisa terlepas dari belenggu kejahatan Sulis, apalagi saat ini aku dipertemukan dengan keluarga yang begitu baik.Aku bahagia ketika melihat Sarah menikah dengan lelaki yang ia cintai, dan orang yang ia cintai itu memperlakukannya seperti Ratu.Namun, ditengah-tengah kebahagiaan mereka hati kecilku terasa kosong. Umurku sudah dewasa tetapi tidak seperti perempuan lainnya yang sudah berumah tangga.Adakalanya terbesit rasa iri ketika melihat wanita-wanita seusiaku atau dibawah umurku yang sudah memiliki suami dan mempunyai anak. Sementara aku masih sendiri disini menanti sang pangeran membawa kuda kelana untuk menjemput dan membawaku ke istana pelaminan. Namun sayang seribu sayang, pangeran yang aku nantikan tidak kunjung datang menjemput, semuanya masih sebatas angan dan harapan.Seburuk apapun aku dimasa lalu tentu saja aku sangat menginginkan sosok suami yang baik dan bisa membimbingku ke jalan yang benar."Ti, kamu nggak merasa bosan di rumah t

  • Rahasia Suamiku dan Keluarganya   Bab 201 Cinta yang Tersembunyi

    Tiba di rumah Kevin."Syukurlah, kalian sudah sampai rumah, ayo masuk!" ucap Mbak Wati sambil membukakan pintu."Bagaimana keadaanmu, Dim?" tanya Mbak Wati pada Kak Dimas."Sudah lebih baik, Ti. Makasih ya disela-sela kesibukanmu mengurus Adinda kamu masih sempetin buat jengukin aku." Kak Dimas tersenyum manis.Ya, aku memang menceritakan pada Kak Dimas jika Mbak Wati selalu menyempatkan diri ke rumah sakit untuk menjenguk dirinya."Iya sama-sama.""Semoga kamu betah tinggal disini ya, Dim," sahut Kevin sambil tersenyum."Iya Vin, aku pasti betah tinggal disini kok, apalagi adaa..." Kak Dimas tidak melanjutkan ucapannya."Ada siapa hayoo? Ada Mbak Wati ya...?" tanyaku dengan tatapan menyelidik. Mbak Wati yang sedang menggendong Adinda pun tampak tersenyum dengan wajah memerah."Apa sih, Rah? Enggak kok.""Emm, ya udah deh. Yuk aku antar ke kamar, Kakak istirahat aja ya.""Maaf ya Rah, ngerepotin kamu jadinya," ujar kak Dimas."Nggak repot kok, masa ngurusin Kakak sendiri bilang repot

  • Rahasia Suamiku dan Keluarganya   Bab 200 Kak Dimas Boleh Pulang

    "Syukurlah Kakak sudah sadar," ucapku sambil berjalan ke ranjang rumah sakit dengan gembira. Kak Dimas perlahan membuka kelopak matanya dan berkata dengan susah payah."Air... Air..."Dengan cepat Mbak Wati mengambilkan gelas berisi air matang yang ada di atas nakas dan menyerahkannya padaku.Setelah meminum beberapa teguk air Kak Dimas melihat ke sekeliling."Sarah, kita ada dimana?""Kita ada di rumah sakit, Kak," jawabku."Rumah sakit?" Kak Dimas menatap ke depan dengan tatapan kosong sepertinya ia sedang mengingat-ingat sesuatu."Iya, Kakak mengalami kecelakaan saat dalam perjalanan pulang dari rumahku dan sudah beberapa hari ini Kakak mengalami koma.""Sudah berapa lama Kakak koma?" tanya Kak Dimas lagi."Lima hari.""Apa? Tapi Kakak merasa baru tidur beberapa jam saja," ucapnya sambil memegang kepalanya."Sebenarnya apa yang terjadi sehingga Kamu bisa mengalami kecelakaan, Dim?" tanya Mbak Wati."Saat perjalanan pulang dari rumah Kevin, pandangan mataku kabur karena cuaca malam

  • Rahasia Suamiku dan Keluarganya   Bab 199 Kondisi Dimas Mulai Membaik

    Kami kembali ke depan ruang ICU, Adinda pun sudah terlelap di pangkuan Kevin."Wati, kamu pulang saja ya biar aku dan Sarah saja yang menjaga Dimas. Kasihan Adinda kalau kita ajak tidur disini,” ucap Kevin pada Mbak Wati."Iya Mbak, kamu pulang sama Adinda ya, besok lagi saja kalau Mbak mau kesini," sahutku."Ya sudah kalau gitu Mbak pulang dulu ya Rah, Vin. Besok pagi aku akan kesini mengantarkan pakaian untuk kalian," ucap Mbak Wati."Iya Ti, supirku sudah menunggu di depan jadi kamu tidak perlu menunggu lama." "Iya, terimakasih.Mbak Wati pun akhirnya pulang ke rumah bersama Adinda.***Matahari sudah menunjukkan sinarnya, aku merasakan leher ini begitu kaku dan nyut-nyutan, mungkin ini karena efek begadang semalaman di rumah sakit."Aargh..." Kevin pun terlihat merenggangkan tulang-tulangnya yang mungkin terasa kaku.Mata Kevin tampak berubah merah sebab tak tidur. Diliriknya jam yang tergantung di dinding rumah sakit, sudah menunjukkan pukul enam pagi."Sayang, Mas belikan sarap

DMCA.com Protection Status