Share

Paragraf 07

Penulis: ulan_deui
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-02 14:24:54

Paragraf 07

“Mbak Nara! Heeei! Tunggu dulu!”

Sebuah teriakan khas dari suara yang baru-baru ini kukenal. Suara lucu dari pemilik yang juga memiliki karakteristik yang sama. Si cewek penjaga toko bunga, Lila. Aku berhenti melangkah lebih jauh. Dan mulai berdiri di pinggir jalan. Salahku juga karena memutuskan mengambil rute dengan berjalan kaki melalui sisi seberang, melewati gedung Nebula yang bertolak belakang keadaannya dengan gedung yang aku kamarnya kutempati sekarang, Gedung Supernova.

“Ada apa, Lila?” tanyaku singkat saja di depan pekarangan toko bunga yang ia jaga.

“Aku boleh minta nomor telepon dan akun Instagram milikmu?”

“Ah. I, iya. Tentu saja.” jawabku agak sedikit kaget. Namun, tetap dilanjutkan dengan membuka kunci gawai untuk menunjukkan nomor telepon beserta alamat email milikku pada gadis lugu itu.

“Nanti chat saja ke nomorku. Pasti akan kusimpan di dalam kontak penting.”

“Tumben jam segini baru berangkat ke toko?” tutur Lila melirik arloji yang melingkari pergelanga
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Rahasia Nara   Paragraf 08

    Paragraf 08Laptop di atas meja kerja dengan khusyuk masih tertutup rapat. Niatku untuk fokus melanjutkan naskah yang tertunda pupus sudah. Seharusnya, kejadian tadi pagi mampu melecutkan motivasiku untuk mengetik novel terbaru. Tapi apa daya, aku justeru menatap berkas dari si lelaki yang meminjam novel hasil karyaku. Karena tadi aku hanya memperhatikan nama lengkapnya. Kali ini, dipelototi setiap baris tulisan tangannya. Persisi sama saat aku menyunting naskah pada novel perdanaku.“Oooh. Dia mencantumkan akun Instagram, email, dan juga nomor WhatsApp.” ujarku sambil menggapai gawai yang diletakkan terlalu ujung.Kedua ibu jari ini dengan cekatan mengetik nama Instagram yang bersangkutan. Yang ternyata dikunci dan hanya bisa dilihat jika pemilik menyetujui permintaan pertemanan. Namun, tiba-tiba pikiran ini merasakan sebuah kejanggalan.“Aneh. Kalau memang pelukis, harusnya ada sosial media di mana dia mempromosikan hasil karyanya. Apalagi dia tinggal di Gedung Nebula. Paling tidak,

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-03
  • Rahasia Nara   Paragraf 09

    Paragraf 09“Maaf, ya! Tapi bunga ini sudah dipesan oleh orang lain. Bagaimana kalau pilih jenis lain saja. Yang jumlahnya sesuai dengan permintaan.” pinta Lila sambil melindungi 10 kuntum bunga mawar merah yang sudah dibungkus satu per satu dan siap untuk dikirim.Aku yang tak sengaja berjalan dan kebetulan lewat tepat di depan beranda toko itu, ikut tertarik dan tergelitik mendengar suara Lila yang sepertinya terganggu. Berjalan perlahan sambil pura-pura mengecek gawai. Tapi, ujung kedua sudut mata ini diam-diam mengawasi bagian dalam. Terdapat 2 pria yang memaksa Lila untuk menyerahkan kesepuluh bunga mawar itu. Namun, wajah kedua orang itu tak jelas terlihat. Karena membelakangi pintu depan, di mana aku sedang memperhatikan Lila. “Kami akan bayar 2 kali lipat!” seru salah satu dari kedua orang itu.“Ini bukan masalah uang! Ini soal kepercayaan pelanggan. Barang ini sudah dipesan 3 hari yang lalu! Dan uangnya sudah kuterima.” jawab Lila dengan suara bergetar seolah menahan amarah

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-04
  • Rahasia Nara   Paragraf 10

    Paragraf 10Aku duduk di atas bangku yang ditawari Lila. Menjaga bagian depan agar tidak dimasuki oleh sembarang orang. Sementara cewek kekanakan itu masih sibuk di dalam ruangan lain. Yang letaknya paling belakang. Aku dengan gusarnya berkali-kali menengok jam dinding. Sudah masuk pukul 11 siang. Kusandarkan bahu ke belakang. Mengecek sosial media dan membaca beberapa buku melalui aplikasi perpustakaan daring. Lila kemudian keluar dari pintu arah belakang.“Mbak Nara serius gak mau membuka toko buku hari ini? Masih sempat walaupun cuma sebentar.” tanya Lila sambil membawa nampan berisi 2 gelas air mineral dingin.“Gak! Suasana hatiku sedang tidak bagus hari ini.” jawabku singkat.Rasa ingin kembali ke kamar. Apalagi aku belum terlalu jauh melangkah. Dan lagi, jarak antara toko bunga dengan gedung Supernova lumayan dekat.“Ah. Uang hasil pembelian bunga Krisan tadi, kita bagi dua saja.” tawar Lila dengan menyodorkan 2 lembar uang kertas seratus ribu dan selembar uang lima puluh ribu r

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05
  • Rahasia Nara   Paragraf 11

    Paragraf 11“Terima kasih banyak Mas Bakrie. Sudah mengantarkan cucian bersih punyaku. Lalu sistem pembayarannya bagaimana?” tanyaku di depan pintu kamar sambil meraih tote bag jumbo berisi baju dan celana yang dilipat ala kadarnya.“Transfer saja ke nomor rekening toko. Atau nanti malam kukirimkan saja ke WhatsApp pribadi Nara.” tawar Mas Bakrie yang sepertinya nampak sangat kelelahan.Aku mengiyakan dengan sebuah anggukan kepala. Kemudian membiarkan Mas Bakrie kembali ke kamarnya sendiri. Sementara aku di dalam kamar. Sibuk dengan tumpukan pakaian di atas ranjang yang sudah bersih dan wangi. Tinggal memilih, mana yang harus dilipat, mana yang butuh untuk disetrika. Drrrt. Drrrt. Tiba-tiba, gawai yang diletakkan di atas permukaan kasur bergetar. Sebuah pesan singkat masuk melalui aplikasi warna hijau. Melalui layar yang menyala, aku melihat sebuah pemberitahuan, kalau pesan itu berasal dari Kak Banua. Fokus langsung beralih. Dari pakaian yang sudah dilaundry berpindah ke gawai yang

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-06
  • Rahasia Nara   Paragraf 12

    Paragraf 12Aku sibuk membersihkan debu yang menempel di permukaan meja. Juga menyapu lantai yang mulai dipenuhi kotoran yang masuk terbawa angin dari luar. Setelah kemarin seharian penuh, toko terpaksa tutup lantaran harus menyelesaikan urusan lain di toko bunga Lila. Berdiri tegak di pekarangan depan. Dari jarak jauh, kuratapi dinding yang mengelilingi pintu dan jendela. Polos saja tanpa hiasan dan dekorasi apapun. Cat berwarna biru kelabu juga menambah kesan suram pada toko buku ini. Terbesit ide untuk menghiasi dinding dengan berbagai kutipan yang berasal dari buku atau novel terkenal. Yah, persis sama seperti yang hendak Lila aplikasikan pada toko bunga miliknya. Kupandangi setiap sisi dinding yang kosong. Lalu diukur berapa panjang serta lebar permukaan yang hendak ditempeli. Di dalam benakku, sebuah desain estetik akan diterapkan tepat di atas permukaan dinding depan toko ini. Yang kuperlukan kini adalah waktu luang untuk mencari bahan kutipan serta tenaga ekstra untuk membua

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Rahasia Nara   Paragraf 13

    Paragraf 13“Maksud Mbak Nara? Cewek cantik yang berkunjung kemarin punya saudara kembar?” teriak Lila setengah heboh dari balik percakapan video yang tengah kami lakukan berdua setelah makan siang selesai. “Tadi pagi, ada pelanggan datang ke toko buku. Dan dia mirip sekali dengan perempuan itu. Terutama wajah dan postur tubuhnya.” ceritaku sambil sibuk menggunting lembaran kutipan yang hendak ditempel di dinding bagian depan toko buku.“Mirip saja, mungkin. Siapa tahu bukan kembaran. Bisa jadi adik atau kakak kandungnya. Lagipula, ada banyak orang yang tinggal di kamar gedung Nebula. Siapa tahu, Mbak Nara hanya mengira-ngira saja.” ucapan Lila seolah ingin mematahkan analisisku.Aku terdiam memikirkan perkataan Lila. Mungkin ada benarnya, mungkin aku salah memprediksi. Entah kenapa pikiran ini tiba-tiba terpancing untuk membuktikan perkiraan itu.“Lila!? Bagaimana kalau kita hadiri saja undangan untuk mendatangi pesta ulang tahun ibunya si perempuan cantik itu?” ajakku kepada si cew

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Rahasia Nara   Paragraf 14

    Paragraf 14Sebuah kerumunan yang tidak biasa tersaji di depan gedung Supernova. Beberapa orang berpakaian mewah nan elegan berbaris sambil menatap ke arah jalan. Seolah sedang menunggu sesuatu yang teramat sangat penting kehadirannya. Aku dan Lila pun tampaknya akan melakukan hal yang dengan mereka. Berdiri tegak dengan penuh kecemasan sambil menatap jalan raya yang lenggang.“Mbak Nara. Jangan-jangan, mereka itu tamu undangan yang akan menghadiri pesta ultah nanti?” bisik Lila mendekatkan kedua bibirnya di hadapannya telinga kakanku.“Sepertinya. Tapi, mereka pasti sedang menanti jemputan pribadi. Berbeda sekali dengan kita.” balasku dengan memajukan wajah sambil menutup mulut dengan telapak tangan kiri.“Sama saja, Mbak Nara! Kita juga sedang menunggu. Tapi menunggu sopir taksi online.”Selang 5 menit, akhirnya sebuah mobil berkapasitas 4 orang tiba di depan beranda Gedung Nebula. Dengan langkah bak Cinderella, aku dan Lila mendekatkan diri ke arah depan. Berinteraksi dengan sopir

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • Rahasia Nara   Paragraf 15

    Paragraf 15“Kita sudah seperti Cinderella saja.” celetukku tepat di pinggir trotoar dekat hotel.“Kenapa? Apa karena menggunakan gaun? Atau karena riasan kita?” tanya Lila yang ternyata masih menyimpan sedikit tenaga untuk sekadar tersenyum meladeni omonganku.“Lihatlah! Sudah pukul berapa ini? Dua belas malam! Akan sangat sulit menemukan sopir mobil yang mau mengantarkan kita pulang ke gedung.” ujarku masih berusaha mencari taksi yang bersedia menjemput kami di depan hotel.“Nah! Kalau berdasarkan dongeng. Berarti akan ada kereta dari buah labu yang bakalan menjemput kita di sini.” celoteh Lila yang baterainya masih tersisa sedikit. Sementara aku, sudah kepikiran untuk segera merebahkan badan di atas kasur kamar.“Ngawur! Orang misterius mana yang mau menjemput dua gadis asing yang berdiri di pinggir jalan begini?” gerutuku kesal lantaran aplikasi taksi online di gawai tak kunjung merespon.Brrm. Brrrm. Saat kami sedang bercanda tentang Cinderella dan kereta kencananya. Tiba-tiba te

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-30

Bab terbaru

  • Rahasia Nara   Paragraf 22

    Paragraf 22Aku merebah menahan nafas di atas kursi di balik meja. Setelah rombongan boyband VizCall itu beranjak menjauh dari toko. Kutarik udara dalam-dalam dari hidung lalu kemudian membuangnya perlahan dari rongga mulut. Berusaha mengembalikan kestabilan emosi setelah berhasil diaduk oleh aura intimasi yang sangat kuat dari tatapan mata milik Vikar Amar. Keringat sebesar butiran beras tiba-tiba menetes dari kening dan kedua pipiku. Kuseka wajah yang sudah lusuh ini dengan selembar tisu yang berasal dari dalam laci meja. Dan entah mengapa, tiba-tiba pikiranku langsung memerintah kedua tanganku untuk meraih gawai. Lalu menekan nomor Lila untuk melakukan panggilan video melalui aplikasi hijau.“Haaai… Halo Mbak Nara!” sapa Lila dengan cerianya dari balik layar gawai yang menyala bercahaya.“Halo, Lila. Temani aku beristirahat sebentar, ya?” pintaku yang wajahnya masih menyisakan guratan kelelahan.“Astaga, Mbak Nara! Kenapa mukamu kusut begitu? Apa boyband VizCall itu juga mengacak-a

  • Rahasia Nara   Paragraf 21

    Paragraf 21“Kalian bertiga bisa tidak cari tempat untuk syuting video klip di tempat lain?” tegurku pada ketiga anggota boyband VizCall yang sudah nangkring terlebih dahulu di depan pekarangan toko sedari pagi tadi. Sementara aku terburu-buru berangkat ke toko lantaran mendapatkan laporan dari Lila. Jika toko gadis itu sebelum ini juga disalahgunakan untuk pengambilan beberapa adegan dalam video klip mereka.“Cepatlah periksa toko bukumu, Mbak Nara! Para anggota Boyband VizCall itu baru saja selesai mengobrak-abrik bagian dalam toko. Dan menurut si Vikas itu, mereka tengah mencari sejenis tempat estetik yang dipenuhi banyak buku. Lalu kedua anggotanya mengarahkan mobil menuju toko Mbak Nara!” celoteh Lila panjang lebar di penghujung speaker gawai. Sementara aku baru saja selesai membenahi pakaian dan celana yang kukenakan.Secepat kilat, aku menuruni tangga dan melangkah cepat menuju ke toko buku.Dan inilah pemandangan yang kudapati sebelum toko dibuka. Ketiga pria –yang menurut seb

  • Rahasia Nara   Paragraf 20

    Paragraf 20Kepalaku mengangguk sambil memejamkan mata. Dengan telinga yang berfokus pada setiap kata dari lirik lagu boyband ViCall yang berjudul “Samudera Luka”, kubayangkan skenario terburuk di dalam pikiran sendiri. Berkisah tentang seorang wanita yang ditinggal mati kekasih hatinya. “Hmm…. Hmm.. Naa… Hmm…” aku berdehem mengikuti melodi piano dan gitar yang menggiring lagu berdurasi 3 setengah menit tersebut.“Naraa! Tumben sekali mendengarkan lagu saat istirahat? Biasanya baca buku atau gak mengecek sosial media?” tanya Kak Apsa setengah berteriak. Suaranya menembus pertahanan headset yang menutupi lubang telinga.Aku membuka mata sambil melepaskan perangkat jemala sebelah kanan. Disusul sebuah senyuman tipis kemerahan lantaran menahan malu karena kepergok mendengar lagu romantis dari boyband yang paling kubenci saat ini.“Kak Apsa mau mengembalikan novel yang dipinjam?” sambutku yang melihat lengan kanannya tengah menggendong 2 buah novel yang berasal dari tokoku.“Iya. Sekalia

  • Rahasia Nara   Paragraf 19

    Paragraf 19 “Hah? Apa-apaan brosur-brosur yang menempel di setiap dinding di gedung ini?” tanyaku agak lantang lantaran merasa terganggu dengan beraneka ragam kertas edaran yang tersebar di depan bangsal gedung Supernova. Sementara, di gedung seberang, tiga orang anggota Boyband yang menghebohkan tempo hari sibuk menyebar ke 3 penjuru berbeda dari setiap sisi gedung Nebula. Membagikan secara sopan selebaran yang sama dengan yang ditempel di dinding gedung Supernova. “Oooh. Begitu ya? Maksudnya karena gedung ini rata-rata penghuninya kelas bawah, jadi cukup diperlakukan ala kadarnya?” keluhku namun dengan suara pelan. Agar gak terdengar oleh telinga orang lain. Meskipun, wajah ini mungkin sudah menunjukkan ekspresi ketidaksukaan yang teramat sangat dalam kepada ketiga cowok kurang ajar itu. Dengan hati yang masih dongkol, kuputuskan mencabut selembar pamflet yang menempel erat di salah satu dinding pondasi bangunan. Mengabaikan 3 orang lelaki yang berada di gedung seberang. Yang masi

  • Rahasia Nara   Paragraf 18

    Paragraf 18Jam di dinding baru menunjukkan pukul delapan malam. Namun, aku belum juga memasak hidangan untuk disantap oleh perut yang sudah mulai separuh kosong. Adalah tumpukan pakaian dan celana kotor yang membuat jadwal makan malamku mundur setengah jam dari biasanya. Ditambah lagi, ada gaun biru navy yang dipinjamkan oleh Lila saat kami menghadiri pesta ulang tahun ibu kandung dari si kembar Nona Alice dan Elsie. Namun, gadis itu mengatakan kalau ia berniat memberikan gaun tersebut padaku.“Gaun ini untuk Mbak Nara saja. Gratis!” ucapnya meyakinkan kala itu saat kami tengah menyantap makanan pesta di meja bundar ketika pembawa acara selesai memperkenalkan ibu si kembar di atas panggung megah.“Apa? Enggak lah! Mana bisa begitu? Berapa uang yang harus dibayar?” sahutku dengan mulut yang masih mengunyah potongan kue yang diambil dari piring keramik yang berada tepat di tengah bundaran meja.“Aduh! Nanti saja membicarakan hal itu di sini.”“Berapa Lila? Sebutkan saja nominalnya. Ini

  • Rahasia Nara   Paragraf 17

    Paragraf 17“Bagaimana kalau aku bantu sebentar?” tawar suara pria dari arah belakang. Kala itu, aku sedang menghadap ke dinding sambil sibuk mengira-ngira di mana letak posisi yang pas untuk kutipan dan juga untuk beberapa potongan koran bekas yang kutemukan di gudang belakang. Leher dan kepala spontan berputar menghadap ke sumber suara. Rupanya, Mas Apsa tengah berdiri sambil memperhatikanku yang kebingungan.“Lho? Mas Apsa? Bukankah jadwal mengembalikan bukunya masih tersisa besok? Atau ingin menambah satu lagi bahan bacaan untuk di kamar?” sapaku dengan memutar badan secara penuh untuk menghadap ke arahnya.“Tidak. Hanya kebetulan lewat saja, lalu melihat Nara yang sepertinya butuh bantuan.” ujar pria yang terlihat lebih dewasa dari wajahnya itu.“Yaaah. Aku memang sedang mendekorasi ulang toko ini. Soalnya, dari luar kelihatan sangat gak menarik.”“Aku bantu, ya?”“Tidak merepotkan?”“Jangan kuatir. Aku baru saja menyelesaikan proyek lukisan untuk sebuah pameran di sebuah mall k

  • Rahasia Nara   Paragraf 16

    Paragraf 16Jam dinding sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Tapi, tubuh ini tetap terkapar di atas kasur tanpa timbul keinginan untuk segera bangkit. Tenaga yang masih belum terisi penuh, kantung mata yang kian menghitam, tumit serta lutut yang pegalnya belum hilang, dan keluhan lain yang berkaitan dengan pesta semalam masih menjangkiti badan. Terbesit keinginan untuk tidak membuka toko lagi hari ini. Namun, dekorasi dan aksesoris yang tersimpan di dalam laci meja seolah berteriak memanggil. Berharap untuk segera ditempel dan dipajang pada bagian dinding depan toko buku. “Aaaaih. Toko itu gak mungkin membuka dan mempercantik dirinya sendiri.” ujarku dalam hati sambil memaksa tubuh untuk melakukan peregangan.Setelah 10 menit terduduk di atas kasur. Kuputuskan untuk mandi dan sarapan pagi. Berharap semangatku kembali dan hasrat untuk menghias toko terisi lagi.***Duuk! Aku tertabrak di tangga turun menuju ke lantai 2. Sempat goyah sesaat, namun kakiku refleks menahan agar badan tidak ol

  • Rahasia Nara   Paragraf 15

    Paragraf 15“Kita sudah seperti Cinderella saja.” celetukku tepat di pinggir trotoar dekat hotel.“Kenapa? Apa karena menggunakan gaun? Atau karena riasan kita?” tanya Lila yang ternyata masih menyimpan sedikit tenaga untuk sekadar tersenyum meladeni omonganku.“Lihatlah! Sudah pukul berapa ini? Dua belas malam! Akan sangat sulit menemukan sopir mobil yang mau mengantarkan kita pulang ke gedung.” ujarku masih berusaha mencari taksi yang bersedia menjemput kami di depan hotel.“Nah! Kalau berdasarkan dongeng. Berarti akan ada kereta dari buah labu yang bakalan menjemput kita di sini.” celoteh Lila yang baterainya masih tersisa sedikit. Sementara aku, sudah kepikiran untuk segera merebahkan badan di atas kasur kamar.“Ngawur! Orang misterius mana yang mau menjemput dua gadis asing yang berdiri di pinggir jalan begini?” gerutuku kesal lantaran aplikasi taksi online di gawai tak kunjung merespon.Brrm. Brrrm. Saat kami sedang bercanda tentang Cinderella dan kereta kencananya. Tiba-tiba te

  • Rahasia Nara   Paragraf 14

    Paragraf 14Sebuah kerumunan yang tidak biasa tersaji di depan gedung Supernova. Beberapa orang berpakaian mewah nan elegan berbaris sambil menatap ke arah jalan. Seolah sedang menunggu sesuatu yang teramat sangat penting kehadirannya. Aku dan Lila pun tampaknya akan melakukan hal yang dengan mereka. Berdiri tegak dengan penuh kecemasan sambil menatap jalan raya yang lenggang.“Mbak Nara. Jangan-jangan, mereka itu tamu undangan yang akan menghadiri pesta ultah nanti?” bisik Lila mendekatkan kedua bibirnya di hadapannya telinga kakanku.“Sepertinya. Tapi, mereka pasti sedang menanti jemputan pribadi. Berbeda sekali dengan kita.” balasku dengan memajukan wajah sambil menutup mulut dengan telapak tangan kiri.“Sama saja, Mbak Nara! Kita juga sedang menunggu. Tapi menunggu sopir taksi online.”Selang 5 menit, akhirnya sebuah mobil berkapasitas 4 orang tiba di depan beranda Gedung Nebula. Dengan langkah bak Cinderella, aku dan Lila mendekatkan diri ke arah depan. Berinteraksi dengan sopir

DMCA.com Protection Status