Sudah setahun lebih aku pergi meninggalkan kota kelahiranku, meninggalkan luka dan rasa sakit atas penghianatan yang mereka berikan, Pergi sejauh mungkin mencoba untuk melupakan kenyataan yang sangat pahit tapi semua percuma, kini Pria yang memberikan luka itu berdiri di hadapanku.
Entah dari mana dia mengetahui keberadaanku di Pantai Palabuhan Ratu Sukabumi tempat yang sangat jauh dengan Kota Surabaya, Aku hampir tak mengenalinya tubuh yang dulu berisi kini semakin kurus, rambut yang selalu tertata rapih kini gondrong dengan tumbuh brewok di sekitar pipi, pakaian yang rapih dan selalu wangi kini terlihat berantakan tak seperti dulu dia sangat menjaga penampilamya.Aku mengalihkan tatapanku ke hamparan laut di depan, tak mau berlarut-larut menatap pria yang sudah memberikan luka yang teramat dalam, sesak rasanya air mata yang ku tahan sejak tadi tak bisa ku bendung lagi, sungguh ini sangat sakit apalagi mengingat penghiantan mereka berdua, suami dan sahabatku sendiri."Maaf," itu kata pertamanya setelah setengah jam kita hanya diam tak bersuara."Aku menyesal, sunggguh," ucap Adrian parau."Kembalilah padaku dan kita mulai dari awal," lanjutnya kembaliAku tertawa sarkas, apa katanya tadi memulai dari awal dengan pria brengsek seperti dia sama saja aku merelakan diriku di sakiti untuk kedua kalinya.Aku melirik dia yang menunduk tak berani menatapku, jujur rasa itu masih ada, ingin aku dekap menyalurkan segala kerinduan selama setahun ini tak bertemu denganya."Memulai dari awal buat apa mas, apa belum cukup kamu menyakiti aku dulu?" sinis ku"Mas menyesal, mas khilaf," ucap Adrian bergetar seperti menahan tangis."Enam bulan bukan waktu yang lama dan kamu bilang khilaf, you bastrad," teriak ku marah.Dia mendongakan kepalanya menatapku, aku terkejut ketika melihat dia menangis menikah selama 2 tahun dengan Adrian dan baru kali ini aku melihatnya mengeluarkan air mata, terlihat jelas penyesalan di matanya."Pergi mas," usirku."Mas akan pergi, kalau kamu juga ikut dengan mas," pinta Adrian padaku,"Jangan berharap, itu gak akan pernah terjadi,""Mas mohon," Adrian jongkok, dan bersujud di kakiku, sungguh aku tak bisa melihat Adrian memohon sampai bersujud seperti ini."Lepasin mas," teriak ku."Mas mohon," ucap Adrian terdengar sangat putus asa.Aku menarik paksa Adrian agar berdiri, "Cukup, apapun yang mas lakukan sekarang tak akan merubah keputasan ku!" ucap ku tegas."Mas tau mas salah, mas udah tinggalin dia, jadi mas mohon kamu pulang ke Surabaya sama mas, kita mulai semuanya dari awal," ucapnya dengan nada tinggiMemuakan! aku benci pria di hadapanku ini, dia seperti menganggapku barang, setelah dia buang yang baru dia ambil kembali yang lama."Pergi mas,""Gak, sebelum kamu ikut pulang sama mas," kukuh Adrian."Aku bilang pergi,"Adrian menarik paksa lenganku, tak peduli dengan teriakan ku yang minta untuk dilepaskan, cekalannya sangat kuat sampai membuat pergelangan tangan ku terasa sakit."Lepasin mas, sakit," ringisku."Sakit mas,"Dia melepaskan tanganku terlihat jelas bekas merah di pergelangan tangan ku atas perbuatanya."Pergi mas dan aku harap kita gak akan ketemu lagi,""Beri mas kesemantan,""Pergi""Aruna Ayuningtias mas mohon," ucap Adrian lemah sambil menyebut nama lengkap ku, kebiasaan Adrian bila sudah lelah berdebat."Aku bilang pergi yah pergi, mas gak bisa memaksakan hati yang sudah lama mati!"Tersirat kekecewan di mata Adrian, dia berbalik dan pergi menaiki mobil BMW berwarna hitam.Aku melihat sekeliling untung saja sore ini pantai sepi jadi tak ada yang melihat perdebatanku dengan Adrian tadi.Aku melangkahkan kaki ku kembali ke toko pakaian miliku sendiri, di dekat pantai yang sudah kubangun sejak setahun ini.Terlihat di depan toko ada Amar yang sedang menunggu dengan gelisah, pria yang sangat berjasa bagiku.Amar berlari mendekat ke arahku, menatapku dengan penuh tanda tanya, aku melewati Amar tak peduli teriakannya yang terus memanggil namaku.Cukup lelah hati ini setelah perdebataku dengan Adrian yang cukup menguras emosi.Amar pasti bertanya siapa Adrian dan ada hubungan apa dengaku, cukup malas menjelaskan pada Amar siapa Adrian sebenarnya, dia yang dari awal membantuku di kota asing ini, dan aku tau dia menaruh hati padaku.Apa jadinya bila dia tau kalau Adrian pria yang tadi ku temui masih menjadi suamiku, ya suami aku belum resmi bercerai dengannya setelah setahun aku pergi dari rumah.Hubungan ku dan Adrian gantung, aku tak mau membuat Amar kecewa atau menganggapku berbohong karena tak jujur soal statusku selama ini.Sulit sungguh sulit untuk apa Adrian mencariku sampai sejauh ini, minta maaf dan memintaku kembali padanya,Sebercanda itukah! setelah apa yang telah dia lakukan terhadapku.Aku memutuskan pulang ke kontrakan, tak jauh dari toko baju yang ku punya, hanya 5 menit berjalan dan sudah sampai.Tak peduli dengan toko yang masih buka ada Amar yang bisa membantuku menutup toko, tak apalah aku merepotkannya.Aku masuk ke kontrakan yang sudah setahun ini aku tempati, memang tak besar mungkin kecil tapi cukup untukku sendiri.Tak ada barang yang mewah seperti rumahku di Surabaya tapi aku nyaman dengan semua kesederhanaan ini, aku membaringkan tubuhku di kasur lantai yang sudah tersedia sejak pertama aku tinggali.mataku terpejam entah apa yang harus aku lakukan sekarang, menetap di sini dan biarkan Adrian menemuiku kembali atau pergi menghindar kembali dari masalah yang belum terselesaikan selama setahun ini.....Aku terbangun dengan nafas terengah engah, keringat mambasahi seluruh tubuh, mimpi itu lagi semakin hari semakin menyakitkan, bahkan dalam tidur pun aku tak bisa beristirahat dengan tenang."Sialan," makikuKu tutup wajahku dengan bantal, mencoba menenangkan diri, Lelah rasanya trauma ini semakin menyiksa setiap harinya bahkan setiap saat."Aruna," panggil seseorang yang suaranya sudah tak asing di telinga.Aku mendongakan kepalaku ke arahnya memaksakan senyum seolah aku sedang baik-baik saja."A Amar ngapain ke sini," tanyaku, karena hari sudah malam ia sibuk menyalakan semua lampu yang masih mati dan menutup hordeng yang belum di tutup termasuk di kamarku.Sudah biasa Amar ke kontrakanku, bahkan dia sering menginap hanya untuk memastikan aku tidak melakukan hal gila seperti dulu lagi."Mau cerita?" tanyanya lembut, sambil duduk di sebelahku.Dia menatapaku dengan tulus, tatapanya yang lembut dan sikapnya yang perhatian membuatku menaruh hati padanya walau hanya sedikit.Aku menggelengkan kepala sebagai jawaban atas pertanyaannya, Amar menghirup nafas dalam-dalam berdiri lalu melangkahkan kaki ke luar kamar sambil menenteng plastik hitam entah apa isinya.Tak lama Amar kembali ke kamarku sambil membawa sepiring nasi dan lauknya serta air putih, ia duduk di sampingku."Makan dulu," ucapnya menyerahkan makanan yang ia bawa tadi."Aku gak mau makan A," tolakku."Makan dulu nanti sakit, aku suapin yah," bujuk Amar."Aku beneran gak mau,""Yaudah, aku taruh di sini kalau laper nanti di makan," Ngalah Amar menyimpan makan dan air putih di atas meja kecil di samping kasur."Aku nginep di sini yah," pinta Amar padaku."Pulang aja , aku mau sendiri A.""Aku temenin,""A please.""Aku mau nanya boleh?" Amar memegang bahuku dan menatapku serius."Cowok yang tadi nemuin kamu dia suami kamu?" tanyanya.Aku terkejut mendengar pertanyaan dari Amar, tau dari mana dia, apa dia mendengar perdebatanku tadi sore, tapi di perdebatan tadi, aku gak bilang bahwa Adrian suamiku."Setelah kamu pergi, cowok tadi datang lagi dia bilang kalau kamu istrinya," jelas Amar sambil melepaskan tanganya di bahuku.Rahangku menengang, tangaku terkepal menahan marah, bisa-bisanya dia memberitahu Amar bahkan sebelum aku memberitahunya, mau apa sebenarnya manusia itu."Aku," ucapku ragu-ragu."Jadi bener," ucapnya pelan.Amar terlihat kecewa sekali, aku tau dia pasti terluka mengetahu fakta yang sebenarnya."Jadi selama ini aku sayang sama istri orang," ucap Amar parau."Aku minta maaf, aku gak bermaksud bohongin A Amar,""It'is oke," Amar memaksakan senyum, yang membuatku merasa menyesal tak memberitahu dari awal.Andai dari dulu aku bilang bahwa aku masih bersuami, mungkin Amar tak akan terluka seperti ini."Aku pergi dulu Run, ini kunci toko," ucapnya sambil memberikan kunci padaku.Setelah kepergian Amar, aku bener-bener bingung harus gimana, aku menggigit bibir bawah menahan isakan, air mataku semakin deras.Kenapa semuanya jadi rumit, aku hanya ingin hidup tenang di tempat terpencil ini, Bukan masalah yang terus datang apa aku tak berhak bahagia.Hanya Amar yang bisa aku percaya dan membuatku merasa di cintai setelah orang terdekat semuanya menghinatiku.Tapi kini Amar kecewa padaku karena tak jujur padanya selama ini, apa setelah ini sikapnya akan berubah atau dia malah menjauhiku memikirkanya saja membuatku semakin pusing.Pagi ini hari yang berat bagiku, padahal cuacanya sangat cerah, udara yang sejuk membuatku semakin betah tinggal di sini, langit yang membiru suara ombak laut yang membuat tenang.Kepalaku terasa pusing, mata sembab akibat menangis semalaman, rasanya sangat malas keluar rumah, ingin diam di kontrakan tanpa melakukan apapun, tapi nanti malah membuatku malah memikirkan kembali kejadian kemarin.Terpaksa aku keluar rumah, melangkahkan kakiku di hamparan pasir putih yang indah.Tanganku sibuk dengan ponsel di genggaman, melihat apakah ada panggilan masuk atau sekedar pesan singkat dari Amar, tapi pagi ini tak ada, tumben? apakah Amar masih marah gara-gara masalah kemarin.Ku lanjutkan perjalananku menuju toko, siapa tau Amar sudah ada di depan toko sedang menungguku dengan wajah kesalnya karena aku telat datang, memikirkanya saja membuatku terkekeh pelan.Padahal dia sendiri punya usaha rumah makan aneka olahan Seafood di pesisir pantai, tapi Amar malah sering ke sini setiap hari untuk me
Ini sudah seminggu sejak Amar menghilang tanpa kabar, nomornya sampai sekarang masih tak bisa di hubungi.Aku datang ke rumahnya kembali, sepi tak ada siapapun di sana bahkan jonipun tak ada, entah kemana manusia biadab satu itu.Padahal aku ingin sekali meminta bantuan dia untuk mencari Amar, pegawai Amar di rumah makan pun tak tau kemana bos mereka pergi.Aku menatap langit sore yang sangat indah sambil duduk di bawah pohon yang selalu Amar tempati, aku menahan air mata yang siap keluar kapan saja, entahlah akhir-akhir ini aku begitu cengeng.Bahkan luka goresan ditangan, perut dan kakiku semakin banyak dan terasa menyakitkan, biasanya Amar yang selalu mencegah ku untuk melakukannya atau dia yang selalu mengobati setiap lukaku.Rindu? Seminggu Amar menghilang aku sadar bahwa aku memang merindukanya, bahkan aku membutuhkan dia di hidupku.Apa kesalahan ku kemarin tak jujur padanya membuatku harus kehilangkan Amar untuk selamanya, aku tak sanggup bila bukan Amar yang selalu ada buat
Selesai makan, Aku dan Amar memutuskan jalan-jalan di tepi pantai menikmati semilir angin dengan deru ombak dan bintang yang berkelap-kelip di langit yang gelap.Aku duduk di hamparan pasir di ikuti Amar yang duduk di sebelahku.Angin pantai malam yang dingin membuatku merapatkan jaketku.Amar merangkulku dengan erat seolah tau kalau aku sedang kedinginan, dia menarik tanganku dan menyatukan tangan kami berdua, aku menyenderkan kepalaku di atas dadanya yang bidang.Malam ini sungguh mendukung, suasananya yang sangat sunyi hanya suara ombak saja yang terdengar, membuatku larut dalam dekapnya.mungkin kalau semua orang tau aku sudah bersuami mereka kira aku sedang berselingkuh sekarang, meskipun kenyataannya itu bener! aku dekat dengan Amar sementara statusku masih jadi istri orang.Biarlah anggap saja ini balas dendam ku pada Adrian yang sudah berani menghianatiku bahkan sampai mempunyai anak.Aku memang dekat dengan Amar, bahkan dia sering menginap di kontrakanku, tapi untuk melakukan
Hari yang di tunggu telah tiba, aku telah rapi dengan koper di sampingku menunggu Amar yang sebentar lagi akan menjemputku.Aku berdiri di pinggir jalan, karena mobil tak bisa masuk ke area kontarkan ku.Aku dan Amar pergi ke Surabaya, menggunakan mobil milik Amar sendiri, ya Amar memang punya mobil sendiri tapi jarang di gunakan, ia lebih suka berjalan kaki bahkan motorpun selalu ia simpan dan di pakai ketika ia malas berjalan kaki.Amar telah tiba, ia turun dari mobil dan membatu memasukan koper ku ke bagasi mobil.Setelah selesai aku dan Amar masuk ke mobil yang di kendari sendiri oleh Amar dan aku duduk di sampingnya.Perjalanan kali ini akan sangat panjang, butuh waktu tiga belas jam menuju Surabaya.Ingatan ku berputar ketika aku pertama kalinya tiba di Pelabuhan Ratu Sukabumi.Saat itu kondisi ku yang belum pulih akibat keguguran yang ketiga kalinya, aku kabur dari rumah sakit dan pulang ke rumah Adrian masih memakai baju pasien.Dengan tergesa-gesa aku membereskan semua pakaia
Pagi-pagi sekali aku telah siap dengan alat tempur yang kini sedang aku pegang, apalagi kalau bukan sapu dan peralatan bersih lainnya.Sementara Amar dia masih terlelap tidur, kecapean karena mengendarai mobil selama berjam-jam belum lagi semalam dia pergi membeli kebutuhan kita selama di Surabaya, beberapa ember cat dan peralatan lainnya.Aku membuka pintu rumah, terlihat wanita paruh baya dan kedua anak laki-lakinya, aku memeluk wanita itu erat menyalurkan kerinduan selama bertahun-tahun tak bertemu dengannya ,Mbok Ayu pembatuku di rumah ini dulu, serta kedua anaknya yang sudah besar-besar.Mbok Ayu membalas pelukanku dan tersenyum hangat, semalam aku menghubungi Mbok Ayu untuk membantuku beres-beres rumah, merubah letak barang-barang dan mengecat rumah, makanya dia bawa kedua anak laki-lakinya.Tak terasa hari sudah menjelang siang, ku lihat sekitar rumah ku sudah hampir selesai ternyata.Aku memesan makan dan minuman. untukku dan Amar tak lupa Mbok Ayu dan kedua anaknya.Aku masuk
Ketika sudah sampai rumah, aku keluar dari mobil dan menutup pintu mobil dengan kencang, sehingga menghasilkan bunyi yang cukup nyaring.Aku berlari memasuki rumah tak peduli, teriakan Amar yang terus memanggilku, di mobil pun sama dia terus mencoba untuk menjelaskan padaku, tapi aku terlalu malas dan memilih pura-pura tertidur.Aku masuk ke kamar yang langsung aku kunci, tapi sial karena tak fokus, aku salah masuk kamar dan malah masuk kamar orang tuaku dulu.Tubuhku merosot ke lantai, pandanganku kosong ke depan tak menyangka Amar bisa membentak ku seperti tadi.Seharusnya dia mencoba buat menenangkan ku bukan malah membentak ku di saat aku sedang emosi seperti tadi.Apa aku salah melawan mereka yang sudah memaki-maki ku, apa salah membela diri sendiri? Sehingga Amar tega membentak ku.Terdengar suara ketukan pintu dan panggilan dari Amar di luar kamar, tapi tak ku hiraukan.Biarkan saja! aku butuh waktu sendiri.Baru kali ini aku dibentak oleh Amar dan rasanya sungguh menyakitkan.
"Aku cari-cari ternyata kamu disini," ucap Amar yang mengagetkanku."Kenapa?" tanyaku yang masih sibuk mencari sesuatu, di tumpukan barang-barang kemarin yang sudah aku hancurkan.Liatlah keadaan kamar ini, bahkan tak layak di sebut sebuah kamar, semuanya hancur tak terbentuk bahkan baju dan barang Ayah pun ikut kena imbas karena amukan ku kemarin."Kamu cari apaan sih?" tanya Amar penasaran."Buku," jawabku singkat."Buku apaan?" tanyanya Amar lagi."Buku kecil warna biru, kemarin aku taruh di meja rias ini," tunjuk ku pada meja rias yang sudah ruksak."Aku bantu cari," usulnya.Aku dan Amar terus mencari buku tersebut, lumayan lama tapi tak juga ku temukan."Ketemu gak?" tanyaku pada Amar."Enggak," teriaknya.Mungkin saja terlempar atau tertumpuk itu buku, seharusnya aku beresin kamar ini sambil mencari buku milik ibu, kamar ini benar-benar sangat berantakan seperti di tiup angin topan.Aku mencari di setiap sela-sela tapi nihil tak ku temukan buku ibu, padahal aku ingin melanjutka
Malam ini kota Surabaya di guyur hujan deras, aku meminum kembali teh manis yang ku buat tadi sambil melihat acara televisi di ruang tamu.Sementara Amar dia sedang asik menelepon bundanya, aku melirik Amar sekilas yang duduk di sampingku dan menyenderkan kepalaku di bahunya.Teringat kejadian tadi siang di restoran, apa maksudnya dengan ucapan Andre tadi? jelas-jelas aku melihat Adrian sedang berselingkuh dengan mata kepalaku sendiri, apa itu kurang jelas membuktikan bahwa Adrian telah menodai pernikahan ini?Apa harus aku menemui Adrian dan meminta penjelasannya langsung sebelum sidang percerai kami nanti."Hey," ucap Amar mengangetkanku."Kenapa?" tanya Amar lembut."Gak," ucapku pelan."Jelas-jelas aku liat kamu ngelamun," tanya Amar lagi."Waktu di restoran tadi, aku ketemu sama Andre temen Adrian, dia bilang Adrian itu gak selingkuh sama Zia," ucapku menjelaskan kejadian tadi siang.Amar mangut-mangut "Udahlah gak usah di pikirin, dia temen Adriankan pasti dia ngebela Adrianlah,
Pov AdrianBaru beberapa jam meninggalkan Aruna, entah mengapa aku merasa sangat khawatir pada dirinya, ingin cepat-cepat kembali pun tak mungkin karena memang ada sesuatu hal yang harus aku urus di kota, dan ini pun demi keselamataan aku dan Aruna nantinya.Banyak sekali orang yang tak aku percayai termasuk pada Lily dan pekerja di sana, Lily terlalu abu-abu untuk bisa aku baca pikiraanya, dan entah pada siapa dia memihak entah pada ku atau pada mereka yang selalu berembunyi. aku pun tak tahu apa yang akan mereka rencanakan dengan menyuruh ku pergi ke Italia dan tinggal bersama dengan Lily, dan mereka juga lah yang membawaku dan Aruna yang tak sadarkan diri waktu itu menggunakan jet pribadi, apalagi dengan kondisi kakinya yang parah karena habis aku pukuli. Aruna hanya di rawat oleh mereka yang katanya salah satu dari mereka adalah dokter yang terkenal.Mereka? aku ingin tahu siapa mereka itu, yang aku tahu mereka sangat berkuasa atas hidup ku dan juga Aruna, mereka melakukan segala
Pov Lily Setelah kepergian Adrian aku tertawa lebar, ''Maledizione, quel moccioso mi ha minacciato! ( Sialan bocah ingusan itu mengancamku!] .'' Aku tertawa sinis melihat ke arah pintu kamar.''Memangnya siapa dia yang berani mengancamku,'' ucapku kesal, yah aku sangat kesal berani-beraniya bcah itu. ''Aku yang lebih berhak atas hidup Aruna bukan Adrian.'' Aku berdiri, berjalan ke arah luar balkon yang memperlihatkan hamparan laut Italia yang indah.''Baiklah sayang! Apakah aku harus bermain-main sedikit dengan peliharaan mu?' ucapku setelah berpikir sesaat, senyum lebar terbit di bibir sexy ku.''Yah tentu, hanya bermain-main sedikit dengannya tak mungkin kan Adrian akan marah, lagi pula aku tak akan menyakiti dirinya yang ada aku akan memberikan kenikmataan yang belum pernah ia rasakan,''''Ahhh kau sangat cerdik Lily,'' ucapku kegirangan saambil betepuk tangan bak anak kecil.''Baiklah, aku harus minta bantuan seseorang,'' monolog ku sambil berjalan masuk ke dalam kamar, dan meng
Pov auhtor Adrian membawa Donna sambil mencengkram tangan Donna sampai ia mengaduh kesakitan, langkah lebar dan cepat Adrian membuat tubuh Donna yang mungil terasa di seret karena ia sulit menyeimbangai langkah kaki Adrian, sehingga sesekali ia hampir terjatuh dan langsung terbangun kembali takut kemarahan Adrian semakin murka padanya.Suara gelak tawa dan sahutan dari para lelaki terdengar di telinga mereka berdua ketika akan sampai di taman belakang yang memang tempat istrirahat bodyguard yang sudah selesai sif kerja mereka, juga ada beberapa bodyguard yang masih berjaga melihat -lihat situasi sekitar.Sesampainya di ambang pintu dengan sekuat tenaga Adrian melemparkan Donna ke arah tengah tengah bodyguard yang belum menyadari kehadirahan Adrian dan juga Donna.BrakPara bodyguarg pun terkejut melihat Donna wanita yang bekerja di rumah ini tersungkur di tengah-tengah mereka yang sedang berbincang.Mereka melihat Donna dengan pandangan terkejut lalu melihat ke arah Adrian yang menat
Mereka berdua kini sedang berada di lorong rumah yang terlihat luas juga mewah."Siapa dia?" Tanya Aruna."Dia Lily," jawab Adrian sambil mendorong kursi roda Aruna ke arah kamar.Aruna menganggukkan kepalanya paham, "Jadi nama perempuan bercadar itu Lily, yah aku juga mendengar nama itu tadi," gumam Aruna."Apa hubungan Lily dengan mu Adrian?" tanya Aruna kembali."Tak ada," jawab Adrian santai."Kau pembohong," sinis Aruna."Lily Seperti sangat berarti bagi mu, dan apa aku mengenal dia?" Tanya Aruna beruntun sambil mengingat kejadian di ruang tamu ketika Adrian membela Lily di depannya.Adrian yang terus di beri pertanyaan seperti itu semakin kesal."Kau bisa tidak diam," bentak Adrian yang sudah hilang kesabaran."Kenapa kau membentak ku?' tanya Aruna tak suka, ini baru pertama kalinya Adrian membentak dirinya hanya untuk seorang perempuan yang Aruna sendiri tak tahu siapa dia, meskipun Aruna merasa familiar pada wanita tersebut.Adrian tak menjawab pertanyaan Aruna, ia terlihat me
"Apa yang nona ucapkan?" Tanya Anna tak mengerti.Karena sejak tinggal di sini Aruna selalu di mandikan oleh Adrian, dan baru kali ini ia mandi di bantu oleh orang lain."Kau akan mengerti ketika aku membuka seluruh bajuku," ucap Aruna sambil melepaskan baju lengan panjangnya.Anna menutup mulutnya tak percaya, ketika melihat pemandangan yang tampak mengeringkan di depannya ini.Lengan perut bahkan punggung Aruna penuh dengan luka goresan panjang yang sangat dalam, hanya bagian payudara saja yang tampak bersih tanpa tergores sedikit pun di bagian sana.Bagaimana bisa bekas luka itu sangat banyak dan hampir menutupi tubuh putih Aruna? Tanya Anna dalam hati.Aruna melihat ke arah Anna yang masih terkejut, Aruna tersenyum miris dan lanjut membuka pakaian dalamnya."Bisa bantu aku?" Tanya Aruna pada Anna yang masih terkejut."Ten...tu," jawab Anna gelagapan.Anna membantu Aruna untuk membuka celana dan celana dalamnya dan kini Aruna sudah telanjang bulat di depan Anna."Kenapa kau melukai
"Lo itu cuman terobsesi sama gue doang Adrian," bentak Aruna yang sudah muak mendengar omong kosong yang terus keluar dari mulut Adrian."Terserah apapun yang kamu bilang, yang pasti aku gak rela kalau kamu pergi dari hidup aku," kekeh Adrian.Aruna menghela nafas lelah, ia muak berseteru dengan Adrian tanpa akhir yang jelas, entah apa lagi yang harus Aruna ucapkan agar Adrian mengerti tentang semuanya."Aku mau ke kamar," ucap Aruna pelan."Selesaikan makanan mu sayang, nanti aku antarkan ke kamar," perintah Adrian, ia segera mendorong kursi roda Aruna dan mendorongnya ke dekat kursi makan.Dengan tergesa- gesa Adrian membereskan meja makan yang sedikit berantakan karena ulah Adrian tadi yang mendorong meja makan dengan keras.Selesai merapihkan sedikit kekacauan, Adrian kembali duduk di sebelah Aruna."Ayo makan," ajak Adrian.Adrian menyuapi Aruna, Aruna yang sudah lelah hanya bisa patuh dan mulai memakan makanan yang di suapi oleh Adrian.Aruna mengunyah dengan pelan, matanya mena
Italia, kediaman Adrian.Malam pun telah tiba, kini Aruna dan Adrian sedang makan malam bersama di ruang makan yang begitu luas dan megah.Meja makan yang sangat panjang, serta kursi-kursi yang berjejer rapih tapi hanya dua orang yang mengisi kursi tersebut sisanya kosong.Aruna makan dengan tidak mood, sesekali hanya mengaduk makanan yang berada di piringnya.Melihat hal itu Adrian menghentikan aktivitas makannya, "Kenapa mau aku suapi?" Tanya Adrian dengan tersenyum lembut.Wanita lain yang melihat Adrian tersenyum seperti itu pasti akan luluh karena ketampanan Adrian menjadi berkali-kali lipat, tapi tidak dengan Aruna dia sudah muak melihat senyum Adrian."Gak! Aku bisa makan sendiri," jawab Aruna ketus."Makan yang banyak, biar kamu cepat sehat," ucap Adrian lagi dengan suara lembut."Percuma badan yang sehat, kalau kaki gak bisa jalan lagi," "Run, jangan bilang kaya gitu aku gak suka," ucap Adrian memperingati Aruna."Kenapa gak suka? Lo kan yang buat gue cacat kaya gini, apa lo
Karena terus di desak oleh Joni, dengan sangat terpaksa Amar menemani Joni untuk mencari makan.Padahal mereka bisa memesan makanan dari dalam kamar tapi tetap saja Joni bersi keras menolak dan ingin makan secara langsung di tempatnya, katanya suasananya berbeda jika ia makan di dalam kamar hanya berdua dengan Amar."Makan di mana?" tanya Joni yang kini mereka berdua sudah berada di dalam lift. "Di tempat makan," jawab Amar malas. "Gue tau kalau itu," kesal Joni. "Mau makan apa?" tanya Joni lagi. "Terserah," jawab Amar. "Lo kaya cewek lama-lama nyebelin," emosi Joni. Amar mengedikkan bahunya acuh tak acuh. TingPintu lift terbuka mereka berdua tiba di lantai dasar, mereka pun berjalan ke luar lift menuju restoran yang berada di dalam hotel. Ketika sudah sampai di restoran, Mereka berjalan untuk mencari meja makan yang masih kosong. Setelah mendapatkan kursi yang kosong mereka pun segera duduk dan memesan menu yang sudah tersedia di daftar menu. Amar memesan soto ayam nasi p
68Aruna ketakutan ketika melihat tatapan mata Adrian yang begitu liar, apalagi kini Adrian yang sudah telanjang bulat tanpa memakai sehelai benang pun di tubuhnya, membuat badannya terekspos sempurna, dan di bagian bawah Adrian yang sudah mulai mengeras dan membesar siap bertempur kapan saja. "Jangan lakukan itu lagi Dri," mohon Aruna sambil menangkup tangannya memohon pada Adrian. "Kenapa sayang, apa kau tak suka?" tanya Adrian terkekeh pelan, membuat Aruna semakin ketakutan. Aruna terisak ia sungguh tak bisa membayangkan, hal selanjutnya yang akan Adrian lakukan itu sungguh akan sangat menyakitkan bagi Aruna. "Jangan menangis aku tak suka, melihat air mata yang keluar dari mata indah mu itu Aruna," ucap Adrian sambil menghapus air mata Aruna. Aruna menepis tangan Adrian yang berada di pipinya. "Kau begitu kasar sayang," ucap Adrian tak suka. Adrian semakin mendekatkan dirinya ke tubuh Aruna, ia menaiki tubuh Aruna dengan segera agar Aruna tak bisa kabur atau berontak darinya