Malam ini kota Surabaya di guyur hujan deras, aku meminum kembali teh manis yang ku buat tadi sambil melihat acara televisi di ruang tamu.Sementara Amar dia sedang asik menelepon bundanya, aku melirik Amar sekilas yang duduk di sampingku dan menyenderkan kepalaku di bahunya.Teringat kejadian tadi siang di restoran, apa maksudnya dengan ucapan Andre tadi? jelas-jelas aku melihat Adrian sedang berselingkuh dengan mata kepalaku sendiri, apa itu kurang jelas membuktikan bahwa Adrian telah menodai pernikahan ini?Apa harus aku menemui Adrian dan meminta penjelasannya langsung sebelum sidang percerai kami nanti."Hey," ucap Amar mengangetkanku."Kenapa?" tanya Amar lembut."Gak," ucapku pelan."Jelas-jelas aku liat kamu ngelamun," tanya Amar lagi."Waktu di restoran tadi, aku ketemu sama Andre temen Adrian, dia bilang Adrian itu gak selingkuh sama Zia," ucapku menjelaskan kejadian tadi siang.Amar mangut-mangut "Udahlah gak usah di pikirin, dia temen Adriankan pasti dia ngebela Adrianlah,
Sudah pukul jam lima sore tapi Amar masih belum kembali sejak pergi pagi tadi, aku mondar-mandir di depan teras rumah menunggu kehadiran Amar untuk membicarakan tentang buku Ibu.Mbok Ayu sudah pulang sejak setengah jam yang lalu, kini tinggal aku sendirian di rumah.Tak lama mobil Amar datang, aku melihatnya dengan wajah yang datar tanpa ekpersi, Amar menghampirku dengan alis yang saling bertautan."Run kamu kenapa?" tanyanya bingung."Buku ibu kamu yang ambil," tuduhku, menujuk Amar di depan wajahnya.Amar menepis tanganku "Kan aku udah bilang di telepon tadi, aku gak ngambil Aruna," tegas Amar."Terus siapa yang ngambil? Cuman ada kamu di rumah," teriakku marah."Kemarin emang cuman ada aku doang di rumah, tapi bukan berarti aku yang ngambil buku ibu kamu," teriak Amar dengan nada tinggi."Terus siapa?" wajahku memerah menahan marah."Aku gak tau Aruna," teriak Amar."Kebiasaan kamu selalu emosian, kita bisa bicarain ini baik-baik, gak usah sambil nuduh aku," ucapnya menatapku tak
Pukul 6 pagi, aku sedang duduk di sofa dekat jendela kamar sambil mengunyah snack, mataku sejak tadi tak bisa lepas dari Amar yang sedang bersiap-siap untuk pergi.Perasaanku tak menentu,vrasanya sangat sulit melepaskan Amar walau hanya untuk beberapa hari, terbiasa akan kehadiran Amar membuatku sangat tergantung padanya.Tapi aku tak bisa melarangnya untuk pergi menemani ayahnya yang sakit, sebenernya aku bisa saja ikut dengan Amar tapi ada sesuatu yang harus aku cari tau dulu tanpa sepengetahuan Amar.Termasuk mencari buku ibu yang sekarang entah dimana keberadaanya, aku sangat penasaran tentang isi buku tersebut, entah apa kelanjutan yang ibu tulis di dalamnya, aku harap buku itu cepat ketemu."Kamu beneran gak mau ikut?" ucap Amar sambil melihatku."Gak A," tolaku dengan mulut yang penuh makanan.Aku simpan snack di atas sofa, dan melangkah mendekati Amar."Kamu pergi aja, aku gak papa sendirian, lagian ada Mbok Ayu juga," ucapku meyakinkan AmarTerlihat jelas raut kehawtiran di w
Aku termenung di dalam kamar, penjelasan Mbok Ayu tentang masa lalu Ayah dan Ibu terus berputar di pikiranku.Apa yang ditulis Ibu di bukunya tentang penyakit hyperseksual gara-gara masa lalunya yang mengenaskan, tak bisa kubayangkan seberapa traumanya Ibu dulu menghadapi semua ini, pasti Ibu sangat tersiska hingga akhirnya terbiasa dan menjadi candu baginya.Tapi kenapa Ayah begitu kejam, Ayah mendalangi pemerkosaan Ibu, dia tak seperi Ayah yang kukenal.Tak ada air mata yang keluar, rasanya stok air mataku telah habis karena keseringan menangis.Yang aku butuhkan sekarang hanya Amar, tapi tak mungkin aku menelponnya dan menjelaskan tentang keadaanku sekarang, bisa-bisa Amar putar balik dan tak jadi pergi ke Singapura.Aku meringkuk di ranjang memeluk tubuhku sendiri, aku butuh seseorang untuk menemaniku, tapi siapa? aku tak punya siapa-siapa disini.Bahkan aku tak punya teman sejak dulu, hanya Zia yang mau jadi temannku, tapi sekarang Zia bukan seperti yang aku kenal.Aku bangkit da
Ini hari pertama, Amar tak ada disini, subuh tadi Amar sempat mengirimkan ku pesan, dia sedang di bandara dan sebentar lagi terbang ke Singapura.Aku sedang duduk di meja riasku, melakukan rutinitas yang sering di lakukan kaum hawa, apalagi kalau bukan skincarean, rutinitas wajib dan tak boleh terlewatkan.Tok tok tok."Non," panggil Mbok Ayu di balik pintu."Masuk aja Mbok, gak di kunci kok," teriakku tanpa menghentikan kegiatan yang sedang aku lakukan.Pintu kamar terbuka, memeperlihatkan Mbok Ayu yang sedang tersenyum ke arah ku."Sarapannya udah siap Non," ucap Mbok Ayu."Oh iya Mbok, kita makan sama-sama yah?" ajakku sambil membereskan skincare yang telah aku gunakan."Mbok udah sarapan Non, tadi di rumah," jawab Mbok Ayu."Yah Mbok," ucapku kecewa, berarti harus sarapan sendiri biasanya selalu ada yang menemani."Maaf Non," ucapnya pelan."Yaudah gak papa, Aruna makan sediri aja," ucapku sambil terpaksa senyum.Aku keluar kamar menuju meja makan, terlihat ada sop ayam, perkedel
Semalam Mbok Ayu menelpon ku, katanya besok dia tak bisa ke rumah untuk kerja karena sakit mendadak, jadi pagi ini aku memutuskan pergi ke rumah Mbok Ayu dipinggiran komplek tak jauh dari rumahku.Aku menteng buah-buahan dan juga bubur ayam untuk Mbok Ayu sarapan, berjalan kaki sendirian tak lupa masker dan juga kaca mata hitam yang aku kenakan.Pagi ini udara sangat sejuk dan suasana komplek juga terlihat sepi, mungkin karena hari Senin semua orang sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing.Aku telah sampai di depan rumah Mbok Ayu, terlihat ada seorang remaja perempuan sedang menjemur pakaian."Permisi," ucapku ramah."Eh iya Kak, cari siapa?" tanyanya yang sempat menghentikan aktivitas menjemur."Cari Mbok Ayu, ada?" tanyaku, aku mengerutkan keningku ketika remaja perempuan di depanku ini malah melihatku tanpa berkedip."Oh ka Aruna yah, udah lama gak ketemu makin cantik aja," serunya antusias."Siapa yah?" tanyaku bingung."Aku Cika Kak," jawabnya sambil tersenyum lebar."Oh anak
Selesai memilih pakain, aku mengajak Cika untuk mampir di sebuah rumah makan di samping toko baju yang kami singgahi tadi.Kebetulan hari sudah siang, dan perutku sudah keroncongan minta di untuk di isi karena tadi pagi aku belum sarapan.Cika berjalan di samping ku sambil menteng beberapa kantong kresek yang berisi pakain yang tadi di beli, ku perhatikan dari tadi keluar toko baju sampai di rumah makan, Cika terlihat gelisah padahal makanan sudah ada di depan kami dan siap untuk di makan."Cik," panggil ku."Eh iya Kak," jawabnya murung."Kenapa?" tanyaku penasaran."Aku mau pulang," ucap Cika memelas."Iya, abis makan kita pulang," ucapku."Sekarang aja," kekeh Cika."Ini makanannya sayang udah ada di depan kamu," ucapku sambil melirik beberapa menu makanan."Ibu kasian belum makan juga pasti nungguin," ucapnya gelisah.Aku hampir lupa karena ke asikan belanja bareng Cika sampai tak inget sama Mbok Ayu, Mbok Ayu pasti nunggu Cika di rumah, padahal tadi dia izin pergi ke warung depan
Aku menutup mulutku dengan kedua tangan rapat-rapat ketika ketahuan sedang mentertawakan Adrian, dia langsung berjalan ke arahku dengan tampang datar."Kenapa, ada yang lucu?" Tanyanya sinis.Ku gelengkan kepalaku cepat."Gak usah di tutup segala, aku udah denger kamu ngetawain aku," ucapnya kesal."Siapa, juga yang ngetawain mas," sewotku."Lagian mas ngapain di sini, dan ngacak-ngacak dapur aku? " ucapku tak suka.Bukannya menjawab pertanyaan ku, Adrian malah tersenyum kikuk.Aku memutar mataku malas lalu berjalan melewatinya, untuk membersihkan dapur yang sudah dia berantakan."Gak usah," cegah Adrian saat melihatku hendak merapihkan dapur."Terus aku harus ngebiarin semuanya berantakan kaya gini," ketusku."Ngapain sih disini, pergi sana!" usirku."Aku mau buatin kamu makan malam," ucap Adrian pelan."Kalau gak bisa masak, gak usah," sindirku.Adrian menundukan dan memainkan kedua tangannya seperti anak kecil yang sedang di marahi oleh ibunya."Maaf," ucapnya parau."Sana pergi,"
Pov AdrianBaru beberapa jam meninggalkan Aruna, entah mengapa aku merasa sangat khawatir pada dirinya, ingin cepat-cepat kembali pun tak mungkin karena memang ada sesuatu hal yang harus aku urus di kota, dan ini pun demi keselamataan aku dan Aruna nantinya.Banyak sekali orang yang tak aku percayai termasuk pada Lily dan pekerja di sana, Lily terlalu abu-abu untuk bisa aku baca pikiraanya, dan entah pada siapa dia memihak entah pada ku atau pada mereka yang selalu berembunyi. aku pun tak tahu apa yang akan mereka rencanakan dengan menyuruh ku pergi ke Italia dan tinggal bersama dengan Lily, dan mereka juga lah yang membawaku dan Aruna yang tak sadarkan diri waktu itu menggunakan jet pribadi, apalagi dengan kondisi kakinya yang parah karena habis aku pukuli. Aruna hanya di rawat oleh mereka yang katanya salah satu dari mereka adalah dokter yang terkenal.Mereka? aku ingin tahu siapa mereka itu, yang aku tahu mereka sangat berkuasa atas hidup ku dan juga Aruna, mereka melakukan segala
Pov Lily Setelah kepergian Adrian aku tertawa lebar, ''Maledizione, quel moccioso mi ha minacciato! ( Sialan bocah ingusan itu mengancamku!] .'' Aku tertawa sinis melihat ke arah pintu kamar.''Memangnya siapa dia yang berani mengancamku,'' ucapku kesal, yah aku sangat kesal berani-beraniya bcah itu. ''Aku yang lebih berhak atas hidup Aruna bukan Adrian.'' Aku berdiri, berjalan ke arah luar balkon yang memperlihatkan hamparan laut Italia yang indah.''Baiklah sayang! Apakah aku harus bermain-main sedikit dengan peliharaan mu?' ucapku setelah berpikir sesaat, senyum lebar terbit di bibir sexy ku.''Yah tentu, hanya bermain-main sedikit dengannya tak mungkin kan Adrian akan marah, lagi pula aku tak akan menyakiti dirinya yang ada aku akan memberikan kenikmataan yang belum pernah ia rasakan,''''Ahhh kau sangat cerdik Lily,'' ucapku kegirangan saambil betepuk tangan bak anak kecil.''Baiklah, aku harus minta bantuan seseorang,'' monolog ku sambil berjalan masuk ke dalam kamar, dan meng
Pov auhtor Adrian membawa Donna sambil mencengkram tangan Donna sampai ia mengaduh kesakitan, langkah lebar dan cepat Adrian membuat tubuh Donna yang mungil terasa di seret karena ia sulit menyeimbangai langkah kaki Adrian, sehingga sesekali ia hampir terjatuh dan langsung terbangun kembali takut kemarahan Adrian semakin murka padanya.Suara gelak tawa dan sahutan dari para lelaki terdengar di telinga mereka berdua ketika akan sampai di taman belakang yang memang tempat istrirahat bodyguard yang sudah selesai sif kerja mereka, juga ada beberapa bodyguard yang masih berjaga melihat -lihat situasi sekitar.Sesampainya di ambang pintu dengan sekuat tenaga Adrian melemparkan Donna ke arah tengah tengah bodyguard yang belum menyadari kehadirahan Adrian dan juga Donna.BrakPara bodyguarg pun terkejut melihat Donna wanita yang bekerja di rumah ini tersungkur di tengah-tengah mereka yang sedang berbincang.Mereka melihat Donna dengan pandangan terkejut lalu melihat ke arah Adrian yang menat
Mereka berdua kini sedang berada di lorong rumah yang terlihat luas juga mewah."Siapa dia?" Tanya Aruna."Dia Lily," jawab Adrian sambil mendorong kursi roda Aruna ke arah kamar.Aruna menganggukkan kepalanya paham, "Jadi nama perempuan bercadar itu Lily, yah aku juga mendengar nama itu tadi," gumam Aruna."Apa hubungan Lily dengan mu Adrian?" tanya Aruna kembali."Tak ada," jawab Adrian santai."Kau pembohong," sinis Aruna."Lily Seperti sangat berarti bagi mu, dan apa aku mengenal dia?" Tanya Aruna beruntun sambil mengingat kejadian di ruang tamu ketika Adrian membela Lily di depannya.Adrian yang terus di beri pertanyaan seperti itu semakin kesal."Kau bisa tidak diam," bentak Adrian yang sudah hilang kesabaran."Kenapa kau membentak ku?' tanya Aruna tak suka, ini baru pertama kalinya Adrian membentak dirinya hanya untuk seorang perempuan yang Aruna sendiri tak tahu siapa dia, meskipun Aruna merasa familiar pada wanita tersebut.Adrian tak menjawab pertanyaan Aruna, ia terlihat me
"Apa yang nona ucapkan?" Tanya Anna tak mengerti.Karena sejak tinggal di sini Aruna selalu di mandikan oleh Adrian, dan baru kali ini ia mandi di bantu oleh orang lain."Kau akan mengerti ketika aku membuka seluruh bajuku," ucap Aruna sambil melepaskan baju lengan panjangnya.Anna menutup mulutnya tak percaya, ketika melihat pemandangan yang tampak mengeringkan di depannya ini.Lengan perut bahkan punggung Aruna penuh dengan luka goresan panjang yang sangat dalam, hanya bagian payudara saja yang tampak bersih tanpa tergores sedikit pun di bagian sana.Bagaimana bisa bekas luka itu sangat banyak dan hampir menutupi tubuh putih Aruna? Tanya Anna dalam hati.Aruna melihat ke arah Anna yang masih terkejut, Aruna tersenyum miris dan lanjut membuka pakaian dalamnya."Bisa bantu aku?" Tanya Aruna pada Anna yang masih terkejut."Ten...tu," jawab Anna gelagapan.Anna membantu Aruna untuk membuka celana dan celana dalamnya dan kini Aruna sudah telanjang bulat di depan Anna."Kenapa kau melukai
"Lo itu cuman terobsesi sama gue doang Adrian," bentak Aruna yang sudah muak mendengar omong kosong yang terus keluar dari mulut Adrian."Terserah apapun yang kamu bilang, yang pasti aku gak rela kalau kamu pergi dari hidup aku," kekeh Adrian.Aruna menghela nafas lelah, ia muak berseteru dengan Adrian tanpa akhir yang jelas, entah apa lagi yang harus Aruna ucapkan agar Adrian mengerti tentang semuanya."Aku mau ke kamar," ucap Aruna pelan."Selesaikan makanan mu sayang, nanti aku antarkan ke kamar," perintah Adrian, ia segera mendorong kursi roda Aruna dan mendorongnya ke dekat kursi makan.Dengan tergesa- gesa Adrian membereskan meja makan yang sedikit berantakan karena ulah Adrian tadi yang mendorong meja makan dengan keras.Selesai merapihkan sedikit kekacauan, Adrian kembali duduk di sebelah Aruna."Ayo makan," ajak Adrian.Adrian menyuapi Aruna, Aruna yang sudah lelah hanya bisa patuh dan mulai memakan makanan yang di suapi oleh Adrian.Aruna mengunyah dengan pelan, matanya mena
Italia, kediaman Adrian.Malam pun telah tiba, kini Aruna dan Adrian sedang makan malam bersama di ruang makan yang begitu luas dan megah.Meja makan yang sangat panjang, serta kursi-kursi yang berjejer rapih tapi hanya dua orang yang mengisi kursi tersebut sisanya kosong.Aruna makan dengan tidak mood, sesekali hanya mengaduk makanan yang berada di piringnya.Melihat hal itu Adrian menghentikan aktivitas makannya, "Kenapa mau aku suapi?" Tanya Adrian dengan tersenyum lembut.Wanita lain yang melihat Adrian tersenyum seperti itu pasti akan luluh karena ketampanan Adrian menjadi berkali-kali lipat, tapi tidak dengan Aruna dia sudah muak melihat senyum Adrian."Gak! Aku bisa makan sendiri," jawab Aruna ketus."Makan yang banyak, biar kamu cepat sehat," ucap Adrian lagi dengan suara lembut."Percuma badan yang sehat, kalau kaki gak bisa jalan lagi," "Run, jangan bilang kaya gitu aku gak suka," ucap Adrian memperingati Aruna."Kenapa gak suka? Lo kan yang buat gue cacat kaya gini, apa lo
Karena terus di desak oleh Joni, dengan sangat terpaksa Amar menemani Joni untuk mencari makan.Padahal mereka bisa memesan makanan dari dalam kamar tapi tetap saja Joni bersi keras menolak dan ingin makan secara langsung di tempatnya, katanya suasananya berbeda jika ia makan di dalam kamar hanya berdua dengan Amar."Makan di mana?" tanya Joni yang kini mereka berdua sudah berada di dalam lift. "Di tempat makan," jawab Amar malas. "Gue tau kalau itu," kesal Joni. "Mau makan apa?" tanya Joni lagi. "Terserah," jawab Amar. "Lo kaya cewek lama-lama nyebelin," emosi Joni. Amar mengedikkan bahunya acuh tak acuh. TingPintu lift terbuka mereka berdua tiba di lantai dasar, mereka pun berjalan ke luar lift menuju restoran yang berada di dalam hotel. Ketika sudah sampai di restoran, Mereka berjalan untuk mencari meja makan yang masih kosong. Setelah mendapatkan kursi yang kosong mereka pun segera duduk dan memesan menu yang sudah tersedia di daftar menu. Amar memesan soto ayam nasi p
68Aruna ketakutan ketika melihat tatapan mata Adrian yang begitu liar, apalagi kini Adrian yang sudah telanjang bulat tanpa memakai sehelai benang pun di tubuhnya, membuat badannya terekspos sempurna, dan di bagian bawah Adrian yang sudah mulai mengeras dan membesar siap bertempur kapan saja. "Jangan lakukan itu lagi Dri," mohon Aruna sambil menangkup tangannya memohon pada Adrian. "Kenapa sayang, apa kau tak suka?" tanya Adrian terkekeh pelan, membuat Aruna semakin ketakutan. Aruna terisak ia sungguh tak bisa membayangkan, hal selanjutnya yang akan Adrian lakukan itu sungguh akan sangat menyakitkan bagi Aruna. "Jangan menangis aku tak suka, melihat air mata yang keluar dari mata indah mu itu Aruna," ucap Adrian sambil menghapus air mata Aruna. Aruna menepis tangan Adrian yang berada di pipinya. "Kau begitu kasar sayang," ucap Adrian tak suka. Adrian semakin mendekatkan dirinya ke tubuh Aruna, ia menaiki tubuh Aruna dengan segera agar Aruna tak bisa kabur atau berontak darinya