Xander melangkah masuk ke dalam Gorillas Kafe, tapi yang menyambutnya hanya keheningan yang aneh. Tidak ada keramaian pelanggan, tidak ada hiruk pikuk yang biasa.Bahkan Dimas, sang manajer yang selalu tampak sibuk mengatur ini-itu, entah ke mana. Satu-satunya tanda kehidupan di tempat itu adalah dua petugas keamanan yang berdiri di depan pintu masuk.Ia menghentikan langkah, pandangannya menyapu ruangan yang kosong. Heningnya terasa ganjil. “Kemana semua orang? Mengapa sepi begini?” tanyanya langsung, tanpa basa-basi.Salah satu petugas, yang mengenakan seragam sedikit kusut, tersenyum canggung. “Ah, Xander. Apa kabar?” tanyanya basa-basi, nada suaranya seperti mencoba menenangkan.“Semua pergi,” sela petugas yang lain sebelum rekannya melanjutkan. “Mereka sedang menonton keramaian di lorong Kancil, di rumah judi milik Bos Hui.”Xander mengerutkan alis. “Keramaian apa? Apa yang terjadi di sana?”Pertanyaan itu membuat kedua petugas saling pandang sejenak, seperti dua anak sekolah yan
Tentunya, kekacauan yang ditimbulkan oleh Rika Setiawan tak berhenti begitu saja.Suatu sore yang panas, ketika suasana di kediaman keluarga Setiawan, yang kini dihuni oleh Nyonya Ouyang, terasa lebih dingin dari biasanya, Dimas – mewakili pihak manajemen The Gorilla’s Kafe akhirnya tiba untuk menuntut pertanggungjawaban atas perbuatan Rika yang telah mencemarkan nama baik kafe mereka di media sosial.Namun, yang mereka temui bukanlah sambutan hangat yang mereka harapkan.“Pergi kalian!” suara Nyonya Ouyang menggema tajam, lebih dingin dari angin musim hujan yang berhembus. Wajahnya yang angkuh tak menunjukkan sedikitpun ekspresi kesal, malah tampak seolah-olah mereka sedang mengganggu kenyamanan istana pribadi.“Tapi, Nyonya Rika Setiawan bilang, anda yang bertanggung jawab atas semua ini,” Dimas, salah satu pengelola kafe, tak tinggal diam. Ia berusaha menyuarakan pembelaan, meskipun rasa gugup menghimpit di dadanya. “Kami punya alat bukti!”Dengan keyakinan yang meluap, Dimas menga
Di Trattoria Bella Notte, restoran Italia yang elegan di pusat kota, Xander memesan dengan cermat, memastikan setiap hidangan mencerminkan statusnya yang tinggi—bukan hanya sekadar makan, tetapi juga pencitraan.Hidangan Pembuka: Bruschetta al Pomodoro, roti panggang dengan tomat segar, basil, dan minyak zaitun.Hidangan Utama: Risotto ai Funghi, risotto krim dengan jamur porcini dan parmesan.Hidangan Penutup: Tiramisu, kue lapis kopi dengan mascarpone dan taburan cokelat."Perfect," batin Xander sambil menatap menu yang sudah dipesan.Semua ini tentu saja tidak lepas dari campur tangan Grace Song, sang asisten yang selalu memastikan semuanya berjalan sempurna. Tanpa dia, mungkin Xander tidak akan se-sempurna ini.Tiba-tiba, suara lembut terdengar di telinganya, membuatnya langsung berbalik."Tuan Muda Xander yang mulia... apa anda sudah menunggu lama? Maafkan aku terlambat. Jalanan macet sekali. Tadinya aku menyetir sendiri, tapi akhirnya memutuskan kembali ke rumah dan meminta dian
“Ada berita apa?” tanya Xander, nada suaranya sedikit cemas.Hatinya berdebar, takut Clara mendengar kabar buruk yang sama—tentang munculnya sumber daya baru, bahan baku radioaktif yang bisa mengguncang seluruh industri.“Er, tidak apa-apa,” jawab Clara berbohong. Ia mencoba menenangkan suasana yang tiba-tiba canggung. Sesungguhnya, ia tak ingin memberatkan Xander dengan kabar baru itu, tentang sumber daya baru yang menjadi saingan berat bagi Aetherium – bahan baku pengganti bahan radio aktif yang murah harganya.“Hanya masalah kecil di bisnis penerbangan. Nanti juga selesai,” lanjut Clara sambil memaksakan senyum, berusaha mencairkan ketegangan yang terbangun di meja makan.Xander mengangguk, meski sebenarnya ia berpikir sama. Tidak ingin membuat Clara semakin bimbang, ia lebih memilih menyembunyikan kabar yang baru saja ia terima.Ketika Clara kemudian bertanya, “Kamu sendiri? Apa yang membuatmu tampak gelisah saat menerima telpon tadi?”Xander hanya menarik napas, ia pun berusaha m
Xander mendengar semuanya bisikan itu, tapi tidak terpengaruh.Ia lebih memilih untuk fokus pada penyelesaian masalah ini daripada menggubris gosip murahan yang beredar. Namun, di dalam hatinya, ia hanya bisa tersenyum tak berdaya.Betapa mudahnya orang-orang menilai berdasarkan penampilan.Di depan kasir, seorang pemuda berdiri membelakangi Xander. Dari penampilannya, pria ini jelas anak muda dari kalangan atas—generasi kedua miliuner, dengan aura yang tak bisa disembunyikan.Tetapi Xander tidak tertarik pada sosok itu. Ia malah lebih fokus pada klarifikasi masalah yang tengah dihadapi.Ternyata, pria yang berdiri di kasir itu adalah Sandy Setiawan, kakak dari Lucy Setiawan. Sandy sedang berada di restoran untuk mengatur pertemuan Nyonya Ouyang dengan seorang investor besar.Saat ia melirik Xander, hatinya tiba-tiba terperangah. "Pria ini mirip Xander, tapi entah kenapa... dia terlihat lebih rapi, lebih kaya, lebih percaya diri," pikirnya dalam hati.Namun, Sandy segera menghapus pik
Sandy Setiawan terkejut mendengar bentakan keras dari gadis sekretariat di Bank Central Halilintar yang memecah kesunyian ruang lobi."Dia memakiku? Apa tidak salah?" desis Sandy, mulutnya terasa kering. Otaknya masih berputar mencerna kenyataan, bertanya-tanya apakah ia baru saja terjebak dalam nasib buruk yang tak bisa dihindari.Xander berdiri di sisi Sandy dengan sikap tenang, matanya berkilat tajam di balik kacamata hitamnya. Kerlingan mata Xander terasa seperti sengatan yang menghentikan percakapan lebih lanjut.“Bagaimana? Masih tak percaya kalau aku ini tamu istimewa di Bank Central Halilintar? Atau mau berurusan dengan pejabat yang lebih tinggi?” sindirnya.Sandy Setiawan terdiam, terbata-bata oleh pernyataan tajam itu. Tanpa sadar, ia merasa seperti butiran debu tak berarti di hadapan Xander, suaranya terbungkam oleh gertakan tersebut.Sementara itu, gadis yang duduk di meja kasir, yang tadinya cuek, kini berubah. Pelayan muda yang sebelumnya menegur Xander mulai gemetar. Me
“Mengapa kalian berdua bisa berada di sini?” tanya Sandy, suaranya mulai meninggi, mengisyaratkan kemarahan yang meluap. “Ini pembicaraan terbatas, hanya untuk pihak investor dan manajemen Setiawan Company! Apa kalian berdua benar-benar berhak hadir?”Kemarahan Sandy bukan tanpa alasan. Ingatannya melayang ke malam itu, ketika Nyonya Ouyang meneleponnya setelah kegagalan ibunya, Rika, yang tak kunjung meraih apa yang diinginkannya dalam dunia bisnis.“Kamu harus hadir dalam pertemuan dengan investor! Kamu adalah andalanku sekarang, setelah semua keturunan Setiawan di negeri ini tak ada yang layak!” kata-kata Nyonya Ouyang masih bergema di telinganya, menambah kepercayaan diri Sandy lebih dari yang seharusnya.Pujian itu membuat Sandy merasa seperti puncak dunia sudah berada di genggamannya. Ia bahkan telah menyiapkan setelan jas mewah merek terkenal untuk peluncuran produk baru Chronium dari Axion Energy—perusahaan yang ia dambakan, tempat di mana suatu hari nanti ia berharap bisa men
Tak – tak – tak!Nyonya Ouyang sudah berada di dalam restoran itu.Ketukan tongkatnya yang keras menghentak lantai aula, seolah berharap kekacauan yang ditimbulkan oleh tiga keturunan Keluarga Setiawan itu segera terhenti dan tidak mempermalukannya lebih jauh.Suara benturan itu bergema, membuat seisi ruangan terhenyak. Lantai restoran seolah bergetar, bahkan retak-retak kecil muncul di setiap langkahnya. Seketika, semua pelayan di aula restoran mengalihkan pandangan mereka ke arah Nyonya Ouyang dengan ekspresi tak senang.Beberapa bisikan terdengar di antara mereka.“Dia merusak lantai restoran? Apa dia pikir ini lapangan basket?”“Catat berapa biaya yang harus dia bayar! Jangan biarkan dia lolos begitu saja!”“Ini pasti keluarga tiga manusia purba. Tingkah mereka semua seperti orang-orang yang tidak terpelajar!”Bisikan-bisikan itu terus bergema di aula, menyebar di antara para tamu yang semakin tidak terkesan dengan kebisingan tersebut.Meskipun ketiga anak muda keluarga Setiawan—S
Ternyata, perasaan Lisa Nuya sama sekali tidak berdasar.Nyonya pemarah itu, mengenakan mantel bulu cerpelai mewah yang mengkilap, tampak seperti seseorang yang terbiasa dengan perhatian. Ia adalah seorang anggota Dewan Kota, dengan pengaruh yang tak perlu dipertanyakan. Kepergiannya menggunakan pesawat Diamond Air bukan hanya sekadar perjalanan biasa.Itu adalah ujicoba—kesempatan langka untuk menguji kecepatan dan pelayanan pesawat baru yang menghubungkan Kota Air dengan dunia luar, membuka pintu bagi semua yang ingin merasakan sensasi bepergian dengan layanan eksklusif.Di dalam pesawat, wanita eksklusif itu memanfaatkan momen dengan sangat baik.Dengan gaya khasnya, dia mulai mengambil gambar dari berbagai sudut, berusaha menangkap setiap detil yang menunjukkan kemewahan pesawat tersebut.Setelah beberapa kali mengambil gambar, ia akhirnya mengunggahnya ke akun media sosial pribadinya, seperti yang sudah diprediksi banyak orang.“Semua pemirsa, Pesawat Diamond Air ini benar-benar
Akhirnya, David Li mendapatkan masa percobaan selama tiga bulan.Jika dalam periode itu ia gagal mengubah kepemimpinan di perusahaan penerbangan yang sebelumnya lemah dan kurang pengawasan, maka kali ini Xander, sebagai pemilik perusahaan, menegaskan bahwa ia harus bersikap lebih tegas."Setelah tiga bulan, saya akan melakukan evaluasi terhadap kinerja Anda.” Jangan salahkan saya jika kali berikutnya saya terpaksa mengambil keputusan tegas, bahkan mungkin memecat Anda," ancam Xander, tatapannya tajam dan dingin."Mengerti, Tuan Sanjaya. Saya paham..." jawab David Li, sembari mengusap keringat dingin yang mengucur deras dari keningnya—padahal suhu ruangan itu sangat dingin."Saya akan bekerja lebih keras dan meningkatkan pengawasan di perusahaan. Terima kasih, Tuan Sanjaya, telah memberi saya kesempatan untuk terus menjadi direktur utama," tambah David Li dengan suara yang penuh kekukuhan.David Li menjabat tangan Xander dengan kuat.Xander hanya melempar senyum tipis kepada sang direk
Di dalam kantor Direktur Utama, Michael Chen duduk sendiri dengan tubuh gemetar dan pikiran kalut.Rasa takut terus menghantuinya sejak pertama kali menyadari kemungkinan mengerikan—pemuda yang ia anggap remeh itu ternyata benar-benar Tuan Sanjaya.Keyakinannya semakin kuat ketika melihat bagaimana Direktur Utama, David Li, memperlakukan pemuda sederhana itu dengan penuh hormat, nyaris seperti seorang abdi pada majikannya."Apa yang harus kukatakan untuk menyelamatkan diri?" pikir Michael, berulang kali, seperti mantra yang terus menggema di dalam kepalanya.Pikiran itu menggerogoti ketenangannya, membuat waktu terasa berjalan sangat lambat, bahkan hingga pendingin udara di ruangan yang terlalu dingin membuat tubuhnya menggigil.Akhirnya, setelah penantian panjang yang terasa seperti siksaan, pintu ruangan terbuka.Xander masuk lebih dulu, berjalan dengan tenang namun penuh wibawa.Di belakangnya, David Li mengekor seperti anak ayam yang patuh pada induknya.Dua perempuan yang sebelum
Sophia adalah seorang influencer. Meskipun pengikutnya tidak lebih dari lima ribu orang, dia tetap rutin mengadakan siaran langsung.Setiap sesi ia manfaatkan untuk fleksing gaya hidupnya yang terlihat mewah dan glamor.Mayoritas kontennya hanya pamer, mulai dari tutorial makeup dengan produk-produk mahal yang ia beli dari uang hasil memeras Michael Chen, hingga tips berpakaian “stylish” dengan barang-barang dari butik premium.Sophia sangat cerdik memanfaatkan pengikutnya yang berasal dari masyarakat kelas bawah.Dengan manipulasi halus, ia membangun citra sebagai wanita karier sukses, meskipun kenyataannya jauh berbeda.Sebagian besar biaya hidup Sophia dibiayai Michael Chen. Liburan ke tempat-tempat terkenal yang biasa dikunjungi pasangan bulan madu, hingga biaya operasi plastik untuk mengubah hidungnya yang dulu pesek menjadi menjulang seperti puncak Gunung Himalaya, semua dibiayai oleh pria itu.Dengan cermat, Sophia menutupi fakta di balik kemewahan hidupnya, menciptakan citra
Sophia berjalan dengan langkah genit yang dipenuhi kepercayaan diri, mendekati Direktur David Li.Tatapannya sempat melirik David Chen yang melangkah lesu ke arah pintu, tetapi ia tidak menunjukkan niat untuk menghentikannya.Fokusnya kini telah berubah. "Jika aku bisa menguasai Direktur Li, bukankah ini berarti aku akan menjadi nyonya sejati di kantor Diamond Air ini?" pikirnya sambil tersenyum tipis."Michael Chen terlalu lemah. Memang dia direktur, tapi tak mampu memecat karyawan tetap!"Dengan pemikiran dangkal itu, Sophia mendekat sambil mengadopsi sikap yang dibuat-buat."Pemimpin Li, apa yang terjadi? Anda memarahi Direktur Chen? Apakah Anda memerlukan bantuan profesional saya?" tanyanya dengan nada prihatin.Tapi setiap kata yang meluncur dari bibirnya terasa mengandung racun tersembunyi.Tatapan Sophia berbinar saat ia menghela napas, menikmati momen yang menurutnya adalah langkah awal menuju kemenangan.Dalam benaknya, David Li sudah berada dalam genggamannya.Dengan tatapan
Sementara itu, di depan pintu lift, Direktur David Li menahan langkah Xander yang baru akan turun mengikuti instruksi Hani, si petugas keamanan.“Tuan Sanjaya...” suara David Li terdengar ragu. Ia mencoba menghentikan aksi keempat orang itu.“Direktur utama...” sapa Hani buru-buru membungkuk dalam-dalam, hampir mencium lantai. Sebuah tindakan menjilat yang parah tak terselamatkan.Amy Liu dan Jessica Huang mengikuti dengan hormat, meskipun sikap mereka jauh lebih wajar.Namun, David Li tidak memedulikan ketiga orang itu. Fokusnya sepenuhnya tertuju pada Xander.“Anda adalah...” suara David Li menggantung, seolah mencoba memastikan apa yang ia pikirkan. Sorot matanya bertemu dengan Xander, yang mengedipkan mata santai, memberi sinyal jelas bahwa identitasnya sebaiknya tetap tersamarkan.“Panggil saja aku Xander. Xander Sanjaya...” ujar Xander dengan nada acuh tak acuh, seolah nama itu tak berarti apa-apa.Meski sudah jelas menyebutkan nama “Sanjaya,” Amy Liu dan Jessica Huang tidak men
Namun, karena Sophia terus menangis keras tanpa setetes air mata, Michael Chen tidak punya pilihan selain menunjukkan empati. Bagaimanapun juga, Sophia adalah kekasih gelapnya. Ada rasa sakit yang samar saat melihatnya menangis.“Hani, seret ketiga orang itu keluar sekarang juga. Aku yang bertanggung jawab atas pemecatan Jessica Huang dan Amy Liu. Jangan biarkan situasi ini semakin kacau!” perintah Michael dengan nada tegas, disertai lirikan yang menyiratkan dukungan untuk Sophia.Sophia langsung menghentikan tangisannya yang berlebihan. Ia mendongak dengan mata merah, bukan karena air mata, tetapi akibat terlalu lama menguceknya.“Direktur Michael, apakah Anda sungguh melakukan ini demi keadilan?” tanya Sophia dengan nada manis yang jelas palsu. “Anda memang yang terbaik... Mari kita bersiap-siap menyambut Tuan Sanjaya,” lanjutnya dengan senyum sumringah, seolah drama tadi tak pernah terjadi.Michael sempat merasa aneh melihat perubahan drastis Sophia, tapi ia menepis pikirannya. Ia
Tak lama kemudian, Hani, si petugas keamanan yang lebih cocok disebut tukang parkir, sudah berada di aula. Hampir dua ratus karyawan berkumpul, menyaksikan aksi arogansi Sophia yang memanas."Hani! Usir mereka bertiga sekarang juga!”“Mereka sungguh memalukan, rakus menyantap hidangan yang seharusnya untuk Tuan Sanjaya! Manusia-manusia lancang!" seru Sophia dengan nada penuh kebencian, suaranya menggema di seluruh ruangan.Para karyawan, yang sebenarnya tidak menyukai Sophia, berbisik-bisik di antara mereka, mengomentari sikap arogannya.Tatapan mereka penuh rasa tidak suka, tetapi tak satu pun yang berani angkat bicara.Namun, di mata Sophia, bisikan itu adalah pujian atas ketegasannya. Dia memang ingin mencari muka di hadapan direktur utama, Tuan David Li, berharap bisa menaikkan posisinya.Pacar gelapnya, Michael Chen, adalah direktur pemasaran dan tidak punya kuasa di bidang SDM.Jadi, dengan membuat jasa semacam ini, ia berharap mendapat perhatian David Li agar Amy dan Jessica di
Meskipun Diamond Air berada di gedung pencakar langit yang menjulang tinggi, perusahaan ini hanya menempati lantai tiga dan empat Sanjaya Tower.Lantai empat, tempat ruang direksi berada, memiliki desain minimalis dengan panel kayu elegan dan pencahayaan modern yang hangat, menciptakan suasana profesional yang sesuai dengan standar perusahaan.Xander, dengan penampilan yang sederhana namun penuh percaya diri, tiba-tiba muncul di ruang pertemuan yang luas.Meja panjang di tengah ruangan dipenuhi kue-kue mewah dan berbagai hidangan lezat. Aroma manis dari kue-kue tersebut memenuhi ruangan, menggoda siapa pun yang masuk.Semua ini tampaknya dipersiapkan dengan cermat untuk menyambut pemilik baru—Xander sendiri."Aku suka kue ini," bisik Xander pada dirinya sendiri, tanpa ragu mengambil sepotong besar tiramisu yang lembut dan kaya rasa."Hm, lezat," katanya sambil menjilat jarinya, menikmati setiap gigitan. Ia kemudian memotong sepotong besar pie susu yang menggiurkan, salah satu makanan