"Emang napa lo?" Rafa keheranan melihat ekspresi tidak biasa sepupunya yang terkenal cool sama dengannya.
"Lo punya cewek, nggak?"
"Hah?" Rafa terkejut mendengar pertanyaan sepupunya yang tiba-tiba dan aneh itu.
"Kenapa lo tanya begitu?" tanya Rafa heran.
"Udah deh jawab apa susah amat," gerutu Jonathan.
"Nggak! napa lo? lo dapet cewek?" gurau Rafa sambil tersenyum.
Jonathan mendekat ke arah Rafa, lalu dipeluknya sepupunya itu. Sontak Rafa berontak.
"Lo napa sih, aneh banget, tau?" Rafa duduk menjauh dari Jonathan.
"Apa lo merasakan sesuatu yang aneh?" Jonathan bertanya dengan wajah polos yang lucu.
"Merasakan apa?" Rafa tergelak. "Jangan-jangan lo nggak normal, ya kan? Oh Tuhan, ada dari keluarga gue yang nggak normal?"
Jonathan meninju lengan Rafa.
"Makanya cariin gue cewek, gue mau ngetes apa gue ini normal ato tidak. Swear, deh! gue nggak merasa sih, cuman mau mastiin aja." Jonathan memainkan jemarinya di atas sofa.
"Ah, lo, absurd banget sih. Nggak mungkin lah keluarga kita kena penyakit aneh itu. Makanya lo cari pacar ato nikah sekalian." Rafa menyarankan seperti orang tua.
"Lo nggak membantu sama sekali. Gue duluan, gue langsung pulang." Jonathan langsung keluar dari ruangan.
Mereka berdua memang sama-sama tampan dan sama-sama jomblo, tidak heran sering menjadi gosip diantara para wanita di kantor itu.
Rafa melihat jam dinding menunjukkan pukul 11.35. Perutnya sudah keroncongan. Ia ingin mengajak Mazaya makan siang bersamanya. Ia menghubungi gadis itu. Aktif, tetapi tidak diangkat. Dia menghubungi lagi, sudah tidak aktif.
"Apaan ini, tadi aktif, sekarang tidak aktif?" gerutu Rafa. Ia meletakkan kembali ponselnya.
Rafa mengirim pesan singkat.
'Sebentar malam gue ke rumah lo ya, see you tonight.'
Pesan itu statusnya masih pending. Rafa menghela napas kesal.
***
Mazaya kembali ke markas Gen-X sepulang kerja. Ia sudah membayangkan pekerjaan lain yang sudah menunggunya jika Zeta tidak sempat menyelesaikan untuknya. Begitu tiba di 'kantor' utamanya itu, ia langsung memasuki ruangannya. Setiap anggota yang diberi jabatan khusus mendapatkan ruangan tersendiri untuk mendukung segala aktifitasnya. Saat ini di gedung itu terdapat dua ratus ruangan khusus, artinya ada dua ratusan lebih orang yang memiliki tugas khusus.
Begitu tiba di ruangannya, Mazaya segera melepas segala atribut penyamarannya. Ia kembali menjadi seorang gadis cantik. Ia membersihkan wajahnya yang terasa lengket, lalu memolesnya dengan makeup yang sudah ia sediakan di ruangan.
Ia mulai duduk di kursi kerjanya, membuka laptopnya, lalu membuka program yang menjadi tugasnya. Sebelum mulai mengetik, sebuah panggilan melalui GenxApp --sebuah aplikasi browser dan mobile khusus milik anggota Gen-X yang menyediakan fitur video call-- masuk di layar laptopnya dari Bigbos. Dengan Mazaya menekan tombol receive pada layar, panggilan langsung terhubung.
"Ya, Bigboss, ada pekerjaan untukku?" Mazaya sudah hafal kebiasaan Bigboss yang selalu menelepon jika ada tugas.
"Yes, you're right. Kamu bersama Zeta aku tugaskan mengantar koper berisi uang dan dokumen penting ke pertemuan penting di Whiz Hotel Cikini. Selengkapnya sudah aku kirimkan pada Zeta petunjuknya, kamu langsung hubungi dia." Bigboss menjelaskan tugas untuk Mazaya dengan gayanya yang khas, mengusap rambut.
"Baik, Bigboss." Panggilan ditutup.
Mazaya kembali bersiap. Ia mengenakan pakaian anti peluru serba hitam dengan mengikat rambut sedapatnya, memakai topi, penutup kepala, sarung tangan, sepatu sport, terakhir menjulurkan mantel hitam ke atas pakaiannya. Lalu keluar menuju ruangan Zeta.
"Udah siap?" Mazaya duduk di kursi sambil membaca petunjuk pelaksanaan tugas.
"Udah. Karena ini acara resmi dan dijaga ketat, satu-satunya cara adalah masuk lewat jendela. Kita harus berhasil sebelum tengah malam."
"Baiklah, ayo kita berangkat."
Mereka keluar bersama-sama, lalu menaiki motor kawasaki ninja berwarna merah hitam yang merupakan motor dinas. Mereka sengaja menggunakan motor agar lebih leluasa menggunakan jalan dan lebih cepat sampai.
Mazaya memeluk koper yang super berat dengan kedua tangannya. Meskipun kakinya sudah kram akibat terlalu lama menahan beban berat, ia tetap menahannya. Dari kejauhan sudah tampak Whiz Hotel dari plang besar di depan jalan yang menyala bertuliskan nama hotel itu.
Mereka memarkir kendaraan agak jauh dari lokasi hotel, lalu berjalan cepat menuju arah belakang hotel yang tertutup pagar setinggi 2 meter. Kamar yang mereka tuju adalah nomor 1350 di lantai tujuh. Karena balkon hanya tersedia per kamar, mereka harus memastikan posisi yang tepat saat naik ke atas.
Zeta melempar tali kernmantel sekuat tenaga ke atas dinding hotel. Dengan keahlian Zeta, ia mampu melempar hingga tali itu mencapai lantai tujuh gedung hotel itu. Lalu mengaitkan pada sabuk yang sudah disiapkan untuk memanjat. Mazaya naik terlebih dahulu, dengan gesit ia berhasil mencapai balkon lantai tujuh dalam waktu kurang dari satu menit.
Setelah Mazaya sudah mengambil posisi yang tepat di balkon, Zeta menyusul naik membawa koper, karena membawa barang berat cukup lama waktu yang diperlukan untuk Zeta.
Setelah jarak antara Mazaya dan Zeta cukup dekat, Mazaya meraih koper itu dan membawanya naik ke balkon. Akhirnya mereka berhasil mencapai Balkon dengan selamat.
Zeta mengetuk kamar yang diprediksi sudah tepat, jika kamar itu salah, maka yang harus mereka lakukan adalah membuat penghuninya pingsan.
Tidak lama kemudian, seseorang membuka pintu. Orang itu terkejut melihat dua orang tak dikenal berada di balkon dan mengenakan pakaian aneh. Mazaya segera meringkus orang itu dan membekap mulutnya samb menodongkan pistol.
"Katakan, ini kamar nomor berapa?" tanya Mazaya dengan suara lirih namun penuh penekanan.
"1350." Suara orang itu gemetar.
"Apa kamu tahu orang bernama Ginanjar di kamar ini?" Mazaya kembali bertanya.
"Ti-tidak ta-tau. Sa-saya di si-ni sejak kemarin hanya sendirian." Orang itu berbicara dengan terbata-bata.
Mazaya memukul tengkuk orang itu hingga pingsan. Lalu mereka berdua saling tatap.
"Apa ini? aku tidak pernah salam menghafal angka. Apa kita di jebak?" Zeta mulai curiga.
Ketika mereka berdua bersiap untuk turun, segerombolan pria menghentikan langkah mereka.
"Berhenti! atau kami tembak kalian berdua!" seru salah seorang dari mereka.
Zeta dan Mazaya seketika berhenti dan mengangkat kedua tangannya.
"Geledah mereka!" seru pria itu lagi.
Para pria berpakaian serba hitam itu maju bersiap menggeledah mereka berdua. Mazaya dan Zeta saling melirik. Ketika semakin dekat, spontan Mazaya dan Zeta memukul orang yang mendekat ke arah mereka, lalu menangkapnya untuk dijadikan pelindung agar tidak terkena tembakan jika pimpinan gerombolan itu menembak.
Pria yang memegang pistol mencari-cari celah agar tembakannya tepat sasaran. Sementara itu, Mazaya semakin merengsek maju dengan tubuh seorang pria ia jadikan tameng. Setelah dekat, dia menendang tangan pria yang memegang pistol itu hingga pistolnya terlepas.
Mazaya dan Zeta terlibat perkelahian sengit dengan para pria itu. Mereka adalah para penjaga elit di acara pertemuan tersebut. Entah mereka berada di pihak yang mana. Mereka memiliki keahlian beladiri khusus, cukup sulit menyingkirkan mereka.Mazaya terdesak ke sisi balkon yang mengarah ke bawah, dengan sekali gerakan ia menaiki pagar balkon itu dan melompat sekaligus melakukan tendangan telak kepada tiga orang musuh yang mengepungnya. Sementara Zeta berupaya menyingkirkan empat orang lainnya di dalam kamar hotel.Mazaya kembali melompat dengan bersalto dan berdiri di atas pundak dua orang musuh, lalu membenturkan kepala keduanya hingga mengucurkan darah. Dua orang itu ambruk dan tak bisa bergerak lagi. Satu orang lainnya tertegun sejenak melihat nasib dua orang temannya, ia mengeluarkan sebilah pisau belati kecil yang berkilat di bawah sinar lampu balkon. Ia maju penuh percaya diri dengan belati di tangannya, mengayunkan belati ke arah perut Mazaya
Mazaya dan Zeta tiba di markas menjelang subuh. Mereka langsung menuju ke ruangan Bigboss yang pasti sedang menunggu mereka.Sesampainya di ruangan Bigboss, mereka duduk di sofa di sudut ruangan. Mereka mulai melepas sarung tangan, topi, dan penutup wajah. Bigboss memperhatikan mereka tanpa berkedip."Zaya, harus berapa kali gue ingetin ke elo supaya menahan sedikiiit saja --amarahmu. Oke, semua tau lo hebat, tapi... apakah semua membaik kalo diselesaikan begini?" Bigboss mengusap rambutnya, lalu membuang muka. Raut wajahnya menunjukkan rasa kesal.Mazaya hanya tertunduk menggigit bibirnya yang tipis. Digenggamnya jemarinya erat-erat."Gue harap ini terakhir kali lo begini. Ke depan pekerjaan semakin banyak, profesionalisme harus ditingkatkan.""Ma-maafkan gue, Bigboss." Terbata ia mengeluarkan suaranya."Setiap pelanggaran hukuman tetap berlaku. Lo di-skors satu minggu. Gaji dipoto
Pagi-pagi sekali Rafa sudah memarkirkan mobilnya di depan rumah Mazaya. Ia sangat bersemangat menjemput Mazaya sepagi itu.Bu Maimunah yang sedang menyapu halaman menyambut kedatangannya dengan senyum ramah."Rafa datang lagi," sapa Bu Maimunah."Iya, Bu, mau ngajak Zaya jalan-jalan biar dia semangat. Semalem kusut banget mukanya." Rafa menjawab dengan sopan.Bu Maimunah masuk ke dalam memanggil putrinya. Rafa menunggu di halaman, lalu bersandar di depan mobilnya. Telepon berdering, ia segera mengambil ponselnya."Jonathan, ngapain dia nelpon hari libur begini." Rafa membatin, ia menggeser layar ponselnya."Halo, Bro," Rafa menjawab panggilan."Lo di mana? gue di rumah lo, katanya lo keluar." Suara lantang Jonathan terdengar dari seberang."Ganggu aja sih lo. Udah ya, ntar gue telpon kalo mau balik." Rafa menutup teleponnya. Lalu membuka-buka pesan
Mazaya muncul dari balik bunga-bunga yang rimbun sambil mengebaskan lengan bajunya yang tampak basah. Rafa memandanginya dengan perasaan khawatir."Lo dari mana aja? gue panik pas kembali lo nggak ada." Rafa tidak sabar menyusul Mazaya yang masih agak jauh."Oh iya, sorry, Raf, tadi habis dari toilet. Jadi gimana copetnya, ketemu?" Mazaya berbicara sambil terus berjalan tanpa memperhatikan Rafa yang sangat khawatir."Iya udah, tasnya ibu tadi juga sudah dibalikin, copetnya dibawa ke kantor polisi." Rafa menjelaskan dengan penuh semangat berharap Mazaya tentang aksi heroiknya tadi. Namun harapannya pupus karena gadis itu tetap terus berjalan tanpa berkata apa pun."Syukurlah kalo gitu. Yuk, cari tempat lain yang lebih sejuk." Mazaya berjalan cepat lebih dulu meninggalkan Rafa.Memperhatikan punggung Mazaya, Rafa merasa pernah melihat sebelumnya, namun ia lupa di mana. Ia berjalan mengikuti di belakan
Sore itu, di aula markas yang luasnya hanya 4 x 5 meter telah berkumpul beberapa orang. Mereka adalah para utusan dari Adidaya Komputindo yang dipimpin oleh Mr. Mark Louis, seorang pria berdarah Amerika, namun sudah menjadi warga negara Indonesia.Mr. Mark datang bersama seorang wanita dan dua orang pria. Mazaya menduga mereka pastilah asisten kepercayaannya.Mazaya diam tanpa bergerak di tempat duduknya, pandangan matanya lurus ke meja di hadapannya. Masih terngiang di telinganya persyaratan untuk terbebas dari masa skorsing adalah menyelesaikan proyek New World hingga 100% sesuai dengan model yang diinginkan pihak Adidaya Komputindo. Sebab dialah satu-satunya anggota terbaik yang paling membidangi pengembangan software."Well, let's start the meeting now. Bagaimana kelanjutan proyek?" Mr. Mark membuka topik pembicaraan dengan gaya bicara yang masih kental aksen Inggrisnya."Semua sudah siap, anak kami, Mazaya yang akan menyelesaikannya
Lewat tengah hari, Hexel kembali meminta izin untuk pulang lebih awal sekaligus meminta keringanan untuk ke depannya bisa selalu pulang lebih awal.Jonathan mengabulkan permintaan Hexel. Sebagai gantinya, ia harus membantu anggota tim lain yang belum selesai. Hexel menerima penawaran Jonathan, artinya dia harus lebih bekerja keras lagi ke depannya. Tetapi itu tidak masalah, yang penting ia bisa menyelesaikan kedua tugas besarnya tanpa masalah.Hexel memacu motor besarnya menuju ke markas untuk berganti pakaian, lalu melanjutkan perjalanannya ke kantor Adidaya Komputindo. Kini ia telah kembali menjadi sosok Mazaya Vienita yang cantik.Di sana, Mazaya di arahkan menuju sebuah ruang rahasia khusus untuk mengerjakan proyek-proyek tertentu, salah satunya New World. Sebenarnya, hati kecil Mazaya menolak melakukan semua itu, apalagi ia mengerjakan satu software untuk dua dua perusahaan yang berbeda dan tujuan yang berbeda.Mazaya mulai melakukan tugasnya. Di rua
Rafa akhirnya pergi mencari air minum untuk Mazaya yang tengahmegap-megapsambil mengipasi lidahnya yang terjulur, air matanya mengalir. Ia benar-benar tidak menyangka gadis itu tidak bisa makan makanan pedas. Setelah mendapatkan air minum, ia segera menyerahkan pada Mazaya dan membukakan penutupnya."Sorry, gue nggak tau kalo lo nggak makan pedes, gue pikir tadi sama pentolnya." Rafa memasak wajah iba. Rafa mengusap air mata di pipi Mazaya yang terus mengalir karena kepedasan."Udah, nggak apa-apa kok, ntar juga ilang.Thanksnyariin gue air," ucapnya sambil tersenyum -berusaha tersenyum lebih tepatnya-."Beneran lo nggak apa-apa? Kalo mau bales ke gue nggak apa-apa kok, asal lo jangan marah." Rafa memegang kedua pipi Mazaya dan menghadapkannya ke wajahnya agar mata mereka saling tatap."Apaan sih, nggak apa-apa, Raf.Swear!" Mazaya mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya sambil ters
Hexel memasuki ruangan yang sangat luas dan penuh dengan berbagai peralatan teknologi informasi, ia mencari seorang pria bernama Jonathan."Permisi, bisakah saya bertemu Jonathan?" Mendengar suara wanita, dua orang pria yang sedang sibuk menoleh dan mencari-cari sumber suara, namun yang mereka temukan hanyalah sesosok pria sexy berdiri di tengah pintu."Apa lo nggak denger suara cewek tadi, Yog?""Iya, gue juga denger."Mereka lalu menatap ke arah satu-satunya kandidat pemilik suara yang berdiri di tengah pintu."Apa itu lo?" suara bariton seorang pria terdengar."Saya?" Hexel justru balik bertanya tidak memahami kebingungan dua pria di dalam ruangan itu."Iya, lo kan tadi yang nanya Jonathan?""Oh, iya, iya, itu saya," Hexel menjawab dengan sopan bahkan ia menundukan kepala."Alaah, lo itu cuman mikirin cewek doang, jadi biar cowok lo dengernya juga cewek!" Yoga menjentik telinga temannya."Maaf?" Hexel kembali b
Rafa akhirnya pergi mencari air minum untuk Mazaya yang tengahmegap-megapsambil mengipasi lidahnya yang terjulur, air matanya mengalir. Ia benar-benar tidak menyangka gadis itu tidak bisa makan makanan pedas. Setelah mendapatkan air minum, ia segera menyerahkan pada Mazaya dan membukakan penutupnya."Sorry, gue nggak tau kalo lo nggak makan pedes, gue pikir tadi sama pentolnya." Rafa memasak wajah iba. Rafa mengusap air mata di pipi Mazaya yang terus mengalir karena kepedasan."Udah, nggak apa-apa kok, ntar juga ilang.Thanksnyariin gue air," ucapnya sambil tersenyum -berusaha tersenyum lebih tepatnya-."Beneran lo nggak apa-apa? Kalo mau bales ke gue nggak apa-apa kok, asal lo jangan marah." Rafa memegang kedua pipi Mazaya dan menghadapkannya ke wajahnya agar mata mereka saling tatap."Apaan sih, nggak apa-apa, Raf.Swear!" Mazaya mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya sambil ters
Lewat tengah hari, Hexel kembali meminta izin untuk pulang lebih awal sekaligus meminta keringanan untuk ke depannya bisa selalu pulang lebih awal.Jonathan mengabulkan permintaan Hexel. Sebagai gantinya, ia harus membantu anggota tim lain yang belum selesai. Hexel menerima penawaran Jonathan, artinya dia harus lebih bekerja keras lagi ke depannya. Tetapi itu tidak masalah, yang penting ia bisa menyelesaikan kedua tugas besarnya tanpa masalah.Hexel memacu motor besarnya menuju ke markas untuk berganti pakaian, lalu melanjutkan perjalanannya ke kantor Adidaya Komputindo. Kini ia telah kembali menjadi sosok Mazaya Vienita yang cantik.Di sana, Mazaya di arahkan menuju sebuah ruang rahasia khusus untuk mengerjakan proyek-proyek tertentu, salah satunya New World. Sebenarnya, hati kecil Mazaya menolak melakukan semua itu, apalagi ia mengerjakan satu software untuk dua dua perusahaan yang berbeda dan tujuan yang berbeda.Mazaya mulai melakukan tugasnya. Di rua
Sore itu, di aula markas yang luasnya hanya 4 x 5 meter telah berkumpul beberapa orang. Mereka adalah para utusan dari Adidaya Komputindo yang dipimpin oleh Mr. Mark Louis, seorang pria berdarah Amerika, namun sudah menjadi warga negara Indonesia.Mr. Mark datang bersama seorang wanita dan dua orang pria. Mazaya menduga mereka pastilah asisten kepercayaannya.Mazaya diam tanpa bergerak di tempat duduknya, pandangan matanya lurus ke meja di hadapannya. Masih terngiang di telinganya persyaratan untuk terbebas dari masa skorsing adalah menyelesaikan proyek New World hingga 100% sesuai dengan model yang diinginkan pihak Adidaya Komputindo. Sebab dialah satu-satunya anggota terbaik yang paling membidangi pengembangan software."Well, let's start the meeting now. Bagaimana kelanjutan proyek?" Mr. Mark membuka topik pembicaraan dengan gaya bicara yang masih kental aksen Inggrisnya."Semua sudah siap, anak kami, Mazaya yang akan menyelesaikannya
Mazaya muncul dari balik bunga-bunga yang rimbun sambil mengebaskan lengan bajunya yang tampak basah. Rafa memandanginya dengan perasaan khawatir."Lo dari mana aja? gue panik pas kembali lo nggak ada." Rafa tidak sabar menyusul Mazaya yang masih agak jauh."Oh iya, sorry, Raf, tadi habis dari toilet. Jadi gimana copetnya, ketemu?" Mazaya berbicara sambil terus berjalan tanpa memperhatikan Rafa yang sangat khawatir."Iya udah, tasnya ibu tadi juga sudah dibalikin, copetnya dibawa ke kantor polisi." Rafa menjelaskan dengan penuh semangat berharap Mazaya tentang aksi heroiknya tadi. Namun harapannya pupus karena gadis itu tetap terus berjalan tanpa berkata apa pun."Syukurlah kalo gitu. Yuk, cari tempat lain yang lebih sejuk." Mazaya berjalan cepat lebih dulu meninggalkan Rafa.Memperhatikan punggung Mazaya, Rafa merasa pernah melihat sebelumnya, namun ia lupa di mana. Ia berjalan mengikuti di belakan
Pagi-pagi sekali Rafa sudah memarkirkan mobilnya di depan rumah Mazaya. Ia sangat bersemangat menjemput Mazaya sepagi itu.Bu Maimunah yang sedang menyapu halaman menyambut kedatangannya dengan senyum ramah."Rafa datang lagi," sapa Bu Maimunah."Iya, Bu, mau ngajak Zaya jalan-jalan biar dia semangat. Semalem kusut banget mukanya." Rafa menjawab dengan sopan.Bu Maimunah masuk ke dalam memanggil putrinya. Rafa menunggu di halaman, lalu bersandar di depan mobilnya. Telepon berdering, ia segera mengambil ponselnya."Jonathan, ngapain dia nelpon hari libur begini." Rafa membatin, ia menggeser layar ponselnya."Halo, Bro," Rafa menjawab panggilan."Lo di mana? gue di rumah lo, katanya lo keluar." Suara lantang Jonathan terdengar dari seberang."Ganggu aja sih lo. Udah ya, ntar gue telpon kalo mau balik." Rafa menutup teleponnya. Lalu membuka-buka pesan
Mazaya dan Zeta tiba di markas menjelang subuh. Mereka langsung menuju ke ruangan Bigboss yang pasti sedang menunggu mereka.Sesampainya di ruangan Bigboss, mereka duduk di sofa di sudut ruangan. Mereka mulai melepas sarung tangan, topi, dan penutup wajah. Bigboss memperhatikan mereka tanpa berkedip."Zaya, harus berapa kali gue ingetin ke elo supaya menahan sedikiiit saja --amarahmu. Oke, semua tau lo hebat, tapi... apakah semua membaik kalo diselesaikan begini?" Bigboss mengusap rambutnya, lalu membuang muka. Raut wajahnya menunjukkan rasa kesal.Mazaya hanya tertunduk menggigit bibirnya yang tipis. Digenggamnya jemarinya erat-erat."Gue harap ini terakhir kali lo begini. Ke depan pekerjaan semakin banyak, profesionalisme harus ditingkatkan.""Ma-maafkan gue, Bigboss." Terbata ia mengeluarkan suaranya."Setiap pelanggaran hukuman tetap berlaku. Lo di-skors satu minggu. Gaji dipoto
Mazaya dan Zeta terlibat perkelahian sengit dengan para pria itu. Mereka adalah para penjaga elit di acara pertemuan tersebut. Entah mereka berada di pihak yang mana. Mereka memiliki keahlian beladiri khusus, cukup sulit menyingkirkan mereka.Mazaya terdesak ke sisi balkon yang mengarah ke bawah, dengan sekali gerakan ia menaiki pagar balkon itu dan melompat sekaligus melakukan tendangan telak kepada tiga orang musuh yang mengepungnya. Sementara Zeta berupaya menyingkirkan empat orang lainnya di dalam kamar hotel.Mazaya kembali melompat dengan bersalto dan berdiri di atas pundak dua orang musuh, lalu membenturkan kepala keduanya hingga mengucurkan darah. Dua orang itu ambruk dan tak bisa bergerak lagi. Satu orang lainnya tertegun sejenak melihat nasib dua orang temannya, ia mengeluarkan sebilah pisau belati kecil yang berkilat di bawah sinar lampu balkon. Ia maju penuh percaya diri dengan belati di tangannya, mengayunkan belati ke arah perut Mazaya
"Emang napa lo?" Rafa keheranan melihat ekspresi tidak biasa sepupunya yang terkenal cool sama dengannya."Lo punya cewek, nggak?""Hah?" Rafa terkejut mendengar pertanyaan sepupunya yang tiba-tiba dan aneh itu."Kenapa lo tanya begitu?" tanya Rafa heran."Udah deh jawab apa susah amat," gerutu Jonathan."Nggak! napa lo? lo dapet cewek?" gurau Rafa sambil tersenyum.Jonathan mendekat ke arah Rafa, lalu dipeluknya sepupunya itu. Sontak Rafa berontak."Lo napa sih, aneh banget, tau?" Rafa duduk menjauh dari Jonathan."Apa lo merasakan sesuatu yang aneh?" Jonathan bertanya dengan wajah polos yang lucu."Merasakan apa?" Rafa tergelak. "Jangan-jangan lo nggak normal, ya kan? Oh Tuhan, ada dari keluarga gue yang nggak normal?"Jonathan meninju lengan Rafa."Makanya cariin gue cewek, gue mau ngetes apa gue
Tiga hari berlalu.Mazaya sudah kembali masuk kerja, hanya tinggal sedikit bekas luka di jidatnya yang masih membekas, dia menempelnya dengan hansaplas agar tidak menimbulkan pertanyaan."Halo, Hexel, akhirnya lo udah sehat. Kenapa lo bisa sakit sih?" Yoga dan Gery langsung menyambut kedatangannya."Nggak tau juga, mungkin lagi musim kali, banyak yang demam di kompleks gue. Maaf ya, udah ngerepotin lo berdua." Hexel meletakkan tas punggungnya di sandaran kursi."Iya, nih, pekerjaan lo berat banget, gue nggak terlalu memahami bagian itu. Jadi belum kelar deh." Yoga memasang wajah bersalah karena tidak mampu menyelesaikan tugasnya."What? gawat! kalo gitu mulai sekarang jangan ganggu gue, oke? gue mau selesaikan hari ini juga. Tapi lo berdua mesti ambilin gue makan siang, minuman capuccino dingin, plus kentang goreng. Oya satu lagi, sama es krim." Hexel menahan tawanya sebisa mungkin agar terlihat serius.