Tiga hari berlalu.
Mazaya sudah kembali masuk kerja, hanya tinggal sedikit bekas luka di jidatnya yang masih membekas, dia menempelnya dengan hansaplas agar tidak menimbulkan pertanyaan.
"Halo, Hexel, akhirnya lo udah sehat. Kenapa lo bisa sakit sih?" Yoga dan Gery langsung menyambut kedatangannya.
"Nggak tau juga, mungkin lagi musim kali, banyak yang demam di kompleks gue. Maaf ya, udah ngerepotin lo berdua." Hexel meletakkan tas punggungnya di sandaran kursi.
"Iya, nih, pekerjaan lo berat banget, gue nggak terlalu memahami bagian itu. Jadi belum kelar deh." Yoga memasang wajah bersalah karena tidak mampu menyelesaikan tugasnya.
"What? gawat! kalo gitu mulai sekarang jangan ganggu gue, oke? gue mau selesaikan hari ini juga. Tapi lo berdua mesti ambilin gue makan siang, minuman capuccino dingin, plus kentang goreng. Oya satu lagi, sama es krim." Hexel menahan tawanya sebisa mungkin agar terlihat serius.
"Lo mau majak kite? bilang aja ambil kesempatan dalam kesempitan." Yoga menunjuk dirinya dan Gery bergantian, lalu berbalik ke hadapan komputernya sambil manyun.
Mazaya mulai serius mengetik berbagai kode. Dalam waktu singkat kode-kode itu sudah memenuhi layar komputernya dan terus berjalan naik seperti semut. Yoga dan Gery terbelalak melihat kecerdasan Hexel, mereka menelan salivanya sambil berdecak kagum.
Tiba-tiba Mazaya merasakan mulas diperutnya hingga ke pinggang. Ia tertunduk lemas, otomatis jemarinya turut berhenti menari di atas keyboard. Ia sudah hafal dengan tanda ini, dengan geram ia mengutuk dirinya sendiri.
"Kenapa harus datang pada saat seperti ini, sih! gue harus izin keluar lagi!" gerutu Hexel dalam hati.
Ia bangkit meninggalkan pekerjaannya dan segera menuju meja Meta.
"Met, gue izin dulu, perut gue sakit, mau beli obat." Tanpa menunggu persetujuan dari Meta, Hexel langsung berlari menuju kearah motornya. Lalu melaju dengan kencang menuju swalayan terdekat.
Ia masuk ke dalam swalayan dan mengambil sebungkus pembalut dan obat anti nyeri. Sesaat ia ragu untuk membayar di kasir dengan penampilannya seperti sekarang ini. Ia melangkah dengan perlahan meletakkan batang belanjaannya di hadapan kasir. Kasir itu mulai men-scan barcode barang-barang belanjaannya lalu memasukkannya ke dalam plastik.
"Totalnya 105.500." Mbak kasir menyebutkan nominal belanjaannya. Ia tertegun sesaat melihat customer di hadapannya, antara percaya dan tidak percaya.
"Ini punya pacar gue." Hexel membaca keraguan Mbak Kasir dan mengungkapkan alasannya agar dia tidak mati berdiri karena penasaran. wakakakak.
"Oh, pacar yang baik. kembaliannya mau disumbangkan atau diuangkan saja, Mas?" senyum Mbak Kasir mengembang.
"Sumbangkan aja." Hexel menyambar plastik belanjaannya, ia langsung menaiki motornya dan melaju kembali ke kantor.
Begitu sampai di kantor, ia langsung berjalan cepat masuk ke dalam kamar mandi yang letaknya bersebalahan dengan dapur. Ia membanting pintu kamar mandi dengan keras mengagetkan rekan-rekan kerjanya.
"Kenapa Hexel?" Hampir bersamaan seisi ruangan bertanya.
"Sakit perut dia, kebanyakan makan sambel kali," seloroh Gery sambil tertawa.
Di dalam kamar mandi, setelah memasang pembalut pad tempatnya, Hexel meminum obat tanpa menggunakan air. Hal itu sudah biasa baginya, bahkan terkadang harus meminum hingga lima butir obat dalam satu waktu ketika kondisi darurat untuk menambah stamina.
Ia keluar dari ruangan sambil memegang pinggangnya yang masih terasa nyeri. Ia tidak menyadari Jonathan sedang membuat kopi di dapur. Hexel bermaksud mengambil air hangat, ia menekan tombol Hot pada dispenser, menunggunya beberapa saat. Jonathan hanya diam melihat tingkah Hexel, ia tidak menegurnya dan terus sibuk dengan kopinya.
Hexel mematikan tombol Hot, lalu menuangkan setengah gelas air panas. Ia mengira air itu hangat sebab hanya sekitar 2 menit ia panaskan. Dengan tergesa ia meneguknya seteguk kecil.
"Aaarrggggh!"
Ia kaget bukan kepalang karena ternyata air itu panas! ia meletakkannya dengan keras di atas meja dan mundur beberapa langkah hingga menubruk Jonathan yang masih berdiri di belakangnya. Secara spontan Jonathan menangkap tubuh Hexel dari belakang untuk menghindari hal buruk lain yang mungkin terjadi.
Jonathan tidak dapat membohongi dirinya bahwa tubuh Hexel memang ramping dan terdapat sesuatu yang berbeda dari tubuh pria. Bagaimana pun ia sering latihan bela diri dan gulat yang membuat kontak fisik tidak dapat dihindari. Rasa nyaman menjalar ke seluruh tubuh Jonathan, ia mendekap tubuh itu semakin erat, nalurinya sebagai pria bekerja dengan normal.
Hexel menyadari apa yang sedang terjadi, ia segera melepaskan diri dari dekapan Jonathan dan meminta maaf padanya atas ketidaknyamanan yang ia timbulkan. Ia sudah pasrah jika Jonathan bakal memarahinya karena kecerobohan ini.
"Ma-maaf, Pak." Hexel langsung pergi meninggalkan Jonathan yang masih mematung di tempatnya.
"Gue kenapa? apa ad yang salah dengan diri gue? apa gue tidak normal?" Jonathan memukul kepalanya berharap semua itu tidak nyata. Ia segera kembali ke ruangannya membawa kopi yang dibuatnya sendiri.
Hexel segera duduk di tempatnya kembali. Ia langsung meletakkan jemarinya kembali di atas keyboard dan mulai lagi menari dengan lincah seiring semut-semut kode berjalan naik. Semua orang dalam ruangan memperhatikannya dengan pandangan yang tidak bisa ia tebak. Ia segera menghentikan pekerjaannya.
"Kenapa? ada apa?" Hexel turut memandang orang-orang di sekitarnya.
"Lo itu yang kenapa, jalan kayak kuda terus bikin kegaduhan di dapur." Gery menepuk pundak Hexel.
"Oh, itu. Sorry tadi perut gue sakit banget jadi buru-buru ke toilet dan minum obat." Hexel menunjukkan ekspresi bersalahnya.
Jonathan masih memikirkan apa yang baru saja dia alami bersama Hexel di dapur. Ia mulai browsing berbagai ciri-ciri penyuka sesama jenis. Ia juga mencoba melihat gambar-gambar wanita yang biasa-biasa hingga yang hot, namun ia tidak merasakan apa-apa. Akhirnya ia mencoba untuk dekat perempuan. Ia memikirkan salah satu wanita yang menurutnya menarik, namun hingga sakit kepalanya ia tidak menemukannya.
Jonathan menghubungi Rafa agar bertemu. Mereka berdua saling sepupu. Meskipun di kantor mereka tampak tidak akrab, tetapi untuk urusan kekeluargaan mereka terkadang masih sering bertemu.
Saat itu juga mereka bertemu di ruangan Rafa. Sepeninggal Jonathan anggota tim langsung bernapas lega dan merenggangkan otot-otot mereka yang menegang akibat terlalu dipantau oleh Jonathan.
Sesampainya di ruangan Rafa, Jonathan memastikan tidak ada orang yang mendengar percakapan mereka. Ia bahkan mengunci pintu ruangan itu membuat Rafa semakin terheran-heran dengan sikapnya.
________________________________
Terima kasih sudah menjadi pembaca setia cerita ini...
Jangan lupa klik tambahkan ke koleksi atau ke rak sebelum meninggalkan bacaan ya kak...
Jangan lupa juga berikan vote setiap berpindah bab untuk mendukung Author terus maju berkarya.
Berikan hadiah lebih bagus lagi hehehe.
Terima kasih yang sebesar-besarnya untuk semua yang sudah memberikan dukungan untuk karya ini, semoga Tuhan membalas kebaikan Kakak semua.
"Emang napa lo?" Rafa keheranan melihat ekspresi tidak biasa sepupunya yang terkenal cool sama dengannya."Lo punya cewek, nggak?""Hah?" Rafa terkejut mendengar pertanyaan sepupunya yang tiba-tiba dan aneh itu."Kenapa lo tanya begitu?" tanya Rafa heran."Udah deh jawab apa susah amat," gerutu Jonathan."Nggak! napa lo? lo dapet cewek?" gurau Rafa sambil tersenyum.Jonathan mendekat ke arah Rafa, lalu dipeluknya sepupunya itu. Sontak Rafa berontak."Lo napa sih, aneh banget, tau?" Rafa duduk menjauh dari Jonathan."Apa lo merasakan sesuatu yang aneh?" Jonathan bertanya dengan wajah polos yang lucu."Merasakan apa?" Rafa tergelak. "Jangan-jangan lo nggak normal, ya kan? Oh Tuhan, ada dari keluarga gue yang nggak normal?"Jonathan meninju lengan Rafa."Makanya cariin gue cewek, gue mau ngetes apa gue
Mazaya dan Zeta terlibat perkelahian sengit dengan para pria itu. Mereka adalah para penjaga elit di acara pertemuan tersebut. Entah mereka berada di pihak yang mana. Mereka memiliki keahlian beladiri khusus, cukup sulit menyingkirkan mereka.Mazaya terdesak ke sisi balkon yang mengarah ke bawah, dengan sekali gerakan ia menaiki pagar balkon itu dan melompat sekaligus melakukan tendangan telak kepada tiga orang musuh yang mengepungnya. Sementara Zeta berupaya menyingkirkan empat orang lainnya di dalam kamar hotel.Mazaya kembali melompat dengan bersalto dan berdiri di atas pundak dua orang musuh, lalu membenturkan kepala keduanya hingga mengucurkan darah. Dua orang itu ambruk dan tak bisa bergerak lagi. Satu orang lainnya tertegun sejenak melihat nasib dua orang temannya, ia mengeluarkan sebilah pisau belati kecil yang berkilat di bawah sinar lampu balkon. Ia maju penuh percaya diri dengan belati di tangannya, mengayunkan belati ke arah perut Mazaya
Mazaya dan Zeta tiba di markas menjelang subuh. Mereka langsung menuju ke ruangan Bigboss yang pasti sedang menunggu mereka.Sesampainya di ruangan Bigboss, mereka duduk di sofa di sudut ruangan. Mereka mulai melepas sarung tangan, topi, dan penutup wajah. Bigboss memperhatikan mereka tanpa berkedip."Zaya, harus berapa kali gue ingetin ke elo supaya menahan sedikiiit saja --amarahmu. Oke, semua tau lo hebat, tapi... apakah semua membaik kalo diselesaikan begini?" Bigboss mengusap rambutnya, lalu membuang muka. Raut wajahnya menunjukkan rasa kesal.Mazaya hanya tertunduk menggigit bibirnya yang tipis. Digenggamnya jemarinya erat-erat."Gue harap ini terakhir kali lo begini. Ke depan pekerjaan semakin banyak, profesionalisme harus ditingkatkan.""Ma-maafkan gue, Bigboss." Terbata ia mengeluarkan suaranya."Setiap pelanggaran hukuman tetap berlaku. Lo di-skors satu minggu. Gaji dipoto
Pagi-pagi sekali Rafa sudah memarkirkan mobilnya di depan rumah Mazaya. Ia sangat bersemangat menjemput Mazaya sepagi itu.Bu Maimunah yang sedang menyapu halaman menyambut kedatangannya dengan senyum ramah."Rafa datang lagi," sapa Bu Maimunah."Iya, Bu, mau ngajak Zaya jalan-jalan biar dia semangat. Semalem kusut banget mukanya." Rafa menjawab dengan sopan.Bu Maimunah masuk ke dalam memanggil putrinya. Rafa menunggu di halaman, lalu bersandar di depan mobilnya. Telepon berdering, ia segera mengambil ponselnya."Jonathan, ngapain dia nelpon hari libur begini." Rafa membatin, ia menggeser layar ponselnya."Halo, Bro," Rafa menjawab panggilan."Lo di mana? gue di rumah lo, katanya lo keluar." Suara lantang Jonathan terdengar dari seberang."Ganggu aja sih lo. Udah ya, ntar gue telpon kalo mau balik." Rafa menutup teleponnya. Lalu membuka-buka pesan
Mazaya muncul dari balik bunga-bunga yang rimbun sambil mengebaskan lengan bajunya yang tampak basah. Rafa memandanginya dengan perasaan khawatir."Lo dari mana aja? gue panik pas kembali lo nggak ada." Rafa tidak sabar menyusul Mazaya yang masih agak jauh."Oh iya, sorry, Raf, tadi habis dari toilet. Jadi gimana copetnya, ketemu?" Mazaya berbicara sambil terus berjalan tanpa memperhatikan Rafa yang sangat khawatir."Iya udah, tasnya ibu tadi juga sudah dibalikin, copetnya dibawa ke kantor polisi." Rafa menjelaskan dengan penuh semangat berharap Mazaya tentang aksi heroiknya tadi. Namun harapannya pupus karena gadis itu tetap terus berjalan tanpa berkata apa pun."Syukurlah kalo gitu. Yuk, cari tempat lain yang lebih sejuk." Mazaya berjalan cepat lebih dulu meninggalkan Rafa.Memperhatikan punggung Mazaya, Rafa merasa pernah melihat sebelumnya, namun ia lupa di mana. Ia berjalan mengikuti di belakan
Sore itu, di aula markas yang luasnya hanya 4 x 5 meter telah berkumpul beberapa orang. Mereka adalah para utusan dari Adidaya Komputindo yang dipimpin oleh Mr. Mark Louis, seorang pria berdarah Amerika, namun sudah menjadi warga negara Indonesia.Mr. Mark datang bersama seorang wanita dan dua orang pria. Mazaya menduga mereka pastilah asisten kepercayaannya.Mazaya diam tanpa bergerak di tempat duduknya, pandangan matanya lurus ke meja di hadapannya. Masih terngiang di telinganya persyaratan untuk terbebas dari masa skorsing adalah menyelesaikan proyek New World hingga 100% sesuai dengan model yang diinginkan pihak Adidaya Komputindo. Sebab dialah satu-satunya anggota terbaik yang paling membidangi pengembangan software."Well, let's start the meeting now. Bagaimana kelanjutan proyek?" Mr. Mark membuka topik pembicaraan dengan gaya bicara yang masih kental aksen Inggrisnya."Semua sudah siap, anak kami, Mazaya yang akan menyelesaikannya
Lewat tengah hari, Hexel kembali meminta izin untuk pulang lebih awal sekaligus meminta keringanan untuk ke depannya bisa selalu pulang lebih awal.Jonathan mengabulkan permintaan Hexel. Sebagai gantinya, ia harus membantu anggota tim lain yang belum selesai. Hexel menerima penawaran Jonathan, artinya dia harus lebih bekerja keras lagi ke depannya. Tetapi itu tidak masalah, yang penting ia bisa menyelesaikan kedua tugas besarnya tanpa masalah.Hexel memacu motor besarnya menuju ke markas untuk berganti pakaian, lalu melanjutkan perjalanannya ke kantor Adidaya Komputindo. Kini ia telah kembali menjadi sosok Mazaya Vienita yang cantik.Di sana, Mazaya di arahkan menuju sebuah ruang rahasia khusus untuk mengerjakan proyek-proyek tertentu, salah satunya New World. Sebenarnya, hati kecil Mazaya menolak melakukan semua itu, apalagi ia mengerjakan satu software untuk dua dua perusahaan yang berbeda dan tujuan yang berbeda.Mazaya mulai melakukan tugasnya. Di rua
Rafa akhirnya pergi mencari air minum untuk Mazaya yang tengahmegap-megapsambil mengipasi lidahnya yang terjulur, air matanya mengalir. Ia benar-benar tidak menyangka gadis itu tidak bisa makan makanan pedas. Setelah mendapatkan air minum, ia segera menyerahkan pada Mazaya dan membukakan penutupnya."Sorry, gue nggak tau kalo lo nggak makan pedes, gue pikir tadi sama pentolnya." Rafa memasak wajah iba. Rafa mengusap air mata di pipi Mazaya yang terus mengalir karena kepedasan."Udah, nggak apa-apa kok, ntar juga ilang.Thanksnyariin gue air," ucapnya sambil tersenyum -berusaha tersenyum lebih tepatnya-."Beneran lo nggak apa-apa? Kalo mau bales ke gue nggak apa-apa kok, asal lo jangan marah." Rafa memegang kedua pipi Mazaya dan menghadapkannya ke wajahnya agar mata mereka saling tatap."Apaan sih, nggak apa-apa, Raf.Swear!" Mazaya mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya sambil ters
Rafa akhirnya pergi mencari air minum untuk Mazaya yang tengahmegap-megapsambil mengipasi lidahnya yang terjulur, air matanya mengalir. Ia benar-benar tidak menyangka gadis itu tidak bisa makan makanan pedas. Setelah mendapatkan air minum, ia segera menyerahkan pada Mazaya dan membukakan penutupnya."Sorry, gue nggak tau kalo lo nggak makan pedes, gue pikir tadi sama pentolnya." Rafa memasak wajah iba. Rafa mengusap air mata di pipi Mazaya yang terus mengalir karena kepedasan."Udah, nggak apa-apa kok, ntar juga ilang.Thanksnyariin gue air," ucapnya sambil tersenyum -berusaha tersenyum lebih tepatnya-."Beneran lo nggak apa-apa? Kalo mau bales ke gue nggak apa-apa kok, asal lo jangan marah." Rafa memegang kedua pipi Mazaya dan menghadapkannya ke wajahnya agar mata mereka saling tatap."Apaan sih, nggak apa-apa, Raf.Swear!" Mazaya mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya sambil ters
Lewat tengah hari, Hexel kembali meminta izin untuk pulang lebih awal sekaligus meminta keringanan untuk ke depannya bisa selalu pulang lebih awal.Jonathan mengabulkan permintaan Hexel. Sebagai gantinya, ia harus membantu anggota tim lain yang belum selesai. Hexel menerima penawaran Jonathan, artinya dia harus lebih bekerja keras lagi ke depannya. Tetapi itu tidak masalah, yang penting ia bisa menyelesaikan kedua tugas besarnya tanpa masalah.Hexel memacu motor besarnya menuju ke markas untuk berganti pakaian, lalu melanjutkan perjalanannya ke kantor Adidaya Komputindo. Kini ia telah kembali menjadi sosok Mazaya Vienita yang cantik.Di sana, Mazaya di arahkan menuju sebuah ruang rahasia khusus untuk mengerjakan proyek-proyek tertentu, salah satunya New World. Sebenarnya, hati kecil Mazaya menolak melakukan semua itu, apalagi ia mengerjakan satu software untuk dua dua perusahaan yang berbeda dan tujuan yang berbeda.Mazaya mulai melakukan tugasnya. Di rua
Sore itu, di aula markas yang luasnya hanya 4 x 5 meter telah berkumpul beberapa orang. Mereka adalah para utusan dari Adidaya Komputindo yang dipimpin oleh Mr. Mark Louis, seorang pria berdarah Amerika, namun sudah menjadi warga negara Indonesia.Mr. Mark datang bersama seorang wanita dan dua orang pria. Mazaya menduga mereka pastilah asisten kepercayaannya.Mazaya diam tanpa bergerak di tempat duduknya, pandangan matanya lurus ke meja di hadapannya. Masih terngiang di telinganya persyaratan untuk terbebas dari masa skorsing adalah menyelesaikan proyek New World hingga 100% sesuai dengan model yang diinginkan pihak Adidaya Komputindo. Sebab dialah satu-satunya anggota terbaik yang paling membidangi pengembangan software."Well, let's start the meeting now. Bagaimana kelanjutan proyek?" Mr. Mark membuka topik pembicaraan dengan gaya bicara yang masih kental aksen Inggrisnya."Semua sudah siap, anak kami, Mazaya yang akan menyelesaikannya
Mazaya muncul dari balik bunga-bunga yang rimbun sambil mengebaskan lengan bajunya yang tampak basah. Rafa memandanginya dengan perasaan khawatir."Lo dari mana aja? gue panik pas kembali lo nggak ada." Rafa tidak sabar menyusul Mazaya yang masih agak jauh."Oh iya, sorry, Raf, tadi habis dari toilet. Jadi gimana copetnya, ketemu?" Mazaya berbicara sambil terus berjalan tanpa memperhatikan Rafa yang sangat khawatir."Iya udah, tasnya ibu tadi juga sudah dibalikin, copetnya dibawa ke kantor polisi." Rafa menjelaskan dengan penuh semangat berharap Mazaya tentang aksi heroiknya tadi. Namun harapannya pupus karena gadis itu tetap terus berjalan tanpa berkata apa pun."Syukurlah kalo gitu. Yuk, cari tempat lain yang lebih sejuk." Mazaya berjalan cepat lebih dulu meninggalkan Rafa.Memperhatikan punggung Mazaya, Rafa merasa pernah melihat sebelumnya, namun ia lupa di mana. Ia berjalan mengikuti di belakan
Pagi-pagi sekali Rafa sudah memarkirkan mobilnya di depan rumah Mazaya. Ia sangat bersemangat menjemput Mazaya sepagi itu.Bu Maimunah yang sedang menyapu halaman menyambut kedatangannya dengan senyum ramah."Rafa datang lagi," sapa Bu Maimunah."Iya, Bu, mau ngajak Zaya jalan-jalan biar dia semangat. Semalem kusut banget mukanya." Rafa menjawab dengan sopan.Bu Maimunah masuk ke dalam memanggil putrinya. Rafa menunggu di halaman, lalu bersandar di depan mobilnya. Telepon berdering, ia segera mengambil ponselnya."Jonathan, ngapain dia nelpon hari libur begini." Rafa membatin, ia menggeser layar ponselnya."Halo, Bro," Rafa menjawab panggilan."Lo di mana? gue di rumah lo, katanya lo keluar." Suara lantang Jonathan terdengar dari seberang."Ganggu aja sih lo. Udah ya, ntar gue telpon kalo mau balik." Rafa menutup teleponnya. Lalu membuka-buka pesan
Mazaya dan Zeta tiba di markas menjelang subuh. Mereka langsung menuju ke ruangan Bigboss yang pasti sedang menunggu mereka.Sesampainya di ruangan Bigboss, mereka duduk di sofa di sudut ruangan. Mereka mulai melepas sarung tangan, topi, dan penutup wajah. Bigboss memperhatikan mereka tanpa berkedip."Zaya, harus berapa kali gue ingetin ke elo supaya menahan sedikiiit saja --amarahmu. Oke, semua tau lo hebat, tapi... apakah semua membaik kalo diselesaikan begini?" Bigboss mengusap rambutnya, lalu membuang muka. Raut wajahnya menunjukkan rasa kesal.Mazaya hanya tertunduk menggigit bibirnya yang tipis. Digenggamnya jemarinya erat-erat."Gue harap ini terakhir kali lo begini. Ke depan pekerjaan semakin banyak, profesionalisme harus ditingkatkan.""Ma-maafkan gue, Bigboss." Terbata ia mengeluarkan suaranya."Setiap pelanggaran hukuman tetap berlaku. Lo di-skors satu minggu. Gaji dipoto
Mazaya dan Zeta terlibat perkelahian sengit dengan para pria itu. Mereka adalah para penjaga elit di acara pertemuan tersebut. Entah mereka berada di pihak yang mana. Mereka memiliki keahlian beladiri khusus, cukup sulit menyingkirkan mereka.Mazaya terdesak ke sisi balkon yang mengarah ke bawah, dengan sekali gerakan ia menaiki pagar balkon itu dan melompat sekaligus melakukan tendangan telak kepada tiga orang musuh yang mengepungnya. Sementara Zeta berupaya menyingkirkan empat orang lainnya di dalam kamar hotel.Mazaya kembali melompat dengan bersalto dan berdiri di atas pundak dua orang musuh, lalu membenturkan kepala keduanya hingga mengucurkan darah. Dua orang itu ambruk dan tak bisa bergerak lagi. Satu orang lainnya tertegun sejenak melihat nasib dua orang temannya, ia mengeluarkan sebilah pisau belati kecil yang berkilat di bawah sinar lampu balkon. Ia maju penuh percaya diri dengan belati di tangannya, mengayunkan belati ke arah perut Mazaya
"Emang napa lo?" Rafa keheranan melihat ekspresi tidak biasa sepupunya yang terkenal cool sama dengannya."Lo punya cewek, nggak?""Hah?" Rafa terkejut mendengar pertanyaan sepupunya yang tiba-tiba dan aneh itu."Kenapa lo tanya begitu?" tanya Rafa heran."Udah deh jawab apa susah amat," gerutu Jonathan."Nggak! napa lo? lo dapet cewek?" gurau Rafa sambil tersenyum.Jonathan mendekat ke arah Rafa, lalu dipeluknya sepupunya itu. Sontak Rafa berontak."Lo napa sih, aneh banget, tau?" Rafa duduk menjauh dari Jonathan."Apa lo merasakan sesuatu yang aneh?" Jonathan bertanya dengan wajah polos yang lucu."Merasakan apa?" Rafa tergelak. "Jangan-jangan lo nggak normal, ya kan? Oh Tuhan, ada dari keluarga gue yang nggak normal?"Jonathan meninju lengan Rafa."Makanya cariin gue cewek, gue mau ngetes apa gue
Tiga hari berlalu.Mazaya sudah kembali masuk kerja, hanya tinggal sedikit bekas luka di jidatnya yang masih membekas, dia menempelnya dengan hansaplas agar tidak menimbulkan pertanyaan."Halo, Hexel, akhirnya lo udah sehat. Kenapa lo bisa sakit sih?" Yoga dan Gery langsung menyambut kedatangannya."Nggak tau juga, mungkin lagi musim kali, banyak yang demam di kompleks gue. Maaf ya, udah ngerepotin lo berdua." Hexel meletakkan tas punggungnya di sandaran kursi."Iya, nih, pekerjaan lo berat banget, gue nggak terlalu memahami bagian itu. Jadi belum kelar deh." Yoga memasang wajah bersalah karena tidak mampu menyelesaikan tugasnya."What? gawat! kalo gitu mulai sekarang jangan ganggu gue, oke? gue mau selesaikan hari ini juga. Tapi lo berdua mesti ambilin gue makan siang, minuman capuccino dingin, plus kentang goreng. Oya satu lagi, sama es krim." Hexel menahan tawanya sebisa mungkin agar terlihat serius.