“Jadi, ini mansion lama keluarga Manley?” tanya Ivana, matanya tak lepas dari bangunan besar itu.“Iya, aku besar di sini,” jawab Arsen, sedikit nostalgia dalam suaranya.“Sebenarnya, mansion ini masih kalah luas dibandingkan yang ada di wilayah Utara. Hanya saja, di sini lebih hangat,” komentar Ivana sambil mengamati sekeliling.“Ya, kamu benar,” Arsen mengangguk, mengakui pendapatnya.Mereka berdua berdiri di depan bangunan besar berwarna merah bata itu, yang sebagian telah rusak dan kini sedang direnovasi. Dinding-dindingnya mencerminkan gaya arsitektur Eropa klasik, dengan jendela-jendela besar dan ornamen yang pudar dimakan usia, namun tetap kokoh berdiri, menyimpan cerita masa lalu keluarga Manley.Ivana menatap bangunan itu dengan lebih seksama, memperhatikan detail-detail yang tampak meski usang. Ornamen-ornamen pada dinding merah bata tampak seolah bercerita tentang kemegahan masa lalu yang kini hanya tersisa dalam bayang-bayang. "Berapa lama keluarga Manley sudah tinggal di
“Nah, disinilah tempatku biasanya menyendiri. Loteng ini penuh kenangan,” ujar Arsen. “Wah, aku pikir seperti rooftop. Ini kamar?” tanya Ivana saat melihat kamar sederhana dengan jendela besar di depan sana.“Hati-hati… Jangan lepaskan tanganmu dariku, tempat ini sudah ditinggalkan selama bertahun-tahun,” ujar Arsen mengulurkan tangannya pada Ivana dan wanita itu memegangnya. Di sana ada banyak mainan laki-laki, bola, mobil dan robot-robotan.“Semua mainan ini, adalah mainanku saya kecil,” ucap Arsen tersenyum mengenang kenangan masa kecilnya. Ivana mengamati sekeliling dengan rasa ingin tahu. “Jadi, kamu sering bermain di sini waktu kecil? Tempat ini terasa penuh kenangan,” katanya dengan nada mengagumi. “Ya, aku sering menghabiskan waktu di loteng ini. Aku bisa bersembunyi dari orang dewasa dan bermain sepuasnya,” jawab Arsen, matanya menatap jauh ke jendela, seolah mengingat masa-masa itu. “Kamu pasti punya banyak cerita seru,” ujar Ivana, mencoba menggali lebih dalam. “Bany
“Nyonya, apa butuh sesuatu?” tanya pembantu di mansion saati Ivana menuruni undakan tangga. “Tolong buatkan aku jus buah. Aku akan tunggu di halaman belakang,” pinta Ivana. “Baik, Bu.”Ivana mendaratkan bokongnya di salah satu kursi santai di dekat kolam renang. Dia mulai mengotak atik ponselnya, tidak ada notifikasi apapun di sana. “Apa Arsen masih sibuk?” gumamnya. Tadi pagi, Arsen bersama Cedric pergi untuk menemui Putra Mahkota, mengenai perusahaan Manley, yang akan dibangun kembali bisnisnya dengan bantuan putra mahkota. “Silakan, Nyonya.”“Terima kasih,” ucap Ivana. Segelas jus dan dessert dengan buah segar tersaji di atas meja. Sambil menikmati minuman dan makanan manis di hadapannya, Ivana terus memikirkan kabar dari Arsen. Rasa penasaran dan sedikit khawatir menyelimuti pikirannya. “Mudah-mudahan semuanya berjalan lancar,” ungkapnya dalam hati.Hembusan angin lembut menambah suasana santai di sekitar kolam renang. Ivana menatap air yang berkilau di bawah sinar matahari
Zeeya Gantari Manley “Zee... lihat Uncle tampan... Baa...!” Doly sedang mengajak main bayi cantik yang ada di dalam ranjang bayi. Arsen dan Ivana tertawa melihat kelakuan Doly di sana. “Bukannya senang, yang ada dia takut,” ucap Cedric. “Diamlah. Jangan ganggu kesenanganku. Keponakanku ini, langsung mengenali Pamannya yang tampan,” jawab Doly penuh percaya diri. Ivana tersenyum, menatap Doly yang berlagak seperti paman kesayangan. "Kalau Zee bisa bicara, mungkin dia bakal bilang, Pamanku aneh," canda Ivana, membuat Arsen dan Cedric tergelak.Cedric menepuk pundak Doly sambil berkata, "Jangan terlalu percaya diri, Dol. Zee mungkin lebih suka aku karena aku lebih keren darimu."Arsen mendengus dan melipat tangan di dadanya. "Jadi kompetisi sekarang? Aduh, Zee, kasihan kamu. Dikelilingi paman-paman yang penuh drama. Yang jelas, pria idola Zee, adalah aku, Daddy nya,” ucap Arsen penuh kebanggaan.Doly mendekatkan wajahnya ke ranj
Satu Bulan Kemudian... “Akhirnya, kita kembali ke rumah ini,” ucap Ivana menatap rumah yang sudah lama ditinggalkan. Ada rasa rindu sekaligus sedih karena Ayahnya sudah tidak ada lagi di sini. Ivana terkejut saat Arsen merangkulnya dari sambil. “Ayah dan Mamamu sedang menyambut kedatangan kita dan juga cucu pertama mereka. Aku yakin, mereka sedang melihat kita dari sana,” ucapnya mengecup puncak kepala Ivana yang sedang menggendong Zee. Mendengar kata-kata Arsen, Ivana tersenyum manis di sana dan menundukkan kepalanya, menatap sosok bayi dalam gendongannya yang sedang menatapnya juga dengan tatapan polosnya. “Kamu benar. Mereka akan senang melihat kedatangan kita,” ujar Ivana tersenyum.Suasana penuh kehangatan menyelimuti mereka. Ivana menghela napas panjang, membiarkan perasaan rindu sekaligus lega membaur dalam dirinya. Kehadiran Arsen di sisinya, serta bayi kecil mereka, Zee, memberikan kekuatan yang tak tergantikan. Rumah ini, meski dipenuh
Oek… Oek… Oek… Ivana bergegas bangun dari tidurnya saat mendengar tangisan Zee. Dia bangkit dari posisinya dan mendekati ranjang bayi yang berada di samping ranjang tempatnya dan Arsen tiduri. “Uh… putri cantik Mommy bangun, ya,” ucap Ivana tersenyum merekah menyapa Zee yang sudah mulai berhenti menangis. “Kenapa? Zee menangis?” tanya Arsen yang ikut terbangun di sana. “Sepertinya, popoknya basah. Aku akan menggantinya,” ucap Ivana. “Kamu pasti lelah. Istirahatlah, aku yang akan menggantikannya,” ucap Arsen bangkit dari posisinya mendekati ranjang bayi. “Apa tidak apa-apa?” tanya Ivana menatap Arsen. “Kenapa kamu ragu? Kamu takut aku tidak bisa melakukannya, ya?” kekeh Arsen. “Tenang saja, aku bisa melakukannya dengan baik. Lihatlah nanti,” ucap Arsen tersenyum dengan penuh rasa percaya diri.Ivana tersenyum kecil melihat kepercayaan diri Arsen yang jarang ia lihat dalam momen seperti ini. Ia mengangguk pe
“Wah, Zee udah wangi, ya... “ Ivana membawa Zee ke dalam gendongannya dengan wajah yang ceria. Dia berjalan keluar dari kamar Zee, seorang pelayan berjalan mendekatinya. “Nyonya, ada tamu untuk anda. Dia adalah baby sister yang di kirim kantor penyedia,” tuturnya. “Oh iya, baiklah. Aku akan turun dan menemuinya,” ujar Ivana dengan menggendong Zee, dia pun turun ke bawah dan melihat sosok wanita di ruang tamu. Wanita itu terlihat masih muda, tetapi wajahnya cukup mirip dengan Ana, sekretarisnya dulu yang menjadi mata-mata Arsen. “Selamat siang, Nyonya Manley,” sapa wanita itu. “Saya Laila, yang di kirim oleh pihak penyedia untuk menjadi baby sister putri Anda,” ucap Laila tersenyum ramah.Ivana mengamati Laila dengan cermat. Ada sesuatu di mata Laila yang terasa familiar, meskipun ia tidak bisa langsung mengingat apa."Selamat siang, Laila," jawab Ivana dengan senyuman hangat tapi hati-hati. "Silakan duduk. Saya ingin tahu lebih banyak
“Kamu mau menanam apa, Sayang?” tanya Arsen saat melihat melihat taman yang sudah di rapihkan oleh Ivana. “Aku ingin menghias taman dengan nuansa yang bagus. Apalagi, sebentar lagi musim dingin akan segera berakhir, dan aku ingin menyambut musim baru dengan suasana yang baru. Aku ingin menanam bunga dan tanaman hias,” jelas Ivana penuh semangat.Arsen tersenyum melihat semangat Ivana yang menggebu-gebu. Dia berjalan mendekat dan meraih tangan Ivana lembut, memandangnya dengan penuh perhatian.“Bunga dan tanaman hias? Itu ide yang bagus. Kamu sudah memutuskan bunga apa yang ingin kamu tanam?” tanyanya sambil mengusap punggung tangan Ivana.Ivana mengangguk kecil, matanya berbinar. “Aku ingin menanam tulip, mawar, dan lavender. Mereka akan membuat taman ini penuh warna dan harum. Oh, dan aku juga ingin beberapa pohon kecil untuk memberikan sedikit keteduhan.”Arsen tertawa pelan. “Kamu memang selalu punya rencana besar, Sayang. Tapi aku suka itu. Aku akan membantumu
Acara dilanjut dengan resepsi di halaman gereja yang meriah. Zeeya sibuk menikmati banyak camilan dan dessert yang tersaji di sana.Resepsi di halaman gereja berlangsung meriah, dengan nuansa taman yang indah, dihiasi lampu-lampu berkelip dan bunga-bunga berwarna cerah. Meja-meja penuh dengan berbagai jenis hidangan lezat, dari makanan pembuka hingga hidangan penutup yang menggugah selera. Sambil berdiri di sekitar area dengan pemandangan danau yang tenang, para tamu menikmati kebersamaan dan suasana yang penuh kebahagiaan.Zeeya yang tak bisa menahan rasa ingin tahunya, sudah berada di meja dessert, dengan wajah ceria dan penuh semangat. Camilan-camilan kecil, kue-kue manis, dan es krim berwarna-warni menarik perhatian balita tersebut. Dengan riang, dia memilih beberapa kue kecil dan memakannya satu per satu sambil tertawa kecil.
Saat mereka melangkah masuk ke dalam gereja, suasana penuh kehangatan menyambut. Hiasan bunga putih dan hijau menghiasi altar, sementara cahaya matahari yang masuk melalui kaca patri memberikan nuansa sakral. Para tamu, yang sebagian besar adalah kerabat dekat dan teman, sudah menempati tempat duduk mereka.Cedric dan istrinya, yang sedang berbincang di dekat pintu masuk, langsung melambai begitu melihat Arsen, Ivana, dan Zeeya. Cedric tersenyum lebar, lalu menghampiri mereka. "Akhirnya kalian sampai juga. Zeeya, kamu terlihat sangat cantik hari ini!" katanya sambil bercanda.Zeeya tersenyum malu-malu sambil merapat ke Ivana. "Terima kasih, Uncle Cedlic."Tak lama kemudian, Elmer dan Grasella datang menghampiri. Elmer tersenyum sopan, sementara Grasella tampak anggun dengan gaun biru muda. "Senang sekali bertemu kalian di sini," sapa Elmer. "Doly pasti bahagia melihat kalian hadir.""Iya, ini acara yang tidak mungkin kami lewatkan," balas Arsen sambil menjabat tangan Elmer. "Bagaiman
“Ini lumah siapa, Mom, Dad? Besal sekali!” ujar Zeeya yang ada di gendongan Arsen. “Ini, rumah keluarga Daddy. Selama di sini, kita akan tinggal di sini,” ucap Arsen. “Asyik… Zeeya bisa main lali-lali dan ke tempat bunga,” ucap Zeeya dengan lucunya. Arsen tertawa kecil sambil mencium pipi Zeeya yang penuh semangat di gendongannya. "Tentu saja, Sayang. Nanti Daddy ajak Zeeya lihat semua tempat di sini. Ada taman bunga yang besar, ada air mancur juga. Kamu pasti suka."Ivana tersenyum melihat kegembiraan putrinya. Dia mengamati mansion megah yang sudah direnovasi itu dengan perasaan campur aduk. Tidak banyak yang berubah, Arsen dan Doly tidak ingin menghilangkan momen penuh kenangan di sini. Berada di sini secara langsung tetap memberinya kesan yang berbeda. Besar, mewah, dan penuh aura nostalgia."Mommy juga bisa ikut main sama Zeeya?" tanya Zeeya dengan mata berbinar, memeluk leher Arsen erat-erat."Tentu saja," jawab Ivana sambil mengusap lembut kepala putrinya. "Mommy dan Daddy a
2 Tahun Kemudian….. “Apa ini serius?” tanya Arsen mendengar ucapan Doly di sana. “Ya, kamu pikir aku berbohong,” ujar Doly. “Apa kamu sudah bertemu dengan wanita yang akan dinikahi Doly, Ric?” tanya Arsen. “Ya, sudah. Ini sih beneran pawangnya si Doly,” kekeh Cedric. “Dia langsung tunduk sama omongan calon istrinya.”Cedric dan Arsen terkekeh mendengarnya. “Itu bukan tunduk. Tapi, bentuk rasa cinta,” ucap Doly. Arsen tertawa kecil mendengar pembelaan Doly yang terdengar tulus namun juga sedikit defensif. "Rasa cinta, ya?" ucap Arsen menggoda. "Jadi, siapa wanita hebat yang berhasil menjinakkan si Doly ini?"Cedric, yang masih terkekeh, menyela lebih dulu. "Percayalah, dia tipe yang nggak main-main. Elegan, cerdas, tapi juga punya aura tegas. Doly langsung berubah total kalau di dekat dia. Serius banget."Arsen menatap Doly dengan senyum penuh arti. "Wah, kalau sampai Cedric bilang begitu, berarti dia benar-benar istimewa. Aku penasaran ingin bertemu dengannya. Kapan kamu memper
Doly sudah berpenampilan rapi dengan setelan jasnya. Dia bersiap untuk datang ke sebuah undangan pesta salah satu kliennya. “Uh... pesona Doly memang tidak terkalahkan,” gumamnya penuh percaya diri sambil merapikan jas yang dikenakannya.Doly menatap dirinya sendiri di cermin besar, senyum puas menghiasi wajahnya. Dengan gaya khasnya, ia mengangkat dagu sedikit, memiringkan kepala, dan mengedipkan satu mata ke pantulan dirinya. "Siapa yang bisa menolak daya tarik ini?" ujarnya sambil tertawa kecil.Dia mengambil parfum mahal dari meja rias, menyemprotkannya dengan gerakan anggun ke pergelangan tangan dan lehernya. Setelah itu, dia memeriksa kembali dasinya untuk memastikan segalanya sempurna."Klien pasti akan terkesan. Lagi pula, bukan Doly namanya kalau tidak mencuri perhatian," gumamnya sambil tersenyum penuh percaya diri.Sebelum melangkah keluar, ia mengambil ponselnya dan melihat sekilas undangan di layar. "Saatnya membuat malam ini lebih berwarna," katanya s
“Wah, ada kue ikan,” ucap Doly menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Pria itu turun dari mobil dan berjalan mendekati pedagang kue ikan yang berjualan di sebuah gerobak pinggir jalan. “Bungkuskan kue ikannya, sepuluh biji,” pinta Doly. Pedagang tersebut menoleh ke arah Doly sambil menganggukkan kepalanya. “Baik, Tuan.” Sambil menunggu, Doly memainkan ponselnya. Dan saat itu, dia terkejut karena ponselnya dirampas oleh seseorang yang berada di atas motor bersama rekannya. Doly yang terkejut pun langsung berteriak, “Perampok! Perampok!” teriak Doly di sana membuat semua orang melihat ke arahnya. Sayangnya, motor yang dikendarai perampok itu sudah cukup jauh, sampai ada sebuah motor sport berwarna hitam melaju cepat mengejar perampok tersebut. Doly masih berdiri di tempatnya dengan tatapan yang penuh kegelisahan.Kejadian itu membuat suasana sekitar menjadi tegang sejenak. Doly berdiri terpaku, pandangannya mengikuti motor spo
“Kamu mau menanam apa, Sayang?” tanya Arsen saat melihat melihat taman yang sudah di rapihkan oleh Ivana. “Aku ingin menghias taman dengan nuansa yang bagus. Apalagi, sebentar lagi musim dingin akan segera berakhir, dan aku ingin menyambut musim baru dengan suasana yang baru. Aku ingin menanam bunga dan tanaman hias,” jelas Ivana penuh semangat.Arsen tersenyum melihat semangat Ivana yang menggebu-gebu. Dia berjalan mendekat dan meraih tangan Ivana lembut, memandangnya dengan penuh perhatian.“Bunga dan tanaman hias? Itu ide yang bagus. Kamu sudah memutuskan bunga apa yang ingin kamu tanam?” tanyanya sambil mengusap punggung tangan Ivana.Ivana mengangguk kecil, matanya berbinar. “Aku ingin menanam tulip, mawar, dan lavender. Mereka akan membuat taman ini penuh warna dan harum. Oh, dan aku juga ingin beberapa pohon kecil untuk memberikan sedikit keteduhan.”Arsen tertawa pelan. “Kamu memang selalu punya rencana besar, Sayang. Tapi aku suka itu. Aku akan membantumu
“Wah, Zee udah wangi, ya... “ Ivana membawa Zee ke dalam gendongannya dengan wajah yang ceria. Dia berjalan keluar dari kamar Zee, seorang pelayan berjalan mendekatinya. “Nyonya, ada tamu untuk anda. Dia adalah baby sister yang di kirim kantor penyedia,” tuturnya. “Oh iya, baiklah. Aku akan turun dan menemuinya,” ujar Ivana dengan menggendong Zee, dia pun turun ke bawah dan melihat sosok wanita di ruang tamu. Wanita itu terlihat masih muda, tetapi wajahnya cukup mirip dengan Ana, sekretarisnya dulu yang menjadi mata-mata Arsen. “Selamat siang, Nyonya Manley,” sapa wanita itu. “Saya Laila, yang di kirim oleh pihak penyedia untuk menjadi baby sister putri Anda,” ucap Laila tersenyum ramah.Ivana mengamati Laila dengan cermat. Ada sesuatu di mata Laila yang terasa familiar, meskipun ia tidak bisa langsung mengingat apa."Selamat siang, Laila," jawab Ivana dengan senyuman hangat tapi hati-hati. "Silakan duduk. Saya ingin tahu lebih banyak
Oek… Oek… Oek… Ivana bergegas bangun dari tidurnya saat mendengar tangisan Zee. Dia bangkit dari posisinya dan mendekati ranjang bayi yang berada di samping ranjang tempatnya dan Arsen tiduri. “Uh… putri cantik Mommy bangun, ya,” ucap Ivana tersenyum merekah menyapa Zee yang sudah mulai berhenti menangis. “Kenapa? Zee menangis?” tanya Arsen yang ikut terbangun di sana. “Sepertinya, popoknya basah. Aku akan menggantinya,” ucap Ivana. “Kamu pasti lelah. Istirahatlah, aku yang akan menggantikannya,” ucap Arsen bangkit dari posisinya mendekati ranjang bayi. “Apa tidak apa-apa?” tanya Ivana menatap Arsen. “Kenapa kamu ragu? Kamu takut aku tidak bisa melakukannya, ya?” kekeh Arsen. “Tenang saja, aku bisa melakukannya dengan baik. Lihatlah nanti,” ucap Arsen tersenyum dengan penuh rasa percaya diri.Ivana tersenyum kecil melihat kepercayaan diri Arsen yang jarang ia lihat dalam momen seperti ini. Ia mengangguk pe