"Sebenarnya ada apa, Sayang?" Nick mengamati istrinya yang tidak langsung menjawab. "Nia rasanya nggak nyaman aja di sini, Hon." Kania kebingungan harus menyampaikan apa karena belum tentu Nick bisa mengerti tentang ketakutannya melihat sosok suster yang memeriksanya tadi, suster yang mendatangkan perasaan ganjil di hatinya.Kania tahu, sangat masuk akal jika seorang suster berubah jutek mungkin karena lelah diserbu pasien, atau mungkin mereka punya masalah pribadi yang cukup berat bagaimanapun mereka masih manusia biasa, akan tetapi suster yang terakhir ini beda, Kania merasa hatinya sangat resah..seakan ada hal yang nggak pada tempatnya!Jadi untuk sementara Kania tidak menceritakan yang sebenarnya.Kania mulai memasang ancang-ancang apa yang akan dikatakannya jika Nick menolak.Ternyata Nick mengiyakan tanpa pertanyaan."Ok, Sayang. Tunggu sebentar aku urus dulu.""Hon, bisa nggak suruh Tommy aja? Atau sekretarismu?"Nick memandang dengan kening berkerut, benar benar Nick be
"Aku tidak mengira prosesnya begitu cepat." Nick menatap istrinya. "Harus cepat, aku pastikan semuanya berjalan sesuai titah bidadariku." "Aku masih berutang penjelasan." "Tenang saja, kalau itu aku sudah mencatat semuanya." Kania tersenyum lalu mulai mengantuk."Sayang, kamu beristirahat dulu ya, aku mau ngurus beberapa hal." Kania tidak langsung mengangguk. Nick tahu kenapa."Aku nggak kemana-mana, aku hanya di luar, di hall ruang tunggu biar kamu tidak terganggu, kalau perlu apa-apa langsung telepon saja, ok?" Kini Kania langsung menjawab dengan anggukkan. Nick keluar kamar, begitu sampai di ruang tunggu Nick langsung duduk dan mulai menelepon beberapa orang.Sebenarnya Nick tidak mau menelepon di kamar, karena dia tidak ingin Kania mendengar percakapannya. Selain mengurus bisnisnya, ia sedang menghubungi dokter yang direkomendasikan oleh abangnya. Dia ingin Kania ditangani oleh dokter terbaik. **Kania yang merasa mengantuk sudah memejamkan matanya hanya saja belum ter
Nick sedang menelepon seseorang sambil bersandar di balkon. "Gimana, Tom?" "Orang-orang kita telah membawanya ke polisi, melaporkan semuanya, jadi mereka sudah mulai bergerak." Nick mengakui bahwa wakilnya memang sangat bisa diandalkan, dia bisa mengatur semuanya walau posisinya sedang berada ribuan kilometer dari Prancis."Wanita itu siapa namanya?" tanya Nick."Mereka telah menangkapnya, Bos." "Aku tanya siapa namanya, Tom?" "Nick! Biarkan kami yang mengurusnya." Nick memaki dalam hati, nampaknya Tommy tahu apa yang ada dalam hatinya, sehingga Tommy menolak memberikan nama suster sialan itu. "Aku bukan pria emosional, kau berpikir aku akan bertindak sewenang-wenang?" "Aku yakin kamu tidak akan bertindak sewenang-wenang jika menyangkut perusahaan dan masalah lain, akan tetapi jika menyangkut belahan jiwamu...tidak ada apapun yang bisa menjamin semuanya akan terkendali, aku mengenalmu dengan baik, luar dalam!" Tommy menyudahi pidatonya yang panjang dan lebar. Dia tahu waktu
"Sayang, nggak usah mampir, kita langsung pulang aja, biar aku suruh orangku untuk jemput Nico."Sudah sejak sebelum mendarat Nick berusaha membujuk istrinya agar tidak usah mampir dulu ke rumah abangnya. Akan tetapi Nia tetap bersikeras untuk mampir. "Masa...mereka udah bantuin kita jagain Nico berhari-hari, begitu kita datang nggak mampir, Hon? Masa ngucapin terima kasih by phone? Nggak mau ah.""Nggak apa-apa, Nia. Nanti kalau kamu sudah sehat, baru kita berkunjung ke sana, lagian udah berapa kali kamu bilang terima kasih, udah berkali-kali, Nia!" "Tapi nggak langsung face to face, Hon." "Memang nggak usah langsung, sekarang udah era digital, daring pun cukup." "Ihhhh." Nia pasti tahu kalau Nick hanya ingin meledeknya. Nick tahu istrinya memang orang Indonesia asli yang sangat santun dengan adat ketimuran yang kental. 'tapi kalau sama saudara sendiri kan nggak masalah bilang terima kasih lewat telepon terus suruh orang-orangnya yang jemput Nico!' keluh Nick dalam hati.Akhir
"Sayang, hari ini pulang dari sidang nggak usah ngantor ya." Nick berusaha menggagalkan rencana istrinya untuk ngantor setelah sidang karena Nick merasa kondisi Nia belum pulih seratus persen. "Honey...aku sudah berapa hari nggak ngantor, banyak banget yang harus aku periksa, Hon."Nia menjawab sambil menata rambutnya.Nick menghampiri dan menatap istrinya melalui kaca rias. "Sebenarnya dokter pun masih tidak mengijinkan untuk beraktivitas normal, Sayang! Hanya karena ini sidang yang sudah kita geser dua hari, maka aku membiarkanmu pergi, kalau bukan sidang...kau tidak boleh meninggalkan tempat tidur." Nia berdiri dan membalikkan tubuhnya, kini dia menatap langsung suami tampannya. "Sebenarnya kemarin kemarin itu sakitku biasa aja kan? Hanya karena aku sedang hamil muda, maka bertambah mengkhawatirkan kondisiku."Nick tidak mengiyakan, yang sebenarnya adalah dokter bilang karena jumlahnya sedikit maka zat kimia di tubuh Kania itu bisa cepat di netralisir sebelum merusak, akan tet
Sidang pun di mulai. "Dari pihak tergugat apakah akan memberikan bukti-bukti yang baru, dipersilahkan." Kania terkejut melihat hakim yang serius, kemaren-kemaren dia merasa hakim hanya 'bermain peran' saja, sangat berbeda dengan hari ini. Kania langsung teringat janji suaminya yang berkata bahwa kali ini sidang terakhir! Nia tersenyum dalam hati, Nick bukan orang yang mudah mengumbar janji, jika dia sudah berjanji tidak ada yang bisa menggagalkannya. Kembali perhatian Kania tertuju pada jalannya sidang. Pengacara dari pihak Bramantyo berusaha menunjukkan bukti-bukti yang baru akan tetapi semua yang ditampilkan sebenarnya lah telah ditampilkan sebelumnya. Setelah satu jam berlangsung dan kedua belah pihak 'bertarung' maka tiba waktunya penentuan. Terlihat sekali jalannya persidangan kali ini tidak memuaskan pihak Bram cs, berkali-kali ibu mertuanya menginterupsi jalannya persidangan hingga mendapat teguran dari hakim. Walau selalu tidak dikabulkan akan tetapi Sonya dan ibuny
"Apa yang kau bisikkan, Sayang?" Kania keheranan melihat Bram yang tadinya mulai stres hingga ucapan dan gerakannya liar dan tak terkendali dengan rambut awut-awutan tiba tiba terdiam bagai patung, tak bergerak sama sekali!"Aku hanya mengatakan apa yang harus dia dengar." Nick menjawab seringan mungkin dengan harapan Kania tidak mendesaknya lagi. Sementara keadaan aman..Kania berjalan dalam diam hingga mereka tiba di mobil."Tetep jadi ke kantor?" Nick bertanya sambil menatap mata Kania. Kania mengangguk."Aku akan menunggumu!" "Nick, Nia nggak bisa kerja kalau ditungguin.""Anggap aja aku nggak ada, Nia. Aku juga urus bisnisku jadi aku nggak akan sempat ganggu istriku." Nia tersenyum tapi kembali menggeleng. "Nanti kalau Nia udah selesai Nia bilang baru jemput Nia, Hon." tolak Kania. Nick mengusap wajahnya. "Kalau begitu aku suruh driver kantor tunggu di sini, jadi memangkas waktu tunggumu, daripada waktu terbuang hanya untuk menunggu lebih baik dipakai bermain dengan Nico
Seketika Kania bangun dan berjalan menghampiri Nick. Mereka berpandangan tanpa satu kata pun yang terucap. "Aku bilang akulah pria pertama dan terakhirmu." Kembali Nick mengulang perkataannya seakan ingin menegaskan haknya atas Kania."Kau memang pria pertama dan satu-satunya bagiku," kata Nia dengan mata berkaca-kaca. Nick mengernyitkan dahinya. 'apa aku salah denger ya? Kok nggak ada kata pria terakhir?'Nick bertanya hanya dalam hati saja."Dan kalau semuanya tergantung padaku kau pun akan menjadi pria terakhirku." Nia mengakhiri kalimatnya dengan suara pelan. 'Nahhh, kan!'"Ucapan adalah doa, ucapkan dengan sederhana agar malaikat tidak bingung mencatatnya. Follow me." Nick berusaha meringankan suasana, padahal dalam hatinya dia sangat keberatan dengan statemen terakhir yang Kania lontarkan. "Aku adalah pria pertama, satu-satunya dan pria terakhirmu!" Nick mengucapkannya dan diikuti oleh Kania. Kemudian mereka berpelukan tanpa berciuman, mereka hanya ingin merasakan ke