“Kita sudah sampai,” ucap Tama saat memasuki gerbang rumah peninggalan orang tua angkatnya yang dikelilingi pohon bunga yang indah.Tama tahu kalau Amanda tidak mau tinggal di rumah yang mewah, apalagi bukan rumahnya sendiri. Bisa saja ia memberikan rumah mewah untuk Amanda dan anak-anaknya, tapi ia tahu bagaimana watak adik angkatnya itu.“Bagaimana? Apa kalian suka dengan rumah ini?” tanya Tama setelah mereka keluar dari mobil sambil menatap rumah bercat putih itu.Tama berjalan mendekati dua anak kembar yang sedang berdiri di depan mobil sambil memandang dengan takjub rumah itu. Lalu, ia berjongkok untuk menyetarakan tingginya dengan Alan dan Alana.“Aku suka, Paman.” Alana menoleh pada Tama. “Ini jauh lebih bagus dari rumah yang kemarin.”Gadis kecil itu memeluk Tama dan mencium pipi laki-laki yang disebut Paman baik itu. Kemudian ia berlari ke taman kecil yang terdapat beberapa macam bunga berwarna-warni. “Paman, aku senang tinggal di sini.” Alana berteriak sambil berlari-lari
“Jangan bicara seperti itu,” sahut Amanda sambil berjalan menuju ruang tamu, lalu duduk di sofa berwarna hijau toska, “aku tidak menjauhkan mereka dari ayahnya, tapi dialah yang membuang kami.”Amanda juga tidak ingin menjauhkan Alan dan Alana dari ayahnya. Tapi, ketakutannya kehilangan mereka membuat ia terus merahasiakan semuanya. Ia tidak mau sakit hati lagi seperti dulu. Dituduh oleh orang yang dicintai itu sangatlah menyakitkan.Tama duduk di samping Amanda. “Bos Pandu tidak akan membiarkanmu pergi kalau tahu kamu hamil.”“Dia tidak akan percaya kalau anak ini anaknya,” balas Amanda, “aku bersyukur kehamilanku tidak diketahui oleh Mas Pandu, jika dia tahu pasti ucapannya akan menyakiti anak-anakku.” “Sudahlah, jangan bahas ini lagi,” kata Tama, “apa pun keputusanmu, saya akan tetap mendukungmu bukan hanya karena kamu istri Bos Pandu, tapi karena kamu adik saya. Maafkan saya sudah membuatmu mengingat masa itu.”Tama bangun dari duduknya, lalu mengusap kepala Amanda. Ia tidak bern
"Halo, Amanda.” Sonya menghadang Amanda saat wanita itu hendak pergi meninggalkan rumahnya. “Senang bertemu denganmu lagi.”Wanita yang memakai dres berwarna merah dengan belahan dada rendah, tersenyum sambil mengulurkan tangannya. “Bagaimana kabarmu?”Amanda melirik tangan Sonya, tapi tidak menjabatnya. Ia tahu kalau kekasih mantan suaminya itu hanya berpura-pura baik saja.Wanita yang menutup kepalanya dengan kerudung hitam itu hendak melangkah pergi, tapi Sonya mencegahnya.Wanita rubah itu tersenyum licik sambil menatap Amanda dari ujung rambut hingga ujung kaki. “Kamu tidak cantik, tapi … kenapa semua laki-laki selalu menyukaimu, janda dekil!”Sonya berjalan mengitari Amanda sambil mencemooh penampilan mantan istri kekasihnya itu.“Sonya, apa mau kamu? Kenapa kamu selalu menggangguku?” tanya Amanda, “Biarkan aku hidup tenang, aku tidak akan mengganggu hubunganmu dengan mantan suamiku.”Sebenarnya Amanda tidak ingin meladeni Sonya, tapi wanita itu tidak mengizinkannya pergi.“Tapi
Amanda menggeleng sambil tersenyum. “Aku hanya lemas karena terlalu banyak berkeringat,” jawabnya sambil menyeka keringat di dahi, “akhir-akhir ini cuacanya sangat panas.”Amanda tidak ingin Bibi Beta terlibat dalam permasalahannya. Cukup Tama saja yang ia repotkan. Amanda tidak ingin membuat orang lain terancam karena dirinya.“Di luar sangat panas, kamu harus memakai payung jika keluar rumah.” Bibi Beta tersenyum pada Amanda yang ia pikir adik dari majikannya.“Iya, Bi.” Amanda mengangguk.“Bibi ke dapur dulu, kamu istirahat sana. Kalau perlu sesuatu, panggil saja, Bibi di belakang.”“Iya, Bi, aku juga mau ke kamar.” Amanda bangun dari duduknya, lalu segera masuk ke dalam kamar. Wanita cantik itu duduk di tepian tempat tidur. Ia menatap layar ponselnya. “Aku harus bagaimana? Apa aku harus memberitahukan semua ini pada Mas Tama?”Amanda bingung. Ia tidak punya siapa-siapa lagi selain Tama, tapi ia sungkan karena selalu merepotkan laki-laki yang sebenarnya tidak ada hubungan darah de
Amanda membulatkan matanya, ia baru sadar dengan ucapannya. “Ibu tadi mimpi buruk,” kata Amanda, “maafkan Ibu ya.”Wanita itu menyeka keringat yang mengucur di dahi karena gugup harus menjawab apa. Saat ini dia memang benar-benar ketakutan kehilangan Alan dan Alana.Lebih baik anaknya diambil mantan suami dari pada harus diambil Tuhan. Amanda terus berpikir bagaimana caranya mengatasi masalah ini. Ia khawatir Sonya benar-benar melakukannya.Ada satu jalan untuknya menghindari masalah ini, yaitu pergi jauh dan menghilang. Namun, kedua anaknya tidak akan mau berpisah dengan Tama karena lelaki itu lebih dari sekedar seorang ayah bagi mereka.“Ya ampun, memangnya Ibu tidak berdoa dulu?” tanya Alana yang membuat semua orang tertawa.“Ibu tadi ketiduran,” jawab Amanda sambil memegangi dada karena merasa lega mempunyai alasan yang masuk akal.Alana menghampiri ibunya. “Dada Ibu sakit?” Gadis kecil itu terlihat khawatir melihat ibunya terlihat lemas.Amanda menegakkan tubuhnya, lalu menarik n
"Kenapa harus Paman?" tanya Tama sambil memeluk kedua anaknya. "Ibu kalian itu adik Paman, jadi kami tidak bisa menikah."Alan dan Alana tidak tahu kalau sebenarnya Tama dan Amanda bukanlah saudara kandung. Selama ini ia mengaku sebagai kakak dari Amanda supaya tidak ada orang yang menuduhnya macam-macam."Jadi Paman dan Ibu seperti aku dan Alan?" Alana menengadah menatap Tama. "Tapi, kenapa Paman dan Ibu tidak mempunyai foto waktu kecil?""Dulu kami hidup sangat sederhana, kami tidak berfoto karena tidak mempunyai uang." Tama terpaksa berbohong. Tidak mungkin ia mengatakan yang sejujurnya kalau dirinya adalah asisten ayah kandung si kembar.Seandainya, Tama tidak mengenal Pandu, mungkin ia tidak akan menolak jika Alan dan Alana menginginkan dirinya untuk menjadi seorang ayah bagi mereka. Tapi, andai pun ia tidak mengenal Pandu, belum tentu ia bisa mengenal Amanda.Apa pun situasinya saat ini, Tama merasa bahagia bisa melindungi orang-orang yang dicintai oleh bosnya. Orang yang telah
"Cepatlah pulang!" perintah Pandu pada asistennya. Ia tahu kalau sang asisten mempunyai kabar tentang Alana.Perusahaan sedang stabil dan tidak ada masalah apa pun. Ia yakin kabar yang akan disampaikan Tama adalah tentang Alana dan Amanda."Baik, Bos. Saya akan tiba dalam dua jam," kata Tama sebelum menutup panggilannya.Ya, rumah Amanda saat ini berada di luar kota. Walau tidak terlalu jauh, tapi setidaknya mereka berada di kota yang berbeda. Itu membuat Tama sedikit lebih tenang walau Amanda dan Sonya sempat bertemu, tapi dia yakin Sonya belum tahu tempat tinggal Amanda yang baru.Tujuan Tama melindungi Amanda dan anak-anaknya adalah untuk balas budi kepada Pandu. Namun, seiring berjalannya waktu, Tama merasa memiliki mereka dan harus melindunginya dari siapa pun yang dia anggap mengganggu Amanda."Kamu ada di mana sekarang?" tanya Pandu heran, "Apa kamu sedang mengunjungi saudaramu?"Ketika izin pulang lebih awal, Tama tidak mengatakan apa pun kepada Pandu kalau ia akan pergi ke lu
"Manda, saya ada satu permintaan," ucap Tama setelah Alan dan Alana pergi.Tama berencana ingin mempertemukan Alana dan Pandu supaya bosnya itu tidak terus-terusan mencari keberadaan Amanda. Ia khawatir Pandu menemukan mantan istrinya ketika Sonya sedang mengikutinya."Ada apa, Mas?" Amanda bingung, apa sebenarnya yang Tama inginkan. Apa karena kesalahannya yang pergi ke rumah lama tanpa izin kepadanya terlebih dulu atau ada hal lain?"Izinkan saya mengajak Alana bertemu dengan Bos Pandu," ucap Tama, "Bos tidak bisa dicegah, dia akan terus mencari kamu dan Alana sebelum dia menemukan kalian."Amanda terdiam sambil menatap Tama, lalu mengembuskan napasnya perlahan. "Aku percayakan Alana padamu," ucapnya sambil tersenyum.Selama ini Tama selalu menjaganya dengan baik, terutama menjaga rahasia tentang kedua anaknya. Tidak ada alasan baginya untuk meragukan lelaki yang sudah bertahun-tahun selalu ada untuknya di saat suka maupun duka.Ia yakin Tama tidak mungkin membahayakan Alana, putri