"Kenapa harus Paman?" tanya Tama sambil memeluk kedua anaknya. "Ibu kalian itu adik Paman, jadi kami tidak bisa menikah."Alan dan Alana tidak tahu kalau sebenarnya Tama dan Amanda bukanlah saudara kandung. Selama ini ia mengaku sebagai kakak dari Amanda supaya tidak ada orang yang menuduhnya macam-macam."Jadi Paman dan Ibu seperti aku dan Alan?" Alana menengadah menatap Tama. "Tapi, kenapa Paman dan Ibu tidak mempunyai foto waktu kecil?""Dulu kami hidup sangat sederhana, kami tidak berfoto karena tidak mempunyai uang." Tama terpaksa berbohong. Tidak mungkin ia mengatakan yang sejujurnya kalau dirinya adalah asisten ayah kandung si kembar.Seandainya, Tama tidak mengenal Pandu, mungkin ia tidak akan menolak jika Alan dan Alana menginginkan dirinya untuk menjadi seorang ayah bagi mereka. Tapi, andai pun ia tidak mengenal Pandu, belum tentu ia bisa mengenal Amanda.Apa pun situasinya saat ini, Tama merasa bahagia bisa melindungi orang-orang yang dicintai oleh bosnya. Orang yang telah
"Cepatlah pulang!" perintah Pandu pada asistennya. Ia tahu kalau sang asisten mempunyai kabar tentang Alana.Perusahaan sedang stabil dan tidak ada masalah apa pun. Ia yakin kabar yang akan disampaikan Tama adalah tentang Alana dan Amanda."Baik, Bos. Saya akan tiba dalam dua jam," kata Tama sebelum menutup panggilannya.Ya, rumah Amanda saat ini berada di luar kota. Walau tidak terlalu jauh, tapi setidaknya mereka berada di kota yang berbeda. Itu membuat Tama sedikit lebih tenang walau Amanda dan Sonya sempat bertemu, tapi dia yakin Sonya belum tahu tempat tinggal Amanda yang baru.Tujuan Tama melindungi Amanda dan anak-anaknya adalah untuk balas budi kepada Pandu. Namun, seiring berjalannya waktu, Tama merasa memiliki mereka dan harus melindunginya dari siapa pun yang dia anggap mengganggu Amanda."Kamu ada di mana sekarang?" tanya Pandu heran, "Apa kamu sedang mengunjungi saudaramu?"Ketika izin pulang lebih awal, Tama tidak mengatakan apa pun kepada Pandu kalau ia akan pergi ke lu
"Manda, saya ada satu permintaan," ucap Tama setelah Alan dan Alana pergi.Tama berencana ingin mempertemukan Alana dan Pandu supaya bosnya itu tidak terus-terusan mencari keberadaan Amanda. Ia khawatir Pandu menemukan mantan istrinya ketika Sonya sedang mengikutinya."Ada apa, Mas?" Amanda bingung, apa sebenarnya yang Tama inginkan. Apa karena kesalahannya yang pergi ke rumah lama tanpa izin kepadanya terlebih dulu atau ada hal lain?"Izinkan saya mengajak Alana bertemu dengan Bos Pandu," ucap Tama, "Bos tidak bisa dicegah, dia akan terus mencari kamu dan Alana sebelum dia menemukan kalian."Amanda terdiam sambil menatap Tama, lalu mengembuskan napasnya perlahan. "Aku percayakan Alana padamu," ucapnya sambil tersenyum.Selama ini Tama selalu menjaganya dengan baik, terutama menjaga rahasia tentang kedua anaknya. Tidak ada alasan baginya untuk meragukan lelaki yang sudah bertahun-tahun selalu ada untuknya di saat suka maupun duka.Ia yakin Tama tidak mungkin membahayakan Alana, putri
"Maafkan saya, Bos." Tama membungkukkan badannya. "Maaf, kalau saya sudah lancang, tapi saya harus mengingatkan Anda karena Anda tahu betul siapa Nona Sonya."Tama sadar betul kalau sikapnya akan membuat sang bos curiga, tapi ia tidak punya pilihan lain selain menghentikan pencarian bosnya untuk menemukan Alana.Pandu menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi sambil memutar kursi kebesarannya. "Aku serahkan semuanya kepadamu," ucap Pandu, "tapi usahakan dalam waktu dekat kamu harus mempertemukan aku dengan Alana. Entah kenapa aku sangat merindukan anak itu."Ikatan batin Pandu terhadap Alana begitu kuat. Semenjak melihat wajah anak kecil yang ia tabrak itu, ia tidak pernah bisa tenang. Bukan hanya sekedar karena rasa bersalah semata, tapi ada rindu yang tak berujung."Akhir pekan saya akan membawa Alana pada Anda, saya janji." Tama berucap dengan yakin."Kenapa kamu seyakin itu?" Pandu menegakkan tubuhnya. "Apa kamu sudah bertemu dengan Alana atau Amanda?""Belum, Bos." Tama berbohong
"Mungkin, Nyonya Amanda hanya ingin menjaga perasaan suaminya," jawab Tama, "menjaga perasaan orang yang kita cintai itu sangatlah penting untuk menjaga sebuah hubungan agar tetap harmonis.""Dia saja tidak pernah menjaga perasaanku waktu kami masih bersama. Bagaimana bisa sekarang dia bersikap begitu manis pada suami barunya," balas Pandu, "aku jadi penasaran, sebaik apa laki-laki itu?""Suami Nyonya Amanda laki-laki yang sederhana. Dia sangat baik dan begitu mencintai istri dan anak-anaknya."Entah apa tujuan Tama, mengatakan semua itu? Yang jelas Pandu terlihat gelisah. Dan Tama hanya bisa menahan senyum melihat bosnya cemburu."Sudahlah jangan membahas suaminya lagi, itu sangat menyakitkan bagiku." Pandu menyandarkan tubuhnya sambil memijat pelipisnya. "Pergilah!""Baik, Bos." Tama menunduk hormat, lalu pergi dari ruangan bosnya.Sementara di lain tempat, Sonya sedang berjalan mondar-mandir sambil berpikir bagaimana caranya memergoki Pandu dengan Amanda. Ia akan menjadikan itu seb
"Saya akan membawa Alana malam ini juga." Tama berkata dengan yakin, hingga membuat Pandu cemburu. "Yang terpenting jangan sampai Nona Sonya menerobos masuk ke dalam rumah."Tama tidak ingin pertemuan anak dan ayah itu menjadi batal karena ulah Sonya. Ia berharap Alana bisa merasakan kasih sayang ayah kandungnya walau anak itu tidak tahu yang sebenarnya."Katakan padaku, sebenernya kamu dan Amanda sering berkomunikasi kan?" Pandu mencondongkan tubuhnya mendekati Tama. "Aku semakin curiga padamu."Pandu mencurigai Tama karena asistennya itu mengatakan kalau dia belum meminta izin pada Amanda untuk membawa Alana padanya, tapi tiba-tiba dia berkata dengan yakin akan membawa Alana malam itu juga.CEO tampan itu terus menatap sang asisten yang sedang duduk menghadap ke depan tanpa berani menatapnya yang berdiri di samping sang asisten.Tama berusaha untuk tetap tenang, ia menjawab tanpa menatap bosnya. "Kalau begitu saya tidak akan pergi menemui Nyonya Amanda untuk meminta izin membawa Ala
"Tama mengacak-acak rambut Alana, lalu bertanya, "Apa kita bisa berangkat sekarang?""Tentu," jawab Alana, "tapi aku harus ganti baju dulu.""Tidak perlu, ini juga sudah bagus," kata Tama, "kamu bawa jaket saja biar tidak kedinginan saat di jalan nanti, sepertinya kita akan sampai di sana pada malam hari.""Baik, Paman." Alana bergegas mengambil jaketnya dari lemari. Kemudian ia berpamitan kepada saudara kembarnya. "Alan, aku pergi dulu. Kamu jangan merindukan aku," ucapnya sambil tertawa.Alana terlihat sangat bahagia akan pergi jalan-jalan bersama Tama. Anak itu jarang sekali bermain di tempat keramaian sejak ia pindah rumah."Aku akan belajar lebih tenang jika kamu tidak ada." Alan mendelik sambil tersenyum miring. Selama ada Alana ia tidak bisa menggambar dengan tenang karena adiknya itu selalu saja mengomentari apa yang ia gambar. Alana selalu mengatur Alan untuk menggambar objek kesukaannya."Alan, Paman pergi dulu." Tama mengusap kepala Alan. "Kamu mau dibelikan apa? Sebagai g
"Ada, Tuan," jawab Pak Jo. Tanpa diperintahkan, dia segera menuju lemari pendingin dan mengambil beberapa kotak ice krim yang memang sudah disediakan atas perintah Tama. Pak Jo membawanya ke meja makan. "Ada tiga rasa yang tersedia, coklat, vanilla dan strawberry," ucap lelaki tua itu sambil sesekali melirik anak kecil yang berada di hadapannya.Kepala pelayan itu terus menatap Alana dan mengingat-ingat wajah siapa yang mirip dengan anak itu. Wajah yang tidak asing baginya, tapi sulit sekali ia mengingat pemilik wajah yang mirip dengan anak kecil di hadapannya saat ini.Pandu tidak langsung menjawab, dia malah menoleh pada Alana. "Kamu mau yang rasa apa, Alana?" tanyanya."Aku ingin vanilla dan strawberry, bolehkah?" tanya Alana, lagi-lagi menatap Pandu dengan sorot mata penuh permohonan."Kamu ambil semua juga boleh," kata Pandu, "semua ini memang Paman sediakan untukmu, Sayang." Pandu mengusap kepala anak itu.Sejak kedatangan Alana, Pandu tidak pernah berhenti tersenyum. Selain ra
Nyonya Vena malah bersimpuh di hadapan Amanda. Ia berbicara dengan suara yang serak sambil menunduk. "Amanda, tolong maafkan aku. Aku menyesal telah berencana mengambil Alan dan Alana darimu. Aku menyadari betapa pentingnya hubunganmu dengan cucuku, yang tak pernah kurasakan sebelumnya."Amanda tercengang mendengar permintaan maaf dari Nyonya Vena. Ia tidak pernah menduga bahwa Nyonya Vena akan bersimpuh di hadapannya dan meminta maaf dengan begitu tulus. Hatinya dipenuhi oleh rasa haru dan mulai melunak."Aku telah melihat betapa besar pengaruhmu dalam hidup cucuku. Aku menyadari kesalahanku dan berjanji untuk tidak memisahkanmu dari mereka. Kamu adalah seorang ibu yang hebat dan cucuku membutuhkanmu. Aku minta agar kamu mengampuniku."Amanda merasa terharu dan ingin memberikan kesempatan kedua kepada Nyonya Vena. Ia dapat melihat perubahan yang tulus dalam hati wanita itu. "Nyonya Vena," ucap Amanda dengan penuh pengertian, "aku sangat menghargai permintaan maafmu. Aku juga berhara
Di sebuah ruang keluarga yang terasa sunyi, Pandu duduk di sofa dengan wajah tegang dan pandangan tajam yang menatap ibunya. Di sampingnya juga ada Amanda."Kenapa kalian tidak membawa cucu-cucuku?" tanya Nyonya Vena berpura-pura baik."Bu, kami memutuskan untuk kembali menikah." Amanda langsung berbicara pada intinya. "Aku harap Ibu merestui kami."Nyonya Vena hanya diam, ia tidak bisa berkata-kata. Walaupun Amanda sudah melahirkan dua orang cucu untuknya, tapi ia tidak mau Amanda menjadi menantunya untuk yang kedua kali karena ia tidak mau mempunyai menantu miskin.Pandu tersenyum sinis melihat ibunya hanya diam tanpa mengucapkan satu patah kata pun. "Sudah kuduga, Ibu baik kepada Amanda hanya ingin membuatnya sengsara.""Mas ...." Amanda menggenggam tangan Pandu supaya lelaki itu tidak melanjutkan ucapannya."Amanda, kita sudah dibodohi oleh wanita tua ini, apa kamu masih memercayainya?" Pandu memulai percakapan dengan nada tegas."Mas, aku yakin Ibu sudah berubah, apalagi saat ini
Pandu berdiri di hadapan Amanda. Tatapan penuh harap mengarah pada Amanda yang duduk di hadapannya. Suasana sunyi seketika menyelimuti ruangan, hanya suara detak jam di dinding yang terdengar di telinga mereka bertiga."Sudah cukup lama kita hidup terpisah, Amanda," ucap Pandu dengan suara bergetar, mencoba menekan perasaan gugupnya. "Kita telah melewati banyak hal bersama, dan jujur, aku tak bisa hidup tanpamu."Walau merasa gugup, tapi Pandu memberanikan diri untuk kembali melamar mantan istrinya di hadapan asisten dan sekretarisnya."Sekian lama kita berpisah, tapi cintaku padamu tidak pernah berubah. Walaupun dulu aku sempat sakit hati padamu karena kesalahpahaman, tapi cinta di hatiku tidak pernah pudar."Amanda menatap Pandu dengan wajah yang penuh keraguan, pikiran dan hatinya berkecamuk. Mengingat alasan di balik keputusan mereka berpisah membuat hati Amanda tersayat seperti belati. Dia tahu, kesalahan dan kesalahpahaman telah merusak cinta yang pernah mereka miliki."Tapi, Ma
Tama sampai di rumahnya setelah Mahawira pulang. Ia berpapasan dengan Pandu yang akan pulang ke rumahnya."Bos, kapan kalian sampai?" tanya Tama."Kamu dari mana?" Bukannya menjawab, tapi Pandu malah balik bertanya kepada asistennya itu."Saya ...." Tama menghentikan ucapannya saat ponsel dalam sakunya berdering tanpa henti. Tama merogohnya dan melihat layar ponselnya. "Pak Jo. Sepertinya ada informasi penting," ucap Tama pada Pandu.Tama menjawab panggilan dari kepala pelayan di rumah sang bos."Tuan, ada informasi penting tentang Nyonya besar," ucap Pak Jo dari balik telepon."Kami akan ke sana sekarang. Kita bicarakan di rumah saja.""Apa Anda sudah kembali, Tuan?""Saya dan Bos sudah pulang," jawab Tama, "kami akan segera ke sana."Tama menutup teleponnya segera. "Bos, saya ganti pakaian dulu. Kita akan ke rumah Anda sekarang.""Baju kamu basah, memangnya kamu dari mana?" Pandu keheranan melihat baju asistennya basah."Tadi di sana hujan, saya kehujanan saat kembali ke mobil," jaw
"Terima kasih, Sayang." Tama mencium tangan Tiara berkali-kali."Sayang?" Tiara terkejut. "Kita belum menikah.""Kita bisa mulai membiasakan diri dari sekarang." Tama menatap Tiara sambil tersenyum. Ia tidak menyangka pilihan terakhir jatuh pada sekretaris sang bos. "Saya berjanji akan memperlakukanmu dengan baik."Tiara tersenyum sambil bergumam dalam hati. 'Semoga keputusan saya tidak salah.'Sementara di rumah Tama, Amanda dan anak-anaknya baru saja sampai di rumah setelah pulang dari luar negeri."Bu, kenapa Ayah baik tidak pulang bersama kita?" tanya Alana sambil menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi. "Ada pekerjaan yang hanya bisa dilakukan oleh Ayah baik. Jadi, dia harus kembali lebih awal dari kita." Pandu mencoba memberi pengertian kepada anaknya. Padahal ia sendiri tidak tahu urusan penting apa yang membuat Tama begitu terburu-buru untuk segera kembali."Ayah baik itu banyak pekerjaan, lagi pula sekarang kita selalu ditemani Ayah Pandu. Jadi tidak kesepian lagi walaupun
"Saya ambilkan air minum dulu, pasti Bos haus." Tiara semakin gugup. "Silakan masuk!"Tiara membuka pintunya lebar-lebar dan bergegas ke ruang tamu. Tama mengikuti Tiara masuk ke dalam rumahnya.“Silakan duduk, Bos! Saya ambilkan minum dulu.”Tiara segera pergi ke dapur untuk mengambilkan air minum. Sesampainya di dapur, Tiara terkulai lemas dan duduk di lantai.“Ya Tuhan, apa yang harus saya lakukan?” Tiara memegangi dadanya sambil duduk berselonjor di lantai.Beberapa menit kemudian, ia bangun dan berdiri setelah lebih tenang. Kemudian, Tiara membawa segelas air putih untuk Tama.“Silakan di minum, Bos!”‘Dia berada di dapur selama sepuluh menit, tapi hanya membawakan air putih untuk saya. Aya yang dia lakukan di dapur selama itu?’ batin Tama.Tama mengambil gelas minum yang disediakan oleh Tiara. Ia meminum sampai habis air itu karena ia juga sedang gugup.“Airnya mau lagi, Bos?” tanya Tiara saat Tama menaruh gelas kosong di meja.“Boleh, tapi akan lebih bagus lagi kalau ada perasa
Tiara duduk di ruang tamu, tangan kanannya memegang ponsel dan tangan kirinya memegangi dada. Tiara merasa gugup dan hatinya berdebar-debar. Ia tidak tahu harus berbicara apa. Atasannya itu adalah laki-laki yang dingin terhadap wanita. Tidak mungkin seorang Tama bercanda dengannya seperti itu, tapi Tiara masih bingung. Apa dia salah dengar atau bagaimana? "Tiara ... kamu mendengar ucapan saya?" Tama memastikan kalau sambungan teleponnya masih terhubung. "I-iya, Bos." "Tiara, saya telah memikirkan ini dengan sangat serius. Saya telah mengenal dirimu cukup lama, dan saya yakin bahwa kamu adalah orang yang tepat untuk dijadikan seorang istri." Tiara merasa jantungnya berdetak lebih cepat saat mendengar kata-kata Tama. Dia tidak bisa berpikir apa yang akan ia katakan pada atasannya itu. 'Ternyata saya tidak salah dengar,' ucap Tiara dalam hati. "Tiara, saya butuh pendapatmu." Tama butuh jawaban dari Tiara. Ia tidak mungkin berbicara terus tentang rencananya, sementara Tiara hanya
Setelah Nyonya Vena dan Tuan Bagaskara pulang, Amanda membawa anak-anak masuk ke kamar untuk beristirahat. Sedangkan Tama dan Pandu masih berada di ruang tamu.Pandu duduk berhadapan dengan Tama. Wajahnya dipenuhi kekhawatiran ketika ia melihat ibunya tiba-tiba bersikap sangat baik kepada mantan menantunya, Amanda."Tama," panggil Pandu, lalu mengembuskan napas dengan kasar. "Aku masih tidak yakin dengan ibuku," ucapnya pelan.Asisten pribadinya, Tama mengerutkan kening. "Maksudnya apa, Bos?""Tama, kamu harus melakukan penyelidikan tentang ibuku," kata Pandu dengan suara serius. "Aku merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan sikapnya kepada Amanda."Tama menatap Pandu dengan rasa keterkejutan. "Tapi, Bos, apakah boleh saya tahu alasan di balik permintaan ini? Apa Bos tahu kalau Nyonya Vena mempunyai rencana jahat terhadap si Kembar?"Pandu menghela napas dalam-dalam sebelum menjawab. "Aku yakin dia tidak akan menyakiti Alan atau Alana, tapi aku yakin dia merencanakan sesuatu yang ja
"Amanda, apa anak-anak sudah bertemu dengan neneknya?" Tama mengalihkan pembicaraan. Ia sama sekali tidak tahu harus menjawab apa karena ia tidak mempunyai teman wanita."Belum," jawab Amanda, "kami akan bertemu hari ini di sini. Mungkin sebentar lagi ...." Ucapan Amanda terhenti saat mendengar bunyi bel di apartemen Tama. "Itu mungkin mereka.""Saya buka pintu dulu." Tama bergegas membuka pintu, dan benar saja, Nyonya Vena dan Tuan Bagaskara yang datang. "Silakan masuk, Tuan, Nyonya."Tama mundur beberapa langkah untuk memberikan jalan kepada orang tua bosnya."Tama, tolong bantu aku supaya kedua cucuku tidak membenciku," ucap Nyonya Vena pelan. Ia khawatir Alan dan Alana marah padanya karena pernah mencoba untuk mencelakai kedua cucunya.Amanda sudah mengizinkan mantan ibu mertuanya untuk menemui Alan dan Alana, tapi wanita itu baru siap bertemu hari ini. Itu juga harus ada pendampingan dari Tama karena ia yakin, suami dan anaknya tidak akan membela dirinya."Anda tenang saja, Nyony