Sonya menelpon orang suruhannya yang disuruh untuk mengintai rumah Amanda.“Bagaimana? Apa mereka sudah kembali?” Tanpa basa-basi, Sonya langsung bertanya pada pokok permasalahannya.“Belum, Nona,” jawab lelaki itu, “saya juga sudah bertanya kepada tetangganya ke mana perginya mereka, tapi tidak ada yang memberi tahu, malah saya yang diusir dari sana.”“Kamu memang bodoh!” bentak Sonya, “jelas saja mereka mengusir kamu kalau kamu mengajukan banyak pertanyaan sekaligus.”Sonya menutup panggilan teleponnya dan melempar ponselnya ke kursi di samping kemudi tanpa mendengar penjelasan dari orang suruhannya itu. “Dia sangat bodoh!” umpatnya.Wanita itu segera melajukan mobilnya menuju kantor tunangannya. Ia ingin bertanya langsung kepada Pandu, ke mana perginya sang asisten.Sonya masuk ke dalam ruangan Pandu tanpa mengetuk pintu terlebih dulu. Ia berjalan melenggok, lalu duduk di sofa yang ada di ruangan itu.Pandu mengalihkan pandangannya dari berkas yang sedang ditandatangani untuk meliha
“Aku tidak mau, Mas,” jawab Amanda, “aku tidak mau kehilangan Alan dan Alana.”Amanda takut kalau Pandu akan mengambil Alan dan Alana jika mantan suaminya tahu kalau mereka itu adalah anak kandung sang mantan suami.“Maka dari itu jangan pernah merasa merepotkan lagi. Saya sama sekali tidak merasa direpotkan. Kamu sudah saya anggap adik sendiri. Jadi, jangan pernah menolak bantuan dari saya.”Sebenarnya Tama juga tidak ada rencana untuk memberi tahu kepada bosnya tentang si kembar Alan dan Alana. Apalagi saat ini Sonya sudah tahu kalau Amanda mempunyai anak. Ia tidak mau mengambil resiko dengan membongkar rahasia Amanda yang akan mempersulit adik dan keponakannya itu.Amanda menoleh pada Tama, lalu tersenyum. “Apa aku boleh memelukmu, Mas.” Amanda menatap Tama sambil menitikkan air mata. “Aku ingin memeluk kakakku.”Tama tersenyum, lalu merentangkan tangannya. Kemudian, memeluk Amanda. “Jangan menangis. Kamu harus kuat demi anak-anakmu,” ucapnya sambil mengusap-usap punggung Amanda.S
“Kita sudah sampai,” ucap Tama saat memasuki gerbang rumah peninggalan orang tua angkatnya yang dikelilingi pohon bunga yang indah.Tama tahu kalau Amanda tidak mau tinggal di rumah yang mewah, apalagi bukan rumahnya sendiri. Bisa saja ia memberikan rumah mewah untuk Amanda dan anak-anaknya, tapi ia tahu bagaimana watak adik angkatnya itu.“Bagaimana? Apa kalian suka dengan rumah ini?” tanya Tama setelah mereka keluar dari mobil sambil menatap rumah bercat putih itu.Tama berjalan mendekati dua anak kembar yang sedang berdiri di depan mobil sambil memandang dengan takjub rumah itu. Lalu, ia berjongkok untuk menyetarakan tingginya dengan Alan dan Alana.“Aku suka, Paman.” Alana menoleh pada Tama. “Ini jauh lebih bagus dari rumah yang kemarin.”Gadis kecil itu memeluk Tama dan mencium pipi laki-laki yang disebut Paman baik itu. Kemudian ia berlari ke taman kecil yang terdapat beberapa macam bunga berwarna-warni. “Paman, aku senang tinggal di sini.” Alana berteriak sambil berlari-lari
“Jangan bicara seperti itu,” sahut Amanda sambil berjalan menuju ruang tamu, lalu duduk di sofa berwarna hijau toska, “aku tidak menjauhkan mereka dari ayahnya, tapi dialah yang membuang kami.”Amanda juga tidak ingin menjauhkan Alan dan Alana dari ayahnya. Tapi, ketakutannya kehilangan mereka membuat ia terus merahasiakan semuanya. Ia tidak mau sakit hati lagi seperti dulu. Dituduh oleh orang yang dicintai itu sangatlah menyakitkan.Tama duduk di samping Amanda. “Bos Pandu tidak akan membiarkanmu pergi kalau tahu kamu hamil.”“Dia tidak akan percaya kalau anak ini anaknya,” balas Amanda, “aku bersyukur kehamilanku tidak diketahui oleh Mas Pandu, jika dia tahu pasti ucapannya akan menyakiti anak-anakku.” “Sudahlah, jangan bahas ini lagi,” kata Tama, “apa pun keputusanmu, saya akan tetap mendukungmu bukan hanya karena kamu istri Bos Pandu, tapi karena kamu adik saya. Maafkan saya sudah membuatmu mengingat masa itu.”Tama bangun dari duduknya, lalu mengusap kepala Amanda. Ia tidak bern
"Halo, Amanda.” Sonya menghadang Amanda saat wanita itu hendak pergi meninggalkan rumahnya. “Senang bertemu denganmu lagi.”Wanita yang memakai dres berwarna merah dengan belahan dada rendah, tersenyum sambil mengulurkan tangannya. “Bagaimana kabarmu?”Amanda melirik tangan Sonya, tapi tidak menjabatnya. Ia tahu kalau kekasih mantan suaminya itu hanya berpura-pura baik saja.Wanita yang menutup kepalanya dengan kerudung hitam itu hendak melangkah pergi, tapi Sonya mencegahnya.Wanita rubah itu tersenyum licik sambil menatap Amanda dari ujung rambut hingga ujung kaki. “Kamu tidak cantik, tapi … kenapa semua laki-laki selalu menyukaimu, janda dekil!”Sonya berjalan mengitari Amanda sambil mencemooh penampilan mantan istri kekasihnya itu.“Sonya, apa mau kamu? Kenapa kamu selalu menggangguku?” tanya Amanda, “Biarkan aku hidup tenang, aku tidak akan mengganggu hubunganmu dengan mantan suamiku.”Sebenarnya Amanda tidak ingin meladeni Sonya, tapi wanita itu tidak mengizinkannya pergi.“Tapi
Amanda menggeleng sambil tersenyum. “Aku hanya lemas karena terlalu banyak berkeringat,” jawabnya sambil menyeka keringat di dahi, “akhir-akhir ini cuacanya sangat panas.”Amanda tidak ingin Bibi Beta terlibat dalam permasalahannya. Cukup Tama saja yang ia repotkan. Amanda tidak ingin membuat orang lain terancam karena dirinya.“Di luar sangat panas, kamu harus memakai payung jika keluar rumah.” Bibi Beta tersenyum pada Amanda yang ia pikir adik dari majikannya.“Iya, Bi.” Amanda mengangguk.“Bibi ke dapur dulu, kamu istirahat sana. Kalau perlu sesuatu, panggil saja, Bibi di belakang.”“Iya, Bi, aku juga mau ke kamar.” Amanda bangun dari duduknya, lalu segera masuk ke dalam kamar. Wanita cantik itu duduk di tepian tempat tidur. Ia menatap layar ponselnya. “Aku harus bagaimana? Apa aku harus memberitahukan semua ini pada Mas Tama?”Amanda bingung. Ia tidak punya siapa-siapa lagi selain Tama, tapi ia sungkan karena selalu merepotkan laki-laki yang sebenarnya tidak ada hubungan darah de
Amanda membulatkan matanya, ia baru sadar dengan ucapannya. “Ibu tadi mimpi buruk,” kata Amanda, “maafkan Ibu ya.”Wanita itu menyeka keringat yang mengucur di dahi karena gugup harus menjawab apa. Saat ini dia memang benar-benar ketakutan kehilangan Alan dan Alana.Lebih baik anaknya diambil mantan suami dari pada harus diambil Tuhan. Amanda terus berpikir bagaimana caranya mengatasi masalah ini. Ia khawatir Sonya benar-benar melakukannya.Ada satu jalan untuknya menghindari masalah ini, yaitu pergi jauh dan menghilang. Namun, kedua anaknya tidak akan mau berpisah dengan Tama karena lelaki itu lebih dari sekedar seorang ayah bagi mereka.“Ya ampun, memangnya Ibu tidak berdoa dulu?” tanya Alana yang membuat semua orang tertawa.“Ibu tadi ketiduran,” jawab Amanda sambil memegangi dada karena merasa lega mempunyai alasan yang masuk akal.Alana menghampiri ibunya. “Dada Ibu sakit?” Gadis kecil itu terlihat khawatir melihat ibunya terlihat lemas.Amanda menegakkan tubuhnya, lalu menarik n
"Kenapa harus Paman?" tanya Tama sambil memeluk kedua anaknya. "Ibu kalian itu adik Paman, jadi kami tidak bisa menikah."Alan dan Alana tidak tahu kalau sebenarnya Tama dan Amanda bukanlah saudara kandung. Selama ini ia mengaku sebagai kakak dari Amanda supaya tidak ada orang yang menuduhnya macam-macam."Jadi Paman dan Ibu seperti aku dan Alan?" Alana menengadah menatap Tama. "Tapi, kenapa Paman dan Ibu tidak mempunyai foto waktu kecil?""Dulu kami hidup sangat sederhana, kami tidak berfoto karena tidak mempunyai uang." Tama terpaksa berbohong. Tidak mungkin ia mengatakan yang sejujurnya kalau dirinya adalah asisten ayah kandung si kembar.Seandainya, Tama tidak mengenal Pandu, mungkin ia tidak akan menolak jika Alan dan Alana menginginkan dirinya untuk menjadi seorang ayah bagi mereka. Tapi, andai pun ia tidak mengenal Pandu, belum tentu ia bisa mengenal Amanda.Apa pun situasinya saat ini, Tama merasa bahagia bisa melindungi orang-orang yang dicintai oleh bosnya. Orang yang telah