[Hari ini, kau berdamai dengan dirimu sendiri. Kau maafkan, semua salah ku ampuni diri ku. Hari ini, ajak lagi diri mu bicara mesra.Berjujurlah, pada dirimu, kau bisa percaya. Maafkan semua yang lalu. Ampuni hati kecilmu. Luka, luka, hilanglah luka. Biar tent'ram yang berkuasa. Kau terlalu berharga untuk luka. Katakan pada dirimu, semua baik-baik saja. Bisikkanlah, terima kasih pada diri sendiri. Hebat dia, terus menjagamu dan sayangi mu. Suarakan, bilang padanya, jangan paksakan apa pun. Suarakan. Ingatkan terus aku makna cukup.Detik waktu terasa berhenti berputar, seketika denyut nadi tak lagi berdetak. Cinta, yang dulu pernah bersemi. Kini layu, pupus sudah kesempatan untuk bertemu. Tak ada lagi senyuman mu, tak ada lagi tawa canda penuh keindahan seperti dulu ...]Shinta masih menatap nanar wajah Dokter Salim yang tiba-tiba berhenti memompa dada Leon. Seketika ia menggeleng pelan, air matanya tak kunjung berhenti mengalir, "Eng-enggak Dok! Le-le-leon tidak mun
Pergi, pergilah duka. Kini Leon telah pergi membawa rahasia dalam kepedihan itu seorang diri. Tanpa menunggu Arlan, hanya menunggu Shinta, tapi tak mampu untuk berkata-kata lagi, sehingga nafas terpisah dari raga yang tak segagah dulu.Tawa canda, janji setia, yang pernah terucap dalam menjalani pernikahannya dengan Shinta, membuat wanita cantik itu enggan beranjak dari jasad yang telah terbalut kain kafan dan terbaring dalam peti jenazah yang masih terbuka, ketika berada di mansion megah Keluarga Arlan, sebagai penghormatan terakhir mereka.'Penyesalan datang selalu terlambat', kalimat itu yang sangat pantas untuk Shinta dalam menjalani pernikahan pertama yang ternyata kandas di tengah jalan, karena perselingkuhannya dengan Arlan diketahui oleh Leon.Akan tetapi, Shinta juga tidak menampik akan kesalahannya kala itu. Dia wanita normal yang memiliki rasa penasaran, ketika bermesraan dengan Leon, tapi suaminya tidak mampu memberikan kepuasan batin karena keadaan.
Sandiego hills Karawang, pemakaman Keluarga Arlan yang telah ia persiapkan sejak jauh-jauh hari, ketika Yasmin pergi lebih dulu. Begitu banyak para kerabat dekat Arlan yang turut menghadiri acara pemakaman Leon, karena pria muda itu memang telah sakit sejak delapan tahun lalu.Tidak banyak bicara, Arlan hanya memeluk Shinta ketika menangis sejadi-jadinya saat tanah kuning itu menutup liang lahat tanpa bisa bertemu lagi dengan pria muda yang benar-benar sangat dicintainya. Penyesalan terdalam bagi Shinta, ketika tidak bisa melihat orang yang dicintai itu pergi untuk selamanya. "Shinta jahat sama Leon, bi! Shinta pengen ikut sama Leon. Shinta enggak mau di sini lagi," teriaknya dalam dekapan Arlan.Entah mengapa, Arlan juga merasakan hal yang sama, akan tetapi pria mapan itu dapat menyembunyikan perasaannya. "Tenanglah sayang. Kita semua akan menyusul mereka. Tinggal tunggu waktu. Aku akan selalu menjagamu sampai akhir hayat ku," kecupnya di puncak kepala Shinta.Shin
Sudah lebih dari dua minggu Shinta mengurung diri didalam kamar tidurnya, tidak mau menemui siapapun yang ingin menjenguk hanya untuk mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya Leon, termasuk menolak kehadiran Lily juga Cua yang sengaja berkunjung ke kediaman Arlan yang berada di Singapura."Nyonya, Tuan Arlan memanggil Anda. Makan malam sudah siap dan Tuan menunggu Anda," panggil salah satu pelayan kediaman mewah itu."Ya," Shinta hanya mendengus dingin, dia beranjak dari ranjang kamar pribadinya, dan membuka kunci pintu itu tanpa mau keluar dari kamar tersebut.Ya, Shinta memilih tidur di kamar pribadinya, karena perasaan yang masih sangat kacau. Dia tidak ingin kesedihannya berdampak pada hubungannya dengan Arlan, serta Baby Sandy yang terus menerus memanggil 'Mama-nya'.Melihat pintu kamar istrinya telah terbuka lebar, Arlan yang sangat memahami bagaimana perasaan Shinta, karena menghargai dan memilih mengikuti semua permintaan sang istri yang ingin menyendi
Tidak sekali dua kali Arlan mendengar permintaan Shinta untuk meninggalkannya. Wanita yang telah memberikannya seorang anak laki-laki kini yang sudah berusia empat tahun, kini justru memilih untuk meninggalkannya, hanya karena perasaan bersalahnya kepada Leon. "Baik, aku tidak akan mengganggu mu lagi. Tapi aku juga tidak ingin kamu menderita di luar sana, karena bagaimanapun kamu ibu dari Sandy. Mulai saat ini, lakukan apa yang ingin kamu kerjakan, aku akan memberikan uang dan tidak akan mengatur gerak langkah mu, Shinta!" tegasnya, tak ingin memohon.Bagi Arlan, tidak perlu menangisi orang yang tidak ingin melanjutkan pernikahan ini. Tapi karena tanggung jawab sebagai seorang laki-laki, dan tidak ingin terjadi sesuatu pada diri Shinta di luar sana, ia masih mau membiayai, bahkan membiarkan wanita itu masih tetap tinggal di mansion mewah itu. Hingga pikiran mereka benar-benar jernih dalam mengambil keputusan.Benar saja, Shinta benar-benar menjaga jarak dengan Arlan. Ia yakin bahwa di
Penyesalan terbesar dari seorang wanita adalah telah menyia-nyiakan kesempatan melayani pria yang kita cintai seperti biasa sebagai suami sendiri. Ya, sudah lebih dari dua minggu setelah perdebatan Shinta dan suaminya serta menjaga egonya, ketika berada dirumah sakit saat Sandy dirawat satu malam, membuat ia tidak memperdulikan ucapan Arlan yang akan melakukan apapun sesuai keinginan hatinya.Prang Bingkai foto yang tergantung di ruang keluarga luruh ke lantai marmer kemudian hancur berderai. Dapat dibayangkan bagaimana firasat seorang istri, jika melihat foto pernikahan mereka hancur berantakan tanpa ada angin ataupun tanda-tanda bahwa foto yang berpigura dan terpaku dengan sangat kokoh, akan terjatuh dilantai.Shinta terpekik sangat keras, "Mbok, kenapa foto pernikahan ku terjatuh? Tolong hubungi sopir, katakan bahwa aku akan pergi ke apartemen bibi!"Tidak banyak tanya, asisten rumah tangga kediaman mewah itu langsung melakukan tugasnya, memberi kabar kepada
Shinta bersusah payah untuk menenangkan milik Arlan dengan mengompres benda keras itu menggunakan air hangat, tapi pria mapan itu masih terus mengeerang agar istrinya membantunya karena tidak mungkin akan keluar kamar dalam kondisi berdiri tegap seperti tengah menunggu seorang untuk pelampiasan.Bersusah payah Shinta menstabilkan kondisi emosinya, yang masih membayangkan Raline duduk menikmati milik Arlan, dan kini ia dihadapkan dengan benda yang enggan tertidur tersebut.Dengan demikian, Shinta harus memegang kendali agar Arlan tidak meringis ataupun merasa teraniaya karena mengharapkan sesuatu pelepasan ataupun kepuasan dengan cara yang lebih ekstrim.Shinta menoleh kearah dispenser, dan melihat kearah kopi ataupun susu, agar tidak menjadi bulan-bulanan Arlan yang akan menghajar tubuhnya hingga babak belur nantinya, bertanya dengan nada pelan, "Sayang ... bagaimana jika aku membuatkan kamu kopi, atau memberikan susu agar dia tertidur?"Arlan menggeleng, ia jus
Malam semakin larut, sudah lebih dari enam jam Arlan dan Shinta terbalut dalam hasrat yang tak kunjung usai, akhirnya kedua-nya berhasil meraih kebahagiaan hakiki untuk kepuasan seorang suami.Arlan ambruk dalam pelukan Shinta, setelah menghadapi berbagai cara agar cepat selesai menidurkan benda yang terus mengeras dan enggan untuk terlelap.Tubuh dua insan yang sedang perang dingin itu saling berpelukan dalam peluh, tapi menyiratkan satu kepuasan diujung bibir Shinta, walau harus menjadi jallang untuk suaminya sendiri malam itu..Pagi menjelang, matahari bersinar terang menyinari negara tempat tinggal mereka. Shinta masih enggan membuka mata, karena masih merasa tidak sanggup dengan kejadian satu hari kemaren.Deringan telepon milik Arlan sudah berbunyi sejak pukul delapan pagi, hingga kini telah menunjukkan pukul satu siang. Akan tetapi, dua insan itu masih tertidur pulas, tanpa memikirkan apa yang terjadi di kantor polisi tentang Raline yang seakan-akan