Pergi, pergilah duka. Kini Leon telah pergi membawa rahasia dalam kepedihan itu seorang diri. Tanpa menunggu Arlan, hanya menunggu Shinta, tapi tak mampu untuk berkata-kata lagi, sehingga nafas terpisah dari raga yang tak segagah dulu.Tawa canda, janji setia, yang pernah terucap dalam menjalani pernikahannya dengan Shinta, membuat wanita cantik itu enggan beranjak dari jasad yang telah terbalut kain kafan dan terbaring dalam peti jenazah yang masih terbuka, ketika berada di mansion megah Keluarga Arlan, sebagai penghormatan terakhir mereka.'Penyesalan datang selalu terlambat', kalimat itu yang sangat pantas untuk Shinta dalam menjalani pernikahan pertama yang ternyata kandas di tengah jalan, karena perselingkuhannya dengan Arlan diketahui oleh Leon.Akan tetapi, Shinta juga tidak menampik akan kesalahannya kala itu. Dia wanita normal yang memiliki rasa penasaran, ketika bermesraan dengan Leon, tapi suaminya tidak mampu memberikan kepuasan batin karena keadaan.
Sandiego hills Karawang, pemakaman Keluarga Arlan yang telah ia persiapkan sejak jauh-jauh hari, ketika Yasmin pergi lebih dulu. Begitu banyak para kerabat dekat Arlan yang turut menghadiri acara pemakaman Leon, karena pria muda itu memang telah sakit sejak delapan tahun lalu.Tidak banyak bicara, Arlan hanya memeluk Shinta ketika menangis sejadi-jadinya saat tanah kuning itu menutup liang lahat tanpa bisa bertemu lagi dengan pria muda yang benar-benar sangat dicintainya. Penyesalan terdalam bagi Shinta, ketika tidak bisa melihat orang yang dicintai itu pergi untuk selamanya. "Shinta jahat sama Leon, bi! Shinta pengen ikut sama Leon. Shinta enggak mau di sini lagi," teriaknya dalam dekapan Arlan.Entah mengapa, Arlan juga merasakan hal yang sama, akan tetapi pria mapan itu dapat menyembunyikan perasaannya. "Tenanglah sayang. Kita semua akan menyusul mereka. Tinggal tunggu waktu. Aku akan selalu menjagamu sampai akhir hayat ku," kecupnya di puncak kepala Shinta.Shin
Sudah lebih dari dua minggu Shinta mengurung diri didalam kamar tidurnya, tidak mau menemui siapapun yang ingin menjenguk hanya untuk mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya Leon, termasuk menolak kehadiran Lily juga Cua yang sengaja berkunjung ke kediaman Arlan yang berada di Singapura."Nyonya, Tuan Arlan memanggil Anda. Makan malam sudah siap dan Tuan menunggu Anda," panggil salah satu pelayan kediaman mewah itu."Ya," Shinta hanya mendengus dingin, dia beranjak dari ranjang kamar pribadinya, dan membuka kunci pintu itu tanpa mau keluar dari kamar tersebut.Ya, Shinta memilih tidur di kamar pribadinya, karena perasaan yang masih sangat kacau. Dia tidak ingin kesedihannya berdampak pada hubungannya dengan Arlan, serta Baby Sandy yang terus menerus memanggil 'Mama-nya'.Melihat pintu kamar istrinya telah terbuka lebar, Arlan yang sangat memahami bagaimana perasaan Shinta, karena menghargai dan memilih mengikuti semua permintaan sang istri yang ingin menyendi
Tidak sekali dua kali Arlan mendengar permintaan Shinta untuk meninggalkannya. Wanita yang telah memberikannya seorang anak laki-laki kini yang sudah berusia empat tahun, kini justru memilih untuk meninggalkannya, hanya karena perasaan bersalahnya kepada Leon. "Baik, aku tidak akan mengganggu mu lagi. Tapi aku juga tidak ingin kamu menderita di luar sana, karena bagaimanapun kamu ibu dari Sandy. Mulai saat ini, lakukan apa yang ingin kamu kerjakan, aku akan memberikan uang dan tidak akan mengatur gerak langkah mu, Shinta!" tegasnya, tak ingin memohon.Bagi Arlan, tidak perlu menangisi orang yang tidak ingin melanjutkan pernikahan ini. Tapi karena tanggung jawab sebagai seorang laki-laki, dan tidak ingin terjadi sesuatu pada diri Shinta di luar sana, ia masih mau membiayai, bahkan membiarkan wanita itu masih tetap tinggal di mansion mewah itu. Hingga pikiran mereka benar-benar jernih dalam mengambil keputusan.Benar saja, Shinta benar-benar menjaga jarak dengan Arlan. Ia yakin bahwa di
Penyesalan terbesar dari seorang wanita adalah telah menyia-nyiakan kesempatan melayani pria yang kita cintai seperti biasa sebagai suami sendiri. Ya, sudah lebih dari dua minggu setelah perdebatan Shinta dan suaminya serta menjaga egonya, ketika berada dirumah sakit saat Sandy dirawat satu malam, membuat ia tidak memperdulikan ucapan Arlan yang akan melakukan apapun sesuai keinginan hatinya.Prang Bingkai foto yang tergantung di ruang keluarga luruh ke lantai marmer kemudian hancur berderai. Dapat dibayangkan bagaimana firasat seorang istri, jika melihat foto pernikahan mereka hancur berantakan tanpa ada angin ataupun tanda-tanda bahwa foto yang berpigura dan terpaku dengan sangat kokoh, akan terjatuh dilantai.Shinta terpekik sangat keras, "Mbok, kenapa foto pernikahan ku terjatuh? Tolong hubungi sopir, katakan bahwa aku akan pergi ke apartemen bibi!"Tidak banyak tanya, asisten rumah tangga kediaman mewah itu langsung melakukan tugasnya, memberi kabar kepada
Shinta bersusah payah untuk menenangkan milik Arlan dengan mengompres benda keras itu menggunakan air hangat, tapi pria mapan itu masih terus mengeerang agar istrinya membantunya karena tidak mungkin akan keluar kamar dalam kondisi berdiri tegap seperti tengah menunggu seorang untuk pelampiasan.Bersusah payah Shinta menstabilkan kondisi emosinya, yang masih membayangkan Raline duduk menikmati milik Arlan, dan kini ia dihadapkan dengan benda yang enggan tertidur tersebut.Dengan demikian, Shinta harus memegang kendali agar Arlan tidak meringis ataupun merasa teraniaya karena mengharapkan sesuatu pelepasan ataupun kepuasan dengan cara yang lebih ekstrim.Shinta menoleh kearah dispenser, dan melihat kearah kopi ataupun susu, agar tidak menjadi bulan-bulanan Arlan yang akan menghajar tubuhnya hingga babak belur nantinya, bertanya dengan nada pelan, "Sayang ... bagaimana jika aku membuatkan kamu kopi, atau memberikan susu agar dia tertidur?"Arlan menggeleng, ia jus
Malam semakin larut, sudah lebih dari enam jam Arlan dan Shinta terbalut dalam hasrat yang tak kunjung usai, akhirnya kedua-nya berhasil meraih kebahagiaan hakiki untuk kepuasan seorang suami.Arlan ambruk dalam pelukan Shinta, setelah menghadapi berbagai cara agar cepat selesai menidurkan benda yang terus mengeras dan enggan untuk terlelap.Tubuh dua insan yang sedang perang dingin itu saling berpelukan dalam peluh, tapi menyiratkan satu kepuasan diujung bibir Shinta, walau harus menjadi jallang untuk suaminya sendiri malam itu..Pagi menjelang, matahari bersinar terang menyinari negara tempat tinggal mereka. Shinta masih enggan membuka mata, karena masih merasa tidak sanggup dengan kejadian satu hari kemaren.Deringan telepon milik Arlan sudah berbunyi sejak pukul delapan pagi, hingga kini telah menunjukkan pukul satu siang. Akan tetapi, dua insan itu masih tertidur pulas, tanpa memikirkan apa yang terjadi di kantor polisi tentang Raline yang seakan-akan
Tangan Shinta meremas erat rambut Arlan, yang telah berhasil meloloskan segala penghalang ditubuhnya. Kemudian mendudukkannya di marmer kaca, dan melebarkan paha sang istri untuk memberikan kesembuhan dibagian inti Shinta. Tak ada kata penolakan, Arlan seperti singa yang sedang lapar. Bahkan dia benar-benar tidak memberikan waktu untuk Shinta menutup kedua belah pahanya.Kembali terdengar errangan Shinta, yang tak mampu menahan gejolak bercampur aduk. Ada perih, sakit, namun essapan lidah Arlan mampu mengalahkan segalanya.Nafas Shinta memburu, hasratnya semakin bergelora terbakar gairah. Entahlah, kali ini ia tak tahu harus bicara apa. Bibirnya benar-benar ternganga lebar, karena dapat merasakan Arlan yang dulu. Pria yang benar-benar mengetahui dimana titik lemahnya Shinta."Ahh ..." Shinta memejamkan matanya, menikmati hebatnya deru nafas yang tak beraturan. Ia menatap wajah Arlan yang penuh pesona dengan nafas turun naik, "Bibi ... apa yang bibi lakukan. Ken
Sejuk angin berhembus perlahan, menyentuh kulit halus Alexa sambil menatap penuh cinta ke arah Brian. Tidak ada yang lebih indah, selain menjadi wanita dewasa di hadapan pria yang memperlakukannya dengan sangat baik. "Mr. Baby ..." terdengar suara serak Alexa menoleh ke arah Brian. "Hmm ..." Brian masih terus mengusap lembut punggung Alexa dengan sentuhan jemarinya yang sesekali mengecup lembut kepala gadis itu. Alexa tersenyum tipis, "Apakah yang kita lakukan ini salah, Mr. Baby? Kenapa aku merasa nyaman denganmu. Apakah, kamu akan mencampakkan aku jika mengalami sakit seperti Mama Cua?" Seketika Brian terdiam, rahangnya mengeras dan menghela nafas berat. Semua ini sangat berat baginya untuk menjelaskan bahwa ia juga terperangkap atas ketidakjujuran Cua--sang istri. "Aku tidak pernah ingin meninggalkan kamu, Baby. Bagiku, kamu wanita cerdas dan sangat patuh serta pantas untuk di pertahankan. Aku tidak akan menjanjikan apapun padamu, tapi aku akan memberikan yang terbaik untukmu
Wajah tampan bak artis Korea itu seketika berubah menjadi seorang pria yang memiliki rasa bersalah pada Arlan juga Shinta sang mantan istri. "Bukankah sejak dulu Shinta sudah berusaha untuk menjadi yang terbaik dalam hidupku, tapi kenapa aku justru menyakitinya dan akhirnya meninggalkan Cua begitu saja. Aku harus bertemu dengan Cua, aku tidak ingin melanjutkan perdebatan ini, karena hal ini tidak akan pernah usai ..." tuturnya dalam hati ketika mengemudikan kendaraan menuju kediaman Brian. Leon yang selama ini hanya mendengar cerita dari Duke melalui sambungan telepon tentang Cua, tapi tidak pernah bisa bertemu dengan sang mantan kekasih, justru merasa terjebak karena ulah pria itu yang memiliki dendam karena putri kesayangan mereka dihina oleh sikap Arlan beberapa waktu lalu. "Jika benar Cua melahirkan Alexa, berarti selama ini papi sudah mengetahui semua tentang aku, kenapa pak tua itu tampak segar dan jauh dari stroke sesuai apa yang dikatakan oleh Dokter Salim padaku ..." Kembal
Suasana apartemen milik Brian pribadi sangatlah berbeda dengan mansion mewah miliknya bersama Cua. Gadis muda nan cantik rupawan itu benar-benar tak berkutik dibuat pria bule tersebut, karena tidak menyangka bahwa yang tengah menikmati keindahan surga dunia bersamanya itu merupakan anak tiri darinya. "Tidurlah baby. Aku tahu, kamu pasti lelah setelah seharian melayani aku," titahnya mengusap lembut kepala Alexa kemudian mengecup bibir itu untuk kesekian kalinya. Alexa menggeliat, ia semakin terlihat jatuh hati kepada Brian. Pria beristri yang sangat baik dan bertanggung jawab tersebut. ***Sementara itu di kediaman Arlan, Shinta justru tampak kalut karena tidak menemukan keberadaan putra-putri kesayangannya. Bagaimana tidak, cukup lama mereka saling bercerita dengan cara yang berbeda, kini justru keluar dari kamar untuk mencari keberadaan Sandy ataupun Alexa. Shinta berteriak keras kepada para pengawalnya, "Cari Alexa dan Sandy saat ini juga! Bawa mereka pulang, karena ada hal yan
Suasana siang itu semakin terik. Entah mengapa mansion mewah milik Keluarga Arlan, tampak seperti neraka yang akan hancur dalam hitungan detik. Shinta melemparkan beberapa perkakas yang ada diatas meja riasnya, karena tidak menyangka bahwa Arlan memiliki anak dari perempuan lain, bahkan wanita itu merupakan Raline, musuh bebuyutannya selama ini. Arlan justru semakin mendekat kepada Shinta, walau langkah kakinya sangat sulit untuk digerakkan. "Dengar sayang, aku tidak pernah melakukan hal itu dengan Raline. Aku benar-benar lupa, aku bersumpah tidak pernah bertemu dengan dia setelah kejadian di Santo Stefano, Shinta. Please ... aku mohon, jangan pernah percaya begitu saja dengan apa yang dikatakan pria itu, sayang. Kamu harus percaya padaku, karena aku suamimu!" Dengan cepat, Shinta menepis semua ucapan Arlan. Ia tidak menyangka bahwa selama ini sang suami tercinta telah tega mengkhianatinya selama pernikahan mereka yang hampir menginjak sembilan belas tahun. "Katakan jujur sama aku,
Dapat dibayangkan bagaimana perasaan Sandy sebagai putra mahkota satu-satunya yang akan mewarisi semua harta kekayaan Arlan Alendra. Kini ia benar-benar tidak dapat berpikir jernih, karena telah menghabiskan malam bersama wanita yang merupakan adik tirinya. "Apakah benar Janet merupakan anak dari Papa Arlan? Kenapa dunia ini begitu sempit? Apa maksud Tuan Laren memperkenalkan Janet pada keluarga ku, bahkan mereferensikan gadis itu untuk menjadi secretaris pribadi ku ..." umpatnya, meremas kuat rambut ikal itu dengan perasaan bersalah. Seketika telinganya menjadi lebih awas, karena mendengarkan suara sang mama, yang terus memanggil kedua buah hatinya, "Sandy, Alexa!" Kedua putra-putrinya seketika muncul dihadapan Shinta yang langsung berhambur memeluk tubuh ramping sang mama dengan penuh kerinduan. Alexa menciumi pipi Shinta, sesekali melirik tajam kearah Sandy yang berdiri di sisi kanan sang mama. Terdengar suara rengekan Alexa yang sangat manja ditelinga Shinta, membuat wanita o
Tepat pukul 04.00 waktu Singapura, mereka tiba dibandara Changi tanpa mau bicara sepanjang penerbangan. Brian yang tak kuasa menahan rasa keingintahuannya, berkali-kali mencoba untuk mencari informasi dari kerabat dekatnya, Dokter Albert yang selalu ada dalam masa sulitnya ketika berusia muda dulu. [Bisa katakan padaku, apakah kamu mengetahui tentang Laren] Terdengar helaan nafas Albert dari balik gawainya, membuat Brian kembali menanyakan hal yang sama. [Albert, jawab aku! Apakah kau mengetahui tentang status Laren] [Ogh, boy! Sorry, mataku masih mengantuk, karena aku baru saja terlelap. Aku pikir yang menghubungi aku pasien, ternyata kamu. Bagaimana jika kita bertemu nanti siang di hotel ku. Aku istirahat dulu, oke] Tidak ada pilihan, Brian menuruti semua permintaan Albert, karena sejak dulu mereka selalu saling mengerti profesi masing-masing. Dengan tatapan lelah, Brian menoleh kearah Alexa yang meringkuk di dekapannya sejak memasuki mobil SUV yang sudah menunggu kemudian me
Cukup lama Brian menghabiskan waktu bersama sang kekasih didalam kamar hotel, sehingga melupakan waktu pertemuan mereka yang tinggal satu lagi untuk pengiriman barang, kemudian kembali ke Singapura sesuai jadwal yang sudah ditentukan keluarga. Tampak kegelisahan dihati Sandy, karena belum mendapatkan kabar dari sang adik tiri seraya bergumam dalam hati, "Kemana Alex? Apakah dia baik-baik saja ...?" Gegas Sandy meninggalkan restoran hotel tempat mereka menginap, hanya untuk memastikan keadaan Alexa, serta mencari tahu keberadaan Brian yang juga tidak menampakkan puncak hidungnya sejak malam. Tanpa Sandy sadari, ia meninggalkan gawai miliknya diatas meja restoran dengan merekam semua pembicaraan mereka, yang akan ia serahkan kepada sang papa. Akan demikian, ketika Sandy akan keluar dari pintu lift ketika tiba dilantai tempat mereka menginap, ternyata ia melihat pemandangan yang tidak biasa, Alexa tengah tertawa bahagia bersama Brian dengan wajah cerah selayaknya dirinya yang telah
Suasana kamar milik Alexa yang awalnya terasa sangat sejuk, kini berubah menjadi panas ketika kedua insan itu masih mendesah nikmat dalam suasana yang dimabuk hasrat juga gairah. Brian yang sudah lama tidak merasakan kehangatan dari seorang wanita, seakan banyak menuntut, karena tidak dapat menghentikan sentuhannya. "Stophh baby ...!" Alexa mengehentikan tangan liar Brian yang akan memasuki jemarinya ke lembah surga yang sudah tidak terhalang benang. Pandangan Brian yang berkabut gairah, hanya terus menciumi leher jenjang Alexa yang sangat memabukkan seraya berbisik, "Please babyhh ... kita merupakan kekasih. Aku sangat menginginkan mu, baby." Sejujurnya saat ini Alexa juga merasakan hal yang sama seperti Brian. Tapi kali ini pikirannya sedikit terganggu karena kondisi sang papa yang tengah sakit membuat dirinya berpikir dua kali untuk melakukan hal itu. "Maaf sayang, kembalilah kekamar mu. Aku tidak ingin melakukannya dengan cara seperti ini. Papa sedang sakit, dan jujur perasaan
Suasana Kota Roma yang sangat sejuk. Alexa hanya terus menyibukkan diri tanpa mau berbasa-basi dengan Sandy, karena perasaan kesal juga kecewa pada abang angkatnya tersebut. Bagaimana tidak, ia harus melihat pria muda itu tidur satu kamar dengan Janet, tanpa memikirkan bagaimana perasaannya sebagai seorang wanita muda yang juga memiliki perasaan.Dengan wajah menekuk murung, Alexa hanya menghabiskan malamnya dikamar hotel tanpa mau bertemu dengan siapapun termasuk Brian yang memilih pergi menghabiskan malam disalah satu club' kasino yang terletak di Kota Roma.Tak ingin menjawab pertanyaan Brian ketika kesibukan mereka disela-sela padatnya jadwal pertemuan dengan beberapa rekan bisnis yang berada di sana.Entah mengapa, perasaan Alexa seakan hancur setelah menyaksikan kemesraan Sandy bersama Janet yang sangat mengejutkan, ketika melihat pria muda itu berada diatas tubuh secretarisnya sendiri. "Kenapa aku harus percaya padanya? Kenapa dia tidak pernah jujur padaku, bahwa Sandy memang m