Bu Endang kembali berceramah karena aku menginginkan pesta sederhana saja seperti apa yang adakah oleh Husna. Karena banyak pertimbanagn dan aku tidak ingin banyak menghamburkan uang hanya untuk pesta sehari saja.
"Maaf bu lihat saja nanti aku pesta nikahannya seperti apa. Karena masih dalam tahap rundingan dengan pihak keluarga calon manten pria," jawabaku.
"Loh kemarin bukannya di bawain uang lima puluh juta aku dengar diacara lamaran. Masa iya masih rundingan lagi. Seharusnya kalau lima puluh juta mah sudah bisa pesta mewah kalau dikampung ini mah," balas bu Endang.
Aku harus menjawab apa ya, iya sih emang lima puluh juta tapi kalau aku ngomong sekarang pestanya akan seperti apa nanti jadi bahan gosip lagi. Aku malas banget sebenernya meladeni bu Endang dan antek-anteknya ini.
"Terserah ibu dan bapak saja saya mah bu. Manut orang tua lebih baik," jawabku.
"Heh kamu juga harus punya pilihan sendiri nanti kalau kamu ternyata nggak cocok dengan mak
Aku tertawa lagi dengan tinglah lucu bu Endang yang tak tahu malu itu. Kondangan bukan soal gede-gedean isi amplop menurutku disaat seperti adalah kesempatan berbaur dengan warga yang lainnya. Toh kita memang mahkluk sosial yang harus bersosiali dan membutuhkan pertolongan orang lain."Maaf bu isinya rahasia biar mantennya saja yang membuka," balas ku sambil berlalu dan pergi."Kamu gila ya Dara. Besok kamu itu menikah kalau ngasih yang gede biar baliknya juga gede," balas bu Endang lagi.Lebih baik pergi saja karena bu Endang sudah mulai rese. Mending sekarang aku bersiap ke pukesmas untuk tes kesehatan bersama Nungki. Mempersiapkan persyaratan pernikahanku."Akhirnya selesai tes kesehatannya," ucap Nungki."Tanganku sakit," keluhku karena habis suntik tetanus."Nanti kompres air anget saja sama minum obatnya sampai rumah," balas Nungki.Kami melanjutkan berkeliling melihat pernak pernik souvenir sampai model undangan. Ke tempat weding organizer juga mel
Aku menggelengkan kepalaku itu tidak terlalu mahal karena sebagian besar memakai tempat sendiri dan weding organizer juga menggunakan jasa keluarga tapi ya tetap bayar."Nggak bu uang yang kemarin di berikan kita untuk bayar weding organizer sama aula restoran. Selebihnya sponsor," jawabku."Oh jadi begitu nanti uangnya sama bapakmu ya. Tadi kamu ini survey tempat ya?" tanya ibu lagi."Iya kami berdiskusi untuk pernikahan ini. Bagaimanapun pernikahan adalah berdua bukan satu orang saja," ucapku.Bapak mendengar percakapan kami dan langsung memberikan uangnya. Bapak lega karena sudah tak repot seperti orang-orang yang mau hajatan berbelanja apa saja. Mikirin tenda dan yang lainnya. Kalau masakan katring ya bisa santai yang di rumah."Bapak serahkan ke kalian berdua saja ya. Kalau begitu ini uangnya," ucap bapakku."Terima kasih ya pak sudah percaya pada kami berdua," balasku."Ibu tenang saja nggak usah khawatir. Yang lain pada mikir belanjaan ini d
Ku tertawakan saja apa yang dipikirkan oleh bu Endang itu. Mau nikah di kua saja mau ijab qabul doang emang urusan sama dia apa. Uang pakai dana dari mempelai pria yang diberikan dan uang simpanan orang tuaku. Untuk apa mereka usil. "Ya nggak apa-apa bu nikah kua doang. Mungkin uangnya yang kemarin buat dp rumah," balas bu Sri. "Lima putuh juta loh masa nikah kua doang kalau pesta di kampung mah sudah megah banget," balas bu Endang lagi. Aku ingin tahu besok bu Endang itu mantu seperti apa. Dari lamaran sampai mau hajat selalu aku dikritik aku ingin tahu kehebohan apa nanti ketika ada yang melamar Ratna atau Fitri. Akankah meriah dan heboh sekali atau paling megah se kampung ini. "Dara kamu sudah sampai kenapa llesu sekali, hari ini terakhir kerja di sini ya," ucap Desi yang memelukku pagi ini. "Iya nanti jangan kangen sama aku ya. Biasa ada ibu-ibu rempong tadi dijalanan," jawabku pada Desi dan membalas pelukannya. Aku dan Desi mengobrol sebentar
Wajah Irma jadi pucat karena mendengar pertanyaan Metta. Aku hanya tertawa saja bagiku mau ada aku atau tidak itu sama saja karena irma akan tetap membuat ulah dan bertengkar kepada siapapun juga."Karena aku akan berkuasa dan menjadi ratu saat Dara tidak ada puas kamu atas jawabanku!" seru Irma."Jadi kamu merasa tidak mampu menyaingi Dara ya. Aku tahu kok kalau kamu memang tidak mampu dari dulu untuk menandingi Dara level kamu dan Dara beda," ucap Metta sambil tertawa.Irma kesal atas ucapan Metta dan menatapku sinis ia mengacungkan jari tengah untukku. Dia sepertinya sangat dendam padaku. Tapi itu tidak berarti untukku karena aku sebentar lagi tidak bekerja di sini. Semoga Irma akan berubah sikapnya juga akan berperilaku yang sangat baik kedepannya."Irma kamu jangan membenciku terlalu dalam. Karena saat kamu membenciku otakmu akan dipenuhi memori tentangku. Kamu akan rugi sendiri, lebih baik kita damai saja," ucapku pada Irma."Aku tidak
Aku tak menggubrisnya kemarin perasaan sudah bertanya tentang pingitan ini deh kenapa harus mulai lagi apa karena lagi ada banyak tamu yang berkumpul di rumahku bu Endang sengaja mencari sensasi."Ya kan saya kerja bu. Ini jaman sudah modern orang juga ngurus surat harus berdua nggak bisa di wakili," balasku sembari berjalan masuk rumah."Dasar anak jaman sekarang kalau di bilangin aturan turun temurun selalu ngeyel," ucap bu Endang sewot.Bodoh amat lah mau ngomong apa aku sudah capek kerja masa ngladeni orang model bu Endang begitu. Masuk rumah banyak ibu-ibu lingkungan yang bertamu ke rumah."Assalammualaikum, ibu dara pulang wah lagi ada tamu ya bu," ucapku ketika masuk rumah."Walaikumsalam iya nih ibu-ibu pada bertamu tanya tentang nikahan kamu," jawab Ibuku.Tetangga pada mau naruh-naruh barang belanjaan, air mineral juga uang untuk yang akan hajatan. Tradisi di lingkunganku tinggal kalau ada orang hajatan akan memberikan sesuatu yang di taroh nanti ka
Bu Endang melotot ke bu Lastri ia lalu melihat ke sekeliling ruang tamu rumahku. Memang benar ada sepuluh dus air mineral tertata rapi di sana.. satu kresek bumbu dapur juga satu kantong kresek besar daging sapi. Ku intip dari balik tirai dapur dan menertawakannya mungkin bu Endang sekarang sudah kena mental."Ngapain naroh bahan-bahan katanya resepsi di restauran. Emang kalau di resepsi di gedung gitu makanan bawa dari rumah sendiri. munazir aja kalian ini," balas bu Endang sambil mulutnya moncap mencep."Setidaknya kalau ada yang datang ke rumah ada makanan. Kami juga nanti akan bantu masak rawon, soalnya acara di restauran hanya dua jam saja," balas bu Mutia.Aku dengar saja mereka mematahkan omongan bu Endang yang tak beraturan itu. Senang banget ada yang membuat bu Endang jantungan. Pasti semakin terbakar itu hatinya dengar aku mau resepsi di gedung."Halah kalau begitu kan jadi double pengeluaran, apa nggak sayang-sayang duitnya. Ya mending kalau di rumah saja.
Ibuku Mengelus dada karena bu Endang berpikiran jahat tentang uang yang diberikan oleh pihak mempelai laki-laki untuk keperluan yang tidak perlu di luar urusan hajatan pernikahan. Padahal uang yang aku gunakan untuk membelikan kado Husna adalah uangku sendiri."Ya jelas to aku berpikiran seperti itu karena Dara itu kan terbiasa hidup susah iya to, lalu dapat uang banyak lima puluh juta dipakai beli ini itu supaya dianggap wah sama tetangganya warga desa sukma jaya ini toh," ucap bu Endang yang bersemangat sekali."Kalau ternyata uang yang aku gunakan adalah uangku sendiri bu Endang mau bersujud minta maaf padaku nggak?" tanyaku kesal pada bu Endang yang selalu menyulut emosi orang bertutur kata semaunya sendiri tanpa melihat kebenaran yang ada.Bu Endang menatapku kesal ia bersumpah kalau memang aku memakai uang dari hajatan yang diberikan Nungki tidak digunakan sebagaimana mestinya malah dipakai hal yang tidak perlu."Untuk apa aku takut. Kamu mema
Semua orang yang ada di rumahku mendukung apa yang aku katakan barusan. Memang yang namannya bu Endang ini harus di sudutkan terlebih dahulu agar tidak banyak berkata apa-apa. Sudah banyak kejadian yang membuatnya malu tapi tidak pernah kapok dan mengulangi perbuatan yang sama. Harus seperti apa aku mengungkapkan kata-kataku sehingga mudah dicerna oleh bu Endang."Heh Ratna memang belum bisa membelikan mobil atau apapun itu tapi tetap saja dia membuatku bangga denagn prestasinya sekarang juga bekerja di ruamh sakit angkatan dan memakai baju dinas seperti pns," ucap bu Endang yang menurutku tidak nyambung dengan pertanyaan. Prestasi mulu di banggakan lulusan universitas negeri dan jurusan yang paling susah katanya diomong mulu untuk menghina orang lain."Nggak nyambung banget sih jeng. Prestasi mulu diomongin pakai baju seragam pns juga guru honorer pakai seragam pns tapi gajinya tak masuk akal," balas bu Sri."Saya jadi penasaran berapa gaji Ratna yang kat
Para ibu-ibu masih saja sibuk menggosipkan bu Endang yang pergi begitu saja karena kesal. Lucu sekali dia itu. Kenapa bisa mau menggosipkan orang. Tapi tak mau di gosipkan."Sudahlah biarkan saja dia mau bicara apa bu. Itu hukuman buat ibu yang selalu menggosipkan orang!" seru pak Nurdin."Bapak kok membela tetangga daripada ibu sih?" bentak bu Endang.Pak Nurdin tak menyahut lalu pergi begitu saja karena mungkin sudah malas dengan istrinya itu. Bu Endang sudah terlalu banyak ikut campur urusan orang makanya mungkin si suami juga sudah lelah mengurus istrinya."Pak, kok malah pergi ibu ajak bicara! Benar-benar deh bapak ini," ucap bu Endang."Bapak mau istirahat bapak pusing," balas pak Nurdin.Sedang asyik membaca chating dari bu Sri yang memberitahu aku kejadian di kampung. Tiba-tiba perutku mual lalu semakin mual dan badanku lemas dan setelahnya aku tak tahu apa yang terjadi lagi. Saat sudah sadar aku berada di ranjang dan ada Nungki yang menemaniku."Syukurlah kamu sudah sadar Dara
Bu Sri menertawakan pertanyaan yang dilontarakan oleh bu Endang. Yang menanyakan memangkan ibuku itu kaya atau tidak. Yah aku sih cukup menyadari kalau keluarga kami memang susah sejak dulu. Berjualan juga untuk kebutuhan sehari-hari dan anak sekolah. Tapi apakah kita akan bertahan dengan nasib ini dan tidak akan berusaha mengubah nasib. Bu Endang salah ke dua orang tuaku begitu gigih mencari uang untuk kami anak-anaknya di beri ilmu dan diberikan pendidikan untuk maju. Tidak pernah neko-neko lalu menabung untuk mengembangkan usaha. "Loh katanya tadi orang miskin tadi bu. Berhutang memangnya nggak pakai jaminan. Berhutang di bank juga pakai jaminan kaya bu Endang gitu gadein sertifikat pak nurdin untuk biaya nikahan Ratna," ucap bu Mutia. "Kalian itu memang bisa banget menjatuhkan aku. Memangnya kenapa kalau aku berhutang untuk nikahan anakku. Toh yang membayar aku juga bukan kalian," balas bu Endang. "Makanya toh bu Endang kalau tidak mau dijatuhkan sama tetangga ya jangan menja
"Ya jelas lah kamu iri sama bu Siti. Soalnya bu Siti sekarang usahanya sukses. Diem-diem beli mobil. Diem-diem beli tanah. Nggak banyak omong kaya bu Endang. Prestasi Ratna mulu di banggain ternyata tagihan kartu kreditnya banyak!" seru bu Sri."Kalau aku jadi bu Endang mah malu. Sesumbar mulu Prestasi sama pekerjaan yang mentereng. Tenda aja belum dibayar. Tamunya juga nggak kelihatan ada pas hajatan," ucap bu Arum.Para tetangga di kampung sukma jaya memprotes tindakan bu Endang yang gemar bergosip itu. Mereka tidak takut lagi akan berantem dengan bu Endang. Karena sudah biasa dan juga bu Endang semakin keterlaluan dalam bertindak. Andai saja bu endang tak pernah usil pada keluargaku. Andai saja bu Endang tak pernah menyakiti tetangga yang ada di kampung sukma jaya ini. Pasti tidak akan terjadi hal seperti ini 'kan."Itu karena kalian tidak tahu dalamnya keluarga bu Siti. Kalau seandainya kalian tahu kalau hutangnya banyak juga nggak akan menghinaku seperti ini," balas bu endang."
Bu Endang mengatakan. Akhir-akhir ini memang para warga desa sukma jaya selalu membicarakan sosok bu Siti dan keluargaku yang lainnya. Padahal yang mereka bicarakan mungkin bukan perbuatan ayah atau ibuku saat ini.Singkat cerita ayahku memang sering bergaul dengan warga yang lainnya. Saat kami masih susah dulu. Bapakku sering menolong siapapun yang membutuhkan."Ya karena kalian semua selalu membanggakan bu Siti yang gemar nraktir. Halah orang kayak kalian ini nanti saat bu Siti dan keluarganya jatuh pasti akan meninggalkannya. Dasar manusia berwajah ular," ucap bu Endang."Jadi bu Endang ini panas ya. Karena para warga selalu membicarakan keluarga bu Siti tentang kebaikannya. Sedangkan membicarakan bu Endang tentang keburukan saja. Sudah deh ngaku saja," ledek bu Arum.Bu Endang menegaskan tidak ada yang dia iri dengan bu Siti maupun keluargaku yang lainnya. Dia sudah mapan. Suami pns, anak kerja di rumah sakit lulusan fisika terbaik di unoversitas terkemuka. Mantu perawat pns. "D
Bu Endang tak terima keluarganya dijadikan bahan gosip oleh ibu-ibu di tukang sayur. Biasanya dia yang bergosip. Sekarang dijadikan baham gosip tidak terima."Memangnya kenapa kalau kami menggosipkan bu endang? Nggak terima? Ya posisi bu Endang saat ini seperti yang kami rasakan kalau bu Endang menggosipkan kita!" seru bu Arum."Kalian jangan seenaknya ya mentang-mentang aku menggelar acara tidak semewah bu Siti. Lalu kalian seperti punya hak untuk menyakiti hatiku," ucap bu Endang.keributan terjadi di tempat sayur antara bu Endang dan ibu-ibu yang lain. Dia sangat tidak suka di jadikan bahan gosip. Ramai sekali sampai menimbulkan kebisingan."Bu Endang udah deh nggak usah drama. Kita semua tahu kalau bu Endang itu sudah banyak menyakiti hati orang. Makanya jangan kebanyakan membuat ulah. Biar hati juga adem. Dan tidak banyak musuh," ucap bu Lastri."Bilang saja kalian pro sama bu Siti yang lagi kondisi keuangannya naik. Sedangkan aku terlihat hina dimata kalian. Nanti kalau aku seda
Ibu-ibu sudah pulang ke rumah puas setelah mengomentari acara hajatan di rumah bu Endang. Tentu saja bu Endang menyimpan dendam untuk tetangganya."Awas saja akan aku balas mereka semua," gumam bu Endang."Sudah to bu. Mungkin ini karma karena ibu juga suka mengomentati semua tetangga yang ada di kampung ini," ucap pak Nurdin.Ternyata sakit hati juga di omongin langsung di depan mata seperti ini. Bu Endang sakit hati pada mereka semua. Ini berita yang aku dengar tentang keluhan bu Endang pada suaminya yang tersebar di kampung.Beberapa hari setelah selesai hajatan. Tampak seorang pemilik tenda datang mencari rumah bu Endang."Mencari siapa dek?" tanya bu Sri."Rumah bu Endang bu. Sebelah mana ya," jawab seorang pemuda."Sebelah sana tuh pager biru, ada apa emangnya?" tanya bu sri.Pemuda itu mengatakan kalau bu Endang belum membayar tenda sebesar tiga juga rupiah. Sudah seminggu berlalu makanya pihak penyewa tenda akan menagihnya. Kenapa ada peristiwa seperti ini juga ya."Ohh itu di
Bu Endang kesal karena banyak ibu-ibu tetangganya yang mengomentari hajatan yang ia gelar. Dari segala sisi banyak banget mendapatkan komentar. Tidak ada yang sempurnya semuanya diomongin sana-sini sampai membuatnya gerah sendiri."Eh bu Mutia asal kamu tahu saja. Jaman serba canggih banyak banget yang amplopnya di transferin. Emang pada lihat hah. Ih ndeso kalian semua," balas bu Endang."Paling juga satu dua orang itu juga cuma gocap. Gitu aja dibanggain dih najis," balas bu Mutia.Mnedengar berita seperti ini membuatku geli. Ada-ada saja tingkah para ibu-ibu di desaku yang gemar bergosip itu. Perkara hajatan saja sampai bertengkar sama tetangga apa nggak malu sama tamu yang hadir."Sudah jangan ribut lagi bu. Kita ini kan lagi hajatan malu sama tamu. Ayo kita sapa para tamu," ajak pak Nurdin."Mereka membuat ibu kesal pak," balas bu Endang.Pak Nurdin menarin tangan bu Endang dan menasehatinya agar tidak banyak omong lagi. Ada beberapa tamu yang harus mereka sapa. Tidak baik membua
Ibu-ibu itu dengan semangat mengatakan sudah siap untuk bergosip. Mereka sudah rapi dan berkumpul di rumah bu Arum. Mendengar kabar seperti ini membuatku ingin tertawa dengan kelucuan mereka ada tetangga yang menggelar hajatan tapi mereka yang sibuk berkomentar."Aku sih sudah siap bu," ucap bu Sri."Sama dong aku sudah siap sedari tadi. Mengomentari hajatan bu Endang yang suka julit pada warga yang menggelar hajatan. Sekaranf gantian dong," balas bu Arum."Ho'oh bu. Kalau ada yang hajatan tidak luput dari komentarnya. Sekarang giliran kita memberikan komentar pada bu Endang," balas bu Mutia.Masih terngiang di ingatan bu Mutia saat bu Endang mengomentari anaknya yang mau nikahan. Sudah punya anak dua dari pria yang berbeda dapat bujangan yang belum punya anak. Lalu mereka menggelar pesta sederhana di rumah mulut bu Endang sangat pedas dan menyakiti hatinya."Alah bu Mutia. Emangnya bu mutia saja. Waktu saya nikahin dara mulutnya bu Endang juga begitu kok. Lebih ganas," ucap ibuku."I
Bu Lastri menunjuk siapa yang datang. beberapa orang ada yang masih pakai baju dinas. Ada juga yang sudah memakai baju biasa.."Kirain banyak yang dateng. Para perawat dan petugas medis lainnya," balas bu Arum.Iya kok cuman dikit. Apa nitip kali ya," balas bu Sri.Bisik-bisik tetangga saling terdengar di acara pernikahan itu. Sungguh memalukan sekali sudah mengumbar omong besar tapi yang datang hanya segelintir saja. "Tendanya sangat besar sih sama sperti yang dikatakan. Tapi tamunya dikit doang," balas bu Mutia. "Habis magrib kali bu tamunya pada dateng," ucap bu lastri.Mereka masih menunggu habis magrib. Baru asar tamu mereka sepi sekali kayak kuburan.Ibu-ibu banyak bergunjing lagi. Soal tamu saja jadi omongan apalagi yang lain-lain. duh dasar mulut tetangga."Sudah magrib nih ayo kita magriban dulu. Habis ini kita kumpul lagi. Kita lihat tamu yang di undang seribu itu wujudnya seperti apa," ucap bu Mutia."Oke ayo kita magriban dulu. Nanti kumpul lagi di tempat ini saja.," bal