Ibuku Mengelus dada karena bu Endang berpikiran jahat tentang uang yang diberikan oleh pihak mempelai laki-laki untuk keperluan yang tidak perlu di luar urusan hajatan pernikahan. Padahal uang yang aku gunakan untuk membelikan kado Husna adalah uangku sendiri.
"Ya jelas to aku berpikiran seperti itu karena Dara itu kan terbiasa hidup susah iya to, lalu dapat uang banyak lima puluh juta dipakai beli ini itu supaya dianggap wah sama tetangganya warga desa sukma jaya ini toh," ucap bu Endang yang bersemangat sekali.
"Kalau ternyata uang yang aku gunakan adalah uangku sendiri bu Endang mau bersujud minta maaf padaku nggak?" tanyaku kesal pada bu Endang yang selalu menyulut emosi orang bertutur kata semaunya sendiri tanpa melihat kebenaran yang ada.
Bu Endang menatapku kesal ia bersumpah kalau memang aku memakai uang dari hajatan yang diberikan Nungki tidak digunakan sebagaimana mestinya malah dipakai hal yang tidak perlu.
"Untuk apa aku takut. Kamu mema
Semua orang yang ada di rumahku mendukung apa yang aku katakan barusan. Memang yang namannya bu Endang ini harus di sudutkan terlebih dahulu agar tidak banyak berkata apa-apa. Sudah banyak kejadian yang membuatnya malu tapi tidak pernah kapok dan mengulangi perbuatan yang sama. Harus seperti apa aku mengungkapkan kata-kataku sehingga mudah dicerna oleh bu Endang."Heh Ratna memang belum bisa membelikan mobil atau apapun itu tapi tetap saja dia membuatku bangga denagn prestasinya sekarang juga bekerja di ruamh sakit angkatan dan memakai baju dinas seperti pns," ucap bu Endang yang menurutku tidak nyambung dengan pertanyaan. Prestasi mulu di banggakan lulusan universitas negeri dan jurusan yang paling susah katanya diomong mulu untuk menghina orang lain."Nggak nyambung banget sih jeng. Prestasi mulu diomongin pakai baju seragam pns juga guru honorer pakai seragam pns tapi gajinya tak masuk akal," balas bu Sri."Saya jadi penasaran berapa gaji Ratna yang kat
Bu Endang menertawakan bu Arum yang bertanya kenyataan anaknya bu Arum sekolah apa. Ya jelas bu Endang merasa hapal dan tahu kalau anaknya cuman lulusan smk perawat terus bekerja di rumah sakit. Jelas banget gajinya kecil mana ada lulusan smk yang gajinya gede tutur bu Endang membuat telingaku gatal ingin melempar gelas padanya."Bu Arum ini kok nglawak emang anak bu Arum itu sekolah apa sih. Semua orang kampung sini juga tahu cuma lulusan smk doang langsung kerja. Menang lulusan smk perawat doang ya jangan samakan sama anak saya yang lulusan S1 kerja di rumah sakit bu. Beda bu beda!" seru bu Endang pede sekali."Bu Endang nggak malu ya sepertinya hanya bu Endang yang nggak tahu anak bu Arum dapat beasiswa sekolah di luar negeri dan sudah lulus. Cuman nggak koar-koar kaya bu Endang baru dapat sekolah dalam negeri saja sudah heboh seluruh dunia harus tahu," balas bu Sri.Bu Endang tidak percaya dengan perkataan bu Sri kapan keluar negerinya. Orang selalu lihat ada di
Bu Arum langsung menceritakan bagaimana pengalamannya naik pesawat. Bagaimana pesawat kalau ada awan mendung saat melintas ya seperti jalan terjal yang ada di darat. Lalu saat mau terbang seperti apa suara bisingnya makanya anak bayi di larang naik pesawat karena suara bisingnya bisa merusak gendang telinga."Begitu ibu-ibu rasanya naik pesawat. Saya banyak baca sholawat saat pertama kali naik pesawat namanya juga orang kampung," ucap bu Arum menceritakan kisahnya naik pesawat."Bu Arum ini loh membual banget jadi orang. Naik pesawat itu emang mau kemana sih, biasa naik becak juga sok-sokan nyeritain naik pesawat. Mimpi kali ah!" seru bu Endang.Mungkin bu Endang ini ketinggalan informasi karena memang bu Arum sudah pernah menggunakan moda transportasi udara itu saat anaknya wisuda di luar negeri. Pulang kampung pun juga naik pesawat pernah. Anak bu Arum itu memang hanya terlihat bekerja saja tapi ternyata karena ingin memiliki karir yang lebih makanya sekolah lagi
Yah ada orang ini lagi nggak kapok banget sih ngurusin hidup orang harus berapa kali di ingatkan kalau ngurus surat ke kua sekarang harus berdua dan tidak bisa diwakilkan seperti jaman bu Endang muda dulu."Ayo masuk mobil dan selesaikan urusan kita. Tidak usah pedulikan mulut tetangga yang satu itu," ajak Nungki."Baiklah ayo kita sudah telat belum lagi perjalanan ke sana juga butuh waktu," balasku.Kami sengaja mengabaikan bu Endang yang sudah pasti nanti akan marah dan nyeletuk kata-kata mutiara untuk kami karena tidak menggubrisnya sama sekali."Dasar anak muda jaman sekarang dibilangin orang tua malah ngeyel nyelonong pergi aja. Mana sih orang tuanya ngebiarin anak yang mau nikah berdua-duaan mulu tidak dipingit ya ampun jaman boleh modern tradisi harus tetap dijalankan!" seru bu Endang."Apa sih bu Endang ini pagi-pagi sudah ngedumel sendirian ngurusin hidup orang melulu," ucap ibuku."Eh Bu Siti sebagai orang tua itu bagaimana sih ken
Hatiku kesal karena bu Endang tidak pernah mendengarkan orang lain dan hanya percaya pada pikirannya sendiri. Bisa gila kalau berurusan dengan wanita seperti ini setiap hari. Lebih baik cepat masuk rumah dan istirahat."Sudah Dara jangan ladeni orang yang kurang pengetahuan seperti bu Endang ini, percuma karena bisanya nyinyir doang," balas bu Arum."Eh bu Arum kok bela anak yang salah sih. Emang ada seminar-seminar pra nikah sebelum menikah. Itu paling alasan saja juga sertifikat dan buku buat sendiri di tukang cetak!" seru bu Endang.Bener juga kata bu Arum bu Endang memang kurang pengetahuan dan bisanya hanya mengelurkan kata-kata yang menurutnya benar saja tanpa melihat kenyataan dan fakta yang ada."Kamu jangan gila bu Endang. Lebih baik gunakan ponselnya untuk melihat pengetahuan yang terbaru. Agar ilmu juga terbarui terus jangan gunakan ponsel buat gosip di pesan singkat saja!" seru bu Arum."Iya sudah jelas ada logo kementerian agama RI. bagaimana bi
Bu Endang tertawa dengan pertanyaan ibuku dia mengatakan kalau apa yang perlu di iriin dengan keluargaku. Seorang penjual ikan saja yang mendapatkan keberuntungkan anaknya di nikahi oleh keluarga kaya kalau tidak mendapat suami kaya juga biasa saja. Ketolong sama wajah cantik jadinya memanfaatkan kecantikan untuk menggaet pria kaya."Aku iri sama keluarga bu Siti kok aneh banget. Apa yang mau aku iriin bu. Suamiku pns anakku kerja di rumah sakit bumn, bu Siti cuma penjual ikan yang beruntung saja dikaruniai anak yang super cantik tapi bloon nggak punya prestasi apa-apa iya to. Anak ibu siti si Doni juga cuma pegawai kontrak di pabrik. Nggak level bu sama saya," ucap bu Endang."Alhamdulilah kalau begitu bu, maaf ya bu kami berangkat dulu besok jangan lupa datang ke pernikahan saya ya," ucapku lalu menarik lengan tangan ibu supaya lekas masuk mobil.Aku sudah tak sabar menghadapi bu Endang yang mulutnya kurang ajar itu. Lebih baik segera pergi dari lokasi karena
Bu Endang berdebat dengan bu Sri tapi karena masih banyak pekerjaan yang belum selesai membuat bu Sri mengalah dan menurutnya lebih baik mengerjakan apa yang belum selesai dikerjaan daripada meladeni bu Endang yang banyak omongnya itu. "Bu Sri ini dibilangin kenyataan tapi kok sepertinya musuhin saya dan ngebela bu Siti banget emangnya sama bu Siti di bayar berapa untuk asak di sini hah," jawab bu Endang. "Kami di sini tidak di bayar tapi karena rasa tenggang rasa dan gotong royong antar tetangga yang kata bu Endang sendiri harus saling tolong menolong betul kan ibu-ibu?" tanya Bu Sri pada ibu-ibu yang membantu masak di rumahku. "Betul," seru ibu-ibu berbarengan karena memang itu yang mereka lakukan. Aku tertawa mendengar cerita dari bu Sri yang menelpon ibuku menceritakan kejadian yang ada di rumah karena ibu mempercayakan acara masak di rumah pada bu Sri jadi apa-apa bu Sri laporan ke kami."Ya ampun bu Endang kok merendahkan kita banget ya bu," ucapku sete
Aku tertawa membayangkan bagaimana wajah Ratna merah karena marah melihat apa jawabku atas pesan singkatnya.Pasti sekarang dia sudah membanting ponselnya karena tak terima aku mendapatkan perawatan mahal hari ini."Kurang ajar atas dasar apa Dara si anak tak berprestasi itu mendapatkan fasilitas apa yang aku inginkan," gumam Ratna sambil membanting ponselnya ke kasur."Ada apa Ratna kenapa kamu marah seperti itu apakah ada yang tidak membuatmu senang?" tanya bu Endang.Ratna memperlihatkan status dan chat pribadinya denganku pada bu Endang sehingga bu Endang murka dan mengirim pesan pada ibuku dan menceritakan kronologisnya. Bu Endang juga menyertakan capture pesanku dengan Ratna."Maksudnya apa bu Siti. Anak ibu yang sedang kejatuhan durian runtuh itu pamer kepada anak saya kalau sedang perawatan? Biar di sangka sok hebat bisa perawtan dan nginep di hotel. Saya juga bisa nyewa hotel dan spa. Apa bu Siti pikir saya nggak sanggup?" tanya bu Endang pada pesan sing
Para ibu-ibu masih saja sibuk menggosipkan bu Endang yang pergi begitu saja karena kesal. Lucu sekali dia itu. Kenapa bisa mau menggosipkan orang. Tapi tak mau di gosipkan."Sudahlah biarkan saja dia mau bicara apa bu. Itu hukuman buat ibu yang selalu menggosipkan orang!" seru pak Nurdin."Bapak kok membela tetangga daripada ibu sih?" bentak bu Endang.Pak Nurdin tak menyahut lalu pergi begitu saja karena mungkin sudah malas dengan istrinya itu. Bu Endang sudah terlalu banyak ikut campur urusan orang makanya mungkin si suami juga sudah lelah mengurus istrinya."Pak, kok malah pergi ibu ajak bicara! Benar-benar deh bapak ini," ucap bu Endang."Bapak mau istirahat bapak pusing," balas pak Nurdin.Sedang asyik membaca chating dari bu Sri yang memberitahu aku kejadian di kampung. Tiba-tiba perutku mual lalu semakin mual dan badanku lemas dan setelahnya aku tak tahu apa yang terjadi lagi. Saat sudah sadar aku berada di ranjang dan ada Nungki yang menemaniku."Syukurlah kamu sudah sadar Dara
Bu Sri menertawakan pertanyaan yang dilontarakan oleh bu Endang. Yang menanyakan memangkan ibuku itu kaya atau tidak. Yah aku sih cukup menyadari kalau keluarga kami memang susah sejak dulu. Berjualan juga untuk kebutuhan sehari-hari dan anak sekolah. Tapi apakah kita akan bertahan dengan nasib ini dan tidak akan berusaha mengubah nasib. Bu Endang salah ke dua orang tuaku begitu gigih mencari uang untuk kami anak-anaknya di beri ilmu dan diberikan pendidikan untuk maju. Tidak pernah neko-neko lalu menabung untuk mengembangkan usaha. "Loh katanya tadi orang miskin tadi bu. Berhutang memangnya nggak pakai jaminan. Berhutang di bank juga pakai jaminan kaya bu Endang gitu gadein sertifikat pak nurdin untuk biaya nikahan Ratna," ucap bu Mutia. "Kalian itu memang bisa banget menjatuhkan aku. Memangnya kenapa kalau aku berhutang untuk nikahan anakku. Toh yang membayar aku juga bukan kalian," balas bu Endang. "Makanya toh bu Endang kalau tidak mau dijatuhkan sama tetangga ya jangan menja
"Ya jelas lah kamu iri sama bu Siti. Soalnya bu Siti sekarang usahanya sukses. Diem-diem beli mobil. Diem-diem beli tanah. Nggak banyak omong kaya bu Endang. Prestasi Ratna mulu di banggain ternyata tagihan kartu kreditnya banyak!" seru bu Sri."Kalau aku jadi bu Endang mah malu. Sesumbar mulu Prestasi sama pekerjaan yang mentereng. Tenda aja belum dibayar. Tamunya juga nggak kelihatan ada pas hajatan," ucap bu Arum.Para tetangga di kampung sukma jaya memprotes tindakan bu Endang yang gemar bergosip itu. Mereka tidak takut lagi akan berantem dengan bu Endang. Karena sudah biasa dan juga bu Endang semakin keterlaluan dalam bertindak. Andai saja bu endang tak pernah usil pada keluargaku. Andai saja bu Endang tak pernah menyakiti tetangga yang ada di kampung sukma jaya ini. Pasti tidak akan terjadi hal seperti ini 'kan."Itu karena kalian tidak tahu dalamnya keluarga bu Siti. Kalau seandainya kalian tahu kalau hutangnya banyak juga nggak akan menghinaku seperti ini," balas bu endang."
Bu Endang mengatakan. Akhir-akhir ini memang para warga desa sukma jaya selalu membicarakan sosok bu Siti dan keluargaku yang lainnya. Padahal yang mereka bicarakan mungkin bukan perbuatan ayah atau ibuku saat ini.Singkat cerita ayahku memang sering bergaul dengan warga yang lainnya. Saat kami masih susah dulu. Bapakku sering menolong siapapun yang membutuhkan."Ya karena kalian semua selalu membanggakan bu Siti yang gemar nraktir. Halah orang kayak kalian ini nanti saat bu Siti dan keluarganya jatuh pasti akan meninggalkannya. Dasar manusia berwajah ular," ucap bu Endang."Jadi bu Endang ini panas ya. Karena para warga selalu membicarakan keluarga bu Siti tentang kebaikannya. Sedangkan membicarakan bu Endang tentang keburukan saja. Sudah deh ngaku saja," ledek bu Arum.Bu Endang menegaskan tidak ada yang dia iri dengan bu Siti maupun keluargaku yang lainnya. Dia sudah mapan. Suami pns, anak kerja di rumah sakit lulusan fisika terbaik di unoversitas terkemuka. Mantu perawat pns. "D
Bu Endang tak terima keluarganya dijadikan bahan gosip oleh ibu-ibu di tukang sayur. Biasanya dia yang bergosip. Sekarang dijadikan baham gosip tidak terima."Memangnya kenapa kalau kami menggosipkan bu endang? Nggak terima? Ya posisi bu Endang saat ini seperti yang kami rasakan kalau bu Endang menggosipkan kita!" seru bu Arum."Kalian jangan seenaknya ya mentang-mentang aku menggelar acara tidak semewah bu Siti. Lalu kalian seperti punya hak untuk menyakiti hatiku," ucap bu Endang.keributan terjadi di tempat sayur antara bu Endang dan ibu-ibu yang lain. Dia sangat tidak suka di jadikan bahan gosip. Ramai sekali sampai menimbulkan kebisingan."Bu Endang udah deh nggak usah drama. Kita semua tahu kalau bu Endang itu sudah banyak menyakiti hati orang. Makanya jangan kebanyakan membuat ulah. Biar hati juga adem. Dan tidak banyak musuh," ucap bu Lastri."Bilang saja kalian pro sama bu Siti yang lagi kondisi keuangannya naik. Sedangkan aku terlihat hina dimata kalian. Nanti kalau aku seda
Ibu-ibu sudah pulang ke rumah puas setelah mengomentari acara hajatan di rumah bu Endang. Tentu saja bu Endang menyimpan dendam untuk tetangganya."Awas saja akan aku balas mereka semua," gumam bu Endang."Sudah to bu. Mungkin ini karma karena ibu juga suka mengomentati semua tetangga yang ada di kampung ini," ucap pak Nurdin.Ternyata sakit hati juga di omongin langsung di depan mata seperti ini. Bu Endang sakit hati pada mereka semua. Ini berita yang aku dengar tentang keluhan bu Endang pada suaminya yang tersebar di kampung.Beberapa hari setelah selesai hajatan. Tampak seorang pemilik tenda datang mencari rumah bu Endang."Mencari siapa dek?" tanya bu Sri."Rumah bu Endang bu. Sebelah mana ya," jawab seorang pemuda."Sebelah sana tuh pager biru, ada apa emangnya?" tanya bu sri.Pemuda itu mengatakan kalau bu Endang belum membayar tenda sebesar tiga juga rupiah. Sudah seminggu berlalu makanya pihak penyewa tenda akan menagihnya. Kenapa ada peristiwa seperti ini juga ya."Ohh itu di
Bu Endang kesal karena banyak ibu-ibu tetangganya yang mengomentari hajatan yang ia gelar. Dari segala sisi banyak banget mendapatkan komentar. Tidak ada yang sempurnya semuanya diomongin sana-sini sampai membuatnya gerah sendiri."Eh bu Mutia asal kamu tahu saja. Jaman serba canggih banyak banget yang amplopnya di transferin. Emang pada lihat hah. Ih ndeso kalian semua," balas bu Endang."Paling juga satu dua orang itu juga cuma gocap. Gitu aja dibanggain dih najis," balas bu Mutia.Mnedengar berita seperti ini membuatku geli. Ada-ada saja tingkah para ibu-ibu di desaku yang gemar bergosip itu. Perkara hajatan saja sampai bertengkar sama tetangga apa nggak malu sama tamu yang hadir."Sudah jangan ribut lagi bu. Kita ini kan lagi hajatan malu sama tamu. Ayo kita sapa para tamu," ajak pak Nurdin."Mereka membuat ibu kesal pak," balas bu Endang.Pak Nurdin menarin tangan bu Endang dan menasehatinya agar tidak banyak omong lagi. Ada beberapa tamu yang harus mereka sapa. Tidak baik membua
Ibu-ibu itu dengan semangat mengatakan sudah siap untuk bergosip. Mereka sudah rapi dan berkumpul di rumah bu Arum. Mendengar kabar seperti ini membuatku ingin tertawa dengan kelucuan mereka ada tetangga yang menggelar hajatan tapi mereka yang sibuk berkomentar."Aku sih sudah siap bu," ucap bu Sri."Sama dong aku sudah siap sedari tadi. Mengomentari hajatan bu Endang yang suka julit pada warga yang menggelar hajatan. Sekaranf gantian dong," balas bu Arum."Ho'oh bu. Kalau ada yang hajatan tidak luput dari komentarnya. Sekarang giliran kita memberikan komentar pada bu Endang," balas bu Mutia.Masih terngiang di ingatan bu Mutia saat bu Endang mengomentari anaknya yang mau nikahan. Sudah punya anak dua dari pria yang berbeda dapat bujangan yang belum punya anak. Lalu mereka menggelar pesta sederhana di rumah mulut bu Endang sangat pedas dan menyakiti hatinya."Alah bu Mutia. Emangnya bu mutia saja. Waktu saya nikahin dara mulutnya bu Endang juga begitu kok. Lebih ganas," ucap ibuku."I
Bu Lastri menunjuk siapa yang datang. beberapa orang ada yang masih pakai baju dinas. Ada juga yang sudah memakai baju biasa.."Kirain banyak yang dateng. Para perawat dan petugas medis lainnya," balas bu Arum.Iya kok cuman dikit. Apa nitip kali ya," balas bu Sri.Bisik-bisik tetangga saling terdengar di acara pernikahan itu. Sungguh memalukan sekali sudah mengumbar omong besar tapi yang datang hanya segelintir saja. "Tendanya sangat besar sih sama sperti yang dikatakan. Tapi tamunya dikit doang," balas bu Mutia. "Habis magrib kali bu tamunya pada dateng," ucap bu lastri.Mereka masih menunggu habis magrib. Baru asar tamu mereka sepi sekali kayak kuburan.Ibu-ibu banyak bergunjing lagi. Soal tamu saja jadi omongan apalagi yang lain-lain. duh dasar mulut tetangga."Sudah magrib nih ayo kita magriban dulu. Habis ini kita kumpul lagi. Kita lihat tamu yang di undang seribu itu wujudnya seperti apa," ucap bu Mutia."Oke ayo kita magriban dulu. Nanti kumpul lagi di tempat ini saja.," bal