Bu Sri mendekat ke arah bu Endang terlihat mereka bisik-bisik entah apa yang dibicarakan. Aku tak bisa kepo karena banyak orang. Nanti dikira pengen tahu saja urusan orang.
"Bu Endang ini gimana sih. Mana ada budget saya beli kompor sampai jutaan di rumah saja kompor seharga tiga ratus ribuan awet banget saya pakai bertahun-tahun," jawab bu Sri.
"Iya sama perkara kompor saja sampai jutaan, bikin pusing saja kebanyakan utang!" seru bu Endang.
Bu Endang dan bu Sri tidak mengambil kompor dan panci seharga fantastis itu. Mereka lebih memilih harga chas ketimbang kredit kompor sampai jutaan.
"Siapa tadi yang ambil kompor sama panci bu?" tanya bu Arum.
"Nggak tahu saya nggak sampai selesai bu, malas banget sama orang sok kaya," ucap bu Sri.
Keesokan harinya seperti biasa ibu-ibu belanja di warung bu Sri. Dunia pergosipan tentu saja tetap berlanjut. Kebetulan aku di suruh ibu membeli bawang merah juga garam jadi sedikit mendengar gosip ibu-ibu.
Bu Endang memang selalu blak-blakan. Bukan bermaksud syirik dengan apa yang dimiliki oleh bu Lastri tapi cara berbicaranya yang kerap sekali mengundang kekesalan orang lain. Kalaupun kaya ya sudah tidak perlu koar-koar kalau dirinya kaya dan memiliki apa yang tidak memiliki orang lain.Takutnya ada yang tidak suka lalu berbuat kejahatan dengan orang yang asal bicara tersebut. Aku yang berada ditengah-tengah mereka ikut kesal dengan perilaku tetanggaku ini.“Bu Endang ini kenapa sih. Urusin saja urusan ibu sendiri, nggak usah urusin hidup kita, iya nggak jeng Farah!” seru bu Lastri.“He’em syirik saja, memang kita kaya kok. Buktinya mampu makan enak setiap hari. Emas punya, ini yang kita pakai itu asli, emangnya salah kita bilang orang kaya?” tanya bu Farah.Bu Sri yang dari tadi diam ikut menasehati bu Farah dan bu Lastri yang sudah mulai keterlaluan. Jangankan ibu-ibu aku yang anak kecil saja ikut jengkel melihat perilakunya
Irma mengambil dokumen yang ada ditanganku secara dan merobeknya dengan sengaja di depanku."Ups, aku tak sengaja Dara, jadi mau tak mau kamu harus mengulang mengerjakan dokumen yang diminta bu Sari," ucap Irma sambil melempar kertas-kertas itu ke wajahku."Dasar iblis kamu Irma. Kenapa kamu begitu jahat dan selalu menganggapku sebagai musuh. Ini dokumen penting, kalau aku kena marah bagaimana?!" ucapku sangat keras sebagai kode meminta bantuan."Itu salahmu sendiri karena tidak menjaga dokumen penting perusahaan!" seru Irma.Orang dari ruang meeting berhamburan keluar melihat pertikaian kami. Pak Maulana dan bu Sari mendekat ke arah kami. Melihat dokumen yang penting tadi berhamburan ke lantai dan tubuhku genetaran bu Sari merangkulku dan mencoba menerka apa yang terjadi."Dara lalai menjaga dokumen penting perusahaan. Aku ingin lihat hukuman apa yang kalian berikan padanya. Jangan hanya aku saja yang terus disudutkan!" seru Irma.Plak! tam
Bu Lisa meminta satpam untuk memanggil ambulan. Sedangkan aku dan bu Sari membantu Irma untuk berjalan ke depan agar lebih mudah diangkut ambulan saat mobil ambulan datang."Cepat pak angkut dia. Yang lain hubungi keluarganya," pinta bu Lisa."Bu yang menemani ke rumah sakit siapa?" tanyaku yang ikut kepusingan.Bu Lisa yang menemani Irama ke rumah sakit. Sebagai wujud pertanggung jawaban atas kejadian yang dialami Irma. Perusahaan juga bertanggung jawab untuk membiayai berobatnya Irma."Bias aaya saja. Tadi aku mendorongnya sangat kuat," balas bu Lisa."Lisa bawalah kartu ini untuk biaya berobat Irma. Bagaimanapun ini terjadi di dalam perusahaan," ucap pak Maulana."Baik pak, tolong hubungi keluarga Irma ya pak," pinta bu Lisa.Bu Lisa sudah masuk ke ambulan menemani Irma. Pak Maulana meminta dua bodyguar untuk menemaninya takutnya keluarga Irma tidak terima dengan apa yang terjadi. Kami semua tahu lidah Irma pandai bersilat jadi unt
Bu Lastri tidak menanggapi apa yang dikatakan oleh bu Endang terhadap dirinya. Dikatakan tidak setia kawan memang benar adanya. Ya mau bagaimana lagi bu Lastri memang tidak membantu apa-apa."Heh kok ngeloyor saja, nggak jawab omongan saya. Munafik kamu jadi orang, maunya berteman kalau senang aja, giliran susah dijauhi," ucap bu Endang."Sudah bu Endang ayo pulang saja. Sekarang kita sudah tahu bagaimana sifat asli bu Lastri seperti apa," kataku agar bu Endang tidak emosi pada bu Lastri lagi."Iya dia maunya sama orang berduit saja. Nggak tahu saja dulu juga kelilit hutang. Setiap pintu rumah diutangin. Sekarang agak enak dikit bisa beli emas belagu!" seru bu Endang.Aku dan bu Endang mengobrol sebentar. Ku dengarkan kelih kesahnya sebelum kami kembali ke rumah masing-masing.Ibuku sudah menunggu di rumah dengan cemas. Ia khawatir kenapa aku tidak pulang-pulang. Doni mengatakan kalau aku melindungi bu Farah dari amukan massa."Dara kamu ngg
Desi menarikku ke ruangan agar tidak kedengaran orang lain. Aku semakin penasaran dengan apa yang terjadi di kantor ini. Desi menutup pintu dan duduk di bangku ia melambaikan tangan untukku."Sini Dara aku ceritain penting banget tahu," ucap Desi pelan."Ada apa sih bikin orang penasaran saja," ucapku.Aku duduk dekat Desi dan mulailah pergibahan kami. Berita ini datangnya dari Irma dia sedang mengalami keguguran. orang tuanya awalnya tidak percaya dengan ucapan Dokter. Katanya anaknya belum menikah kenapa bisa keguguran."Ah yang bener Desi ceritanya?" tanyaku sedikit kaget."Jangan keras-keras Dara. Ini sedikit bocoran dari bodyguard yang mengawal bu Lisa," bisik Desi.Aku mengangguk pelan lalu Desi memulai lagi ceritanya. Orang tua Irma menuduh bu Lisa sengaja mencelakai Irma juga memfirnah Irma keguguran agar tidak bisa dipidana."Aku yakin itu adalah ulah Irma yang memutar balikkan fakta agar orang tuanya tidak marah. Kabarnya si
Pak Maulana mulai geram dengan keluarga Irma yang sudah tahu mereka salah tapi tidak mau disalahkan.Memang orang seperti mereka ini harus diberikan pelajaran. Agar memiliki efek jera. Aku geregetan sendiri melihat dari cctv."Jangan sombong kamu pak, mentang-mentang kaya jangan seenaknya. Anda punya uang kami punya ilmu tenung!" gertak kakak Irma.Aku kaget dengan jawaban itu jadi selama ini Irma menggunakan ilmu pelet untuk memikat pak Roni sehingga bertekuk lutut padanya. Ini semakin tidak beres."Bawa mereka ke kantor polisi semakin cepat semakin bagus. Mereka adalah keluarga sampah ingin kaya dengan menghancurkan keluarga orang lain," ucap pak Maulana geram."Percaya atau tidak kami akan mengirim santet pada kalian semua," balas ibunya Irma.Akhirnya mereka semua dibawa ke kantor polisi untuk mempertanggungjawabkan kesalahan mereka. Aku tak habis pikir dengan pemikiran mereka yang serakah akan harta orang lain."Akhirnya mereka d
Aku menggelengkan kepalaku mengatakan kepada dua temanku kalau kita tidak perlu membalas perbuatan keji Irma. Karena sekarang ia sudah mendapatkan balasan atau karma yang atas perbuatan kejinya."Tidak perlu, karena sudah ada campur tangan Tuhan yang membalas perbuatan Irma!" jawabku."Dara hatimu sungguh mulia. Aku harus belajar jadi orang baik sepertimu," ucap Metta.Aku hanya tersenyum kepada temanku itu. Ajaran bapakku jika ada orang yang menyakiti tidak perlu membalas perbuatannya karena cepat atau lambat Tuhan akan membalasnya sesuai dengan perbuatan jahat seperti apa yang dilakukan oleh musuh kita."Jangan belajar dariku. Tapi cobalah untuk mengontrol emosi kalian sendiri," balasku."Pokoknya aku penggemarmu mulai sekarang Dara, terbaik deh!" seru Desi.Jam kantor sudah selesai kami pulang ke rumah masing-masing. Kebetulan hari ini aku libur kuliah aku gunakan untuk beristirahat dirumah dengan santai saja. mendengarkan musik di kamark
Bu Sri melihat warungnya yang sedang ramai kemudian berlari masuk ke dalam. Beliau mengucapkan terima kasih padaku karena telah mengingatkan kalau dia punya warung. Aku berjalan ke warung bu Sri, entah apa yang akan aku beli yang penting menuju warung dulu agar tidak terlalu mencolok mencampuri urusan orang tua itu."Waduh maaf-maaf ya ibu-ibu gara-gara kesal hutang belum dibayar jadi meninggalkan warung. ayo-ayo siapa lagi yang mau belanja sayuran?" tanya bu Sri yang sudah siap melayani pelanggannya."Orang modelan begitu emang sekali-kali disemprot. Kirain saya sudah tobat nggak punya hutang lagi, soalnya kalau ada bank plecit yang ngumpul pagi-pagi untuk nagih hutang suka ngomongin bu," ucap salah satu warga yang membeli sayuran.Aku penasaran ngomongin apasih bu Lastri kalau ada bank plecit yang suka datang ke desa ini. Kalau pagi biasanya suka kumpul di warung kopi. Lalu menyambangi rumah warga yang pada ambil dana."Ngomong bagaimana bu?" tanya bu S
Para ibu-ibu masih saja sibuk menggosipkan bu Endang yang pergi begitu saja karena kesal. Lucu sekali dia itu. Kenapa bisa mau menggosipkan orang. Tapi tak mau di gosipkan."Sudahlah biarkan saja dia mau bicara apa bu. Itu hukuman buat ibu yang selalu menggosipkan orang!" seru pak Nurdin."Bapak kok membela tetangga daripada ibu sih?" bentak bu Endang.Pak Nurdin tak menyahut lalu pergi begitu saja karena mungkin sudah malas dengan istrinya itu. Bu Endang sudah terlalu banyak ikut campur urusan orang makanya mungkin si suami juga sudah lelah mengurus istrinya."Pak, kok malah pergi ibu ajak bicara! Benar-benar deh bapak ini," ucap bu Endang."Bapak mau istirahat bapak pusing," balas pak Nurdin.Sedang asyik membaca chating dari bu Sri yang memberitahu aku kejadian di kampung. Tiba-tiba perutku mual lalu semakin mual dan badanku lemas dan setelahnya aku tak tahu apa yang terjadi lagi. Saat sudah sadar aku berada di ranjang dan ada Nungki yang menemaniku."Syukurlah kamu sudah sadar Dara
Bu Sri menertawakan pertanyaan yang dilontarakan oleh bu Endang. Yang menanyakan memangkan ibuku itu kaya atau tidak. Yah aku sih cukup menyadari kalau keluarga kami memang susah sejak dulu. Berjualan juga untuk kebutuhan sehari-hari dan anak sekolah. Tapi apakah kita akan bertahan dengan nasib ini dan tidak akan berusaha mengubah nasib. Bu Endang salah ke dua orang tuaku begitu gigih mencari uang untuk kami anak-anaknya di beri ilmu dan diberikan pendidikan untuk maju. Tidak pernah neko-neko lalu menabung untuk mengembangkan usaha. "Loh katanya tadi orang miskin tadi bu. Berhutang memangnya nggak pakai jaminan. Berhutang di bank juga pakai jaminan kaya bu Endang gitu gadein sertifikat pak nurdin untuk biaya nikahan Ratna," ucap bu Mutia. "Kalian itu memang bisa banget menjatuhkan aku. Memangnya kenapa kalau aku berhutang untuk nikahan anakku. Toh yang membayar aku juga bukan kalian," balas bu Endang. "Makanya toh bu Endang kalau tidak mau dijatuhkan sama tetangga ya jangan menja
"Ya jelas lah kamu iri sama bu Siti. Soalnya bu Siti sekarang usahanya sukses. Diem-diem beli mobil. Diem-diem beli tanah. Nggak banyak omong kaya bu Endang. Prestasi Ratna mulu di banggain ternyata tagihan kartu kreditnya banyak!" seru bu Sri."Kalau aku jadi bu Endang mah malu. Sesumbar mulu Prestasi sama pekerjaan yang mentereng. Tenda aja belum dibayar. Tamunya juga nggak kelihatan ada pas hajatan," ucap bu Arum.Para tetangga di kampung sukma jaya memprotes tindakan bu Endang yang gemar bergosip itu. Mereka tidak takut lagi akan berantem dengan bu Endang. Karena sudah biasa dan juga bu Endang semakin keterlaluan dalam bertindak. Andai saja bu endang tak pernah usil pada keluargaku. Andai saja bu Endang tak pernah menyakiti tetangga yang ada di kampung sukma jaya ini. Pasti tidak akan terjadi hal seperti ini 'kan."Itu karena kalian tidak tahu dalamnya keluarga bu Siti. Kalau seandainya kalian tahu kalau hutangnya banyak juga nggak akan menghinaku seperti ini," balas bu endang."
Bu Endang mengatakan. Akhir-akhir ini memang para warga desa sukma jaya selalu membicarakan sosok bu Siti dan keluargaku yang lainnya. Padahal yang mereka bicarakan mungkin bukan perbuatan ayah atau ibuku saat ini.Singkat cerita ayahku memang sering bergaul dengan warga yang lainnya. Saat kami masih susah dulu. Bapakku sering menolong siapapun yang membutuhkan."Ya karena kalian semua selalu membanggakan bu Siti yang gemar nraktir. Halah orang kayak kalian ini nanti saat bu Siti dan keluarganya jatuh pasti akan meninggalkannya. Dasar manusia berwajah ular," ucap bu Endang."Jadi bu Endang ini panas ya. Karena para warga selalu membicarakan keluarga bu Siti tentang kebaikannya. Sedangkan membicarakan bu Endang tentang keburukan saja. Sudah deh ngaku saja," ledek bu Arum.Bu Endang menegaskan tidak ada yang dia iri dengan bu Siti maupun keluargaku yang lainnya. Dia sudah mapan. Suami pns, anak kerja di rumah sakit lulusan fisika terbaik di unoversitas terkemuka. Mantu perawat pns. "D
Bu Endang tak terima keluarganya dijadikan bahan gosip oleh ibu-ibu di tukang sayur. Biasanya dia yang bergosip. Sekarang dijadikan baham gosip tidak terima."Memangnya kenapa kalau kami menggosipkan bu endang? Nggak terima? Ya posisi bu Endang saat ini seperti yang kami rasakan kalau bu Endang menggosipkan kita!" seru bu Arum."Kalian jangan seenaknya ya mentang-mentang aku menggelar acara tidak semewah bu Siti. Lalu kalian seperti punya hak untuk menyakiti hatiku," ucap bu Endang.keributan terjadi di tempat sayur antara bu Endang dan ibu-ibu yang lain. Dia sangat tidak suka di jadikan bahan gosip. Ramai sekali sampai menimbulkan kebisingan."Bu Endang udah deh nggak usah drama. Kita semua tahu kalau bu Endang itu sudah banyak menyakiti hati orang. Makanya jangan kebanyakan membuat ulah. Biar hati juga adem. Dan tidak banyak musuh," ucap bu Lastri."Bilang saja kalian pro sama bu Siti yang lagi kondisi keuangannya naik. Sedangkan aku terlihat hina dimata kalian. Nanti kalau aku seda
Ibu-ibu sudah pulang ke rumah puas setelah mengomentari acara hajatan di rumah bu Endang. Tentu saja bu Endang menyimpan dendam untuk tetangganya."Awas saja akan aku balas mereka semua," gumam bu Endang."Sudah to bu. Mungkin ini karma karena ibu juga suka mengomentati semua tetangga yang ada di kampung ini," ucap pak Nurdin.Ternyata sakit hati juga di omongin langsung di depan mata seperti ini. Bu Endang sakit hati pada mereka semua. Ini berita yang aku dengar tentang keluhan bu Endang pada suaminya yang tersebar di kampung.Beberapa hari setelah selesai hajatan. Tampak seorang pemilik tenda datang mencari rumah bu Endang."Mencari siapa dek?" tanya bu Sri."Rumah bu Endang bu. Sebelah mana ya," jawab seorang pemuda."Sebelah sana tuh pager biru, ada apa emangnya?" tanya bu sri.Pemuda itu mengatakan kalau bu Endang belum membayar tenda sebesar tiga juga rupiah. Sudah seminggu berlalu makanya pihak penyewa tenda akan menagihnya. Kenapa ada peristiwa seperti ini juga ya."Ohh itu di
Bu Endang kesal karena banyak ibu-ibu tetangganya yang mengomentari hajatan yang ia gelar. Dari segala sisi banyak banget mendapatkan komentar. Tidak ada yang sempurnya semuanya diomongin sana-sini sampai membuatnya gerah sendiri."Eh bu Mutia asal kamu tahu saja. Jaman serba canggih banyak banget yang amplopnya di transferin. Emang pada lihat hah. Ih ndeso kalian semua," balas bu Endang."Paling juga satu dua orang itu juga cuma gocap. Gitu aja dibanggain dih najis," balas bu Mutia.Mnedengar berita seperti ini membuatku geli. Ada-ada saja tingkah para ibu-ibu di desaku yang gemar bergosip itu. Perkara hajatan saja sampai bertengkar sama tetangga apa nggak malu sama tamu yang hadir."Sudah jangan ribut lagi bu. Kita ini kan lagi hajatan malu sama tamu. Ayo kita sapa para tamu," ajak pak Nurdin."Mereka membuat ibu kesal pak," balas bu Endang.Pak Nurdin menarin tangan bu Endang dan menasehatinya agar tidak banyak omong lagi. Ada beberapa tamu yang harus mereka sapa. Tidak baik membua
Ibu-ibu itu dengan semangat mengatakan sudah siap untuk bergosip. Mereka sudah rapi dan berkumpul di rumah bu Arum. Mendengar kabar seperti ini membuatku ingin tertawa dengan kelucuan mereka ada tetangga yang menggelar hajatan tapi mereka yang sibuk berkomentar."Aku sih sudah siap bu," ucap bu Sri."Sama dong aku sudah siap sedari tadi. Mengomentari hajatan bu Endang yang suka julit pada warga yang menggelar hajatan. Sekaranf gantian dong," balas bu Arum."Ho'oh bu. Kalau ada yang hajatan tidak luput dari komentarnya. Sekarang giliran kita memberikan komentar pada bu Endang," balas bu Mutia.Masih terngiang di ingatan bu Mutia saat bu Endang mengomentari anaknya yang mau nikahan. Sudah punya anak dua dari pria yang berbeda dapat bujangan yang belum punya anak. Lalu mereka menggelar pesta sederhana di rumah mulut bu Endang sangat pedas dan menyakiti hatinya."Alah bu Mutia. Emangnya bu mutia saja. Waktu saya nikahin dara mulutnya bu Endang juga begitu kok. Lebih ganas," ucap ibuku."I
Bu Lastri menunjuk siapa yang datang. beberapa orang ada yang masih pakai baju dinas. Ada juga yang sudah memakai baju biasa.."Kirain banyak yang dateng. Para perawat dan petugas medis lainnya," balas bu Arum.Iya kok cuman dikit. Apa nitip kali ya," balas bu Sri.Bisik-bisik tetangga saling terdengar di acara pernikahan itu. Sungguh memalukan sekali sudah mengumbar omong besar tapi yang datang hanya segelintir saja. "Tendanya sangat besar sih sama sperti yang dikatakan. Tapi tamunya dikit doang," balas bu Mutia. "Habis magrib kali bu tamunya pada dateng," ucap bu lastri.Mereka masih menunggu habis magrib. Baru asar tamu mereka sepi sekali kayak kuburan.Ibu-ibu banyak bergunjing lagi. Soal tamu saja jadi omongan apalagi yang lain-lain. duh dasar mulut tetangga."Sudah magrib nih ayo kita magriban dulu. Habis ini kita kumpul lagi. Kita lihat tamu yang di undang seribu itu wujudnya seperti apa," ucap bu Mutia."Oke ayo kita magriban dulu. Nanti kumpul lagi di tempat ini saja.," bal