“Bapak siapa?”tanya Pak Sobir memberanikan diri sembari menoleh ke arah sang sopir.“Saya? Sama dengan Bapak. Karena ceroboh menjadi tumbal,” jawab sang sopir tenang.“Tolong bawa kami segera ke sana!” pinta Saimah dengan suara tegas.Wanita ini mulai terlihat emosi menghadapi permasalahan orang-orang terdekatnya yang tiada berakhir.“Baik, Mbak,” jawab sopir tersebut dengan tatapan mata ke arah spion tengah.Pria ini menatap wajah Kesi dengan pandangan mendamba dan sang wanita merasa mengenali sorot mata ini.Apakah benar dia? Ah, bisa jadi hanya mirip sekilas, batin Kesi masih dengan pandangan penuh tanya ke arah spion.“Ini aku, meski kita intim sebentar. Kau wanita pertamaku, Sayang,” ucap lirih sang sopir langsung terdengar di telinga Kesi.Kau? Sopir yang terbakar? tanya dalam hati Kesi dengan kedua mata menatap spion.Tak disangka sang sopir tersenyum manis dalam pantulan kaca spion. Entah mengapa, hati Kesi menjadi tak karuan. Ia telah berganti beberapa pria, tetapi tak bisa di
“Kalian tak perlu khawatir lagi dengan Pak Sobir. Anak buah Sang Ratu telah menanganinya,” jelas sang sopir lebih lanjut.Penjelasan pria ini sekaligus membuat jantung ketiganya berdebar dan menyisakan pikiran ngeri. Dalam benak kedua wanita menangani identik artinya dengan menghilangkan. Kesi tak sanggup membayangkan jika Pak Sobir telah diambil Sang Ratu.“Im, apa mungkin Pak Sobir jadi tumbal?” tanyanya lirih di telinga Saimah.“Biasa jadi. Bikin gara-gara mulu, sih,” jawab Saimah yang terdengar puas dengan keadaan yang menimpa Pak Sobir.“Aku yang ngeri, Im.”“Bukannya, hidup kamu lebih tenang. Gak ada yang gangguin lagi?"“Udah cukup puyeng diganggu roh istrinya dan sekarang?”“Wah, itu ...? Entar minta penangkal ke kuncen,” jawab Saimah sembari mempercepat langkah mengikuti sopir.Badrun segera mendekat ke arah Kesi, tangannya memegang erat tangan sang wanita.“Ada apa, Manis? Kok gelisah?” tanya Badrun sembari mengecup mesra pipi Kesi.“Jangan kaget, ya!”“Emang apaan?”“Bisa ja
“Tolong aku Im! Sakiiiiit!” teriak Kesi menyayat hati, tetapi Saimah tak bisa berbuat apa.“Gak perlu minta tolong. Temanmu itu tak bisa bergerak. Hanya jadi saksi saja bahwa begitu janin lenyap, kamu telah resmi jadi pengantinku,” ucap sosok berbulu lebat yang kemudian menjilati perut Kesi yang berlubang.Ajaib! Lubang menganga seketika lenyap tak berbekas dan perut Kesi kembali utuh seperti semula. Sosok berbulu bangkit lalu menyeringai ke arah sang wanita.“Kau calon pengantinku. Tak ada yang boleh memilikimu. Kita menikah di bulan purnama,” jelas sosok mengerikan di depan Kesi masih dengan tetesan darah belepotan di mulut dan giginya.Beberapa kali Kesi menjadi pendamping ritual dan juga mengalami hal mistis, tetapi hanya saat ini, ia merasakan kengerian yang luar biasa. Sekujur tubuh wanita hitam manis ini menggigil, wajahnya kini pucat pasi seperti mayat. Hingga sosok ini lenyap dari hadapan, si wanita hitam masih terduduk kaku sembari memegangi kain yang dibelit asal-asalan.“Ke
“Gimana nasib Pak Sobir?”“Jasadnya terkubur di sana,” jawab Saimah yang seketika membuat yang lain melongo karena terkejut.“Maaf, Bu. Ada apa ini?” tanya Pak Sopir yang semakin curiga dengan arah pembicaraan Saimah.“Bapak tenang, ya. Teman kami, telah meninggal dan langsung dikubur di sana. Dia menghilang saat tubuh Bapak kerasukan. Sebelum Pak Sobir menghilang, ia sempat bertengkar dengan Bapak dengan jiwa lain. Pak Sobir ditinggal di tengah jalan, saat berangkat ke Gunung Kemukus,” ungkap Saimah perlahan sembari memutar otak agar Pak Sopir tak protes dengan tubuhnya yang diambil alih oleh roh tumbal.Tampak pria tersebut belum paham dengan yang dijelaskan oleh wanita berambut sebahu ini. Saimah beberapa saat mencari taktik agar sopir tak terlalu banyak protes.Saimah lalu berkata, “Andai mayat Pak Sobir ketemu, udah pasti ada sidik jari Bapak di baju atau bagian tubuhnya. Kalian sempat dorong-dorongan sebelum Pak Sobir ditinggal.”Rupanya Pak Sopir belum puas dengan penjelasan Sai
“Umpama aku tetap menikahi Kesi?”“Terserah kalian! Tapi harus tau konsekuensinya. Mas Badrun setiap saat bisa diinginkan Sang Ratu,” jawab Saimah dengan perasan tak karuan.Wanita berparas cantik ini khawatir pembicaraan mereka didengar oleh Sang Ratu. Tulah dari penguasa Gunung Kemukus tersebut tak bisa diremehkan karena bisa nyawa jadi taruhan.“Aku gak punya pilihan? Aku ingin bertanggung jawab. Ada apa dengan kalian?”tanya Badrun sembari menatap Saimah tajam.“Tolong, kalian bicarakan berdua! Harus ada kesepakatan. Kalian meski gimana jika dia datang lagi,” jawab Saimah sembari bangkit lalu masuk ke warung.Kini, tinggal Badrun dan Kesi yang terdiam di tempat duduk masing-masing. Sang wanita hanya bisa menunduk karena menyadari dari dirinya semua berawal.“Maafin aku. Mas jadi ikut terjebak dalam masalah ini,” ucap Kesi dengan suara bergetar tanpa berani mendongakkan kepala.Badrun segera meraih jemari Kesi lalu mengecupnya sesaat. Kemudian tangan pria ini menyentuh dagu Kesi dan
“Udah tau sesat. Kenapa diikuti?” tanya sopir tersebut yang tentu saja membuat kedua wanita meradang.“Kami tau salah, Pak. Tapi ini di luar jadwal ritual. Bapak tak ikut pesugihan dan kena imbasnya bersama kami dan telah ikut ke Gunung Kemukus. Tanpa sadar itu sama dengan jadi tumbal. Tau gak? Setiap saat, nyawa Bapak bisa jadi taruhan, termasuk saat ini,” ungkap Saimah dengan tersenyum sinis. Seketika sopir syok dibuatnya.“Iya, Bu. Maafin saya, keceplosan,” ucap sang sopir sambil kedua mata tetap awas menatap jalan.“Ya, Pak. Lain kali jaga omongan aja. Kami udah sumpek dengan semua kejadian yang menimpa,” ucap Saimah sembari tersenyum, meski terkesan dipaksakan.Perjalanan mereka telah sampai gerbang perumahan. Saimah menoleh ke belakang untuk memberitahu sejoli.“Nanti, kita pura-pura tak tahu soal Pak Sobir. Biar gak merembet jadi kasus besar. Jaga situasi. Cukup pikirkan rencana masa depan kalian,” ujar Saimah dengan perasaan was-was juga.Tak dipungkiri kasus pasangan mesum di
Ada yang ganjil dengan kedua pria dalam mobil menurut Saimah. Wanita ini menatap jalan sembari memikirkan segala kemungkinan dengan keanehan kedua pria. Akhirnya, Saimah segera bertindak tegas dengan membuka pintu lalu turun.“Okey, Pak. Saya udah bayar online. Terserah Bapak mau membawa kakek ini,” ucap Saimah tegas lalu buru-buru meninggalkan mobil. Wanita ini segera berlari ke seberang jalan yang memang ada pangkalan ojek.“Tolong antar ke Perumahan Candra Buana, Pak,” pintanya kepada tukang ojek yang mendekatinya.“Baik, Bu.”Saimah segera naik ke boncengan lalu mereka segera beranjak meninggalkan tempat tersebut. Sepanjang perjalanan Saimah mencium aroma wangi melati berbaur dengan bau asap. Wanita ini merasa familiar dengan perpaduan aroma yang tercium indra penciumannya. Ia mencoba mengingat hal tersebut, tetapi tak juga bisa mendapatkan jawaban.“Gak usah bingung. Sampean masih ingat pria kepala plontos yang mati terbakar, kan? Itu aku,” ucap tukang ojek tiba-tiba yang seakan-a
“Mas khawatir, Dek. Begitu telepon, ponsel gak aktif lagi,”ucap Parman sembari mengusap pucuk kepala Saimah.“Sengaja aku matiin, Mas. Ponsel Kesi dan Mas Badrun juga, biar pikiran bisa tenang. Salah satu dari mereka pasti menelepon kami,” jelas Saimah agar sang suami tak salah paham.Keduanya beriringan masuk ruang tamu. Kemudian mereka duduk berdampingan di sofa. Pandangan keduanya mengarah ke arah jalan depan rumah yang terlihat dari kaca yang memisahkan ruang tamu dengan teras. Tampak tiga orang pria menghampiri pintu gerbang dan mengetuk dari luar.“Assalammu'alaikum, Mas Parman.” Terdengar suara Pak RT memanggil dan diikuti suara yang lain.Parman dan Saimah seketika bangkit dan tentu saja, mereka kaget dengan kedatangan Pak RT dengan warga.“Kamu masuk kamar aja, Dek. Biar Mas yang temui mereka,” saran Parman kepada sang istri.Saimah segera melangkah ke arah kamar, tetapi ia balik badan lalu menatap ke arah Parman.“Baiklah, aku ada dalam kamar. Tapi nanti, kalo diperlukan, ak