“Tolong aku Im! Sakiiiiit!” teriak Kesi menyayat hati, tetapi Saimah tak bisa berbuat apa.“Gak perlu minta tolong. Temanmu itu tak bisa bergerak. Hanya jadi saksi saja bahwa begitu janin lenyap, kamu telah resmi jadi pengantinku,” ucap sosok berbulu lebat yang kemudian menjilati perut Kesi yang berlubang.Ajaib! Lubang menganga seketika lenyap tak berbekas dan perut Kesi kembali utuh seperti semula. Sosok berbulu bangkit lalu menyeringai ke arah sang wanita.“Kau calon pengantinku. Tak ada yang boleh memilikimu. Kita menikah di bulan purnama,” jelas sosok mengerikan di depan Kesi masih dengan tetesan darah belepotan di mulut dan giginya.Beberapa kali Kesi menjadi pendamping ritual dan juga mengalami hal mistis, tetapi hanya saat ini, ia merasakan kengerian yang luar biasa. Sekujur tubuh wanita hitam manis ini menggigil, wajahnya kini pucat pasi seperti mayat. Hingga sosok ini lenyap dari hadapan, si wanita hitam masih terduduk kaku sembari memegangi kain yang dibelit asal-asalan.“Ke
“Gimana nasib Pak Sobir?”“Jasadnya terkubur di sana,” jawab Saimah yang seketika membuat yang lain melongo karena terkejut.“Maaf, Bu. Ada apa ini?” tanya Pak Sopir yang semakin curiga dengan arah pembicaraan Saimah.“Bapak tenang, ya. Teman kami, telah meninggal dan langsung dikubur di sana. Dia menghilang saat tubuh Bapak kerasukan. Sebelum Pak Sobir menghilang, ia sempat bertengkar dengan Bapak dengan jiwa lain. Pak Sobir ditinggal di tengah jalan, saat berangkat ke Gunung Kemukus,” ungkap Saimah perlahan sembari memutar otak agar Pak Sopir tak protes dengan tubuhnya yang diambil alih oleh roh tumbal.Tampak pria tersebut belum paham dengan yang dijelaskan oleh wanita berambut sebahu ini. Saimah beberapa saat mencari taktik agar sopir tak terlalu banyak protes.Saimah lalu berkata, “Andai mayat Pak Sobir ketemu, udah pasti ada sidik jari Bapak di baju atau bagian tubuhnya. Kalian sempat dorong-dorongan sebelum Pak Sobir ditinggal.”Rupanya Pak Sopir belum puas dengan penjelasan Sai
“Umpama aku tetap menikahi Kesi?”“Terserah kalian! Tapi harus tau konsekuensinya. Mas Badrun setiap saat bisa diinginkan Sang Ratu,” jawab Saimah dengan perasan tak karuan.Wanita berparas cantik ini khawatir pembicaraan mereka didengar oleh Sang Ratu. Tulah dari penguasa Gunung Kemukus tersebut tak bisa diremehkan karena bisa nyawa jadi taruhan.“Aku gak punya pilihan? Aku ingin bertanggung jawab. Ada apa dengan kalian?”tanya Badrun sembari menatap Saimah tajam.“Tolong, kalian bicarakan berdua! Harus ada kesepakatan. Kalian meski gimana jika dia datang lagi,” jawab Saimah sembari bangkit lalu masuk ke warung.Kini, tinggal Badrun dan Kesi yang terdiam di tempat duduk masing-masing. Sang wanita hanya bisa menunduk karena menyadari dari dirinya semua berawal.“Maafin aku. Mas jadi ikut terjebak dalam masalah ini,” ucap Kesi dengan suara bergetar tanpa berani mendongakkan kepala.Badrun segera meraih jemari Kesi lalu mengecupnya sesaat. Kemudian tangan pria ini menyentuh dagu Kesi dan
“Udah tau sesat. Kenapa diikuti?” tanya sopir tersebut yang tentu saja membuat kedua wanita meradang.“Kami tau salah, Pak. Tapi ini di luar jadwal ritual. Bapak tak ikut pesugihan dan kena imbasnya bersama kami dan telah ikut ke Gunung Kemukus. Tanpa sadar itu sama dengan jadi tumbal. Tau gak? Setiap saat, nyawa Bapak bisa jadi taruhan, termasuk saat ini,” ungkap Saimah dengan tersenyum sinis. Seketika sopir syok dibuatnya.“Iya, Bu. Maafin saya, keceplosan,” ucap sang sopir sambil kedua mata tetap awas menatap jalan.“Ya, Pak. Lain kali jaga omongan aja. Kami udah sumpek dengan semua kejadian yang menimpa,” ucap Saimah sembari tersenyum, meski terkesan dipaksakan.Perjalanan mereka telah sampai gerbang perumahan. Saimah menoleh ke belakang untuk memberitahu sejoli.“Nanti, kita pura-pura tak tahu soal Pak Sobir. Biar gak merembet jadi kasus besar. Jaga situasi. Cukup pikirkan rencana masa depan kalian,” ujar Saimah dengan perasaan was-was juga.Tak dipungkiri kasus pasangan mesum di
Ada yang ganjil dengan kedua pria dalam mobil menurut Saimah. Wanita ini menatap jalan sembari memikirkan segala kemungkinan dengan keanehan kedua pria. Akhirnya, Saimah segera bertindak tegas dengan membuka pintu lalu turun.“Okey, Pak. Saya udah bayar online. Terserah Bapak mau membawa kakek ini,” ucap Saimah tegas lalu buru-buru meninggalkan mobil. Wanita ini segera berlari ke seberang jalan yang memang ada pangkalan ojek.“Tolong antar ke Perumahan Candra Buana, Pak,” pintanya kepada tukang ojek yang mendekatinya.“Baik, Bu.”Saimah segera naik ke boncengan lalu mereka segera beranjak meninggalkan tempat tersebut. Sepanjang perjalanan Saimah mencium aroma wangi melati berbaur dengan bau asap. Wanita ini merasa familiar dengan perpaduan aroma yang tercium indra penciumannya. Ia mencoba mengingat hal tersebut, tetapi tak juga bisa mendapatkan jawaban.“Gak usah bingung. Sampean masih ingat pria kepala plontos yang mati terbakar, kan? Itu aku,” ucap tukang ojek tiba-tiba yang seakan-a
“Mas khawatir, Dek. Begitu telepon, ponsel gak aktif lagi,”ucap Parman sembari mengusap pucuk kepala Saimah.“Sengaja aku matiin, Mas. Ponsel Kesi dan Mas Badrun juga, biar pikiran bisa tenang. Salah satu dari mereka pasti menelepon kami,” jelas Saimah agar sang suami tak salah paham.Keduanya beriringan masuk ruang tamu. Kemudian mereka duduk berdampingan di sofa. Pandangan keduanya mengarah ke arah jalan depan rumah yang terlihat dari kaca yang memisahkan ruang tamu dengan teras. Tampak tiga orang pria menghampiri pintu gerbang dan mengetuk dari luar.“Assalammu'alaikum, Mas Parman.” Terdengar suara Pak RT memanggil dan diikuti suara yang lain.Parman dan Saimah seketika bangkit dan tentu saja, mereka kaget dengan kedatangan Pak RT dengan warga.“Kamu masuk kamar aja, Dek. Biar Mas yang temui mereka,” saran Parman kepada sang istri.Saimah segera melangkah ke arah kamar, tetapi ia balik badan lalu menatap ke arah Parman.“Baiklah, aku ada dalam kamar. Tapi nanti, kalo diperlukan, ak
“Kami tak akan tunduk padamu! Audzubillah Himinas Syaiton Nirojim!” teriak Badrun sembari melepas lilitan dibantu Kesi.Tiba-tiba, tanpa disangka-sangka muncul asap putih menyelimuti kedua insan yang mulai kelelahan melawan kekuatan ratu siluman. Seketika hening, tak terdengar suara teriakan Kesi maupun Badrun. Beberapa saat hening, lalu ....“Aaawh! Bedebah kalian!” Terdengar suara lengkingan dan umpatan yang kemudian lenyap, menyisakan suara desing kipas angin yang menempel di dinding saja.Tak lama ada suara orang membuka pintu harmonika ruko. Setelah lembaran besi tersebut terbuka sedikit, tampak Saimah dan Parman masuk sambil celingukan. “Sepi gini, Dek?” tanya Parman yang segera menyalakan saklar lampu.“Masih sore, apa mereka sudah tidur, Mas? Sebelum berangkat tadi, saat kutelepon, katanya ada di ruko.”Saimah pun mengamati sekeliling. Tampak di dinding terpajang beberapa hiasan kaligrafi. Wanita berkulit bersih tersebut tersenyum bangga. Dia bahagia, calon pengantin telah me
Asap hangat tampak mengebul dari atas makanan-makanan tersebut. Ada dua gelas kopi dipenuhi uap hangat di atasnya.“Kesi! Mas Badrun!” Terdengar sayup-sayup suara Saimah dan Parman bersahutan.“Kalian di mana?” Suara Parman terdengar jelas di samping kiri sejoli.Keduanya seketika kaget. Mereka mencari sumber suara tersebut. Namun, sejoli ini tak menemukan apa pun, setelah berkeliling ruangan yang berukuran 4x5 meter tersebut, termasuk ke dalam bilik tempat tidur. Sepi. Tak ada seorang manusia pun, kecuali mereka.“Barusan suara Saimah dan Mas Parman, dari mana asalnya?” tanya Kesi sambil meneliti setiap dinding.Dia berpikir di salah satu dinding, ada pintu yang bisa dibuka. Namun,nyatanya hanya dinding anyaman bambu yang rapat tanpa ada pintu rahasia.“Kesi! Mas Badrun!” Terdengar suara Saimah memanggil kembali.Tak lama kemudian, ada bunyi berisik seperti seseorang mencongkel dinding.“Dek, ini pintu apaan? Gak ada handlenya.” Terdengar suara Parman dari balik dinding dapur. Badru
"Dapat foto dari mana?"tanya Kesi yang mengambil alih ponsel. Kini kedua matanya menatap foto dalam ponsel lalu mengangguk-anggukkan kepala. Ia yakin akan yang dipikirkannya."Mas Parman dapat cincin dari mayat di belakang toko Pak Trenggono.""Serius, Im?"tanya Kesi dengan mata membulat."Serius. Aku dan Mas Parman sempat liat Pak Trenggono datang bareng Kuncen,"ungkap Saimah yang semakin membuat kedua mata Kesi semakin terbelalak."Pak Trenggono pelaku ritual juga?"tanya Kesi dengan bola mata menatap lekat foto cincin di ponsel yang dipegangnya.Wanita berkulit hitam manis ini tampak mengerutkan dahi. Beberapa saat kemudian, Kesi meneteskan air mata. Ia ingat sesuatu. Saimah yang melihat hal tersebut langsung bertanya,"Punya siapa?"Kesi mendongak lalu mengusap buliran bening dengan ujung jari. Wanita hitam manis ini menarik napas panjang lalu mengembuskan pelan-pelan. Tampak sekali, ada beban berat yang sedang ingin ia lepaskan. Kesi menatap Saimah dengan kedua bola mata masih berk
"Bisa terbuka, Dek!"seru Parman dengan raut wajah lega."Syukurlah, Mas. Kita bisa keluar lagi," balas Saimah dengan kedua mata berbinar-binar.Parman kembali mundur lalu memukul permukaan pohon dengan keras. Seketika terdengar.'Braaakk!'Pasangan suami istri tersebut saling berpandangan dengan raut wajah senang. Keduanya segera balik badan lalu beranjak semakin masuk. Mereka berada dalam sebuah lorong panjang dengan cahaya terang di ujung. Mereka melangkah hati-hati sembari mata awas mengamati sekeliling. Mereka khawatir bahwa lorong yang dilewati terpasang jebakan.Setelah mereka melewati lorong sepanjang dua puluh meter, akhirnya sampai di ujung lorong. Saat pasangan suami istri ini menginjakkan kaki di tanah selepas lorong, betapa terkejut keduanya. Ternyata, mereka berada di area halaman belakang toko Pak Trenggono. Dari kejauhan mereka bisa melihat gundukan tanah yang diduga sebagai kuburan.Ujung bawah gamis Saimah tersangkut sesuatu. Wanita ini langsung menghentikan langkah l
"Mobilnya ada di mana?"tanya polisi lagi."Sudah pergi, Pak," ucap Kesi.Badrun yang tahu kondisi labil yang sedang dialami oleh Kesi dengan segera memeluk istrinya. Dengan nada lirih, pria tersebut mengungkap,"Maaf, Pak. Istri saya melihat penampakan seperti bayangan.""Begitu rupanya,"balas polisi yang lalu menutup wadah berisi kedua benda. "Sebaiknya Bapak dan Ibu membuat laporan ke kantor polisi. Ini bisa sebagai barang bukti.""Baik, Pak," ucap Kesi yang langsung direspons anggukan kepala oleh Badrun.Tak berapa lama empat orang polisi datang dari arah tempat pemulasaran jenazah dengan membawa kontainer box berisi barang-barang bukti. Akhirnya para polisi tersebut berpamitan kepada Kiai Ahmad untuk kembali ke kantor. Saimah dan Kesi bersama pasangan mereka ikut serta berpamitan. Keempatnya akan membuat laporan ke polisi.Empat orang tersebut menumpangi taksi menuju ke kantor polisi. Saat di tengah perjalanan, tiba-tiba Saimah meminta berhenti. Ia dan Parman ada suatu keperluan. A
"Lisa, kamu harus bisa bertahan. Bulek akan mengeluarkan kamu!" teriak Kesi histeris.Teriakan wanita berkulit hitam manis tersebut tak urung menarik perhatian semua orang yang ada di dalam toko. Badrun yang pertama kali menghampiri Kesi lalu memeluknya."Dek, sabar. Pak Trenggono sedang menelepon karyawannya," ucap Badrun yang berusaha menenangkan istrinya.Sesaat kemudian, Saimah dan Parman menyusul keluar. Kedua orang tersebut mendekat dengan ekspresi heran. Pak Trenggono pun ikut keluar masih dengan keadaan menelepon. Pria pemilik toko seketika kaget melihat perilaku Kesi yang sedang mengintip dalam mobil. Ia segera mengakhiri hubungan telepon lalu mendekat ke arah mobil."Ada apa ini?"tanya Pak Trenggono sambil memandang ke arah Kesi dengan tatapan tak wajar."Maaf, Pak. Barusan istri saya liat keponakannya ada dalam mobil," jawab Badrun sambil merangkul Kesi untuk menjauh dari kaca."Keponakan? Siapa?"tanya Pak Trenggono sambil mengusap sisi kaca yang barusan diintip oleh Kesi.
"Kes, ada apa?"tanya Saimah saat sudah berdiri dekat Kesi."Aku lihat bayangan Lisa menghilang di sini, Im. Kamu dengar, dia berteriak kesakitan. Di bawah sini," jawab Kesi sambil menepuk-nepuk gundukan tanah tersebut.Saimah ikut berjongkok lalu mengamati tanah basah yang dipenuhi taburan berbagai macam bunga yang telah layu. Wanita ini tak mendengar suara apa pun. Namun, dirinya tak menyangkal bahwa bagi mereka yang terbiasa berhubungan dengan hal-hal gaib akan bisa merasakan sebuah kejanggalan dengan kasus ini.Ia yakin Lisa telah meninggal dunia dan jasadnya masih tersembunyi. Saimah menoleh ke arah Kesi lalu bertanya,"Kes, kamu dengar apa?""Lisa kesakitan, Im. Dia ada di sini," jawab Kesi sambil menepuk-nepuk tanah di depannya. Ia menangis terisak-isak lalu mengais tanah tersebut.Saimah yang melihat hal tersebut segera memegang kedua tangan Kesi. "Kes, ini tanah orang. Kita harus minta izin ke pemiliknya dulu," ucap Saimah sambil membersihkan kedua tangan Kesi yang belepotan d
"Ke mana Lisa? Baru saja aku suruh duduk situ. Bantu aku mencarinya, Im. Kasian dia!"Saimah yang mendengar ucapan Kesi, tak bisa menahan rasa haru. Ia memeluk erat tubuh Kesi. "Kamu yang tabah! Ada aku, Mas Parman, suamimu dan para penghuni pondok yang sayang kamu.""Aneh, kamu, Im! Yang perlu disemangati itu Lisa. Bukan aku. Tolong, bantu cari Lisa!" pinta Kesi dengan nada jengkel.Tampak Badrun berlari menghampiri kedua wanita. Pria tersebut segera memeluk tubuh Kesi erat lalu mengecup kening istrinya."Dek, ayo buruan ke pemulasaran jenazah. Ditunggu ustazah dan santriwati," ucap Badrun.Kesi yang tak mengerti masalahnya, semakin bingung dengan perilaku suaminya. Ia memandang wajah Badrun dan ada raut kesedihan di kedua mata."Tadi Saimah. Sekarang Mas. Pada kenapa kalian? Ada kejadian apa?" tanya Kesi sambil memandang kedua orang bergantian."Mas, temani Kesi ke sana. Aku mau bersiap dengan yang lain," ucap Saimah seraya menepuk bahu Kesi pelan."Ya, Mbak. Kami segera menyusul," b
"Ya, Allah! Saya kenapa di sini?"tanya Badrun dengan ekspresi bingung."Assalammu'alaikum," ucap salam oleh santri yang langsung dibalas Badrun dengan buliran bening menyembul dari dua sudut mata."Alhamdulillah! Sampeyan masih dilindungi oleh Allah, Mas," ucap santri sambil tersenyum.Parman langsung memeluk tubuh Badrun yang berguncang hebat karena terharu sekaligus rasa syukur. Ketiga pria berjalan menuju masjid. Santri tersebut membantu membersihkan tubuh Badrun dari gangguan setan dengan rukiah.Sementara itu tubuh pasangan mesum yang berada di atas brankar segera dibawa ke tempat tertutup di belakang aula. Para santri dengan dipimpin oleh Ustaz Hamid membacakan doa untuk memulihkan keadaan pasangan tersebut. Di saat yang sama, Kiai Ahmad mengikat tubuh Kuncen dengan doa khusus lalu membawanya ke arah asrama putra."Aku senang Mas Badrun cepat tertolong. Kita ini adalah target dari Ratu,"ucap Kesi sambil fokus memandang satu arah.Ia melihat beberapa para santri yang berjalan dar
"Maaf, Kiai dan Ustaz. Kami barusan melihat ...."Akhirnya meluncur cerita Parman tentang aktivitas Aldi dan Lisa dalam ruang persemayaman jenazah."Astaghfirullahaladzim!" seru kedua pria bersamaan."Bagaimana mungkin mereka bisa di sana?" tanya Kiai Ahmad sambil memilin biji-biji tasbih."Saya pikir Lisa terkena hipnotis, Kiai. Jika dalam keadaan sadar, tak mungkin dia mau melakukan hal tersebut. Apalagi Aldi adalah pelaku ritual pesugihan. Ini salah satu ritual penutup baginya. Kenapa Lisa yang jadi target? Kasian dia," urai Saimah dengan ekspresi yang tampak kesal. Dia harus segera kasih tahu hal ini kepada Kesi."Maaf, saya harus ke Kesi dulu. Assalammu'alaikum," ucap Saimah yang segera berlalu tanpa mendengarkan jawab salam ketiga pria.Saimah berlari sekencang mungkin. Insiden yang terjadi terhadap Lisa adalah benar-benar darurat. Pada saat wanita berparas ayu khas Jawa ini sampai, terlihat Kesi sedang bersiap akan keluar ruangan. "Kebetulan kamu datang, Im. Ayo, ikut aku!"aja
"Assalammu'alaikum!""Wa'alaikumussalam!" jawab kedua wanita dengan suara kencang.Saimah yang mendengarkan suara familer tersebut bergegas bangkit lalu berjalan ke arah pintu. Ia segera membuka gerendel pintu. Begitu terbuka, Parman tersenyum ke arah istrinya.Saimah buru-buru bertanya, "Gimana, berhasil?""Alhamdulillah. Berhasil bawa pergi Dokter Anita dan ponakan Mbak Kesi," balas Parman sambil mengulurkan sebuah botol kecil berisi cairan hitam ke Saimah."Dapat dari mana, Mas?"tanya Saimah dengan ekspresi terkejut. Ia segera menyimpan botol dalam saku."Dapat dari santri depan aula. Katanya dari Kiai buat penjagaan diri," balas Parman dengan wajah datar."Cuma Mas yang dikasi, kan?""Enggak. Mas Badrun juga dapat. Bilangnya, diusapkan ubun-ubun dan telapak kaki."Saimah segera menoleh ke arah Kesi lalu berucap,"Kesi, kamu sendirian, gak apa?""Mau ke mana, Im?""Mas Parman dan suamimu dapat cairan setan lagi. Aku mau lapor ke Kiai.""Tolong, buruan kasih tahu Mas Badrun, Im!"Sai