Bab 36
Aku coba membuka mata yang kututup dengan tangan. Kemudian, kulihat wanita yang memegang kayu, ternyata Diana, wanita yang kini jadi istrinya Mas Reno.Lelaki tadi jatuh tersungkur tak sadarkan diri. Sedangkan aku yang masih takut langsung dipeluk oleh Diana."Amira! Kamu baik-baik saja?" tanyanya dengan nada panik. Kini aku berada tepat di bahunya, bahu wanita yang tadinya ingin kuhancurkan rumah tangganya."Terima kasih," ucapku dengan napas masih tersengal-sengal. Jantungku masih berdetak kencang saling berkejaran. Namun, Diana terus coba menenangkan."Tidak ada air minum di sini, ke mobilku yuk! Kamu harus minum untuk menenangkan diri," ajaknya sembari menuntunku ke mobil.Jarak dari tempatku ke parkiran mobilnya sangat jauh, aku dituntunnya sampai ke tempat ia parkir. Kemudian, Diana membuka pintu lalu menyuruhku duduk di mobilnya, tepatnya di sebelah sopirnya yaitu Diana.Aku teruBab 37"Mas Taka, kamu di rumah?" tanyaku penasaran. Sebab, mobilnya tidak terparkir di depan rumah."Ya, aku balik ke rumah, karena ingin menjelaskan pada Diana besok tentang ini," sahutnya membuatku terkejut. Kenapa ia memikirkan Diana? Apa Mas Taka tidak melihat kondisiku saat ini yang habis dirampok dan hampir dinodai oleh preman tadi?"Kamu nggak peduli lagi padaku, Mas? Apa kamu sudah sangat membenciku?" tanyaku lagi.Kemudian ia bangkit dari duduknya. Lalu melemparkan handuk dan menyuruhku untuk mandi. Mas Taka tidak menjawab pertanyaanku barusan. Ia bergegas ke kamar tanpa mempedulikan aku di sini. Jadi begini kah rasanya tak dianggap oleh suami sendiri!Setelah mandi, aku merebahkan tubuh ini. Masih tidak habis pikir Mas Taka tadi meninggalkan aku sendirian di tempat sepi. Apa rasa yang pernah ada suda
Bab 38"Diana, aku nggak paham, sungguh, tolong jelaskan," ucapku masih pura-pura tidak tahu apa yang ia bicarakan."Mas Reno kedapatan sudah dibuka bajunya, menurut cctv hotel, ia datang dirangkul oleh seorang laki-laki dalam kondisi mabuk, tapi aku melihat setelah beberapa menit kemudian, kamu datang ke pintu kamar hotel yang sama. Sudah jelas sekarang, bahwa kamu telah ngerjain suamiku," tukas Diana kesal.Aku terdiam, tidak tahu lagi dengan apa yang akan terjadi setelah ini. Selain rumah tanggaku dengan Mas Taka hancur, hubunganku dengan Mas Reno yang awalnya baik-baik saja pasti akan renggang dijauhi oleh Diana."Tenang, Diana. Silakan kamu minum dulu, di rumah ini tidak ada bius atau apa pun," tutur Mas Taka menenangkan.Jangan sampai aku terpengaruh oleh apa yang dikatakan Diana barusan. Ya, aku harus te
Bab 39"Kita lihat sama-sama, ya," ucap dokter.Kami bersiap untuk melihat ada apa denganku. Darah yang keluar disebabkan apa, aku pun belum mengetahuinya.Dokter mulai memegang alat untuk USG melalui vagina. Kemudian, ia mulai fokus dengan apa yang dilihatnya. Setelah beberapa menit melihat kondisi rahimku, ia mengajak kami bicara."Maaf sebelumnya, apa Bu Amira sering nyeri saat datang bulan? Dan haid tidak teratur?" tanya dokter sambil menyanggah dagu dengan kedua tangannya, sepuluh jarinya saling ditautkan."Iya, Dok," jawabku pelan. Dokter masih mengizinkan aku untuk tiduran, karena masih dalam pemeriksaan lanjutan."Jadi, di rahim Bu Amira ada tumor, sepenglihatan saya tumor jinak, tapi besok kita periksa lagi lebih lanjut, ya. Saran saya, malam ini diopname di rumah sakit dulu," saran dokter.Aku menoleh ke arah Mas Taka, mataku kini berkaca-kaca. Mas Taka menggenggam tanganku ser
Bab 40"Mas, tolong speakernya diaktifkan," suruhku padanya. Mas Taka pun mengangguk seraya mengindahkan permintaanku."Halo," ucap Mas Taka mendahului menyapa."Taka, ini Mama, mertuamu," ucapnya dengan nada seperti menangis. Aku yang mendengarnya pun turut panik."Mah, Mama kenapa? Kok suaranya serak!" Aku menyerobot bicara dengan teriak."Amira, Mama kecopetan, ponsel dirampas, ini pinjam handphone salah seorang kasir minimarket, tolong Taka suruh jemput Mama, di minimarket mangga dua," pinta mama."Mama tenang ya, kalau aku ke sana nanti Mama jadi nunggu lama, soalnya mobil baru jalan diantarkan oleh temanku ke sini, lebih baik Mama minta tolong order taksi online untuk minta antar ke rumah sakit, nanti bayar di sini," sahut Mas Taka."Betul juga ya, m
Bab 41"Ada apa, Mas? Bagaimana keadaan Diva dan Mama?" tanyaku padanya."Ceritanya panjang, aku ke rumah sakit sekarang ya," jawab Mas Taka. Itu artinya mertuaku tidak jadi ke rumah sakit."Ya sudah, kamu hati-hati, nanti cerita di rumah sakit ya," timpalku padanya.Sekitar setengah jam menunggu Mas Taka datang. Namun, ia belum juga menampakkan batang hidungnya. Sampai akhirnya satu jam pun berlalu dari Mas Taka menghubungiku tadi.Aku gusar, rasa cemas padanya semakin membuat dadaku bergetar, apa aku mulai merindukan sosok teduh yang ada dalam diri Mas Taka?Kurang lebih dua tahun membersamainya, tapi rasa itu baru muncul sekarang. Tuhan memang yang paling berhak membolak-balikkan hati manusia, secepat ini aku mulai membuka hati untuk Mas Taka. Padahal kemarin sempat menging
Bab 42"Alhamdulilah, tumornya bukan tumor ganas, tapi tetap waspada ya Bu, kita lakukan operasi pengangkatan tumor jinak," ucap dokter. "Lalu bagaimana dengan Pak Taka? Apa setuju?" tanyanya lagi.Aku dan Mas Taka saling beradu pandang. Di sisi lain aku senang dengan ucapannya. Namun, ada rasa takut juga melakukan tindakan operasi."Lakukan yang terbaik untuk istri saya, Dok, kalau operasi jalan yang terbaik, maka lakukanlah," jawab Mas Taka membuatku menoleh ke arahnya.Ia sangat memperhatikanku. Seharusnya dari dulu aku menyadari apa yang ia korbankan semuanya demi aku. Dari berinvestasi untuk butik meskipun kini bangkrut, sampai harus mengorbankan menyerahkan Dafa demi aku."Baiklah, kalau begitu kita urus jadwal operasinya ya, Pak," ucap dokter sambil menepuk-nepuk bahunya. 
Bab 43Kemudian dokter pun memberikan baskom, supaya jika aku muntah langsung ke baskom tersebut."Bu, Ibu nervous ya? Coba Bu Amira tarik napas, kemudian hembuskan. Jangan mikir macam-macam," suruh dokter yang berpakaian hijau dan memakai tutup kepala.Aku mengangguk, memang kuakui gugup ketika melihat jarum suntik hampir menusuk ke tubuh. Lalu kupraktekkan apa yang disuruh olehnya. Kemudian, bersama team dokter diminta untuk relaks lagi. Setelah itu barulah jarum itu disuntikkan."Tenang ya, Bu. Biusnya tidak total, hanya untuk pinggul ke bawah." Dokter bicara sambil mempersiapkan. Tidak lama kemudian, team medis berdoa. Lalu setelah memastikan obat biusnya mengalir ke organ tubuh bagian bawah, barulah dimulai melakukan operasi.***Setelah operasi selesai, aku dibawa ke ruangan observasi. Nanti
Bab 44"Mereka bilang Dika dirawat di rumah sakit ini juga, barusan banget, Dika kejang tanpa demam," ucap Mas Taka membuatku terkejut."Astaga, Mas. Aku ingin jenguk," sahutku padanya."Nanti ya nunggu kamu sudah bisa lepas kateter," timpal Mas Taka. "Padahal tadi ketika nunggu kamu dari observasi, Mas ketemu baik-baik saja," imbuhnya lagi.Tidak ada manusia yang mampu melawan takdir. Namun, aku baru saja ingin menerima Dika sebagai anakku juga, mau nerima atas kekurangan yang ia miliki. Baru saja hati ini ingin menebus kesalahanku yang pernah menelantarkan Dika, yang pernah cubit bahkan bentak Dika sebelum perasaan itu timbul."Mas, maafin aku, kalau boleh minta, aku ingin Dika ikut bersama kita supaya bisa menebus kesalahanku yang telah lalu, jujur sekarang hanya ada penyesalan," tuturku diiringi air mata ya