Pagi-pagi sekali, Raina sudah ditelepon oleh Rian. Cowok itu membangunkannya untuk menyuruh Raina membawakan bekal untuk cowok itu.
Ingin sekali Raina menolak perintah Rian, namun ia sadar kalau ia menolak maka cowok itu akan semakin seenaknya memerintahnya.
"Raina. Tumben pagi-pagi kamu udah bangun. Mau ngapain?" tanya Dian.
Riana yang sedang menyendok nasi menoleh pada mamanya lalu tersenyum.
"Ini Ma, aku mau masak nasi goreng."
"Masak nasi goreng? Mau bawa bekal?"
"Iya Ma."
"Ya udah sini biar Mama aja yang buatin."
"Eh, gak usah, Ma. Biar aku aja."
"Emang kamu bisa sendiri?"
"Dibisa-bisain, lah, Ma. Lagian, aku kan juga udah belajar dikit dari Mama."
Dian tersenyum lalu mengusap lembut rambut putrinya. "Hebat anak Mama. Udah mulai bisa masak."
Raina tersenyum lalu melanjutkan kegiatan mengiris bawang.
*****
Pukul tujuh tepat, Raina sudah sampai di sekolahnya. Dengan senyum yang menghiasi wajahnya, ia berjalan menuju kelas Rian.
"Eh, pagi Raina cantik. Mau ketemu Riana, ya?" tanya salah seorang cowok yang merupakan teman sekelas Rian.
"Iya. Dia udah datang, kan?" tanya Raina.
"Udah. Tapi dia lagi ke kantin sama Liam."
"Kalau gitu gue nitip ini, ya, kalau Rian datang kasih ke dia. Bilang ini dari gue."
"Waduh, sorry, nih, Rain. Bukannya gue gak mau bantuin lo, tapi Rian gak mau lo nitip ke gue atau pun ke teman yang lain. Katanya dia mau lo kasih langsung ke dia."
Raina mengerutkan keningnya. Sedikit bingung. Apa lagi yang sedang direncanakan cowok itu?
"Emang harus banget, ya? Gak bisa dititipin ke lo aja?"
"Sorry, Rain, tapi gak bisa. Lo tunggu aja. Palingan juga bentar lagi balik."
Dan benar saja, tak lama kemudian, Rian dan Liam kembali ke kelas.
"Ngapain lo di sini? Gue gak ada waktu buat ngomong sama lo," ucap Rian dingin.
"Lo mendadak amnesia apa gimana?"
"Maksud lo?"
Raina tidak menjawab pertanyaan Rian, melainkan ia memberikan kotak makan yang sedari tadi ia pegang pada cowok itu.
Seketika Rian teringat sesuatu. "Oh gue baru ingat. Tadi pagi gue nyuruh lo bawain gue makan, ya?"
"Iya lah. Masih nanya lagi."
"Ya udah masuk."
"Hah?"
"Masuk. Makanya telinga tuh dibersihin biar bisa dengar jelas."
Raina mencibir perkataan Rian. Selain suka memerintah Raina, cowok itu juga suka sekali mengejek Raina.
"Masuk aja, Na. Lo gak mau ribut, kan, sama dia?" ucap Liam.
Raina pun mengangguk lalu ikut masuk ke dalam kelas Rian yang sudah cukup ramai. Jujur, sebenarnya Raina sedikit malu karena masuk ke kelas yang bukan kelasnya.
"Wah, pacar Rian datang, nih," ucap salah seorang cowok yang duduk di bangku belakang.
"Cakep, ya, cewek Rian."
"Daripada sama Rian, mendingan lo sama gue aja, Na. Dijamin bahagia terus." Ucapan cowok itu berhasil membuat Rian kesal. Rian mengambil pulpen yang sedang dipegang Andi lalu melemparnya ke arah cowok itu.
"Sekali lagi lo ngomong kayak gitu, gue botakin kepala lo," ancam Rian membuat cowok itu langsung kicep.
Sedangkan murid lainnya menyoraki Rian karena menunjukkan rasa cemburunya.
"Duduk," suruh Rian pada Raina.
Raina pun menurut lalu duduk di samping Rian.
"Woi, Yan, balikin pulpen gue," ucap Andi.
"Ambil aja sendiri."
"Ck! Nyebelin banget sih lo."
Rian membuka kotak makan yang dibawakan oleh Raina.
"Nasi goreng?" tanyanya dengan nada sedikit heran.
"Iya. Kenapa?"
"Gue gak suka."
"Ya udah kalau gak suka ya gak usah dimakan. Ribet banget." Raina hendak berdiri, namun Rian segera menahannya.
"Apa lagi sih? Gue mau balik ke kelas gue."
"Gue belum nyuruh lo pergi, jadi jangan pergi."
Raina menghembuskan napasnya mencoba bersabar untuk menghadapi cowok yang ada di sampingnya ini.
Rian menatap cukup lama nasi goreng buatan Raina, lalu perlahan ia mulai melahap nasi goreng tersebut.
Namun, belum sempat cowok itu menelan makanannya, ia malah kembali memuntahkan makanan tersebut membuat Raina sedikit terkejut.
"Asin banget. Lo sengaja, ya, taruh garam banyak di nasi gorengnya?" tuding Rian.
"Enggak. Perasaan nasi gorengnya gak asin kok."
"Ya udah lo cobain aja."
"Gak mau. Kan udah lo muntahin."
"Oke." Rian pun bangkit berdiri membuat Raina ikut berdiri. Ia berjalan keluar mengikuti Rian.
Detik berikutnya, Raina dibuat kembali terkejut karena Rian yang membuang kotak makannya ke dalam tempat sampah.
"Rian! Kenapa lo buang makanannya? Lo gak tahu apa nasi goreng itu gue buat dengan susah payah. Dan seenaknya lo buang ke tempat sampah. Lo gak ngehargai usaha gue, ya," omel Raina.
Bagaimana tidak kesal, tadi pagi saja cowok itu sudah mengganggu tidurnya hanya untuk menyuruh memasak masakan untuknya. Dan, sekarang dengan seenaknya cowok itu membuang masakannya ke dalam tempat sampah. Siapa pun yang mengalami ini pasti tidak akan bisa menerimanya, bukan?
"Salah sendiri karena masaknya gak enak. Gue itu mau makan makanan yang enak."
"Kalau lo gak mau makan masakan gue kenapa lo nyuruh gue masak?"
"Karena gue cuma mau ngetes lo doang. Kalau masakan lo enak ya gue kasih ke orang lain, tapi kalau gak enak ya gue buang ke tempat sampah. Dan, ternyata masakan lo itu gak enak. Emang cocoknya dibuang ke tempat sampah."
"Lo..."
"Apa?"
Raina ingin sekali memaki cowok ini, namun ia mencoba untuk menahannya. Semakin ia mencoba melawan Rian, pasti cowok itu akan semakin membuatnya kesal.
Dengan kesal, ia pun memilih pergi dari sana. Daripada ia terbakar emosi karena Rian, lebih baik ia pergi dari hadapan cowok itu.
*****
"Kenapa lagi lo?" tanya Luna. Cewek itu duduk di samping Raina.
"Rian lagi?" tebak Risa yang dibalas anggukan oleh Raina.
"Dia ngapain lagi? Dia nyuruh lo apa?"
Raina pun menceritakan semuanya kepada Luna dan Risa dengan lengkap tanpa ada yang terlewati.
"Gila. Jadi dia nyuruh lo masak makanan buat dia cuma buat dibuang ke tempat sampah?" ucap Luna tidak percaya.
Luna tidak habis pikir dengan Rian."Bayangin aja siapa coba yang gak marah kalau digituin?"
"Kalau aja gue bisa lawan dia, udah gue botakin tuh rambutnya," ucap Raina.
"Makin hari makin nyebelin tuh cowok. Dia pikir dia siapa sampai semena-mena gitu sama lo?" Risa juga ikut kesal ketika mendengar cerita Raina. Merasa tidak terima sahabatnya mendapat perlakuan yang tidak baik dari Rian.
"Terus lo mau ngapain, Rain? Gue juga pengin banget marahin Rian, tapi gue gak berani. Soalnya dia galak banget. Sama pacarnya aja galak apalagi sama gue," ucap Luna bergidik ngeri.
Tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi padanya jika ia berani mengomeli cowok yang terkenal galak itu."Ya, untuk sekarang gue cuma bisa bersabar aja. Berharap suatu hari ada keajaiban biar dia mau lepasin gue."
Raina sudah tidak tahan dengan Rian yang selalu saja memperlakukannya dengan buruk. Kadang Raina berpikir mungkin Rian memiliki dendam khusus padanya. Entah dendam apa itu, hanya Rian yang tahu.
*********************************Raina, Luna, dan Risa berjalan memasuki kantin. Mereka memilih duduk di bangku yang kosong yang berada di pojok kanan kantin, tepatnya di samping meja Rian, Liam, dan Andi.Sebenarnya Raina tidak mau duduk di sana, mengingat ada Rian di sana. Ia tidak mau melihat wajah Rian. Jujur, ia masih kesal dengan cowok itu karena Rian sudah membuang nasi gorengnya ke tempat sampah. Bahkan cowok itu juga tidak meminta maaf padanya. Seolah ia tidak merasa bersalah."Lo berdua mau beli apa biar gue yang beliin," ucap Luna."Gue temenin lo aja deh," ujar Risa."Lo mau beli apa, Rain?" tanya Luna lagi."Gue mi goreng sama es teh." Raina menyerahkan uang sepuluh ribu pada Luna yang langsung diterima oleh cewek itu."Oke. Tunggu bentar, ya, Rain."Sembari menunggu kedua temannya membeli makanan, Raina memilih membuka ponselnya."Hai Rain," sapa Andi. Cowok itu duduk di hadapan Raina.Raina yang sibuk dengan ponselnya pun mengangkat wajahnya lalu
Rian menatap bingung Liam dan Andi yang berada di depan rumahnya. Kedua cowok itu datang tanpa memberitahunya terlebih dahulu. "Ngapain lo berdua ke sini?" tanya Rian. "Dia yang ngajak gue ke sini," ucap Liam menunjuk Andi. Andi yang diberikan tatapan datar oleh Rian langsung membuka mulutnya untuk menjelaskan. "Em, gue bosan di rumah makanya gue ke sini. Gue ngajak Liam biar lo bisa ijinin gue buat masuk. Kalau gue sendiri kan lo gak bakal mau gue masuk rumah lo," ucap Andi. "Gimana dia mau ijinin lo masuk kalau lo aja berisik mulu." Andi hanya cengengesan mendengar ucapan Liam. Memang benar, jika Andi datang sendiri ke rumah Rian, pasti cowok itu tidak akan mengizinkan Andi untuk masuk ke rumahnya. Karena jika Andi sudah masuk ke dalam rumahnya, maka Andi pasti akan berbuat aneh-aneh. Dan Rian tidak menyukainya.Kecuali jika Andi datang bersama Liam, barulah Rian akan mengizinkan Andi untuk masuk ke rumahnya. Karena Liam a
Raina berjalan menyusuri koridor sekolah dengan wajah bantalnya. Sebenarnya, ia masih mengantuk karena semalam ia tidak tidur nyenyak. Dan itu semua karena Rian. Semalam cowok itu mengganggunya. Rian terus meneleponnya dan memarahinya karena Raina membuang martabak di depan rumahnya."Woi." Rian menarik lengan Raina membuat langkah cewek itu terhenti."Apa? Mau marahin gue lagi? Kan semalam gue udah minta maaf. Belum cukup lo ngomel-ngomelnya?""Mana buku PR gue?" tanya Rian sembari menjulurkan tangannya di depan Raina.Dengan malas, Raina membuka tasnya lalu memberikan buku milik Rian pada cowok itu.Saat Raina hendak melanjutkan langkahnya, lagi-lagi Rian menarik lengannya membuat Raina berdecak."Apalagi sih, Yan? Gak usah ganggu gue deh.""Urusan kita belum selesai. Lo pikir dengan minta maaf aja bakal cukup?""Terus lo mau gue ngelakuin apa?"*****"Sapu yang benar. Kalau gak bersih gue suruh ulang, ya," ucap
Rian menyandarkan tubuhnya di tembok depan kelas Raina. Cowok itu menunggu Raina keluar dari kelasnya.Tak lama kemudian, Raina pun keluar dari kelasnya bersama Luna dan Risa."Na, lo jadi temenin gue ke mall, kan?" tanya Luna."Ja---""Raina sama gue," potong Rian membuat ketiganya langsung menoleh pada cowok itu."Enak aja lo. Gue duluan yang udah janjian sama Raina. Iya kan Rain?"Raina melirik Rian yang tampaknya tidak ingin dibantah."Sorry, Lun, bukannya gue gak mau nemenin lo, tapi gue gak bisa. Soalnya Rian udah duluan ngajak gue pergi."Wajah Luna tampak kecewa. "Terus gue pergi sama siapa dong?""Sama Risa aja. Sa, mau temenin Luna, kan?"Risa menggeleng cepat. "Gak. Malas gue ke mall. Mendingan gue tidur di rumah.""Sa, jangan gitu lah sama Luna. Sekali-kali temenin Luna. Lagian kalau gue bisa aja pasti gue udah temenin Luna.""Ya udah oke. Gue mau." Raina dan Luna tersenyum lebar karena R
Raina menatap pantulan wajahnya di cermin. Memastikan penampilannya sudah baik atau belum. Setelah dirasanya sudah baik, ia pun mengambil tas selempangnya lalu memakainya.Sesuai janjinya pada Rian, malam ini ia akan menemani Rian ke rumah tante cowok itu.Raina turun ke lantai bawah. Ternyata Rian sudah menunggunya di bawah. Cowok itu sedang mengobrol dengan kedua orang tuanya."Jadi kamu mau ngajakin Raina keluar?" tanya Seno."Iya Om. Boleh kan, Om?""Boleh aja. Asal sebelum jam sepuluh kamu udah antarin Raina pulang.""Siap Om.""Em, Pa, Ma, aku pergi sama Rian dulu, ya." Raina mendekati Seno dan Dian lalu mencium tangan keduanya diikuti Rian."Hati-hati, ya."Mereka berdua berjalan keluar dari rumah. Pandangan Rian tidak terlepas dari Raina. Ia cukup kagum karena malam ini Raina terlihat cantik."Kenapa liatin gue kayak gitu? Gue jelek, ya?" Pertanyaan Raina sukses membuat Rian tersadar. Buru-buru cowok
Raina berjalan mendekati Rian yang sedang duduk di tepi lapangan. Cowok itu berkeringat karena baru saja selesai berlari mengelilingi lapangan. Tadi, ia datang terlambat, sehingga ia dihukum."Nih, minumnya." Raina memberikan sebotol air mineral yang ia beli tadi di kantin. Sebenarnya, ia datang ke sini bukan karena ia mau, melainkan karena disuruh oleh Rian.Rian menerima botol minum tersebut lalu meneguknya hingga setengah.o"Mau ke mana?" tanya Rian saat Raina hendak pergi."Ke kantin.""Emangnya gue udah bolehin lo pergi?""Emangnya gue harus butuh izin lo dulu baru gue boleh pergi?""Selama lo jadi cewek gue, lo harus nurutin apa kata gue.""Ngatur banget, ya, lo."Rian kembali meminum airnya tanpa membalas ucapan Raina."Hai Rian. Aduh pasti lo capek banget ya, habis dihukum. Sini gue lap keringat lo." Seorang cewek dengan seragam ketatnya tiba-tiba menghampiri Rian dan Raina. Cewek itu menarik tisu dari bun
Rian duduk di pinggir kolam renangnya sambil termenung. Mengingat kembali Raina yang tadi terlihat begitu akrab dengan Arka membuatnya merasa sedikit tidak nyaman.Entah kenapa, ia tidak suka Raina didekati oleh cowok lain."Woi." Rian terkejut saat Andi yang menepuk pundaknya cukup keras."Ngapain lo di sini?" Suara Rian terdengar sangat dingin. Bahkan wajahnya tampak datar."Gue mau bersantai di rumah lo. Gak ngerepotin, kan?""Kalau gue bilang ngerepotin lo bakal pergi?""Enggak sih."Rian memutar bola matanya malas. Ia bangkit berdiri membuat Andi menatapnya."Yan," panggilnya."Apa?""Tadi, gue liat Raina sama Arka.""Gak peduli.""Mereka tadi makan berdua di pinggir jalan. Mereka keliatan mesra kayak orang pacaran. Gue jadi iri sama mereka.""Raina cewek gue," ucap Rian dingin.Andi terkekeh pelan. "Iya gue tahu. Gue bukan bilang mereka pacaran, gue kan cuma bilang mereka mesra ka
Rian turun dari motornya. Cowok itu baru saja tiba di sekolah. Seperti biasa, ia selalu menjadi pusat perhatian para cewek di SMA Bina Bangsa. Namun, Rian sama sekali tidak pernah peduli dengan cewek-cewek yang mendekatinya. Ia bahkan mengacuhkan mereka, makanya para cewek tidak berani mendekatinya kecuali Wanda. Itu karena cewek itu terlalu terobsesi dengan Rian."Pagi Rian. Nih, gue ada bekal buat lo. Gue dengar kemarin Raina bawain lo bekal tapi lo buang ke tempat sampah karena gak enak, ya? Emang sih Raina itu benar-benar gak cocok sama lo. Mendingan juga gue ke mana-mana. Udah cantik, seksi, primadona sekolah, bisa masak. Pokoknya lo itu cocok kalau sama gue.""Eh, Rian jangan pergi dulu dong. Terima dulu kotak makannya." Wanda menahan lengan Rian, lalu menyodorkan kotak makan berwarna putih tersebut.Rian melepas tangan Wanda dari lengannya lalu mengambil kotak makan dari tangan Wanda membuat cewek itu tersenyum. Namun, senyumnya itu tidak bertahan lama, k
“Ngapain lo ke sini?” Rian bertanya dengan ekspresi tidak suka. Sama sekali tidak ada niatan untuk menyambut tamunya dengan ramah. Apalagi setelah tahu tamu yang datang adalah Sofhie.Setelah bertemu Raina tadi, “Gue ke sini mau ngomong sama lo. Sebentar aja.”“Lima menit. Habis itu lo udah harus pergi.”Sofhie mengangguk.“Mau ngomong apa?”Sofhie mengambil napas sejenak, lalu mulai berbicara, “Gue ke sini karena mau minta maaf sama lo. Gue nyesal udah ganggu hubungan lo sama Raina. Harusnya gue gak ngelakuin itu. Gue pikir dengan gue kembali lo bakal mau balik lagi sama gue. Ternyata gue salah.”“Soal preman-preman itu? Lo gak mau ngaku?” tanya Rian. Karena Rian masih curiga dengan Sofhie.Sofhie menggeleng. “Gue berterima kasih sama Raina karena dia udah mau nolongin gue. Tapi jujur gue sama sekali gak pernah nyuruh preman-preman itu. Kalau lo gak mau percaya silakan. Gue gak bakal maksa.”“Gue janji gak bakal ganggu hubungan lo sama Raina lagi. Gue bakal pergi jauh biar kalian gak
“Ya ampun, Raina! Itu kenapa jidat lo?” Luna mendekati Raina hendak menyentuh kening Raina, tapi Raina menghindar.“Jatuh kemarin.”“Kok bisa?”“Didorong sama preman.”“Preman? Maksudnya?” Risa ikut bertanya.Kedua sahabatnya bingung dan juga kaget. Raina bisa memaklumi, karena ia memang tidak sempat menceritakan kejadian kemarin pada keduanya. Raina tidak mau mengganggu waktu keduanya. Jadi Raina memilih untuk menceritakan langsung.“Kemarin gue nolongin Sofhie yang digangguin preman. Terus premannya dorong gue. Jadi kayak gini, deh.” Raina menjelaskan secara singkat.“What? Nolongin Sofhie? Serius lo?” Luna mengembuskan napas sejenak lalu kembali melanjutkan ucapannya, “Gini ya, dia itu musuh lo. Tapi bisa-bisanya lo nolongin dia?”“Ya, gue kasihan sama dia. Lagian kita harus saling tolong-menolong, kan?”“Iya emang tapi lo mikir-mikir juga kali. Bisa aja dia sengaja nyewa preman-preman itu biar keliatan kalau dia digangguin, tapi ternyata cuma mau narik perhatian lo buat nolongin di
Rian berdecak ketika ponselnya berdering. Ia kesal karena yang meneleponnya adalah Sofhie. Sudah lima kali Rian menolak panggilan cewek itu, tapi Sofhie tidak menyerah menghubunginya.Rian membiarkan ponselnya begitu saja tanpa ada niatan untuk menjawabnya.Tak lama kemudian ponselnya kembali berdering. Rian yang tadinya ingin mematikan ponselnya segera mengurungkan niatnya karena ternyata yang meneleponnya kali ini adalah Andi.“Kenapa?”'Yan, gawat!'Rian mengerutkan keningnya ketika mendengar suara Andi yang cukup panik.“Lo kenapa? Ada masalah?”'Raina.'Rian makin bingung.“Raina? Kenapa Raina?”'Barusan Sofhie telfon gue katanya Raina masuk rumah sakit.'Rian mendadak terdiam. Apa ia tidak salah dengar? “Gue gak salah dengar, kan?” Rian bertanya memastikan.'Iya, Yan. Mendingan lo buruan ke rumah sakit kenanga. Gue juga otw ke sana.'Panggilan pun diakhiri oleh Andi. Berbagai pertanyaan muncul dalam benaknya, tapi ia tidak ada waktu untuk mencari semua jawaban itu. Karena yang
“Nyapu sendiri lagi?” Rian menghampiri Raina di kelas setelah pelajaran selesai. Kebetulan Raina sedang menyapu kelas. Tadinya ada beberapa temannya yang juga piket, tapi mereka sudah selesai lebih dulu. Mereka ingin menunggu Raina sampai selesai, tapi Raina menolak dan menyuruh mereka untuk pulang lebih dulu.Raina menoleh sejenak pada Rian, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya. Enggan menjawab Rian.“Gue bantuin, ya,” tawar Rian.“Gak usah.” Raina menolak.“Udah gak papa biar gue bantuin. Kasihan lo kecapekan.” Rian hendak mengambil alih sapu dari Raina, namun Raina sudah lebih dulu menjauhkannya.“Gak usah ganggu gue,” ucap Raina dingin.“Ya udah, kalau gitu gue nungguin lo sampai selesai, ya. Biar bisa pulang bareng.”Raina kembali menoleh pada Rian dengan satu alis terangkat. “Emang gue bilang mau pulang sama lo?”Rian mengangguk, “Tadi kan kita udah sepakat pulang bareng waktu istirahat.”“Gue gak pernah buat kesepakatan sama lo. Pergi!”“Rain, jangan kayak gini dong. Gue tahu l
Rian memainkan ponselnya sembari menunggu Raina yang kembali dari toilet.Saat sedang asyik dengan ponselnya, tiba-tiba seorang cewek datang. Lalu, tanpa izin darinya cewek itu langsung memeluk Rian.Rian yang tiba-tiba dipeluk seperti itu langsung terkejut.“Sofhie?” Rian lebih terkejut ketika tahu siapa cewek itu.“Gue gak nyangka kita ketemu di sini. Kayaknya kita emang ditakdirkan buat balikan lagi, deh. Soalnya kita selalu ketemu padahal gak pernah janjian.”“Apaan sih lo. Gak usah ngaco, deh. Lepasin gue.” Rian hendak melepaskan pelukan Sofhie, namun cewek itu malah memeluknya lebih erat.“Sofhie lepasin.”“Rian.”“Ra-Raina.” “Hai Rain. Ketemu lagi kita.” Sofhie menyapa sembari tersenyum.Kesempatan itu Rian gunakan untuk melepas pelukan Sofhie.“Lo tahu gue sama Rian itu emang ditakdirkan buat bersama. Buktinya kita selalu ketemu tanpa diduga. Kayak sekarang ini.” Sofhie menoleh pada Rian. “Iya kan, Yan?”Raina tersenyum sinis. “Takdir? Gak usah sok-sokan ngomong takdir. Rian
Rian mencari Raina ke kelas cewek itu, tapi Raina tidak ada. Rian sudah bertanya pada Luna dan Risa, tapi mereka juga tidak tahu keberadaan Raina.Sejak pagi, Rian belum juga bertemu dengan Raina. Saat Rian pergi ke rumah Raina untuk menjemput cewek itu, Raina ternyata sudah berangkat sekolah lebih dulu.Rian tidak tahu ada apa dengan Raina. Tapi Rian merasa Raina sedang menghindarinya. Apa mungkin Raina menghindar karena takut Rian akan marah pada cewek itu perihal masalah kemarin?Mungkin Rian memang marah pada Raina karena sudah membohonginya, tapi itu kemarin. Sekarang Rian tidak ingin memarahi Raina, tapi ia hanya ingin berbicara dengan Raina. Rian ingin tahu alasan Raina berbohong padanya.“Akhirnya ketemu juga.” Raina menoleh pada Rian.Setelah mencari Raina di beberapa tempat, akhirnya Rian menemukan Raina di rooftop.Raina terkejut, tidak menyangka Rian akan menemukannya. Padahal, daritadi Raina mencoba menghindari Rian.“Lo kenapa hindarin gue? Gue kan udah bilang kemarin ma
“Gue gak akan biarin lo rebut Rian dari gue, Sofhie. Gak akan!” gumam Raina kesal.Ada rasa kesal karena ucapan Sofhie tadi, tapi di lain sisi Raina cukup puas karena bisa memberitahu langsung cewek itu kalau ia tidak akan merelakan Rian kembali bersama cewek itu. Raina harus melakukan itu agar Sofhie sadar kalau dia tidak akan bisa bersama Rian lagi. Karena Rian kini miliknya.“Raina?” Raina yang baru keluar dari cafe terkejut ketika bertemu dengan Liam.Raina seketika langsung tersenyum, “Eh, Liam. Kok sendiri? Gak sama Andi?”“Iya, mau ketemu teman. Lo sendiri ngapain di sini? Gak sama Rian?” Liam balik bertanya.“Em, sama. Ketemu teman juga. Kalau gitu gue duluan, ya.” Raina buru-buru pergi dari sana. Raina terpaksa berbohong pada Liam karena ia tidak mau Liam tahu kalau ia bertemu dengan Sofhie. Karena jika Liam tahu, maka dipastikan Rian juga akan tahu. Dan kalau sampai Rian tahu cowok itu pasti akan marah padanya.Liam merasa ada yang aneh dengan Raina, tapi cowok itu memilih
Andi berlari menghampiri Rian dan Liam yang sedang mengobrol di depan kelas.“Eh, ada berita bagus. Lo berdua mau dengar gak?”“Gak!” jawab keduanya kompak.“Oke, karena lo berdua penasaran banget jadi gue kasih tahu aja deh.”“Terserah lo deh.”Andi tersenyum lalu melanjutkan ucapannya, “Wanda udah pindah sekolah ke luar negeri.”“Serius lo?” Rian yang tadinya tidak peduli langsung merespons.“Serius lah. Masa gue bohong.”“Kapan pindahnya? Kok kita gak tahu?” Liam bertanya.“Jelas lo gak tahu lah. Lo kan gak pernah peduli sama orang lain. Apalagi cari tahu berita kayak gini.”“Bagus deh kalau dia udah pindah.” Rian tersenyum lega. Tentu ia merasa lega karena sudah tidak ada yang mengganggunya lagi.“Emang bagus sih Wanda udah pergi, tapi masalahnya Sofhie muncul lagi. Jadi lo belum bisa dinyatakan bebas.”Rian terdiam. Benar yang dikatakan Andi. Dirinya belum sepenuhnya bebas karena kehadiran Sofhie. Apalagi cewek itu memiliki sifat yang tidak mudah menyerah. Meskipun begitu, Rian t
Rian segera melepaskan tangan Sofhie ketika cewek itu menggenggam tangannya.“Apa yang mau lo jelasin? Gue kasih lo waktu lima menit.”“Bisa pesan minum dulu gak? Gue kangen banget bisa ke kafe ini lagi sama lo. Rasanya udah lama banget kita gak ke sini.”“Oke. Buruan pesan.”Sofhie tersenyum lalu memanggil waiters untuk memesan minuman.“Mbak, saya cappucino satu, ya.” Sofhie lalu beralih menatap Rian, “Lo mau minum apa?”Rian menggeleng.“Yakin? Gak haus?” Sofhie bertanya memastikan.“Hm.”“Ya udah, Mbak, pesanannya itu aja dulu, ya.”Setelah waiters tersebut pergi, Rian kembali berucap, “Buruan ngomong.”“Nunggu minumannya datang dulu, lah, Yan.”Rian menghela napas. “Kalau sampai minumannya datang dan lo gak mau jelasin juga gue pulang.”“Iya, lo gak usah marah-marah dong.”Tak lama kemudian minuman pesanan Sofhie datang.Rian menunggu Sofhie menyeruput minumannya sebelum cewek itu berbicara. Kalau saja Raina tidak menyuruhnya untuk mendengarkan penjelasan Sofhie, Rian tidak akan