Pagi ini Raina merasa kondisi tubuhnya sudah lebih baik dari kemarin. Ia bersyukur untuk itu. Raina tidak suka sakit. Karena sakit membuatnya tidak bisa melakukan banyak hal.
Raina pun turun ke lantai bawah. Ia menghampiri kedua orangtuanya yang sudah berada di meja makan hendak sarapan.
"Pagi Pa, Ma."
"Pagi Sayang. Gimana? Udah gak demam lagi, kan?"
"Udah enggak, Ma."
"Syukurlah kalau udah sembuh. Nih, sarapan buat kamu." Dian memberikan bubur ayam pada Raina membuatnya mengerutkan kening.
"Bubur ayam? Mama masakin bubur ayam buat aku?" tanya Raina.
"Enggak. Ini dikasih sama Rian."
"Rian? Dia ke sini?" tanya Raina lagi.
"Enggak. Dia antarin lewat ojek online."
"Rian itu anak yang baik, ya. Perhatian sama kamu," ucap Seno.
Raina hanya tersenyum. "Iya dia baik. Baik banget malah."
Raina yakin Rian sengaja bersikap baik padanya agar kedua orangtuanya menganggap kalau Rian benar-benar cowok yang baik.
"Door!" Raina terkejut karena Luna yang tiba-tiba mengejutkannya."Mau bikin gue serangan jantung, ya?"Luna terkekeh. "Ya abis pagi-pagi udah ngelamun. Ada masalah apa lagi lo?""Enggak. Gue gak ada masalah apa-apa. Cuma lagi mikirin Rian aja.""Rian? Kenapa dia? Jangan bilang lo udah mulai suka sama dia, ya?""Ya enggaklah. Gak mungkin gue suka sama dia.""Terus kenapa lo mikirin dia?" tanya Luna."Gue kagum aja sama dia. Walaupun dia keliatan cowok nakal, tapi dia baik sama anak jalanan. Kemarin dia ngajak gue pergi bagi-bagi makanan buat anak jalanan," cerita Raina."Bisa aja dia sengaja ngelakuin itu biar lo mikirnya dia itu baik," sahut Risa.Raina menggeleng. "Enggak. Itu gak mungkin. Mereka aja keliatannya dekat banget sama Rian. Gak mungkin Rian cuma sengaja baik sama mereka karena ada gue.""Ya gue cuma mau bilang aja jangan gampang percaya sama cowok kayak dia. Apalagi sampai jatuh cinta sama dia."
"Makasih udah antarin gue pulang." Raina mengembalikan helm yang sempat dipakainya pada Rian.Setelah itu, ia pun masuk ke dalam. Namun, ia merasa ada yang berjalan di belakangnya. Raina menghentikan langkahnya kemudian menoleh ke belakang."Loh, kok lo gak pulang? Kenapa malah ikut gue masuk ke dalam?" tanya Raina heran."Sama calon mertua di suruh masuk." Rian menatap Dian yang sedang berada di teras rumah sembari tersenyum padanya."Siang Tante." Rian mencium tangan Dian."Siang Rian. Ayo masuk dulu. Kebetulan Tante udah siapin makan siang."Raina yang hendak mencium tangan Dian hanya bisa melongo ketika mamanya itu langsung masuk ke dalam rumah bersama Rian."Sabar Raina."*****Setelah mengganti pakaian seragamnya, Raina ikut bergabung dengan Dian dan Rian yang sudah berada di me
"Wih! Ada coklat, nih. Bagi ya, Na?" pinta Luna ketika melihat sebatang coklat di meja Raina."Makan aja," ucap Raina yang sedang menelungkupkan wajahnya di lipatan tangannya."Beneran?" tanya Luna yang sudah tersenyum.Raina hanya mengangguk."Makasih ya, Rain. Emang lo paling terbaik.""Kenapa lo? Begadang nonton drakor lagi?" tanya Risa."Ya elah, Rain, gue kan udah bilang begadang itu cukup weekend aja. Jangan hari-hari sekolah juga lo begadang," sahut Luna.Raina mengangkat kepalanya. Sepertinya ia tidak akan bisa tidur walaupun sebentar. Karena kedua sahabatnya ini selalu saja mengajaknya mengobrol dan itu tidak bisa membuatnya untuk tidak menanggapi mereka."Gue begadang bukan nonton drakor, tapi karena ngerjain tugasnya Rian. Udah deh lo berdua jangan ngajak gue ngomong. Gue ngantuk.""Emang benar-benar si Rian. Bisa-bisanya dia jadiin teman gue babu. Lo tenang aja nanti gue marahin dia," ucap Luna.
"Ngapain lo?" tanya Rian melihat Andi yang sedang sibuk menulis.Andi menoleh sejenak pada Rian."Salin PR Matematika.""Oh.""Oh? Kok lo keliatan santai? Emang lo udah kerjain PR?" tanya Andi."Paling juga udah dikerjain sama Raina. Iya kan, Yan?" sahut Liam.Rian menggeleng. "Gue kerjain sendiri."Keduanya menatap Rian sedikit terkejut. Apa mereka tidak salah dengar? Rian mengerjakan PR sendiri? Biasanya kalau Rian tidak menyuruh Raina mengerjakan PR, maka cowok itu pasti tidak akan mengerjakannya. Namun kali ini Rian mengerjakan PR-nya sendiri. Hampir tidak bisa dipercaya."Serius lo?" tanya Andi.Rian mengangguk."Kok gue kurang yakin, ya?" gumam Andi pelan, namun masih bisa didengar oleh Rian."Terserah kalau lo gak mau percaya sama gue.""Eh, enggak. Gue percaya kok sama lo.""Liam."Liam menoleh pada Andi."Kok gue ngerasa ada yang aneh sama Rian, ya?""Aneh k
"Kenapa gak dimakan martabaknya?" tanya Rian.Rian kini sedang berada di rumah Raina. Cowok itu sengaja datang ke sana untuk meminta Raina membantunya mengerjakan PR.Rian semakin bingung dengan Raina karena cewek itu tidak menjawab pertanyaannya, melainkan malah memberikan tatapan sinis."Lo kenapa?" tanya Rian."Kenapa tadi lo pulang bareng Wanda? Bukannya lo gak pernah mau pulang sama dia?" Pertanyaan yang sedari tadi ingin Raina tanyakan akhirnya ditanyakan juga.Rian mendadak tersenyum. "Oh, Wanda. Jadi lo cemburu sama dia?""Jawab gue.""Kebetulan gue gak sama siapa-siapa. Lo juga gak mau pulang sama gue, jadi gue sama Wanda aja."Sebelumnya, Rian sempat ke kelas Raina untuk pulang bersama cewek itu, namun Raina menolak. Dan kebetulan ketika Wanda meminta untuk pulang bersamanya, ia melihat Raina. Rian langsung mengiyakan permintaan Wanda. Ia sengaja melakukannya karena ingin tahu bagaimana reaksi dari Raina.
Andi dan Liam menatap bingung Rian ketika melihat cowok itu datang ke parkiran bersama Wanda."Loh, Yan, gue pikir tadi lo ke kelas Raina buat jemput dia. Kok malah sama cewek jadi-jadian ini?" tanya Andi masih dengan wajah bingungnya.Wanda melotot ke arah Andi. Tidak terima karena Andi mengata-katainya."Lo bilang gue cewek jadi-jadian? Gak ngaca lo cowok jelek."Andi tertawa. "Kalau gue jelek gak mungkin banyak cewek mau sama gue. Emangnya lo ngejar-ngejar cowok orang udah gitu gak dapat lagi."Wanda semakin kesal dengan Andi."Nyebelin banget sih lo jadi orang.""Gak ngaca? Lo lebih nyebelin. Tanyain aja sama satu sekolah nyebelin mana lo atau gue. Pasti mereka bakal jawab lo.""Yan, kok lo bisa betah sih temenan sama orang nyebelin kayak dia?""Gak tahu."Ria
Raina mengatur napasnya sembari menyeka keringatnya dengan handuk kecil yang ia bawa. Raina baru saja selesai jogging dan kini ia sedang berada di taman untuk beristirahat.Karena sudah cukup lama tidak berolahraga, ia merasa cukup lelah. Kalau saja tadi mamanya tidak memaksanya untuk jogging, mungkin sekarang ia masih betah tidur di kasur sembari memeluk erat gulingnya. Apalagi hari ini adalah hari Minggu."Minum." Raina terkejut ketika seseorang menempelkan botol air mineral di pipinya.Raina menoleh, tatapannya berubah datar ketika tahu kalau orang tersebut adalah Rian."Ambil minumnya. Gak usah takut, minumannya belum expired kok."Karena haus, Raina pun menerima air mineral tersebut. Setelah membuka tutup segelnya, Raina meminumnya hingga setengah."Udah haus masih aja gengsi," sindir Rian."Lo ngapain ngikutin gue? Kurang kerjaan lo?" ketus Raina."Emang salah kalau gue mau ketemu pacar gue?""Pacar atau babu?"
"Na, ada Rian di depan. Katanya mau ketemu lo," ucap Luna saat baru tiba di kelas.Raina yang menaruh kepalanya di atas meja seketika langsung bangun."Ngapain dia mau ketemu gue?" tanya Raina."Gak tahu. Temuin aja orangnya sebelum dia bete sama lo."Raina bangkit berdiri lalu berjalan keluar kelas untuk menghampiri Rian."Ngapain lo ke kelas gue pagi-pagi? Mau suruh gue kerjain tugas lo lagi? Sorry, ya, tapi gue udah gak mau nurutin semua perintah lo lagi. Gue capek," ucap Raina panjang lebar.Sekarang saja Raina masih merasa lelah, perihal kemarin.Raina tidak bisa membayangkan, kalau kemarin ia tidak pingsan mungkin Rian akan menyuruhnya mengerjakan tugas sekolah cowok itu yang cukup banyak. Dan mungkin saja ia tidak bisa masuk sekolah hari ini."Kenapa lo berangkat pagi-pagi? Lo hindarin gue?""Enggak. Ngapain juga gue hindarin lo?" Raina berbohong. Ia memang sengaja berangkat sekolah pagi-pagi agar tidak bera
“Ngapain lo ke sini?” Rian bertanya dengan ekspresi tidak suka. Sama sekali tidak ada niatan untuk menyambut tamunya dengan ramah. Apalagi setelah tahu tamu yang datang adalah Sofhie.Setelah bertemu Raina tadi, “Gue ke sini mau ngomong sama lo. Sebentar aja.”“Lima menit. Habis itu lo udah harus pergi.”Sofhie mengangguk.“Mau ngomong apa?”Sofhie mengambil napas sejenak, lalu mulai berbicara, “Gue ke sini karena mau minta maaf sama lo. Gue nyesal udah ganggu hubungan lo sama Raina. Harusnya gue gak ngelakuin itu. Gue pikir dengan gue kembali lo bakal mau balik lagi sama gue. Ternyata gue salah.”“Soal preman-preman itu? Lo gak mau ngaku?” tanya Rian. Karena Rian masih curiga dengan Sofhie.Sofhie menggeleng. “Gue berterima kasih sama Raina karena dia udah mau nolongin gue. Tapi jujur gue sama sekali gak pernah nyuruh preman-preman itu. Kalau lo gak mau percaya silakan. Gue gak bakal maksa.”“Gue janji gak bakal ganggu hubungan lo sama Raina lagi. Gue bakal pergi jauh biar kalian gak
“Ya ampun, Raina! Itu kenapa jidat lo?” Luna mendekati Raina hendak menyentuh kening Raina, tapi Raina menghindar.“Jatuh kemarin.”“Kok bisa?”“Didorong sama preman.”“Preman? Maksudnya?” Risa ikut bertanya.Kedua sahabatnya bingung dan juga kaget. Raina bisa memaklumi, karena ia memang tidak sempat menceritakan kejadian kemarin pada keduanya. Raina tidak mau mengganggu waktu keduanya. Jadi Raina memilih untuk menceritakan langsung.“Kemarin gue nolongin Sofhie yang digangguin preman. Terus premannya dorong gue. Jadi kayak gini, deh.” Raina menjelaskan secara singkat.“What? Nolongin Sofhie? Serius lo?” Luna mengembuskan napas sejenak lalu kembali melanjutkan ucapannya, “Gini ya, dia itu musuh lo. Tapi bisa-bisanya lo nolongin dia?”“Ya, gue kasihan sama dia. Lagian kita harus saling tolong-menolong, kan?”“Iya emang tapi lo mikir-mikir juga kali. Bisa aja dia sengaja nyewa preman-preman itu biar keliatan kalau dia digangguin, tapi ternyata cuma mau narik perhatian lo buat nolongin di
Rian berdecak ketika ponselnya berdering. Ia kesal karena yang meneleponnya adalah Sofhie. Sudah lima kali Rian menolak panggilan cewek itu, tapi Sofhie tidak menyerah menghubunginya.Rian membiarkan ponselnya begitu saja tanpa ada niatan untuk menjawabnya.Tak lama kemudian ponselnya kembali berdering. Rian yang tadinya ingin mematikan ponselnya segera mengurungkan niatnya karena ternyata yang meneleponnya kali ini adalah Andi.“Kenapa?”'Yan, gawat!'Rian mengerutkan keningnya ketika mendengar suara Andi yang cukup panik.“Lo kenapa? Ada masalah?”'Raina.'Rian makin bingung.“Raina? Kenapa Raina?”'Barusan Sofhie telfon gue katanya Raina masuk rumah sakit.'Rian mendadak terdiam. Apa ia tidak salah dengar? “Gue gak salah dengar, kan?” Rian bertanya memastikan.'Iya, Yan. Mendingan lo buruan ke rumah sakit kenanga. Gue juga otw ke sana.'Panggilan pun diakhiri oleh Andi. Berbagai pertanyaan muncul dalam benaknya, tapi ia tidak ada waktu untuk mencari semua jawaban itu. Karena yang
“Nyapu sendiri lagi?” Rian menghampiri Raina di kelas setelah pelajaran selesai. Kebetulan Raina sedang menyapu kelas. Tadinya ada beberapa temannya yang juga piket, tapi mereka sudah selesai lebih dulu. Mereka ingin menunggu Raina sampai selesai, tapi Raina menolak dan menyuruh mereka untuk pulang lebih dulu.Raina menoleh sejenak pada Rian, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya. Enggan menjawab Rian.“Gue bantuin, ya,” tawar Rian.“Gak usah.” Raina menolak.“Udah gak papa biar gue bantuin. Kasihan lo kecapekan.” Rian hendak mengambil alih sapu dari Raina, namun Raina sudah lebih dulu menjauhkannya.“Gak usah ganggu gue,” ucap Raina dingin.“Ya udah, kalau gitu gue nungguin lo sampai selesai, ya. Biar bisa pulang bareng.”Raina kembali menoleh pada Rian dengan satu alis terangkat. “Emang gue bilang mau pulang sama lo?”Rian mengangguk, “Tadi kan kita udah sepakat pulang bareng waktu istirahat.”“Gue gak pernah buat kesepakatan sama lo. Pergi!”“Rain, jangan kayak gini dong. Gue tahu l
Rian memainkan ponselnya sembari menunggu Raina yang kembali dari toilet.Saat sedang asyik dengan ponselnya, tiba-tiba seorang cewek datang. Lalu, tanpa izin darinya cewek itu langsung memeluk Rian.Rian yang tiba-tiba dipeluk seperti itu langsung terkejut.“Sofhie?” Rian lebih terkejut ketika tahu siapa cewek itu.“Gue gak nyangka kita ketemu di sini. Kayaknya kita emang ditakdirkan buat balikan lagi, deh. Soalnya kita selalu ketemu padahal gak pernah janjian.”“Apaan sih lo. Gak usah ngaco, deh. Lepasin gue.” Rian hendak melepaskan pelukan Sofhie, namun cewek itu malah memeluknya lebih erat.“Sofhie lepasin.”“Rian.”“Ra-Raina.” “Hai Rain. Ketemu lagi kita.” Sofhie menyapa sembari tersenyum.Kesempatan itu Rian gunakan untuk melepas pelukan Sofhie.“Lo tahu gue sama Rian itu emang ditakdirkan buat bersama. Buktinya kita selalu ketemu tanpa diduga. Kayak sekarang ini.” Sofhie menoleh pada Rian. “Iya kan, Yan?”Raina tersenyum sinis. “Takdir? Gak usah sok-sokan ngomong takdir. Rian
Rian mencari Raina ke kelas cewek itu, tapi Raina tidak ada. Rian sudah bertanya pada Luna dan Risa, tapi mereka juga tidak tahu keberadaan Raina.Sejak pagi, Rian belum juga bertemu dengan Raina. Saat Rian pergi ke rumah Raina untuk menjemput cewek itu, Raina ternyata sudah berangkat sekolah lebih dulu.Rian tidak tahu ada apa dengan Raina. Tapi Rian merasa Raina sedang menghindarinya. Apa mungkin Raina menghindar karena takut Rian akan marah pada cewek itu perihal masalah kemarin?Mungkin Rian memang marah pada Raina karena sudah membohonginya, tapi itu kemarin. Sekarang Rian tidak ingin memarahi Raina, tapi ia hanya ingin berbicara dengan Raina. Rian ingin tahu alasan Raina berbohong padanya.“Akhirnya ketemu juga.” Raina menoleh pada Rian.Setelah mencari Raina di beberapa tempat, akhirnya Rian menemukan Raina di rooftop.Raina terkejut, tidak menyangka Rian akan menemukannya. Padahal, daritadi Raina mencoba menghindari Rian.“Lo kenapa hindarin gue? Gue kan udah bilang kemarin ma
“Gue gak akan biarin lo rebut Rian dari gue, Sofhie. Gak akan!” gumam Raina kesal.Ada rasa kesal karena ucapan Sofhie tadi, tapi di lain sisi Raina cukup puas karena bisa memberitahu langsung cewek itu kalau ia tidak akan merelakan Rian kembali bersama cewek itu. Raina harus melakukan itu agar Sofhie sadar kalau dia tidak akan bisa bersama Rian lagi. Karena Rian kini miliknya.“Raina?” Raina yang baru keluar dari cafe terkejut ketika bertemu dengan Liam.Raina seketika langsung tersenyum, “Eh, Liam. Kok sendiri? Gak sama Andi?”“Iya, mau ketemu teman. Lo sendiri ngapain di sini? Gak sama Rian?” Liam balik bertanya.“Em, sama. Ketemu teman juga. Kalau gitu gue duluan, ya.” Raina buru-buru pergi dari sana. Raina terpaksa berbohong pada Liam karena ia tidak mau Liam tahu kalau ia bertemu dengan Sofhie. Karena jika Liam tahu, maka dipastikan Rian juga akan tahu. Dan kalau sampai Rian tahu cowok itu pasti akan marah padanya.Liam merasa ada yang aneh dengan Raina, tapi cowok itu memilih
Andi berlari menghampiri Rian dan Liam yang sedang mengobrol di depan kelas.“Eh, ada berita bagus. Lo berdua mau dengar gak?”“Gak!” jawab keduanya kompak.“Oke, karena lo berdua penasaran banget jadi gue kasih tahu aja deh.”“Terserah lo deh.”Andi tersenyum lalu melanjutkan ucapannya, “Wanda udah pindah sekolah ke luar negeri.”“Serius lo?” Rian yang tadinya tidak peduli langsung merespons.“Serius lah. Masa gue bohong.”“Kapan pindahnya? Kok kita gak tahu?” Liam bertanya.“Jelas lo gak tahu lah. Lo kan gak pernah peduli sama orang lain. Apalagi cari tahu berita kayak gini.”“Bagus deh kalau dia udah pindah.” Rian tersenyum lega. Tentu ia merasa lega karena sudah tidak ada yang mengganggunya lagi.“Emang bagus sih Wanda udah pergi, tapi masalahnya Sofhie muncul lagi. Jadi lo belum bisa dinyatakan bebas.”Rian terdiam. Benar yang dikatakan Andi. Dirinya belum sepenuhnya bebas karena kehadiran Sofhie. Apalagi cewek itu memiliki sifat yang tidak mudah menyerah. Meskipun begitu, Rian t
Rian segera melepaskan tangan Sofhie ketika cewek itu menggenggam tangannya.“Apa yang mau lo jelasin? Gue kasih lo waktu lima menit.”“Bisa pesan minum dulu gak? Gue kangen banget bisa ke kafe ini lagi sama lo. Rasanya udah lama banget kita gak ke sini.”“Oke. Buruan pesan.”Sofhie tersenyum lalu memanggil waiters untuk memesan minuman.“Mbak, saya cappucino satu, ya.” Sofhie lalu beralih menatap Rian, “Lo mau minum apa?”Rian menggeleng.“Yakin? Gak haus?” Sofhie bertanya memastikan.“Hm.”“Ya udah, Mbak, pesanannya itu aja dulu, ya.”Setelah waiters tersebut pergi, Rian kembali berucap, “Buruan ngomong.”“Nunggu minumannya datang dulu, lah, Yan.”Rian menghela napas. “Kalau sampai minumannya datang dan lo gak mau jelasin juga gue pulang.”“Iya, lo gak usah marah-marah dong.”Tak lama kemudian minuman pesanan Sofhie datang.Rian menunggu Sofhie menyeruput minumannya sebelum cewek itu berbicara. Kalau saja Raina tidak menyuruhnya untuk mendengarkan penjelasan Sofhie, Rian tidak akan