Mendengar ancaman Rasen, sosok itu membias lalu menghilang. Rasen berpikir sosok itu takut dan tidak akan mengganggunya lagi tapi pikiran Rasen tentu saja salah. Sosok itu berpikir lebih baik ia mencari waktu lagi untuk berbicara dengan Rasen dengan tenang.
Rasen mengusap wajahnya dengan lelah. Ia tadi telah mengumpulkan segala keberaniannya untuk mengancam makhluk itu dan untungnya makhluk itu langsung pergi dari hadapannya. Sedikit lega perasaannya, tapi ada rasa menyesal juga karena ia sebelumnya berniat untuk mengobrol dengan sosok itu dan belum sempat mengobrol, Rasen malah mengancamnya. Kali ini Rasen memilih memejamkan matanya untuk tidur.
***
"Gimana? Aman, Bim?" tanya papanya yang siang ini baru datang menjemput Rasen untuk pulang kembali ke rumah ternyamannya. Rasen mengangguk, "Alhamdulillah, aman kok, Pah." Rasen menjinjing tas yang berisi beberapa potong pakaian dan perlengkapannya selama menginap di rumah sakit.
"Arsha mana, Pah?" tanya Rase
Rasen berbaring di kasurnya menatap layar ponselnya, membaca satu pesan yang masuk dan ternyata dari Eleena yang selama ini ia tunggu. "Gue gak ngampus, Sen. Gue semalem gak bisa tidur. Ada kejadian aneh semalem." Rasen membaca pesan Eleena yang lagi-lagi ia mendapati kejadian aneh. "Kenapa? Ada kejadian apa?" Ketik Rasen penasaran. Adzan magrib berkumandang membuat Rasen yang berbaring seketika beranjak ketika mendengarnya. Rasen berniat pergi mengambil air wudhu tapi ia berhenti sebentar saat melihat lagi ada satu pesan yang masuk. Rasen membacanya cepat, "Gue gak mau nyeritain kaya gini, nanti aja kalau ngampus. Soalnya kejadiannya di kamar gue, dan karena itu gue gak tidur dulu di sana." "Ya udah, besok pulang dari kampus mau ke coffee shop?" Ketik Rasen yang membuat dirinya sendiri heran kenapa ia bisa mengetik hal itu. Rasen segera beranjak untuk berwudhu setelah mengirim pesannya. Ketikan Rasen seketika membuat Eleena tersenyum senang ketika membacanya
Dengan dahi yang berkerut, Rasen bingung melihat Eleena dan Rafa yang baru turun dari motor dengan keadaan yang dilihatnya seperti sedang panik. Rasen menjumpai mereka dengan heran. "Kalian kenapa?" tanya Rasen mengagetkan Rafa dan Eleena. "Anu, Sen ... nanti ajalah ceritanya," ujar Rafa menenangkan dirinya. "Kamu gak apa-apa?" tanya Rasen pada Eleena yang terlihat masih bergetar. "Hey, Na?" panggil Rasen sambil memegang bahu Eleena karena Eleena terlihat ketakutan dan tidak menyadari suasana sekitarnya. Eleena yang di pegang bahunya pun sedikit tersadar, ia menggelengkan kepalanya menyadarkan dirinya sendiri. Rasen merasa khawatir melihat tingkah laku aneh dari Eleena. "Kamu kenapa, Na? Kamu baik-baik aja? Ada masalah?" tanya Rasen beruntun. "Kita ke kelas dulu aja, Sen. Gue ke kantin dulu beli minum. Lo ke kelas duluan sama Eleena nanti gue nyusul, nanti biar gue ceritain juga sekalian," tutur Rafa meninggalkan mereka berdua. "Na?" panggil Rasen lagi. "Sosok itu, Sen. Dia ada d
Hari ini Rasen, Eleena dan Rafa berniat untuk pergi jalan-jalan ke sebuah tempat wisata alam yang ada di daerah Subang. Sudah beberapa minggu berjalan, Rasen dan Eleena tampaknya semakin dekat dan jarang sekali ada yang lihat mereka terpisah membuat banyak orang di kampusnya mengira kalau Eleena dan rasen memiliki hubungan yang lebih dari sahabat. Tapi nyatanya hubungan mereka hanya sebatas itu untuk saat ini. "Kamu gak bawa jaket, Na? Di sana 'kan dingin," ujar Rasen pada Eleena yang hanya memakai kaos tangan panjang berwarna ungu muda dan celana kulot berwana abu-abu muda. Saat ini mereka sedang berada di rumah Rasen sedang bersiap untuk segera berangkat menggunakan mobil milik keluarga Rasen. "Panas gini, emang di Subang sedingin itu?" tanya Eleena dengan bodoh. "Siapa tau, Len. Di Subang suka gak tentu. Walaupun panas juga, biasanya udaranya dingin sejuk, kadang hujan juga tapi mataharinya terang," jelas Rafa membuat Eleena mengangguk paham. "Gue jarang keluar gini sih, jadi ku
Awal perjalanan yang cukup menegangkan untuk Rasen, Rasen tidak tau adiknya merasakan hal itu juga atau tidak. Rasen takut Arsha kesurupan karena tidak bisa menahannya. "Raf, bisa gantian dulu gak nyetirnya?" tanya Rasen kepada Rafa yang sedang memainkan ponsel pintarnya. "Boleh dong, tapi kenapa?" ujar Rafa balik bertanya. "Saya ada yang kelupaan mau hubungin papa saya dulu," jawab Rasen membuat Rafa menganggukkan kepalanya. "Saya duduk di belakang sama Arsha, ya, Na? Kamu yang di depan, gak apa-apa?" tanya Rasen pada Eleena tanpa mengalihkan pandangannya dari jalanan. "Gak apa-apa kok," jawab Eleena menggelengkan kepalanya dan tersenyum. Rasen melihat ada pom bensin beberapa meter di depannya, sepertinya lebih baik ia berhenti dulu di sana, pikirnya. Posisi mereka sudah berpindah sekarang, Rafa memegang kemudi, Eleena duduk di sebelahnya dan Rasen duduk di belakang bersama Arsha adiknya. Rasen melihat ponselnya ternyata sudah ada beberapa pesan dan panggilan tak terjawab yang m
"Emangnya Arsha tau pacaran itu apa?" tanya Rafa menyandarkan dagunya ke kedua tangannya yang bertumpu pada meja sambil menatap Arsha dengan alis yang terangkat, Rafa menggodanya. "Aku tau, temen-temen Arsha banyak yang pacaran," jawab Arsha dengan wajah yang tiba-tiba memerah ketika ditatap oleh Rafa. "Lagian Arsha udah SMP, dia pasti taulah," duga Rasen menyimpan sendok es krimnya. "Arsha sendiri udah punya pacar?" tanya Eleena dengan mata yang berbinar dan perasaan yang penasaran, apa anak SMP seperti Arsha sudah cinta-cintaan? Saat Eleena SMP dia tidak pernah merasakan hal-hal seperti itu, pikir Eleena. Arsha menggeleng dengan cepat saat mendengar pertanyaan Eleena. "Arsha gak boleh pacaran kata Papa. Tapi ada yang suka sama Arsha." Rasen mengernyitkan dahinya mendengar penuturan Arsha. "Tau dari mana kalau ada yang suka sama kamu, Dek?" Rasen mencondongkan badannya merasa tertarik dengan pernyataan Arsha, belum pernah adiknya itu bercerita tentan
Rasen berdiri sendiri di atas rooftop kampusnya, angin berembus kencang menerpa wajahnya yang tampak tegas dengan potongan rambutnya yang pas membuatnya terlihat tampan dan berkharisma. Latar belakang langit oranye dan beberapa awan terpajang membuat kesan Rasen terlihat sangat cocok seperti anak senja.Banyak pertanyaan tak terbendung di pikirannya, rasa kesal dan sebal juga tak luput dalam hatinya. Rasen memejamkan matanya mencoba memanggil sosok yang selama ini sering mengganggu aktifitasnya. Kesabaran Rasen sudah memuncak saat melihat apa yang sosok hantu itu lakukan terhadap foto Rasen dan Eleena. Tidak seharusnya sosok itu menampakkan diri di hadapan kedua sahabat baiknya dan membuat mereka ketakutan.Rasen marah kali ini, ia sudah muak dengan tingkah laku hantu itu dalam mencari perhatiannya. Rasen sengaja tidak mengusirnya karena merasa kasihan, tapi semakin lama Rasen semakin kesal dibuatnya.Bulu kuduk Rasen meremang ketika ada sebuah embusan angin men
Seekor kucing putih dengan warna mata yang berbeda sedang fokus memperhatikan mainan berbulu yang di pegang oleh Eleena. Eleena sedang menunggu kedatangan Rasen yang katanya sore ini mau main ke rumahnya bersama Rafa. Dengan lincah, kucing itu mengejar kemana pun mainan yang diarahkan oleh Eleena, hal itu membuat Eleena tertawa karena ekspresi dan tingkah kucing tersebut.Namun tiba-tiba sore itu langit menurunkan hujan yang seketika deras, memang sebelumnya awan mendung sudah menghiasi langit. Tetapi Eleena tidak menyangka hujan akan turun karena hari-hari sebelumnya awan juga terlihat gelap namun tidak menurunkan hujan.Eleena mendapati ponselnya yang berdering dengan keras, satu panggilan masuk dari Rasen terpampang di layar ponselnya, Eleena segera mengangkat panggilan telepon tersebut."Halo, assalamualaikum.""Halo, waalaikumussalam, Na. Ini saya sama Rafa lagi neduh dulu di halte. Di sini tiba-tiba hujan besar banget. Di rumah kamu hujan juga gak?"
Suara motor yang melaju melewati rumah Eleena terdengar seperti menghantam sesuatu di depannya sehingga suara rem begitu nyaring terdengar membuat perdebatan Eleena dan Rafa seketika berhenti."Apaan tuh?" tanya Rafa terkejut. "Gak tau," ujar Eleena disertai gelengan kepala. "Buruan liat ke depan," suruh Eleena yang langsung dituruti Rafa.Suara motor terdengar menjauh saat Rafa membuka pagar rumah Eleena. Saat Rafa sudah keluar, ia terdiam ketika melihat seekor kucing putih terbaring di tengah jalan dengan darah yang menggenang keluar dari mulut, hidung dan kepalanya.Eleena dan Rasen yang menyusul seketika melebarkan matanya, terutama Eleena. Eleena melihat kucing putihnya yang belum sempat ia beri nama itu sudah tergeletak dengan mengenaskan di tengah jalan membuatnya lemas.Dengan histeris Eleena menghampiri kucingnya, tangan Eleena yang bergetar mencoba mengusap pelan badan kucingnya yang sepertinya sudah tidak bernyawa. Air mata mengalir di pipinya,
Sepasang kekasih berjalan santai menuju area taman kampus. Kabar berita tentang berjalannya hubungan mereka awalnya sangat menggemparkan. Namun sudah dua bulan hubungan mereka berjalan, membuat anak lain merasa terbiasa dan bahkan merasa aneh bila mereka tidak bersama. Sebelumnya, banyak sekali momen yang sudah mereka lalui bersama. Kesedihan sang gadis kini terbayar dengan adanya sang kekasih di sampingnya. Rasa sedih dan kecewa kini sudah berganti dengan kebahagiaan yang lebih nyata. Aktivitas belajar mereka pun terlihat lancar. Hubungan mereka dengan teman satu angkatannya pun kini lebih baik dari sebelumnya. Walaupun masih banyak hal yang mengganjal. Hilangnya dua teman satu angkatan mereka pun menjadi tanda tanya besar. Tapi satu hal yang sangat menggemparkan mereka sebelumnya adalah kematian kakak tingkat mereka. Arrabelle, gadis itu ditemukan sudah tak bernyawa di sebuah gang kecil sebelah kampusnya. "Gue gak nyangka Kak Arra meninggal de
Terbesit wajah laki-laki yang tidak begitu Rasen kenali. Rasen mencoba mendalami, mencari tau berharap bisa mendapatkan nama dari pemilik wajah yang ia lihat. Namun gelap, ia tidak mendapatkan petunjuk.Tasha terlihat enggan atau lebih tepatnya sulit untuk mengungkap siapa pelakunya. Rasen hanya bisa pasrah dan tidak memaksanya. Ia berpikir akan mencari tau nanti."Kamu mau tau gimana kematian Varsha?" tanya Tasha pada Rasen lewat batinnya. Rasen mengangguk menandakan ia mau. "Tapi sebelum itu, boleh aku masuk ke tubuh kamu? Aku ingin ngobrol sebentar sama Leena," pinta Tasha dengan mata yang berbinar. Ia sangat berharap bisa berbicara dengan Eleena karena ia sangat merindukan sahabatnya itu.Rasen tersenyum, mengangguk lalu berkata dalam batinnya, "Sebelumnya, makasih ya. Saya tau kamu yang masuk ke tubuh salah satu orang yang jahatin Eleena tadi. Berkat kamu, saya sama Eleena jadi bisa lari dari keadaan itu." Tasha tersenyum, "Semua dengan ijin Tuh
Sebuah sore yang dingin dengan awan yang mendung, seorang gadis berjalan dengan santai. Gaun ungu pastelnya terlihat sangat cantik dan cocok di tubuhnya. Dengan perasaan yang berbunga-bunga ia merasa bersemangat untuk menemui seseorang.Sebuah sekolah perguruan tinggi menjadi tujuannya saat ini. Perguruan tinggi itu ada di daerah atas, daerah yang sekitarnya masih asri dan banyak pepohonan tinggi. Daerahnya di kelilingi komplek perumahan elit namun jarang terlihat ada orang di rumah-rumah besar itu.Tidak ada angkutan umum yang berhenti tepat di depan kampus tersebut membuat gadis itu harus berjalan sedikit. Seseorang yang spesial membuat janji untuk bertemu dengannya di sana walaupun ia belum resmi menjadi mahasiswi di sana. Sebuah lengan menahannya membuat langkahnya berhenti. Raut wajahnya yang cerah kini seketika luntur."Lo pulang aja ya, biar gue yang temuin," pinta gadis dihadapannya. Sebuah permintaan yang lebih menjurus ke sebuah perintah. "Aku aj
Kesurupan. Lisa kesurupan, ia berteriak histeris. Matanya terbelalak melotot, tangannya mengarah ke depan ke arah Arra. Seperti ingin mencekik, kedua tangannya masih terus mengarah pada Arra.Arra panik hanya bisa mengumpat pada Lisa untuk berhenti menakut-nakutinya. "Anjing lo, Sa! Jangan banyak tingkah!" Entah Arra tidak tau situasinya atau ia benar-benar sudah ketakutan hingga berani mengumpat pada Lisa yang masih berteriak sambil mendekat pada Arra.Arra hanya bisa terus mundur menghindar, teman-temannya yang lain pun tidak berani mendekat pada Lisa. Mereka sadar itu bukan Lisa, melainkan sesosok hantu yang memasuki Lisa."Pergi! Jangan ganggu!" teriak Lisa saat ia sudah berada tepat di depan Arra. "Lisa! Sadar! Lo yang ganggu, Anjing!" seru Arra kesal sambil menggoyang-goyangkan pundak Lisa berharap kesadarannya kembali.Lisa menatapnya tajam, bahunya mengeras menjadi bertenaga sehingga membuat Arra berhenti, lebih tepatnya tidak kuat men
Eleena berjalan santai di dalam perpustakaan kampusnya. Ada banyak buku yang harus ia cari untuk bahan tugasnya hari ini. Rafa belum terlihat, sepertinya ia belum datang.Eleena menghentikan langkahnya ketika ada seseorang di hadapannya. Tatapan mereka saling beradu. Tapi Eleena memutuskan kontak mata mereka karena merasa tidak enak.Terasa canggung dan membingungkan. Bagaimana Eleena bisa keluar dari situasi itu? Pikirnya. Rasen melangkah sedikit lebih dekat lalu berkata, "Hati-hati, jangan sendirian."Setelah mengatakan hal itu, Rasen segera pergi. Eleena diam mematung, dadanya terasa sesak. Suara Rasen yang sangat Eleena rindukan kini terdengar lagi berbicara padanya walaupun hanya beberapa kata.Tapi apa maksudnya? Pikir Eleena. Eleena segera mengambil ponselnya untuk menghubungi Rafa. Tapi ia seketika teringat, ponselnya mati, tidak bisa menyala sejak kemarin malam. Eleena juga lupa untuk pergi memperbaikinya tadi sebelum datang ke kampus
Malam ini Eleena sedang asyik menonton televisi di hadapannya. Menonton acara sinetron dengan serius yang Eleena rasa kurang bermutu tapi tetap saja ia menontonnya. Eleena hanya sendirian malam ini, mamanya pergi berlibur bersama ibu-ibu kompleknya dan diperkirakan pulang besok siang.Sebuah nada dering terdengar nyaring di telinganya. Eleena segera melihat layar ponselnya, sebuah nomor yang tidak ia kenal terpampang jelas. Dahi Eleena mengkerut heran, siapa? Pikirnya. Eleena segera mengangkat panggilan tersebut karena penasaran.Sebuah suara seseorang terdengar di sebrang sambungan itu. Eleena segera beranjak melihat ke arah luar lewat jendela. Seseorang dengan celana dan jaket bertudung hitam berdiri di depan pagar rumahnya. Eleena segera mematikan sambungan telepon tersebut dan beranjak mengambil jaketnya lalu segera keluar rumahnya untuk menghampiri orang tersebut."Kak Hardi?" sapa Eleena setelah ia sampai di hadapannya. Orang itu berbalik dan tersenyum ke arahnya, "Hai, Len." Be
Rasen selalu bermimpi buruk. Tidurnya selalu terasa tidak tenang. Entah apa yang salah, pikirnya. Jam dinding di kamarnya terdengar berdenting dengan jelas. Sepi rumahnya membuat jam itu terdengar. Wajar saja, kini sudah tengah malam. Hanya kesadaran Rasen saja yang masih terjaga malam itu.Rasen berbaring menatap langit-langit kamarnya. Beberapa hal terputar-putar dalam pikirannya. Beberapa mimpi yang ia alami selalu membuat Rasen merasa bersalah. Entah dalam hal apa, Rasen masih belum paham dan mengerti.Di balik itu, ada rasa rindu pada Eleena, gadis yang ia hindari tanpa alasan selama ini. Rasanya ia ingin bertemu dan menjalani hari-hari seperti dulu bersamanya. Namun, sosok yang katanya sahabatnya itu selalu berhasil menghasut Rasen. Rasen sendiri belum tau kebenarannya. Tapi sayangnya ia melangkah terlalu jauh untuk menghindari Eleena. Ia mulai berpikir apa mungkin ia salah. Seharusnya Rasen bisa berpikir jernih dan mencari tau dulu kebenarannya, entah kebenaran sosok hantu pe
Eleena mencoba memanggil gadis yang membelakanginya. Namun gadis itu tidak mau menoleh sama sekali. Eleena melihat pakaian gadis itu, terasa sangat familiar. Eleena mendengar gadis itu berkata, "Foto di dalam buku." Dahi Eleena mengkerut, ia bingung dengan maksud gadis itu. "Maksudnya?" tanya Eleena, gadis itu berbalik membuat mata Eleena melotot tidak percaya. "Cha ...," gumam Eleena bergetar saat melihat sahabatnya itu tersenyum lembut ke arahnya. "Foto seseorang di dalam buku tebal," ujar sahabatnya itu pelan. "Kenapa? Siapa? Maksudnya?" tanya Eleena tidak mengerti maksud dari perkataan sahabatnya itu. Cha sahabatnya itu tersenyum sangat manis, "Cari tau, nanti kamu bisa temuin jawabannya." Eleena yang ingin menghampiri sahabatnya itu pun terasa di tahan oleh sesuatu, sebuah tangan penuh luka sayat terlihat memeluk Eleena dari belakang. Langit yang tadinya terang dan cerah, kini berubah menjadi langit yang merah dan gelap. Eleena berusaha meminta tolong pada sahabatnya, namun
Setelah kejadian perundungan kemarin, Eleena benar-benar merasa trauma dan tidak mau pergi ke kampus untuk beberapa hari ke depan. Sangat tidak masuk akal bukan seseorang menjadi korban perundungan hanya karena rumor yang belum tentu kebenarannya?Mental dan fisik Eleena benar-benar diguncang hanya karena sebuah rumor yang kebenarannya pun masih harus dipertanyakan seharusnya. Ditambah laki-laki yang menurutnya sangat spesial tiba-tiba berubah sedikit demi sedikit yang Eleena sendiri tidak tau apa penyebabnya.Eleena berbaring di kasurnya sambil menatap sebuah foto yang ada di genggamannya. Air mata sudah mengalir di pipinya sedari tadi. "Apa gue nyusul lo aja ya, Cha?" gumam Eleena sangat pelan.Sebuah pergerakan terasa di kasurnya membuat Eleena melihat ke arah pergerakan tersebut. Kucingnya yang gendut, si Gembul, naik ke kasurnya lalu bersiap untuk tidur di sebelah kaki Eleena. Tidak mau mengganggu kucingnya itu, Eleena hanya menatapnya sambil te