"Baiklah, beri tepuk tangan untuk peserta dengan nomor urut ke dua! Keren banget 'kan penampilannya!" seru sang pembawa acara yang disambut dengan tepuk tangan para penonton. Eleena dan Rafa seketika mengalihkan perhatiannya ke atas panggung. Mereka tidak sadar kalau mereka melewati dua penampilan peserta lomba.
"Nah, sekarang ayo kita panggil peserta nomor urut ke tiga! Double R! Ayo silahkan naik ke atas panggung!" seru pembawa acara dengan riangnya. "Aduh ganteng ya Dua R ini. Siapa nih namanya? Bukan Rizki Ridho 'kan?" Sang pembawa acara menyambut Rizki dan Rasen saat sudah di atas panggung dan menyodorkan mikrofon ke arah Rizki dan Rasen untuk sedikit berbincang dengan mereka.
"Namanya siapa Kang?" tanya sang pembawa acara.
"Rizki," jawab Rizki tersenyum.
"Oh bener ini Rizki Ridho?" tanya si pembawa acara yang direspon dengan gelak tawa para penonton. Rizki hanya menggeleng menan
"Jadi kenapa lo ga balik bareng Rasen sama Rafa?" tanya Rizki langsung ke intinya, mereka sedang berada di parkiran sehabis mengantar Rafa dan Rasen sampai parkiran untuk pulang duluan. Eleena tidak jadi meminta Rafa untuk mendapatkan kontaknya Rizki karena Eleena ada kesempatan berbicara secara langsung kepadanya. "Gue masih penasaran sama rahasia Rasen yang lo maksud tadi." Rizki sedikit tidak enak, dia seharusnya tidak bilang apa-apa tadi. "Oh itu. Aduh gimana ya, Len, gue gak enak kalau ngomong. Mending lo tau sendiri dari Rasen langsung," ujar Rizki dengan jujur. "Ah lo gimana sih, 'kan gue jadi penasaran. Ngeselin banget lo." Eleena cemberut, kalau tau Rizki tidak akan memberi tahunya, Eleena tidak akan melewatkan kesempatan untuk pulang bersama Rasen lagi. "Waduh, jangan ngambek dong. Jujur nih ya, menurut gue, lo lebih baik tau langsung dari Rasen sendiri bukan dari orang lain," ungkap Rizki.
Di sisi lain, Eleena sedang memotret kucing gendut di hadapannya. Gembul sedang tertidur, Eleena memotretnya diam-diam karena bila kucingnya itu tau mungkin akan lari mencari tempat berlindung yang aman dari Eleena. Setelah dirasa cukup, Eleena duduk di sofa. Ia memilih foto mana yang paling bagus untuk ia jadikan wallpaper ponselnya. Eleena berniat menyombongkan foto kucingnya itu kepada Rasen besok. Ini adalah salah satu cara yang Eleena lakukan agar bisa akrab dengan Rasen. "Aduh, ini juga lucu sih, tapi yang ini perutnya juga keliatan banget gendutnya. Yang mana, ya? Kucing Rasen kaya gimana ya? Rasen suka kucing kaya gimana ya? Si Mbul juga lucu sih, tapi kalo lagi tidur gini jadi gak terlalu ke show up. Tapi kalau dia gak tidur, mana bisa difoto 'kan ya ...." Eleena berbicara sendiri seraya menatap layar ponselnya. "Si Rafa tau gak ya, kalau Rasen punya kucing? Apa gue tanya Rafa aja? Ah males ah
Jujur, Rasen saat ini merasa muak karena sedari tadi ia tiba-tiba mendengar suara bisikan-bisikan yang membuatnya kesal, jadi akhirnya Rasen memutuskan untuk pergi dan mengikuti bisikan itu. Membuat kedua temannya, Rafa dan Eleena bingung karena Rasen tiba-tiba meninggalkan mereka. Dengan perasaan kesalnya, saat ini Rasen berjalan ke arah tangga yang berada di ujung koridor. Tangga itu jarang digunakan untuk beraktivitas karena di kampus itu sudah menggunakan lift yang tentunya lebih efisien. Suasananya terasa sangat sepi, tapi Rasen terus melanjutkan jalannya karena ia mendengar suara bisikan-bisikan itu semakin jelas. Rasen sudah berada di lantai dua menuju lantai tiga, langkahnya terhenti ketika ia melihat ada sosok gadis berada di pertengahan anak tangga. Ia membelakangi Rasen, Rasen teringat kala melihat warna baju yang dikenakannya. Sebuah dress berwarna kuning cerah yang panjangnya dibawah lutut. Ia adal
Laras yang duduk di sebelah gadis yang berteriak itu pun mencoba menenangkannya. Tapi semua orang tau sepertinya gadis itu kerasukan."Lo kenapa? Woy! Sadar!" seru Laras seraya menggoyang-goyangkan lengan gadis itu.Gadis yang kerasukan itu bernama Ayu, ia mendorong Laras hingga membuat Laras kesakitan karena membentur kursi yang ia duduki.Semua orang di ruangan itu pun panik, tak terkecuali Rasen. Rasen melihat sosok gadis itu sedang dirasuki oleh hantu gadis rooftop yang selama ini mengikutinya. Tapi Rasen tidak melakukan apa-apa karena ia juga bingung apa yang harus dilakukannya."Tolooooong !!!" seru gadis yang kerasukan itu, entah gadis itu atau sosok yang di dalamnya yang berteriak.Beberapa laki-laki di sana mencoba untuk memegangi tangan gadis itu yang terlihat mulai hilang kendali. Ia berdiri dan menjatuhkan kursinya, melempar barang yang ada di depannya. Laras pun menep
Sudah sekitar tiga hari Eleena terkena demam tinggi setelah kejadian melihat hantu kemarin, Rasen sebelumnya sudah memperingati Eleena kalau bisa saja tubuhnya mengalami shock dan itu bisa menyebabkan dia terkena demam beberapa hari. Rafa dan Rasen merasa kesepian karena tidak ada Eleena yang merecoki mereka seperti biasanya. Mereka berdua kini sedang bermain game seperti biasa, namun bedanya tidak ada Eleena yang berceloteh kesana kemari membuat mereka tidak fokus kali ini. "Sepi juga ya, Sen. Si Eleena lama banget sakitnya." Rafa berujar tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponselnya, begitu juga Rasen. Rasen hanya menganggukkan kepalanya tanpa menjawab apa-apa, tapi di pikirannya ia juga merasa ada yang kurang. "Gimana kalau balik ngampus kita ke rumahnya, Sen?" Kini Rafa berujar seraya mengalihkan pandangannya pada Rasen, kebetulan game yang mereka mainkan sudah selesai dan h
Masih di hari yang sama, tapi dengan jam yang berbeda. Di sore ini Rafa dan Rasen masih berada di rumah Eleena, mereka kini sedang menonton tv di ruang keluarga. Saat sedang asyik menonton, tiba-tiba Rafa terperanjat ketika merasa ada yang menyentuh kakinya membuat kedua temannya ikut terkejut. "Apa sih, lo? Heboh banget," ujar Eleena melotot. "Ada yang nyentuh kaki gue," ujar Rafa seketika membuat mereka bertiga melirik ke arah kaki Rafa yang ternyata ada satu makhluk bertaring menatap mereka. "Sialan, ini kucing lo, Len? Ngagetin gue aja!" seru Rafa. "Gembul! Tumben kamu ke sini? Sini-sini, aku gendong." Eleena mengabaikan pertanyaan Rafa dan mencoba menggendong kucing gendutnya tersebut. Tapi kucing itu menghindar dan pergi ke arah Rasen. "Lucu banget," ujar Rasen ketika Gembul naik kepangkuannya. "Lah? Kok dia mau sama lo? Sama gue dia gak pernah mau kaya gitu." Protes Eleena membuat Rafa tertawa. "Kucing aja gak ma
Rasen mengembuskan napasnya, merilekskan dirinya di pinggir danau yang airnya berwarna hijau. Udara yang sejuk membuat Rasen sangat merasa nyaman."Kamu lagi!" seru Rasen kesal karena kini tiba-tiba di hadapannya berdiri seorang gadis dengan dress berwarna kuning cerah namun di hiasi oleh bercak darah."Tolooong ...," lirih gadis itu terdengar menyedihkan."Jangan ganggu saya," tegas Rasen merasa kesal karena diganggu terus oleh gadis itu."Rasen ...," lirih gadis itu lagi membuat Rasen seketika diam. "Aku sosok yang kamu cari selama ini ...," lirihnya lagi membuat Rasen berpikir keras apa maksud dari ucapannya."Saya gak pernah nyari sosok nyeremin kaya kamu," tegas Rasen lagi."Aku Acha," gumam pelan sosok gadis itu membuat Rasen mematung. "Panggil aku kalau kamu udah percaya, karena aku orang yang selama ini kamu cari. Aku Acha sahabat kamu," lanjut sosok gadis itu pergi membias meninggalkan Rasen yang masih terdiam."Acha ...," gu
Arsha yang sedang merebus mie instan di dapur seketika terkejut karena mendengar suara sesuatu terjatuh dari arah tangga. Dengan keadaan yang gelap, Arsha takut-takut berjalan ke arah suara.Dengan mengendap-endap Arsha di buat terkejut lagi ketika dalam keadaan yang gelap melihat ada seseorang yang tergeletak di tengah-tengah anak tangga. Arsha langsung berlari menyalakan lampu dan kembali melihat seseorang itu di tangga. Ternyata kakaknya lah yang tengah tergeletak tidak sadarkan diri. Arsha menepuk-nepuk pelan pipinya mencoba menyadarkannya, namun ia panik karena melihat ada sedikit darah di kepala kakaknya. Arsha berteriak memanggil papanya."Papah! Kak Abim, Pah!" teriak Arsha memanggil papanya."Pah! Tolong, Kak Abim jatuh, Pah!" teriaknya lagi yang akhirnya membuahkan hasil. Papanya keluar dari kamarnya dan segera melihat kondisi Rasen."Kenapa bisa kaya gini, Sha? Kamu cepet telepon ambulans!" seru papanya ikut panik melihat keadaan Rasen.
Sepasang kekasih berjalan santai menuju area taman kampus. Kabar berita tentang berjalannya hubungan mereka awalnya sangat menggemparkan. Namun sudah dua bulan hubungan mereka berjalan, membuat anak lain merasa terbiasa dan bahkan merasa aneh bila mereka tidak bersama. Sebelumnya, banyak sekali momen yang sudah mereka lalui bersama. Kesedihan sang gadis kini terbayar dengan adanya sang kekasih di sampingnya. Rasa sedih dan kecewa kini sudah berganti dengan kebahagiaan yang lebih nyata. Aktivitas belajar mereka pun terlihat lancar. Hubungan mereka dengan teman satu angkatannya pun kini lebih baik dari sebelumnya. Walaupun masih banyak hal yang mengganjal. Hilangnya dua teman satu angkatan mereka pun menjadi tanda tanya besar. Tapi satu hal yang sangat menggemparkan mereka sebelumnya adalah kematian kakak tingkat mereka. Arrabelle, gadis itu ditemukan sudah tak bernyawa di sebuah gang kecil sebelah kampusnya. "Gue gak nyangka Kak Arra meninggal de
Terbesit wajah laki-laki yang tidak begitu Rasen kenali. Rasen mencoba mendalami, mencari tau berharap bisa mendapatkan nama dari pemilik wajah yang ia lihat. Namun gelap, ia tidak mendapatkan petunjuk.Tasha terlihat enggan atau lebih tepatnya sulit untuk mengungkap siapa pelakunya. Rasen hanya bisa pasrah dan tidak memaksanya. Ia berpikir akan mencari tau nanti."Kamu mau tau gimana kematian Varsha?" tanya Tasha pada Rasen lewat batinnya. Rasen mengangguk menandakan ia mau. "Tapi sebelum itu, boleh aku masuk ke tubuh kamu? Aku ingin ngobrol sebentar sama Leena," pinta Tasha dengan mata yang berbinar. Ia sangat berharap bisa berbicara dengan Eleena karena ia sangat merindukan sahabatnya itu.Rasen tersenyum, mengangguk lalu berkata dalam batinnya, "Sebelumnya, makasih ya. Saya tau kamu yang masuk ke tubuh salah satu orang yang jahatin Eleena tadi. Berkat kamu, saya sama Eleena jadi bisa lari dari keadaan itu." Tasha tersenyum, "Semua dengan ijin Tuh
Sebuah sore yang dingin dengan awan yang mendung, seorang gadis berjalan dengan santai. Gaun ungu pastelnya terlihat sangat cantik dan cocok di tubuhnya. Dengan perasaan yang berbunga-bunga ia merasa bersemangat untuk menemui seseorang.Sebuah sekolah perguruan tinggi menjadi tujuannya saat ini. Perguruan tinggi itu ada di daerah atas, daerah yang sekitarnya masih asri dan banyak pepohonan tinggi. Daerahnya di kelilingi komplek perumahan elit namun jarang terlihat ada orang di rumah-rumah besar itu.Tidak ada angkutan umum yang berhenti tepat di depan kampus tersebut membuat gadis itu harus berjalan sedikit. Seseorang yang spesial membuat janji untuk bertemu dengannya di sana walaupun ia belum resmi menjadi mahasiswi di sana. Sebuah lengan menahannya membuat langkahnya berhenti. Raut wajahnya yang cerah kini seketika luntur."Lo pulang aja ya, biar gue yang temuin," pinta gadis dihadapannya. Sebuah permintaan yang lebih menjurus ke sebuah perintah. "Aku aj
Kesurupan. Lisa kesurupan, ia berteriak histeris. Matanya terbelalak melotot, tangannya mengarah ke depan ke arah Arra. Seperti ingin mencekik, kedua tangannya masih terus mengarah pada Arra.Arra panik hanya bisa mengumpat pada Lisa untuk berhenti menakut-nakutinya. "Anjing lo, Sa! Jangan banyak tingkah!" Entah Arra tidak tau situasinya atau ia benar-benar sudah ketakutan hingga berani mengumpat pada Lisa yang masih berteriak sambil mendekat pada Arra.Arra hanya bisa terus mundur menghindar, teman-temannya yang lain pun tidak berani mendekat pada Lisa. Mereka sadar itu bukan Lisa, melainkan sesosok hantu yang memasuki Lisa."Pergi! Jangan ganggu!" teriak Lisa saat ia sudah berada tepat di depan Arra. "Lisa! Sadar! Lo yang ganggu, Anjing!" seru Arra kesal sambil menggoyang-goyangkan pundak Lisa berharap kesadarannya kembali.Lisa menatapnya tajam, bahunya mengeras menjadi bertenaga sehingga membuat Arra berhenti, lebih tepatnya tidak kuat men
Eleena berjalan santai di dalam perpustakaan kampusnya. Ada banyak buku yang harus ia cari untuk bahan tugasnya hari ini. Rafa belum terlihat, sepertinya ia belum datang.Eleena menghentikan langkahnya ketika ada seseorang di hadapannya. Tatapan mereka saling beradu. Tapi Eleena memutuskan kontak mata mereka karena merasa tidak enak.Terasa canggung dan membingungkan. Bagaimana Eleena bisa keluar dari situasi itu? Pikirnya. Rasen melangkah sedikit lebih dekat lalu berkata, "Hati-hati, jangan sendirian."Setelah mengatakan hal itu, Rasen segera pergi. Eleena diam mematung, dadanya terasa sesak. Suara Rasen yang sangat Eleena rindukan kini terdengar lagi berbicara padanya walaupun hanya beberapa kata.Tapi apa maksudnya? Pikir Eleena. Eleena segera mengambil ponselnya untuk menghubungi Rafa. Tapi ia seketika teringat, ponselnya mati, tidak bisa menyala sejak kemarin malam. Eleena juga lupa untuk pergi memperbaikinya tadi sebelum datang ke kampus
Malam ini Eleena sedang asyik menonton televisi di hadapannya. Menonton acara sinetron dengan serius yang Eleena rasa kurang bermutu tapi tetap saja ia menontonnya. Eleena hanya sendirian malam ini, mamanya pergi berlibur bersama ibu-ibu kompleknya dan diperkirakan pulang besok siang.Sebuah nada dering terdengar nyaring di telinganya. Eleena segera melihat layar ponselnya, sebuah nomor yang tidak ia kenal terpampang jelas. Dahi Eleena mengkerut heran, siapa? Pikirnya. Eleena segera mengangkat panggilan tersebut karena penasaran.Sebuah suara seseorang terdengar di sebrang sambungan itu. Eleena segera beranjak melihat ke arah luar lewat jendela. Seseorang dengan celana dan jaket bertudung hitam berdiri di depan pagar rumahnya. Eleena segera mematikan sambungan telepon tersebut dan beranjak mengambil jaketnya lalu segera keluar rumahnya untuk menghampiri orang tersebut."Kak Hardi?" sapa Eleena setelah ia sampai di hadapannya. Orang itu berbalik dan tersenyum ke arahnya, "Hai, Len." Be
Rasen selalu bermimpi buruk. Tidurnya selalu terasa tidak tenang. Entah apa yang salah, pikirnya. Jam dinding di kamarnya terdengar berdenting dengan jelas. Sepi rumahnya membuat jam itu terdengar. Wajar saja, kini sudah tengah malam. Hanya kesadaran Rasen saja yang masih terjaga malam itu.Rasen berbaring menatap langit-langit kamarnya. Beberapa hal terputar-putar dalam pikirannya. Beberapa mimpi yang ia alami selalu membuat Rasen merasa bersalah. Entah dalam hal apa, Rasen masih belum paham dan mengerti.Di balik itu, ada rasa rindu pada Eleena, gadis yang ia hindari tanpa alasan selama ini. Rasanya ia ingin bertemu dan menjalani hari-hari seperti dulu bersamanya. Namun, sosok yang katanya sahabatnya itu selalu berhasil menghasut Rasen. Rasen sendiri belum tau kebenarannya. Tapi sayangnya ia melangkah terlalu jauh untuk menghindari Eleena. Ia mulai berpikir apa mungkin ia salah. Seharusnya Rasen bisa berpikir jernih dan mencari tau dulu kebenarannya, entah kebenaran sosok hantu pe
Eleena mencoba memanggil gadis yang membelakanginya. Namun gadis itu tidak mau menoleh sama sekali. Eleena melihat pakaian gadis itu, terasa sangat familiar. Eleena mendengar gadis itu berkata, "Foto di dalam buku." Dahi Eleena mengkerut, ia bingung dengan maksud gadis itu. "Maksudnya?" tanya Eleena, gadis itu berbalik membuat mata Eleena melotot tidak percaya. "Cha ...," gumam Eleena bergetar saat melihat sahabatnya itu tersenyum lembut ke arahnya. "Foto seseorang di dalam buku tebal," ujar sahabatnya itu pelan. "Kenapa? Siapa? Maksudnya?" tanya Eleena tidak mengerti maksud dari perkataan sahabatnya itu. Cha sahabatnya itu tersenyum sangat manis, "Cari tau, nanti kamu bisa temuin jawabannya." Eleena yang ingin menghampiri sahabatnya itu pun terasa di tahan oleh sesuatu, sebuah tangan penuh luka sayat terlihat memeluk Eleena dari belakang. Langit yang tadinya terang dan cerah, kini berubah menjadi langit yang merah dan gelap. Eleena berusaha meminta tolong pada sahabatnya, namun
Setelah kejadian perundungan kemarin, Eleena benar-benar merasa trauma dan tidak mau pergi ke kampus untuk beberapa hari ke depan. Sangat tidak masuk akal bukan seseorang menjadi korban perundungan hanya karena rumor yang belum tentu kebenarannya?Mental dan fisik Eleena benar-benar diguncang hanya karena sebuah rumor yang kebenarannya pun masih harus dipertanyakan seharusnya. Ditambah laki-laki yang menurutnya sangat spesial tiba-tiba berubah sedikit demi sedikit yang Eleena sendiri tidak tau apa penyebabnya.Eleena berbaring di kasurnya sambil menatap sebuah foto yang ada di genggamannya. Air mata sudah mengalir di pipinya sedari tadi. "Apa gue nyusul lo aja ya, Cha?" gumam Eleena sangat pelan.Sebuah pergerakan terasa di kasurnya membuat Eleena melihat ke arah pergerakan tersebut. Kucingnya yang gendut, si Gembul, naik ke kasurnya lalu bersiap untuk tidur di sebelah kaki Eleena. Tidak mau mengganggu kucingnya itu, Eleena hanya menatapnya sambil te