"Ahh ...." Renoir mengurut kening di depan mading sekolah. Berkumpul bersama ketiga teman serta murid lainnya, berjubel mengecek nilai ujian tengah semester yang dilaksanakan dua minggu lalu.
"Hei, nilaimu bertinta merah. Tampaknya kau harus ikut remedial," tegas Ivan seraya merangkul Renoir.
"Aku tahu itu. Tidak perlu diperjelas." Intonasi Renoir tidak terdengar senang. Jelas, siapa yang senang ikut remedial? Ditambah mengingat standar Gerrard, 85 saja dianggap jelek apalagi 70, haduh.
Renoir melarikan diri sambil berdecak kesal. Selama ini, nilai matematika teranjlok yang diraihnya tidak pernah kurang dari 80. Namun, kini turun drastis—70 selama 12 tahun bersekolah—jika tidak diperbaiki sudah pasti ia akan mendapat masalah di rumah.
Alih-alih mempersiapkan diri untuk ujian ulang, Renoir malah pergi ke gimnasium lama. Ia butuh waktu untuk menenangkan diri dari kesulitan akademik. Sebatang gulungan tembakau di mulut jadi alat penenang, Renoir
"Maaf, kau jadi terlibat." Natalia berjalan berdampingan dengan Renoir menuju UKS.Eireen membawakan ransel milik pemuda itu, sementara Syeena melirik dua sejoli bergantian dari belakang."Dia suka mengganggumu, ya?" timpal Renoir."Hm, begitulah. Dia kakak kelasku, satu angkatan lebih senior. Dia suka mencari perhatianku, sejak lama."Renoir menengok, pantaslah seniornya suka mencari perhatian karena Natalia amat menarik. "Kalau begitu, dia akan punya saingan.""Apa maksudmu?" Natalia membalas lirikan Renoir sambil mengangkat alis.Syeena menyikut Eireen hingga mengeluh kesakitan. "Hei, sikumu tajam! Sakit tahu!""Aku—" Kata-kata Renoir terpotong, dua sahabat Natalia tiba-tiba merangsek ke dalam barisan mengapit Natalia dan Renoir di tengah."Omong-omong, apa kalian bertemu pertama kali di cafe akhir pekan lalu?" Eireen coba mengulik mereka."Bukan, itu yang kedua," papar Renoir, "sebelumnya kami bertemu di sekola
Untuk pertama kalinya, kursi penumpang di mobil Renoir diisi oleh seorang gadis. Akhirnya ia mengizinkan seorang lawan jenis selain Cherie mengisi kursi kosong tersebut. Natalia bisa dibilang sangat beruntung, sebab pemuda itu cukup kuat mempertahankan keyakinan untuk tidak membiarkan seorang gadis pun mengusik kehidupan pribadinya. Gadis-gadis hanya untuk bersenang-senang.Tapi kini, Renoir malah mengumbar senyum terus-terusan akibat gadis di sebelahnya. Mereka mengingat kembali pertemuan pertama yang cukup menggelikan. Keduanya terlibat insiden kecil saling bertabrakan dan mengakibatkan Natalia terpental hingga terjerembab ke belakang."Kau tidak apa-apa waktu itu?" tanya Renoir di sela tawa mereka, pandangannya lurus ke depan memperhatikan jalan."Sebenarnya agak sakit waktu itu. Aku terjatuh cukup keras. Bokongku rasanya nyeri.""Ya ampun, maafkan aku." Renoir merasa bersalah."Kau sudah minta maaf selepas kejadian. Jangan mengulangnya lagi, ak
Suasana begitu gelap, tidak ada penerangan dari lampu ataupun pencahayaan lain. Renoir berada di gubuk reot di tengah lahan luas, sebuah alat pemecah es digenggam tangan dominan. Meski bergidik, ia melangkah mengendap-endap melewati tangga kayu yang berdecit ketika diinjak, sendirian. Sesuatu membuat Renoir terus melangkah, naik menuju lantai dua lalu berhenti tepat di sebuah pintu terbuka. Petir menggelegar tatkala ia memandang ke dalam ruangan, cahaya kilat membuatnya bisa melihat eksistensi seseorang di sana. Seseorang yang tangan dan kakinya terikat di kursi dengan kepala tertutup kain hitam, bertelanjang dada, dia berontak-ontak, teriakannya teredam, mungkin mulutnya tersumpal sesuatu.Renoir mengernyit saat kilat menerangi ruangan sekali lagi. "Untuk apa aku di sini?" Pertanyaan ini malah membawanya melangkah kian mendekat. Namun tiba-tiba pintu tertutup keras hingga membuatnya terlonjat. Sesosok pria muncul dari balik pintu. "A-ayah ...."Gerrard muncul dengan s
Hari ini akhirnya Renoir bisa menghabiskan waktu dengan Natalia. Seperti yang dikatakan dalam pesan dini hari tadi, Renoir siap siaga di depan gerbang SMA Nirvana untuk menjemput sang permaisuri, beserta kendaraan kerennya yang membuat mata para murid sekolah itu tak bisa melepaskan pandangan darinya. Renoir merapikan tatanan rambutnya sambil bercermin menggunakan spion tengah, sedikit-sedikit menengok kalau-kalau gadis yang ditunggunya sudah keluar dari gerbang. Lima menit lewat dari pukul setengah tiga, Natalia terlihat bersama kedua temannya. Mata tuan muda Kim berkilau, bibirnya tertarik membentuk senyuman, ia segera keluar dari tempat persembunyian sejuknya menuju hawa panas bumi demi menghampiri sang putri. "Natalia!" Seruan Renoir terdengar lantang. Bukan hanya Natalia yang menengok, beberapa murid yang tengah lewat dan berdiri di sekitar pun ikut menoleh. Natalia berpamitan dahulu pada dua sahabat sebelum menghampiri pemuda yang ditunggunya. Pemuda ta
Lampu gantung kristal menggantung di langit, meja-kursi tersusun rapi, para pengunjung berkelas sudah biasa dilihat Cherie di restoran yang ia sambangi. Namun kali ini berbeda, hiasan lilin dan mawar merah di meja serta alunan biola terkesan sangat romantis. Hatinya merasa teramat bahagia berkat ini semua. Menu makan malam dan wine sudah sangat biasa, tapi terasa istimewa berkat Gerrard di hadapannya juga makan malam yang telah disiapkan untuk merayakan hari jadi mereka. Sebuah hal istimewa yang jarang didapat. Cherie mencoba menelaah isi kepala Gerrard, apa yang dipikirkan suaminya itu hingga melakukan sesuatu yang sama sekali bukan kebiasaannya? Barangkali ini yang dinamakan keajaiban. Sesuatu di dalam dada Cherie terasa ingin meledak saking merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Tidak dapat digambarkan dengan kata-kata. Alunan biola terus menghiasi malam mereka. Satu-dua pasang mata kadang melirik ke arah keduanya. Gerrard tidak menyewa seluruh restoran u
Pagi di rumah keluarga Kim tampak normal. Para pelayan menyiapkan hidangan untuk sarapan, ada yang bersih-bersih dan tugas lainnya. Sedang, para tuan rumah dengan rutinitas pagi mereka; Gerrard berendam setelah berolahraga sebentar, Renoir buang air besar dan nyonya rumah membantu menyiapkan hidangan untuk anak dan suaminya. Cherie mendirikan cangkir dengan sempurna di atas piring kecil cantik lalu menuangkan teh hangat dari teko. Teh hangat untuk Gerrard, dituangnya perlahan disertai senyuman juga lamunan. Teringat suatu hal yang terjadi semalam, kejutan dari Gerrard hadiah perayaan ulang tahun pernikahan mereka. Bibir Cherie merekah menampakkan gigi. Ah, dia terkesan seperti pasangan baru menikah atau gadis yang baru pertama kali disentuh oleh lelaki. Cherie tidak bisa melupakan pengalaman melelahkan semalam, sudah terlalu lama ia tidak dimanjakan oleh Gerrard. Saking lamanya, bahkan lupa kapan terakhir kali mereka melakukannya. Gerrard hanya peduli soal pekerjaan dan ambi
Gerrard berdiri menghadang Renoir yang hendak keluar kamar. Ia mengisi ruang kosong di antara daun pintu dengan tubuh besarnya. Tampangnya tak terlihat senang, ia butuh penjelasan dari sang putra mengenai ucapannya di ruang makan. "Minggir, aku mau pergi sekolah," ucap Renoir. "Sudah berani macam-macam denganku, ya, jagoan?" Gerrard tersenyum miring. "Kau pikir setelah pencapaian yang kau raih selama ini bisa menjadi alasan untuk membangkang dariku?" "Kau hanya bagian dari teritoriku. Sekalipun dirimu telah berubah menjadi lebih kuat, aku tetap pengendali di tempat ini, paham?" Gerrard mengacungkan telunjuk ke depan muka Renoir. "Aku tidak peduli," balas Renoir ketus. "Hahaha, astaga ... jadi begini balasan atas tindakan baikku padamu, Renoir?" Renoir menatap jengkel. Tindakan baik apanya? Selama ini yang dilakukan Gerrard hanya menambah beban di punggungnya. "Ayolah, tunjukkan sikap baik di depan ayahmu." Gerrard sungguh berha
"Bagaimana kencanmu kemarin?" Syeena terdengar antusias. Ketiga gadis; Natalia, Eireen dan Syeena sedang berkumpul di bangku panjang halaman sekolah sambil berbincang. Jam istirahat baru saja dimulai, alih-alih makan mereka malah asyik mengobrol. Topik hangat yang ditunggu-tunggu Eireen dan Syeena sejak meninggalkan gerbang sekolah kemarin sore, Natalia pergi berdua dengan Renoir. Pasti ada hal seru yang harus didengar. "Kencan apa? Itu bukan kencan!" Natalia menyanggah namun wajah meronanya tidak dapat berbohong. "Hmm, coba lihat wajahmu. Bilang saja itu kencan, kenapa malu?" Eireen mendorong sahabatnya untuk blak-blakan. "Apa saja yang kalian lakukan?" Syeena teramat penasaran. "Um ...." Natalia agak ragu untuk menceritakannya, tapi setelah dipikir-pikir tidak ada salahnya juga kalau dua sahabatnya ini tahu. "Kemarin ...." Selepas dari perpustakaan, Natalia dan Renoir pergi ke tempat lain. Renoir bilang ingin mengajak sang gadis maka