KriiiiingLaki dan Riri terkejut. Mereka berdua sama-sama menatap sumber suara yang ternyata handphone Laki. "Alarm." Kata Laki sambil mematikan alarm handphone."Memang sudah jam berapa?" tanya Riri."Jam 5 sore." Laki menunjukan layar handphone."Gawat, aku harus pulang!" Riri dengan cepat menghabiskan burger sambil melepas jasket Laki yang sudah basah sebagian karena menutup dirinya."Kamu baik-baik saja pulang dalam keadaaan basah? Nanti keluarga kamu tanya bagaimana?""Ya, aku bilang kehujanan. Kan memang benar toh," cuek Riri.Laki menghela napas kecewa. Niatnya ingin jalan sampai ke rumah Riri dengan alasan mengantar rumah."Oh, ya. Terima kasih atas traktiran dan tumpangannya ya. Aku tidak tahu harus bagaimana kalau tidak ada kamu.""Sama-sama." Laki menunjukan senyum terbaiknya."Kapan-kapan datanglah ke rumahku biar aku bisa membalas kebaikan hatimu dengan memasak, gini-gini masakanku enak lho," aj
Luca duduk di sebelah Rosaline yang melamun di gazebo taman. "Kamu ternyata disini, kenapa duduk disini?"Rosaline menoleh pelan ke Luca. "Kamu sendiri kenapa disini?""Akhirnya kamu menjawab, jadi kegilaan kamu sudah berakhir?" seringai Luca sambil bermain dan mencium rambutnya."Jadi kamu tahu tentang itu semua?" "Orang lain bisa kamu tipu tapi aku dan Laki tidak bisa ditipu, kami sudah bertemu orang seperti kamu di luar sana," kata Luca."Tapi tidak ada orang semenyedihkan aku. Menikah dengan orang yang tidak aku cintai hanya untuk menutupi suamiku yang kabur demi wanita lain." Rosaline menatap kosong taman, mengingat masa lalu menyenangkan sekaligus menyedihkan.Luca tergelitik ingin mengatakan kalau Rosaline sendirilah yang menyebabkan suaminya kabur. Biar bagaimanapun suami sebelumnya tidak pernah menyukai Rosaline dan keluarganya yang sangat mengagungkan kekayaan dan kekuasaan. "Semua orang pasti punya jawaban sendiri dalam men
Laki baru saja turun dari mobil ketika salah satu bawahan lari menghampirinya dengan panik sekaligus memberikan surat tuntutan dari orang-orang perusahaan konstruksi. Laki meremas surat itu dan membuang ke segala arah. Desa yang dimaksud dalam surat itu adalah desa Riri, apa yang sudah dilakukan warga tempat Riri berasal? Selama ini Laki sudah menuruti permintaan mereka. Pembangunan jalan dan jembatan untuk warga desa meskipun Laki tahu semata itu demi keinginan mereka. Laki akui dengan pembangunan itu, perekonomian warga desa maju pesat dan upeti yang masukpun jauh lebih tinggi dari sebelumnya tapi, bukan berarti mereka dengan seenaknya bersikap seperti ini. "Berikan ini pada Luca!" Ujar Laki sambil memberikan bungkusan kepada salah satu staff yang kebetulan lewat. Laki berjalan cepat menuju kantor tanpa menunjukan emosi, dia melihat para tetua sudah duduk mengelilingi meja masing-masing dengan intercom di tengahnya. "Bagaimana ini bisa t
Riri sudah memikirkannya semalam, dia memang harus menemukan bukti bahwa bapak tidak bersalah. Sebelum ke sawah, ia menemui kakek Radith dan hasilnya mengejutkan. Pihak pemilik tanah tidak berani menentukan pilihan dan hanya ingin bertemu dengan bapak. Tentu saja kepala desa dan semua warga tidak setuju, mereka tidak mau mengambil resiko kembali. Sudah cukup bapak Riri dipukul babak belur seperti itu. Hari minggu dan jam sudah menunjukan jam 7 pagi. Beberapa warga sudah jalan ke kebun dan sawah untuk memastikan hasil panen mereka. Bahkan warga pun berbaik hati membantu menjaga merawat kebun keluarga Riri dan karena tidak mau merepotkan warga lebih dari ini, Riri serta neneknya memutuskan membawa pulang Ciki untuk dirawat sampai bapak kembali. Riri takut pekerjaan mereka terganggu karena keusilan Ciki. Riri benar-bener berterima kasih dengan kekompakan warga desa, ia harus membalas kebaikan semua orang. Riri melihat Hida lari memakai baju training olah r
Di tempat parkir Cfd.Laki yang tidak peduli tatapan aneh orang-orang karena menarik istrinya di depan umum, langsung mendorong Rosaline ke pintu penumpang belakang mobil. "Apa-apaan sih kamu!""Kamu yang apa-apaan!" sengit Rosaline"Anak itu tidak sengaja menabrakku! Kamu ngapain ribut kayak orang gila gitu!""Kamu memang sudah menganggapku gila!" balas Rosaline tidak terima.Luca yang berdiri di belakang Laki tidak melakukan apapun, dia tidak berani ikut campur urusan rumah tangga orang lain.Laki mendorong mundur Rosaline hingga terjepit di antara mobil dan dirinya. "Kamu pikir, saya tidak tahu- selama ini kamu diam-diam mengambil uang saya untuk menambah koleksi perhiasan kamu? uang pengobatan yang selama ini saya berikan ke salah satu asisten kamu, kamu gunakan sebagian untuk menutup mulut dokter dan sebagian lagi kamu larikan ke rekening kamu?"Rosaline menatap terkejut Laki, begitu juga dengan Luca."Da... da..."
"Kenapa tiba-tiba anda bertanya seperti itu?" tanya orang di seberang telepon.Setelah memberikan nomornya ke Hida, Laki segera pulang ke rumah dan menelepon kepala desa di kamarnya. "Saya mendengar kabar salah satu warga dijemput paksa polisi.""Anda dengar darimana? Hanya orang tertentu saja yang mengetahuinya."Laki menepuk keningnya. Kepala desa tempat Riri berada sangat cerdas dan hati-hati, beliau bahkan bisa memanipulasi kelima tetua. Laki sangat mengagumi kepala desa ini meskipun agak sebal pada beliau.Laki yang jalan mondar-mandir di kamarnya memutar otak. "Saya memiliki mata-mata yang dapat dipercaya.""...."Tidak ada respon dari kepala desa. Laki melihat handphone kerjanya untuk memastikan tetap terhubung. "Hallo?"Terdengar helaan napas dari seberang telepon. "Dan kenapa anda ingin mengetahuinya sekarang setelah warga saya ditangkap? Saya tidak ingin ada kejadian seperti di desa sebelah. Terlambat penanganan."
Setelah selesai menghubungi staffnya, tiba-tiba ada telepon masuk di handphonenya. Nomor yang tak dikenal. Laki mengerutkan kening dan ragu mengangkatnya. "Siapa?" Handphone mati sebentar lalu berdering kembali. Laki mengangkatnya dengan ragu. "Hallo?" "Akhirnya diangkat, kemana saja sih?" terdengar suara riang seorang anak perempuan di seberang. Laki mengerutkan kening. "Siapa ini?" "Ini aku, Hida. Teman Riri." "Oh!" "Jadi bagaimana?" "Apanya?" "Kamu bersedia tidak menolong Riri?" Laki tanpa sadar mengangguk. "Tentu!" "Dengar ya, aku sebenarnya mau menuruti perkataan Riri, hanya saja aku agak gregetan sama pemilik tanah yang suka lambat menangani itu, apalagi kalau sudah masuk polisi, urusannya makin ribet deh." Laki hampir tertawa. Padahal dirinya pemilik tanah. "Hallo? Kamu mendengarku?" "Ya, saya mendengar." "Kamu tidak akan mendapatkan info dari siapapun kecua
Waktu berlalu dengan cepat, satu minggu lamanya Riri tidak mendapat kabar sama sekali mengenai kondisi bapak, bertanya pun terkesan orang-orang menghindar. Mereka memilih melakukan tugasnya masing-masing termasuk membantu mengurus lahan milik bapak, eyang putri pun memilih membantu bekerja daripada membahas perihal masuk penjaranya bapak. Di sekolah, Riri juga di gosipkan sebagai anak narapidana. Beberapa teman yang kenal di ospek pun memilih menjauh. Sayangnya dia dan Hida beda kelas, jadi bertemu pun hanya pada saat berangkat sekolah, istirahat dan pulang sekolah. Di kelas tidak ada yang mau mengajak bicara kecuali wali kelasnya tapi pernah Riri tidak sengaja mendengar ruang guru bergosip mengenai bapak, mereka menganggap bapaknya orang yang menyeramkan. Entah kenapa gossip yang beredar jauh lebih parah dari kenyataannya, sejak kapan bapaknya memiliki niat membunuh hanya karena tidak suka ada pembangunan jalan, sejak kapan bapaknya dianggap anarkis?