Danish masih berdiri mematung di hadapan Ibu Barbara dan Reina. Danish benar-benar tidak menyangka keduanya akan datang malam ini. Semula, Danish tidak terlalu menanggapi dengan serius pembicaraannya dengan Reina di telepon. Danish masih menganggap Reina hanya bercanda.
Keduanya menatap Danish lurus. Sementara itu, Danish masih tidak mampu menatap Ibu Barbara dan Reina. Danish masih berusaha untuk mengatur semua perasaannya. Setelah merasa cukup tenang, Danish berdeham dan berani untuk memulai percakapannya.
“Mom, Reina? Aku engga menyangka kalian akan datang malam ini,” kata Danish pelan.
Danish mengalihkan pandangannya kepada Reina. Reina berusaha untuk tersenyum manis di depan Danish.
“Memangnya kenapa, Lio? Apa perlu Ibu harus selalu memberitahu kamu setiap kali Ibu mau ke sini? Rasanya tidak
Danish sedang sibuk membereskan barang-barangnya. Beberapa hari ini rasanya merupakan hari-hari paling lelah yang dialami oleh Danish. Danish baru ingat saat beberapa hari yang lalu, ketika Ibu Barbara dan Reina baru tiba di Indonesia dan langsung datang menghampiri Danish di apartemennya. Danish ingat saat dirinya terpaksa pergi dan membanting pintu sebagai aksi protesnya. Danish pun masih ingat saat dirinya baru kembali ke apartemennya tengah malam, saat memastikan Reina dan Ibu Barbara sudah tidak ada di sana. Danish juga ingat saat beberapa hari ini Reina dan Ibu Barbara seperti terus menghantuinya. Setiap kali Danish pulang, Ibu Barbara pasti menelepon dan kerap mengajak Reina untuk pergi ke apartemen Danish. Semuanya terasa begitu menyebalkan. Danish sadar bahwa selama ini dirinya sama sekali tidak mencintai Reina. Semua hal terseb
Tangan Danish masih tidak sengaja menyentuh tangan Alexa untuk mengambil sepasang sumpit yang sama. Kedua mata Danish dan Alexa masih bertemu. Keduanya saling berpandangan. Sementara itu, Alexa yang tidak ingin benteng pertahanannya semakin runtuh memilih untuk menarik tangannya secara cepat dan meminta maaf kepada Danish.“Maaf, Kak Danish. Aku engga maksud,” kata Alexa. Danish memilih untuk diam dan tidak membalas ucapan Alexa. Alexa hanya mampu melihat Danish sedikit menggelengkan kepalanya, lalu memutuskan untuk mulai memasak beberapa potong daging. Alexa berusaha mengendalikan jantungnya yang mulai berdebar semakin kencang dengan meminum jus jeruk yang tersaji di hadapannya. Alexa kembali merasa kacau saat mendengar Danish kembali berbicara kepadanya.“Nih, loe mau makan?” tanya Danish. Danish m
Danish baru saja menghentikan langkahnya di depan pintu unit apartemennya. Danish sangat kaget melihat Ibu Barbara sudah menunggunya di depan pintu sambil melipat kedua tangannya di depan dadanya.“Mom, ada perlu apa? Ini sudah malam,” kata Danish. Danish melirik jam tangannya dan bermaksud untuk mengalihkan topik pembicaraan, walau sebenarnya Danish sudah melihat kemarahan dari sorot kedua mata Ibu Barbara. Ibu Barbara hanya menggelengkan kepalanya sambil masih melipat kedua tangannya di depan dadanya.“Lio, dari mana saja kamu? Kamu engga lihat ini jam berapa?” tanya Ibu Barbara dengan nada tinggi.“Mom, aku bukan anak kecil lagi! Biasanya juga aku pulang larut malam, bahkan pernah aku pulang subuh. Engga ada yang mempermasalahkan semua itu,” kata Danish angkuh.
Langit sore yang begitu cerah. Hujan sama sekali tidak mengguyur Kota Jakarta pada sore hari ini. Alexa memilih untuk menghabiskan sore harinya untuk pergi membeli aneka camilan dan es lemon ke pasar bersama Kayla dan Belle. Setelah itu, ketiganya memutuskan untuk bersantai di ruang tengah rumah Alexa sambil menonton televisi. Sejak tadi, Alexa sibuk untuk mencari acara televisi yang menarik sambil minum segelas es lemon yang menyegarkan.“Alexa, kamu cari acara apa, sih? Pindah channel saja terus!” seru Kayla.“Ah, berisik! Aku lagi cari acara televisi yang menarik dan engga membosankan,” kata Alexa.“Kalau begitu, coba kamu pilih channel nomor satu! Pasti di situ sekarang lagi tayang gosip seputar selebriti!” seru Belle. Alexa hampir saja melempar remote televisi yang dipengangnya karena kesal mendengar ucapan Belle. Alexa la
Mike sedang menatap layar ponselnya. Pikirannya jauh melayang tidak tentu arah. Mike sedang memikirkan seorang wanita yang sudah lama dirindukan dan diimpikannya. Wanita tersebut mungkin merupakan cinta pertama Mike.Wanita tersebut telah beberapa kali sengaja menelepon Mike, tetapi Mike mengabaikan panggilan teleponnya. Wanita tersebut juga telah beberapa kali sengaja mengirimkan pesan singkat Whatsapp kepada Mike. Awalnya, Mike masih berusaha untuk mengabaikannya, tetapi lambat laun Mike mulai memberanikan diri untuk membalas pesannya. Mike telah berusaha membuka hatinya untuk wanita lain, tetapi hal tersebut sangat sulit untuk dilakukannya. Mike memutuskan untuk menyalakan sebatang rokoknya dan menghisapnya dalam-dalam, sebelum pikirannya menjadi semakin kacau. Sementara itu, Reina datan menghampiri Mike.“Mike Alvaro! Lama kita engga ketemu!” seru Reina dengan ceria.&ldquo
Alexa sedang pura-pura sibuk memainkan ponselnya, walau sebenarnya sejak tadi dirinya sibuk mencuri-curi pandang ke arah Danish. Alexa harus mengakui bahwa Danish selalu saja terlihat tampan setiap harinya dan tidak pernah membuat Alexa gagal untuk jatuh hati kepada Danish. Sementara itu, Pak Damar menghampiri Alexa secara tiba-tiba sambil memberikan sekotak bekal makan siang kepada Alexa.“Alexa, coba kamu kasih ini ke Danish, deh! Bilang saja ini dari kamu sebagai wujud perhatian kamu,” kata Pak Damar.“Hah? Apa, Pak? Kenapa harus saya? Saya lagi engga-“ Alexa tidak mampu melanjutkan kalimatnya.“Engga apa? Ayo, Alexa! Walau kamu sebenarnya sama Danish hanya biasa-biasa saja, tapi ini yang dinamakan profesionalitas dunia hiburan,” kata Pak Damar. Alexa hanya menghela napasnya dan mengangguk pelan. Alexa mengambil kotak bekal makan siang tersebut dari t
Danish masih melayangkan seluruh pandangannya ke seluruh penjuru untuk mencari sosok Mike. Danish tidak mungkin salah orang. Sosok yang baru saja tidak sengaja bertabrakan sangat mirip dengan Mike.“Mike! Buat apa loe ada di sini?” tanya Danish dalam hatinya. Danish masih menyimpan banyak dendamnya kepada Mike setelah pertengkaran itu. Danish sangat tidak ingin melihat Mike ada di sekitarnya. Danish kembali melayangkan pandangannya, tetapi tetap tidak berhasil menemukan sosok Mike.“Mungkin gue salah orang kali, ya!” seru Danish pelan. Danish menyadari ponselnya masih terus berdering. Nama Pak Damar masih muncul di layar ponsel Danish. Danish memutuskan untuk pergi menuju ke tempat yang sepi dan mengangkat panggilan telepon dari Pak Damar dengan ogah-ogahan. Di sebarang sana, terdengar suara Pak Dama
Ponsel Danish berdering dengan sangat kencang di pagi hari. Dering ponsel tersebut tentunya sangat mengganggu Danish yang sedang tertidur. Danish membuka kedua matanya dengan sangat terpaksa sambil mengucapkan banyak sumpah serapah. Danish melihat nama Frey muncul di layar ponselnya dan sudah banyak panggilan tidak terjawab sebelumnya. Danish ingat seharusnya hari ini tidak ada jadwal shooting atau pekerjaan lainnya, tetapi Frey meneleponnya berkali-kali seperti ini. Frey tidak mungkin menelepon Danish tanpa alasan. Danish mengangkat telepon tersebut dengan sangat malas.“Halo, Frey! Kenapa, sih? Hari ini itu hari libur gue, jangan ganggu!” seru Danish angkuh.“Danish Adelio! Di mana loe? Cepat loe ke lobi apartemen sekarang! Banyak wartawan yang sudah menunggu loe di sana,” kata Frey panik.
Langit Kota Jakarta sudah benar-benar gelap sekarang. Alexa masih duduk sendirian di kamarnya. Sekali lagi, Alexa melirik gaun cantik yang telah dibelinya di butik untuk acara promnight esok hari. Alexa meliriknya berkali-kali, lalu kembali menghela napasnya. Alexa melirik jam dinding di kamarnya. Ternyata, waktu sudah menunjukkan pukul 00:00 dan Alexa masih mampu mendengar sayup-sayup suara rintik hujan di Kota Jakarta. Hujan sepertinya memang tidak berhenti. Alexa berusaha menyakinkan dirinya lagi dengan cara berjalan menuju jendela kamarnya. Dugaan Alexa benar. Suara rintik hujan terdengar semakin jelas. Alexa mulai tersenyum tipis. Alexa yakin dirinya akan menang taruhan sekarang. Walau demikian, Alexa belum ber
Danish tersenyum saat masih banyak wartawan yang mengambil fotonya dan masih banyak wartawan lainnya yang bertanya kepada Danish. Danish merasa senyumnya hari ini adalah senyum yang tulus, bukan senyum yang dipaksakan alias senyum palsu. Danish tidak peduli dengan banyaknya pertanyaan wartawan pada hari ini.“Mas Danish, apa berita yang dimuat di Lambe Dojen itu benar?” tanya seorang wartawan.“Mas Danish, apa betul Mas Danish tidak jadi bertunangan?” tanya wartawan lainnya. Danish masih saja tersenyum dan masih berusaha untuk merangkai kata-kata yang tepat untuk menjawab semua pertanyaan dari para wartawan. Sementara itu, para wartawan juga tidak segan untuk mulai bertanya kepada Frey.“Mas Frey, apa bisa bantu jawab pertanyaan kami? Apa semua berita yang dimuat di Lambe Dojen itu benar?” tanya seorang wartawan.“Mas Frey, apa betul Danish
Danish menatap Reina sambil tersenyum lebar. Danish berjabat tangan dengan Reina sambil terus memamerkan senyum tulusnya, hingga membuat Reina sedikit heran. Reina sangat jarang melihat Danish tersenyum seperti ini. “Gue benar-benar engga menyangka loe mau bantu gue,” kata Danish. Kedua mata Reina membulat karena kaget. Dengan penuh rasa canggung, akhirnya Reina membalas senyuman Danish.“Iya, sama-sama, Lio! Aku pikir bahwa sudah selayaknya aku melakukan semua ini,” kata Reina.“Loe dan gue engga pernah saling cinta. Buat apa dua hati yang engga saling cinta harus dipaksakan untuk bersatu?” tanya Danish. Reina masih berusaha untuk tersenyum di balik rasa canggungnya. Sementara itu, Reina kembali bertanya kepada Danish untuk menghilangkan rasa penasarannya.“Jad
Danish memasang ekspresi datar dan dinginnya di hadapan Reina. Reina sudah berbicara panjang lebar, tetapi Danish tampak tidak memedulikannya sama sekali. Reina masih berusaha untuk tidak ambil pusing dengan sikap Danish. Namun, Reina akhirnya merasa kesal lama-kelamaan melihat sikap Danish. Reina mulai berbicara dengan nada tingginya kepada Danish.“Jadi, gaun untuk pertunangan kita lebih bagus yang mana? Ini atau itu? Danish, kamu dengar aku bicara engga, sih?” tanya Reina kesal.“Reina, pilih saja gaun yang loe mau! Gue engga mau ikut campur. Gue engga mengerti masalah seperti ini,” kata Danish angkuh.“Danish! Sekali ini saja, tolong kamu dengarkan aku!” seru Reina. Danish masih saja bersikap tidak peduli dan malah menggelengkan kepalanya. Danish meraih ponselnya dan pura-pura sibuk memainkan ponselnya. Reina merasa semakin kesal dan memutuskan untuk
Ujian Akhir Sekolah telah berakhir. Alexa tidak menyangka bahwa hari-harinya yang paling berat selama duduk di bangku Sekolah Menengah Atas telah berhasil dilewatinya dengan baik. Alexa merasa jerih payahnya tidak sia-sia selama ini. Alexa tidak pernah menyesal karena selalu menghabiskan banyak waktunya untuk belajar, terutama menjelang Ujian Akhir Sekolah. Jerih payah dan kerja keras Alexa terasa semakin bermakna saat Alexa mengetahui bahwa dirinya berhasil meraih nilai yang sangat baik untuk Ujian Akhir Sekolah. Alexa merasa sangat senang. Alexa berpikir pasti kedua orang tuanya dan Bu Siti akan bangga terhadap prestasi yang telah diraihnya.Bukan hanya mereka, Alexa yakin Danish juga pasti bangga jika mengetahui prestasi Alexa. Alexa yakin Danish pasti akan berhenti menghinanya dan mungkin akan sedikit memberi pujian kepada Alexa.Setelah Ujian Akhir Sekolah selesai, Alexa masih harus datang k
Alexa melirik jam tangannya. Alexa baru menyadari bahwa Hari Valentine akan segera berlalu sebentar lagi. Alexa memang sebenarnya tidak rela jika Hari Kasih Sayang yang diperingati setiap satu tahun sekali ini segera berlalu. Walau Alexa seperti tidak mendapatkan cintanya pada tahun ini, Alexa memilih untuk tidak peduli. Alexa hanya ingin waktu bergulir lebih lama lagi di Hari Valentine. Alexa hanya ingin lebih lama lagi mengenang saat-saat indahnya bersama Danish pada waktu itu. Semua itu hanya ada dalam pikiran Alexa, tetapi Alexa tetap tidak peduli. Kini, Alexa sedang duduk sendirian di kamarnya sambil menatap langit. Alexa menghela napasnya sebentar, lalu tersenyum tipis.“Apa ini adalah cara terbaik supaya aku bisa melupakan seorang Danish Adelio?” tanya Alexa dalam hatinya.&n
Jantung Alexa berdebar semakin kencang. Alexa yakin ini bukanlah mimpi. Danish benar-benar berdiri di hadapannya. Alexa masih belum dapat berbicara kepada Danish. Lidahnya menjadi kaku dan dipenuhi oleh segenap rasa canggungnya terhadap Danish. Alexa hanya mampu menatap Danish dalam diam, hingga Danish memulai pembicaraan dengan suara pelan yang dingin seperti salju.“Kursi di depan loe kosong, kan?” tanya Danish. Alexa mengangguk. Alexa tidak tahu bisa memberikan anggukan secepat itu. Danish juga ikut mengangguk pelan dan langsung menarik kursi kosong di hadapan Alexa. Namun, Alexa kembali berbicara kepada Danish dengan tegas.“Kursi itu memang kosong, tapi Kak Danish lebih baik duduk di tempat lain,” kata Alexa.“Semua kursi di restoran ini penuh,” balas Danish pelan. Alexa mengh
Hari demi hari terus berlalu. Alexa masih mencoba untuk melupakan Danish, walau rasanya masih sangat sulit. Bulan Januari telah berganti menjadi bulan Februari. Bulan Februari yang kembali identik dengan bulan penuh cinta. Cinta mungkin dirasakan oleh sebagian orang yang memilikinya, berbeda dengan Alexa. Hingga saat ini, Alexa masih mengurusi urusan hatinya yang masih terasa runyam. Hari ini bertepatan dengan hari Valentine, yaitu tanggal 14 Februari. Alexa sedang banyak melamun hari ini, karena kembali teringat akan Danish. Alexa ingat bahwa tahun lalu Danish mengajaknya makan malam dan Danish memulai semua permainan bodohnya dengan Alexa. Tiba-tiba, ponsel Alexa berdering. Nama Frey muncul di layar ponsel Alexa. Alexa mengangkat panggilan telepon tersebut dengan ogah-ogahan.“Iya, Kak Frey! Ada yang bisa aku bant
Alexa baru saja selesai membereskan hadiah-hadiah ulang tahun yang diterimanya hari ini. Alexa sudah selesai menatanya dengan rapi di salah satu sudut kamarnya. Semuanya ini terasa melelahkan. Alexa berusaha untuk merenggangkan otot-otot lehernya yang mulai terasa kaku, lalu memutuskan untuk berjalan menuju meja belajarnya. Alexa mengambil selembar kertas dan pulpen. Alexa ingin sekali menuliskan sesuatu di atas kertas tersebut, tetapi rasanya sungguh sulit.“Resolusi tahun ini,” gumam Alexa pelan. Alexa mulai berusaha untuk merangkai kata-kata dalam otaknya, namun tidak kunjung dapat melakukannya. Alexa merasa heran dengan dirinya sendiri. Pada tahun lalu, Alexa memang sangat lancar dalam menuliskan banyak resolusi dan terlihat sangat semangat dan bera