"Sudahlah Winda, Agus, kalian jangan ikut campur urusan rumah tangga Dodi. Biarkan mereka menjalani hidup sesuai kesepakatan keduanya. Kalian pun tak mau 'kan orang lain ikut campur urusan dalam negeri sendiri? Inget, Mita itu sudah banyak bantu kita, dia gak perhitungan sama kita. Cobalah lihat sisi baik itu!"Pembelaan mama membuatku haru. Ternyata Mita di matanya tak buruk. Ingin rasanya memeluk dan bilang terima kasih atas pembelaan tersebut."Siapa yang ikut campur rumah tangga orang, Mah! Aku cuma ngingetin aja, kok. Siapa tahu kecurigaan aku dan mas Agus benar. Pertimbangkan itu, Do, biar gak nyesel di kemudian hari.""Mba, Mas, tolong pikirannya dibereskan! Mita itu istri yang baik. Dia berbakti dan tak perhitungan padaku. Mita bahkan suka memberi pada kalian dan saudara lainnya. Kesalahanku dan kesalahan kalian saja mudah dimaafkan. Jadi tolong jangan mengadu domba begini. Kalaupun Mita punya seribu rekening itu haknya, uang, uang dia, tak masalah. Toh, selama ini dalam urusa
Mama dari dulu baik pada Mita. Waktu sempat berpikiran buruk karena terlalu digosok Winda. Syukurlah sekarang sudah lurus lagi, mungkin melihat fakta saat kami terpuruk, menantunya tetap sabar menerima keadaan."Maaf, ya, Mah, Dodi belum bisa memberi banyak, kami pun sedang berjuang dari nol lagi. Ini hanya segini yang bisa Dodi berikan!""Tak usah kasih mama, berikan saja pada istrimu, dia lebih butuh. Insya Allah, mama ada banyak dikasih ayah. Nah, kalau kalian sudah berlimpah harta, baru belikan mama helikopter."Aku dan mama tertawa mendengar candaannya. Rasanya kebahagiaan ini lengkap. Aku tak harus dihadapkan pada pilihan sulit, yaitu ibu dan istri. Dua-duanya baik, tak saling membenci. Semoga akan begini terus.*"Lagi apa, sih, sibuk banget? Mas jadi kayak obat nyamuk gini," rajukku pada wanita yang dari tadi asyik dengan laptopnya."Aku gi ngerekap keuangan, Mas. Kan harus jelas berapa penghasilan kotor dan bersih usaha kita. Untuk jadi bahan pertimbangan ke depan."Aku menga
Kenapa juga saat ke rumah mama selalu bertemu mba Winda. Apa tiap hari dia datang ke sini. Mau ngapaian, sih?"Puyeng, Mba sama cicilannya. Tarlah beli cash kalau udah ada uang!""Heleh, belagu punya cash buat mobil. Emang kamu sultan?""Rezeki 'kan dari Gusti Allah, Mba! Siapa tahu ada rezeki buat beli Pajero."Mba Winda tertawa keras mendengar ucapanku. Tawanya tentu saja dipenuhi ledekan. Aku tak peduli dengan hal tersebut. Suka-suka dialahAku ke sini hanya mau menyampaikan uang titipan buat mama dari Mita. Katanya jangan nolak sebab ini hadiah dari kami. Meski beliau sudah dinafkahi ayah, tetap saja sebagai anak, aku ingin memberi."Eh, Do, Mba boleh pinjam uangnya gak? Digantinya kalau warisan punya mas Agus cair. Lagian uang itu gak dipakai 'kan. Pinjemin mba dululah!"Jelaslah jawabannya tidak. Benar-benar tak tahu malu, tadi menghina sekarang uang."Kamu beneran ngeselin, Do. Udah gak punya kepedulian sama sodara. Awas, ya kalau butuh, gak akan kubantu!"Terserahlah dia mau n
MITAAlhamdulillah, penjualan barang dari konveksi melampaui target. Keuntungannya sesuai kesepakatan disimpan untuk berbagai keperluan juga modal usaha. Rencananya aku dan mas Dodi mau buka usaha, masih dalam tahap pemikiran apa yang cocok untuk kami. Harus benar-benar matang supaya hasil memuaskan ke depan. Rezeki kami seperti keran yang dibuka kembali oleh Allah setelah berbulan-bulan macet. Ini terjadi ketika hati kami berdua telah menyatu lagi. Langkah beriringan, seia, sekata. Pada diri masing-masing tak saling menuntut, malah berusaha memberi yang terbaik.Menurutku fase kehidupan kami lebih baik daripada di awal menikah. Keromantisan mas Dodi saat ini membuatku selalu merasa jadi wanita paling bahagia. Dia tak segan mengucap kata cinta dan beraksi narsis demi menyenangkan istrinya. Pulang kerja pasti bawa apa saja. Hal-hal yang kadang dianggap sepele oleh sebagian pasangan suami istri sebenarnya itu berarti.. Kadang, di tengah kemumetan hidup, kejutan dari pasangan dapat men
MITASetelah berupaya menawarkan tanah juragan Majid ke sana-sini, akhirnya kami menemukan calon pembeli serius. Orang itu bersedia survey tanah minggu ini juga. Namanya Ferdi, duda muda, kaya raya.Ferdi adalah lelaki yang meninggalkanku begitu saja padahal kami sudah bertunangan. Ternyata menikah dengan janda kaya raya. Setelah janda itu meninggal dunia, dia menguasai seluruh hartanya..Mas Dodilah yang mengobati luka menganga akibat pengkhianatan Ferdi. Dia menawarkan cinta yang membuatku mampu bangkit dari keterpurukan. Makanya bagaimana pun sikap mas Dodi, aku tak bisa lepas begitu saja darinya. Banyak kebaikan yang dimiliki pria itu.Pertemuan dengan Ferdi tak sengaja saat aku janjian dengan Erna di sebuah restoran. Pria itu tiba-tiba menyapa dan duduk di kursi berhadapan.. Mau tak mau aku harus melayani obrolannya sampai Erna datang."Kamu masih seperti dulu, Ta, padahal udah tiga puluh delapan ya. Awet cantiknya."Aku tidak tersanjung apalagi melayang-layang dipuji begitu oleh
MITAHari ini Ferdi akan survey tanah. Aku nebeng mobil Erna saja supaya aman dari gangguan mantan. Meski aku tak punya perasaan apapun padanya, 'kan tidak tahu kalau dirinya, kali masih menyimpan perasaan. Apalagi sekarang sedang menyandang gelar duda.Pastinya juga kami pernah punya masa lalu yang indah sekaligus menyakitkan. Memori tersebut tak mungkin terhapus selamanya. Akan ada yang tertinggal sebagai kenangan.Kami tiba di lokasi pukul sebelas siang. Meski mentari tengah terik-teriknya, udaranya tetap mengandung kesejukan. Mungkin karena lingkungannya masih dipenuhi pepohonan.Juragan Majid menyebut angka sesuai kesepakatan kami. Di dalam angka itu ada titipan harga untuk makelar. Pakai batas akhir hingga kami tetap punya jatah besar.Ferdi terlihat lihai dalam bernegoisasi Sepertinya pengalaman dalam hal seperti ini tinggi. Jadi tak mudah dipatahkan.. Aku dan Erna pun bukan orang baru, bisalah mengimbanginya.Harga pun disepakati. Meski kelebihan harga jual dan harga lepas di
Komisi jual beli tanah sudah cair, rekening rahasiaku mulai ada isinya. Ferdi emang sultan, baginya uang segitu mudah sekali dikeluarkan. Tanpa basa-basi langsung transfer.Juragan Majid juga amanah. Uang untuk makelar langsung dibayarkan. Tak ditahan-tahan. Jadi senang bisnis dengannya. Aku bukan hanya dapat dari juragan Majid. Ferdi pun memberi bonus. Katanya sebagai tanda terima kasih sudah jadi perantaranya dengan juragan Majid. Alhasil, rekening makin gendut.Untunglah keuntungan di luar tanah cukup banyak. Jadi mas Dodi takkan curiga kalau aku belanja agak banyak. Dia akan menyangka itu menggunakan hasil penjualan berbagai barang.Dengan uang ini aku bisa membeli mobil sebenarnya, tapi jangan dulu. Nanti malah dicurigai sebab hasil penjualan barang lain masih jauh di bawah komisi tanah.Beli motor saja dulu biar mudah pergi ke sana sini saat motor dibawa mas Dodi. Akan lebih mengefisienkan waktu bagi aktivitas padatku.Setelah bonus dari Ferdi ditransfer, aku memblokir nomornya
Aku merasa mas Dodi hari ini bersikap aneh. Dia tak banyak bicara dan bercanda seperti biasa. Makan pun tak selahap sebelumnya. Beres makan malam langsung tiduran..Sikap dingin tersebut membuatku serba salah. Mau bertanya takut tak ditanggapi. Didiamkan kerasa banget tak nyamannya.Keputusannya, lebih baik didiamkan sampai besok pagi. Mungkin sedang ada masalah di luar jadi butuh sendiri. Setelah istirahat, barulah ditanya ada apa.Esoknya ternyata mas Dodi masih bersikap sama. Bahkan ia sempat menolak sarapan. Jelaslah hal ini membuatku makin bingung.Tak ingin masalah berkepanjangan, aku membuka pembicaraan di meja makan. Kutanyakan baik-baik ada masalah apa sampai bersikap dingin begitu. Kalau ada yang tak disuka baiknya dibicarakan."Aku butuh uang, tolong transfer tiga juta. Adakan?"Itu respon mas Dodi atas pertanyaanku. Mendengar itu kebingungan makin menjadi. Dan muncul juga letupan emosi."Kenapa gak jawab pertanyaanku? Jangan beginilah, mana aku tahu apa kesalahan kalau kam
Hari ini aku dan mas Dodi pergi ke showroom. berniat membeli mobil secara cash. Aku Tidak akan memilih yang harganya terlalu mahal. cukup melihat secara fungsi saja. Lagi pula kami akan mengalokasikan uang yang dimiliki untuk membesarkan usaha. Biar harta pemberian orang tua berputar. Kalau dipakai untuk membeli barang konsumsi semua tentu habis tak tersisa. Karenanya aku juga menahan diri dari godaan benda-benda yang sebenarnya tidak terlalu penting. Sebagai wanita kadang aku ingin memiliki benda-benda tersebut. Tapi tetap berpikir ulang akan kepentingannya. Jangan sampai uang dihamburkan untuk hal-hal yang sebenarnya tidak diperlukan. Mas Dodi juga memiliki prinsip yang sama. Dia tidak lagi mementingkan gengsi seperti saudara-saudaranya. Katanya hidup dalam gengsi itu mahal. Bahkan cenderung menyiksa diri sendiri. Perubahan suamiku benar-benar sudah jauh. Tentu saja aku sangat berbahagia mendapatinya menjadi lebih baik dari hari ke hari. Aku pun bukan hal yang sama yaitu menjadi
MITASelang sebulan dari pembongkaran kasus makar terdengar berita bahwa Ferdi diciduk polisi. Rupanya sudah ada bukti kuat terkait kejahatan kejahatan orang tersebut. Katanya, sih, dia terancam masuk penjara sepuluh sampai dua puluh tahun. Kekayaannya pun disita.Kejadian itu menyempurnakan ketenangan hidupku dan Mas Dodi. Tak ada lagi ketakutan akan ada gangguan dari Ferdi. Juga hilanglah campur tangan para ipar sebab mereka perlu pencitraan diri demi harta hibah.Meski kami sudah memaafkan kesalahan masa lalu, kewaspadaan tetap dikedepankan. Tak boleh lengah oleh makar dan bujuk rayu menyesatkan. Aku dan mas Dodi sepakat untuk tidak terlalu dekat dengan mereka sebab menghindari bahaya. Tapi tetap bersikap sewajarnya. Tinggal satu masalah lagi, aku masih menyimpan satu rahasia dari mas Dodi, yaitu soal rekening yang berisi uang dua ratus juta lebih. Kalau digabungkan dengan uang hibah milik mas Dodi akan bisa jadi modal usaha cukup besar. Andai terwujud suamiku bisa keluar dari pek
Setelah mereka menjelaskan giliran kami berdua ditanyai. Juga diminta bukti-bukti atas kesaksian ini. Tentu saja kami memilikinya hingga percaya diri ketika harus mempertanggungjawabkan tuduhan di hadapan ayah. Setelah persoalan menjadi gamblang barulah ayah menyampaikan petuah-petuah pada saudara-saudara mas Dodi. Tak ada satupun yang luput dari kemarahan ayah. Mereka hanya bisa mendengar sambil menundukkan kepala ceramah yang sangat panjang. Bahkan aku melihat ayah seperti ingin menghantamkan tangan kepada anak-anaknya. Tapi beliau berusaha sekuat mungkin untuk menahan diri dari segala amarah."Ayah benar-benar kecewa memiliki anak yang sanggup berbuat buruk pada saudara sendiri. Dodi itu saudara kandung kalian. Mita itu istri saudara kandung kalian. Mereka bukan siapa-siapa tapi bagian dari anggota keluarga. saudara saja kalian seperti itu, bagaimana pada yang lain!"Mama sampai harus menenangkan Ayah tatkala kemarahannya sulit dikendalikan. Bahkan nafas Ayah sampai tersengal-se
"Kalau kau tak mengganggu rumah tanggaku aku pun takkan mengusikmu. Jika kau ingin aku diam, berhentilah mengganggu kami, pergilah dari hidup kami!" balas mas Dodi. Ferdi menggebrak meja hingga alat-alat makan yang ada di sekitarnya berloncatan. Gebrakan itu tentu saja menimbulkan kekagetan pada diri sekutunya. Meski kaget, aku berusaha untuk tidak memperlihatkan."Kalian semua bodoh! Mudah sekali diperdaya mereka! Sudah dikasih duit gede, kerja gak becus, bangsat!"Ferdi nengarahkan telunjuknya pada Adi dan yang lain. Satu tangan lain diletakan di pinggang. Telihatlah wajah asli Ferdi hari ini. "Tenang, Bang, kita bicarakan baik-baik!" sanggah Adi. "Gak perlu, muak gue liat lo semua!"Setelah berkata begitu, Ferdi membalikkan badan. Ia pergi tanpa menoleh lagi ke arah kami. Dan, saudara - saudara mas Dodi pun berbicara satu sama lain. Mereka saling menyalahkan.. Benar-benar tak punya otak, bukannya malu atas kesalahan, malah mikir diri sendiri."Oke, karena tugas sudah selesai, ka
Kursi kosong di lingkaran meja besar ini hanya tersisa dua. Untuk itu yang duduk hanya aku dan mas Dodi. Boni dan Meta berdiri sambil merekam kejadian. Mereka juga tengah siaga untuk mengantisipasi sesuatu yang tak diinginkan."Ka, kalian, apa maksud kedatangan kalian ke sini dan kenapa kalian bisa datang bersama, bukankah-?" tanya Mbak Winda dengan suara tergagap-gagap. Dia bertanya sambil tangannya berpegangan pada tangan mas Agus. Mungkin saking butuh pegangan agar tak jatuh dari kursi. "Harusnya aku yang bertanya, ada apakah gerangan hingga kalian makan-makan besar tanpa mengundang kami?" tanya mas Dodi.Orang-orang yang duduk di hadapan kami saling pandang. Lalu mereka bicara satu sama lain. Aku dan mas Dodi membiarkan dulu orang-orang tersebut menetralisir kekagetannya."Do, bukannya kamu sedang menggugat cerai Mita, kenapa sekarang kalian datang berdua?" tanya mas Agus."Kami melakukan apa yang kalian lakukan, yaitu main drama. Hubunganku dan Mitha baik-baik saja sebab kami ta
Kami akan menuntaskan drama ini dengan menggerebek komplotan tukang fitnah. Langkah yang benar-benar matang telah digariskan. Semua memiliki tugas penting untuk dijalankan.Planing ini sudah disusun sedemikian rupa hingga bisa dibilang sempurna. Kami tak mau ada kegagalan. Prinsip yang dipegang adalah harus sukses. Komplotan penjahat itu harus diringkas dan diberi pelajaran berharga.. Jika mereka dibiarkan melenggang, tentu saja tidak baik untuk perkara ke depan. orang-orang tersebut tidak akan pernah berhenti mengganggu dan menganiaya kami. Untuk itulah perlu pemberian pelajaran yang sanggup menghentikan kejahatan. Aku sampai ngakak ketika mas Dodi mengirim foto selfienya di pengadilan agama. Apalagi ketika sambil pegang berkas. Itu aku yang siapkan. Isinya kertas kosong.Bukan hanya satu pose yang dilakukan tapi banyak lagi. Dia mengambil spot-spot yang akan mewujudkan kepercayaan orang-orang. tampang pun dibuat kusam dan menyedihkan. aku yakin para begundal itu akan percaya bahwa
DODI"Kapan kamu mulai urus perceraiannya?" tanya mbak Winda dengan antusias. Posisi badannya sampai dicondongkan ke depan hingga punggung tak lagi bersandar ke badan sofa. "Lusa, Mbak, aku izin dulu dari kantor soalnya."Aku menjawab dengan suara lemah. Harus dibuat lebih meyakinkan kalah memang sudah tak ada lagi jalan. "Baguslah, makin cepat, makin baik. Mbak dukung sepenuhnya keputusan kamu ini."Wajah mbak Winda tampak semringah. Ia pasti merasa tujuannya akan sukses secepat mungkin. Setelah itu bisa berbahagia di atas derita adiknya sendiri. Dipikir, kakak macam apa dia. Sanggup memporak-porandakan rumah tangga adik sendiri. Itulah kebencian buta. Telah membuat manusia kehilangan kewarasan hingga terlalu jauh. "Makasih, Mbak, udah dukung aku selama ini."Kugenggam satu telapak tangan mbak Winda. Genggamannya erat hingga menunjukkan rasa terima kasih yang besar dan tulus. Wanita itu membalas dengan mengusap genggaman dengan jari dari tangan satunya. "Sebagai saudara 'kan har
"Mantan, ya? Huh, panas, nih, panas! Ngapain coba kalian berduaan di kafe?"Mita memajukan bibir dan matanya mendelik padaku. Terang saja aku ngakak melihat raut wajah istri tercinta. Eh, malah kena cubit. Wanita kalau sudah cemburu memang lucu. Tapi juga mengemaskan. Bahkan aku merasa tersanjung ketika mendapati kenyataan bahwa cinta Mita begitu dalam. Dia tidak rela suaminya ini menduakan perasaan. "Malah bengong, ngomong napa!" tajuk Mita. Berarti dia memang menanti penjelasan supaya benar-benar clear bahwa kejadian di cafe Itu bukan sebuah kesengajaan. Baiklah, agar hatinya tenang dan tidak lagi berpikir macam-macam akan kuceritakan Aku menceritakan siapa sebenarnya wanita yang bersama di kafe. Ia terlihat gemas ketika tahu bahwa Erika memang mantan di masa lalu. Sesaat dadanya turun naik, mungkin menahan api cemburu."Nah'kan cemburu?"Melihat sikapnya aku jadi senang menggoda. menggemaskan sekali mendapati Mita sedikit uring-uringan. Bahkan aku ingin sekali menggoda terus-me
Adu mulut pun terjadi di antara aku dan Mita. Entah istriku sadar atau tidak bahwa suaminya sedang bersandiwara, tak masalah. Tapi, kelihatannya Mita asli cemburu melihatku dan Erika.Matanya nyalang saat menyerangku. Sepertinya itu adalah luapan emosi dari hati yang tengah dibakar api. Apalagi kata-kataku sangat kasar seperti layaknya orang yang sedang murka.Mita seperti macan betina yang tengah mengamuk. Dia sampai tidak bisa mengendalikan diri dan melihat bahwa aku bersandiwara. Api cemburu dan prasangka telah melumat kepercayaannya padaku. Jika aku tidak sadar bahwa ini jebakan mungkin sudah terpancing dengan serangannya. Bahkan rumah tangga kami yang sudah kembali damai bisa huru-hara. Fitnah memang lebih kejam daripada pembunuhan. Bahkan fitnah bisa menghancurkan segala-galanya. Mencerai beraikan satu hubungan dan menghancurkan satu keluarga bahkan satu bangsa sekalipun. hal tersebut tentu saja sangat mengerikan. Pantaslah pelakunya sangat dibenci oleh Allah. dan diberi hukum