Dewi Sekar Arimbi hanya bisa kebingungan saat pasukan dari istana datang ke rumahnya dan meminta agar ia dan ayahnya pindah ke kaputren istana.
"Ampun paduka yang mulia Patih, tapi hamba hanyalah gadis biasa. Buat apa hamba diboyong ke istana?" tanya Sekar Arimbi.
"Ini adalah perintah dari yang mulia langsung. Saat ini telah terjadi kekacauan, banyak gadis-gadis yang ditemukan meninggal dalam kondisi tidak bernyawa lagi.Dan mereka semua lahir di malam jumat legi. Apakah nisanak mau jika menjadi tumbal selanjutnya?" tanya Patih Benggala dengan tegas.
"Ampun yang mulia, kami menurut saja kalau begitu," kata Cokro Suta ayah Dewi Sekar Arimbi. Cokro Suta adalah bawahan dari adipati Sangkar. Ia hanya memiliki Dewi Sekar Arimbi sebagai keluarganya. Istrinya sudah lama meninggal dunia. Tentu saja ia tidak ingin jika ia kehilangan putri satu-satunya yang sangat ia cintai itu.
Pasukan istana pun segera membawa Dewi Sekar Arimbi dan ayahnya menuju ke istana. Sesampainya di istana keduanya diberi tempat tinggal di kaputren istana dekat dengan kaputren Raden Ayu Gayatri putri bungsu Raja Bratanaya.
Sementara itu Raden Kamandraka yang baru saja di jemput oleh utusan kerajaan tiba tepat saat iring-iringan yang membawa Dewi Sekar Arimbi tiba. Untuk sejenak pandangan keduanya sempat bertemu. Raden Kamandraka hanya melihat sekilas untuk kemudian meneruskan langkahnya. Namun tidak demikian dengan Dewi Sekar Arimbi. Ia merasakan getaran-getaran yang terasa sangat aneh namun hangat di dadanya. Ia jatuh cinta tanpa sadar bahwa cinta itu akan membawanya ke dalam marabahaya yang mengincar nyawanya.
***
Raden Kamandraka langsung menghadap baginda Raja Prabu Bratanaya.
"Ananda menghadap yang mulia," ujar Kamandraka sambil menghaturkan sembah. Prabu Bratanaya langsung turun dari singgasananya dan memeluk Kamandraka dengan hangat. Semua orang tau bahwa Prabu Bratanaya memang sangat bangga dengan calon menantunya itu. Putri Gayatri sendiri adalah putri bungsu Prabu Bratanaya dari permaisurinya Dewi Dyah Mandasari.
Prabu Bratanaya hanya memiliki satu orang selir yang bernama Dewi Murti. Dewi Gayatri adalah satu-satunya anak perempuan Prabu Bratanaya.
"Kau beristirahatlah dahulu, nanti malam akan ada jamuan makan malam untuk menyambut kedatanganmu. Nanti malam kau juga bisa bertemu dengan Gayatri," kata Prabu Bratanaya. Ada semburat merah jelas terlihat di wajah Kamandraka saat mendengar nama Gayatri disebut oleh Prabu Bratanaya.
"Terima kasih banyak yang mulia," ujar Kamandraka penuh rasa hormat.
***
"Siapakah pemuda yang baru saja datang ke istana ini, mbok?" tanya Sekar pada pengasuhnya.
"Menurut kepala dayang istana, beliau adalah Raden Kamandraka calon suami Tuan Putri Dewi Gayatri," jawab Mbok Sumi.
Seketika itu juga Sekar Arimbi merasakan patah hati. Siapakah dirinya,jika dibandingkan dengan putri Gayatri. Terlebih lagi ia bisa berada di istana ini berkat kemurahan hati Prabu Bratanaya.
Tanpa Sekar Arimbi sadari ada sepasang mata yang tengah mengawasinya sejak ia berangkat dari rumah menuju ke istana.
"Aku akan memanfaatkan rasa cintamu kepada murid kesayangan Empu Supa itu menjadi kelemahanmu. Dan saat purnama nanti kau akan menjadi gadis yang akan membantuku dalam mencapai kesempurnaan"
Pagi itu Dewi Sekar Arimbi berjalan-jalan di taman dan tanpa sengaja ia melihat pemuda yang sejak kemarin sudah membuat hatinya berdebar dan jantungnya berhenti berdetak."Pagi Raden," sapanya. Pemuda itu tersenyum ramah, "Ah, kau Sekar Arimbi,bukan? Gadis yang dibawa oleh yang mulia Prabu Bratanaya untuk mendapatkn perlindungan." Bukan main gembiranya hati Dewi Sekar Arimbi saat mengetahui bahwa Kamandraka ternyata mengenal dan mengetahui namanya. Dewi Sekar pun dengan semangat langsung mengajak bicara Raden Kamandraka. Namun, Dewi Sekar Arimbi tidak mengetahui bahwa yang saat ini ada di hadapannya adalah Fajar Kelana titisan iblis yang sedang menyamar menjadi Raden Kamandraka. Sementara Raden Kamandraka sendiri saat ini sedang beraada di ruang pribadi Prabu Bratanaya bersama patih Benggala. "Hamba sudah merasakan kehadirannya saat pertama kali hamba sampai di istana ini yang
Hari demi hari berlalu tanpa terasa, malam bulan purnama pun tiba. Dan seluruh pengawal istana kebingungan mencari Dewi Sekar Arimbi. Gadis cantik itu hilang sejak siang tadi. Dan yang aneh menurut pengakuan mbok pengasuhnya Sekar Arimbi pergi bersama Raden Kamandraka."Raden Kamandraka berada di ruang semedi sejak tiga malam yang lalu,Mbok.""Tapi, hamba berani bersumpah bahwa Raden Kamandraka menjemput Dewi Sekar,yang mulia Patih." Patih Benggala terhenyak, ia sadar bahwa mereka sudah kecolongan. Mereka sama sekali tidak mengira bahwa iblis itu akan menyamar manjadi Raden Kamandraka. Patih Benggala pun segera melaporkan hal ini kepada Prabu Bratanaya."Bagaimana dengan Gayatri. Kita harus membawa Gayatri pergi dari istana dan menyembunyikannya kalau begitu," kata Prabu Bratanaya."Kemanapun, ia akan mencari Putri Gayatri. Jika memang kita mau menyembunyikannya, kita sembunyikan saja di tempat Ey
Jenazah Dewi Sekar Arimbi dibawa ke Kahuripan dan segera dikremasikan."Semoga Dewa memberkati Dewi Sekar dan kelak bisa reinkarnasi di kehidupan yang lebih baik," kata Prabu Bratanaya. Hari ketiga setelah upacara kremasi Raden Kamandraka dan beberapa prajurit pilihan juga Patih Benggala berangkat ke kaki gunung Ciremai. Tujuan mereka adalah padepokan Segara Geni. Melalui telepati, Empu Supa meminta agar Raden Ayu Putri Gayatri dibawa ke Padepokan."Maafkan murid yang lalai,Eyang guru," ujar Kamandraka saat menghadap Empu Supa Mandrageni."Tidak ada yang bisa menolak takdir, cucuku," ujar Empu Supa."Putri Gayatri akan aku sembunyikan di tempat yang paling aman," kata Empu Supa."Di mana,Eyang Guru?" tanya Patih Benggala. Padepokan milik Empu Supa bukanlah padepokan yang besar dan memiliki banyak murid. Empu Supa tidak sembarangan menerima seseoran
Dewi Gayatri hampir tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini. Awalnya dia berpikir bahwa di dalam guci akan gelap gulita. Namun, ternyata tidak. Ia berada di sebuah kamar tidur yang tidak terlalu besar namun sangat rapi dan bersih. Di atas meja terdapat buah-buahan yang dapat ia makan. Dewi Gayatri membuka pintu,ia terbelalak melihat aliran air sungai yang begitu jernih. "Ini seperti di surga, bahkan di istana saja aku tidak dapat melihat yang seperti ini," gumam Gayatri.Perlahan ia melangkah mendekati sungai dan membuka pakaiannya. Melihat air yang begitu jernih ia merasa ingin mandi. Putri Prabu Bratanaya itupun mulai mandi dan menikmati segarnya air sungai. "Ah, seandainya saja kakang Kamandraka ada di sini bersamaku, tentu aku akan merasa senang sekali," katanya lagi.Dewi Gayatri dan Raden Kamandraka sudah dijodohkan sejak kecil. Namun, keduanya tidak ada yang merasa te
Empu Supa yang tidak menyangka bahwa Patih Benggala akan menghabisi nyawa Senopati Sangkar langsung mendekat."Seharusnya kita tidak langsung membunuhnya," ujar Empu Supa. Patih Benggala menarik napas panjang dan mengembuskannya lalu berlutut menghaturkan hormat."Ampun, Eyang guru. Murid terbawa emosi, jujur saja di antara yang lainya hamba paling percaya kepada Senopati Sangkar, karena dia sudah hamba rawat sejak kecil. Bahkan hamba sudah menganggap adik hamba sendiri." Empu Supa menepuk bahu Patih Benggala,ia melihat ada air mata yang menetes membasahi pipi patih yang biasanya selalu tegar itu."Kuburkanlah dia secara layak," kata Empu Supa."Laksanakan Eyang," jawab Patih Benggala. Dengan dibantu oleh beberapan orangb prajurit Patih Benggala menguburkan Senopati Sangkar. Ia merasa sangat sedih sekaligus juga merasa malu. Mengapa orang kepercayaannya bisa m
_Bandung 660 tahun kemudian_ "Kalau kamu nggak mau juga nggak masalah, aku masih bisa kok minta anter sama cowok lain!"Gadis cantik itu tampak mengentakkan kakinya dengan kesal sambil menatap kekasihnya itu dengan sebal."Aku bukan nggak mau antar kamu, tapi, Papamu sendiri yang melarang kamu untuk pergi ke sana. Giselle!" tegas Genta."Kamu kan, bisa bohong sama Papa, Mas. Dari pada aku pergi sama cowok lain," rayu Giselle lagi. Tapi, bukan Genta namanya jika menurut begitu saja pada gadis labil di hadapannya ini."Sekali tidak , ya tidak! Aku bisa mengatakan kepada Papamu semua jadwalmu dan dengan siapa kamu pergi. Jadi, jangan coba-coba kamu berbohong atau pergi dengan orang lain.""Jahat!" pekik Giselle nyaring. Namun, Genta tidak peduli. Ia bahkan dengan santai menarik tangan gadis itu untuk segera masuk ke dalam mobil."Kita pulang
Buana menarik napas dan mengembuskannya perlahan. Ia merasa begitu damai setiap kali ia kembali ke sini. Buana lahir di Cirebon, tepatnya di Sindang Laut. Ia sempat menjadi santri di Buntet Pesantren Cirebon. Kedua orangtua Buana memberinya nama Buana Cakrawala. Entah mengapa sang ayah memberinya nama itu. Tapi, Buana sendiri menyukainya. Setiap kali ia kembali ke Cirebon untuk bertemu gurunya di pesantren dan ziarah ke makam kedua orangtuanya, Buana selalu menyempatkan diri ke gunung Ciremai. Rasanya seperti ada yang memanggilnya dari kejauhan. Memanggilnya untuk selalu pulang ke sana. Tidak perlu naik ke puncak, cukup di kaki gunung saja, begadang bersama para penjaga di pos pendakian. Itu saja sudah cukup untuk Buana. Seperti ponsel yang baru saja selesai dicharge maka semangat Buana untuk kembali bekerja akan kembali menyala setelah ia kembali dari Ciremai."Bang, k
_Hongkong_ Sersan Yongseng menghela napas panjang, ia baru saja mendapatkan hasil autopsi dari penemuan mayat gadis yang ditemukan di Kowloon Walled City. Gadis itu ditemukan oleh warga sekitar dalam kondisi tanpa sehelai pakaian pun. Yang paling aneh adalah, darah gadis itu kering."Apa mungkin ini perbuatan Vampir, sersan?"Yongseng menatap anak buahnya dengan tajam."Kau pikir seperti cerita dalam film? Vampir pengisap darah yang meminum habis darah korbannya!""Tapi, manusia macam apa yang mengisap darah korbannya sampai habis, bahkan tanpa jejak sedikitpun seperti hantu.""Itulah tugas kita sebagai polisi, untuk menyelidikinya!" Dalam perjalanan karirnya sebagai seorang polisi Sersan Yongseng baru pertama kali ini menemukan mayat dalam kondisi yang sangat aneh. Ini adalah mayat kedua yang ditemukan dalam kondisi seperti ini. Polos dan kehabisan darah
Pagi harinya, ramai orang sudah berkumpul di sebuah pemakaman.Orang-orang berbondong mengenakan pakaian serba berwarna hitam, seperti barisan semut yang mengular panjang untuk mengantarkan sang jenazah ke tempat peristirahatan yang terakhir.Isak tangis terdengar di mana-mana, bebarengan dengan kidung doa yang dilantunkan merdu sepanjang perjalanan menuju ke makam. Inilah waktunya untuk orang baik hati itu pergi meninggalkan dunia fana ini, guna menuju alam yang lebih tinggi dan abadi.Gendis tak kuasa menahan tangisnya sebab kabar ini terlalu mendadak. Semalam dia diberitahu pihak berwajib bahwa suaminya meninggal dunia di atap sebuah apartemen mewah.Benar! Kini Buana telah benar-benar wafat, tepatnya ketika pertarungan puncak berakhir dan jiwa Mpu Supa pergi meninggalkan tubuh tersebut, tampaknya luka-luka yang diderita oleh Buana tidaklah sepele.Tercatat bahwa dadanya berlubang cukup besar, kepalanya pun terus meneteskan darah sebab terbentur
Tak ingin berbicara lebih lama lagi, sebab waktu yang dipunyai terbatas, maka Mpu Supa segera menyerang balik Sang Iblis menggunakan ajian putihnya.Dia terbang melesat mendekati Sang Iblis dengan kecepatan cahaya, dan ketika berada di depannya Mpu Supa langsung memegangi kepala Sang Iblis. Dia membenturkan wajahnya sendiri ke arah wajah Sang Iblis!Duakkk!!! Suara benturan tersebut terdengar sangat keras membelah hening malam.Sang Iblis terpental jauh ke belakang menerima benturan tersebut. Kakinya masih melayang di udara. Namun belum sampai kesadarannya pulih, Mpu Supa sudah melesat lagi menuju ke arahnya dan kali ini hantaman bertubi-tubilah yang dia terima.‘Bugh’‘Bugh’‘Bagh!!!’Dengan jurus seribu cahaya Mpu Supa menghajar Sang Iblis tanpa ampun! Dia menghantam kepala, badan, tangan, kaki, serta titik-titik persendian tertentu yang memang sudah diicarnya sebagai kelemahan dari Sang Iblis.
Di atap gedung, Sang Iblis terus mencekik seraya menyedot darah dari leher Giselle. Perempuan malang itu benar-benar sudah tidak bisa bangun lagi akibat Sang Iblis mengekang jiwanya.Bahkan muka Giselle kini sudah pucat pasi sebab kehilangan darah yang banyak. Setiap darah yang mengalir dari tubuh Giselle segera berpindah kepada Sang Iblis, dan darah tersebut mengandung kekuatan tertentu untuk Iblis. Makin banyak darah yang diambil maka makin banyak kekuatan yang didapat, serta Iblis berencana untuk menyedot semua darah perempuan tersebut.Namun di luar dugaan, saat sedang melakoni ritual tersebut tiba-tiba dua orang datang dengan cara terbang dan mengangumkan. Tentu itu membuat Sang Iblis terheran-heran, pasalnnya sekarang dia menyangka hanya dirinyalah yang mampu terbang seperti itu.“Hentikan perbuatanmu!” teriak Mpu Supa begitu melihat apa yang sedang dilakukan oleh Sang Iblis!“Jauhi perempuan itu sekarang juga!” Raden Kamandr
Sementara itu di saat bersamaan, di dalam apartemen, Buana dan Segara masih terkapar tidak bergerak. Denyut nadinya sudah menghilang, dan jantungnya pun berhenti bergerak.Secara medis memang keduanya sudah dinyatakan meninggalkan, sebab lambat-laun organ tubuh dan sel-sel di dalam badan perlahan berhenti bekerja. Namun, sebenarnya mereka itu belum mati, hanya saja ruh-nya berpindah ke alam yang lebih tinggi.“Bangunlah kalian!” ucap seorang tua berpakaian serba putih kepada ruh Buana dan Segara. Rambut orang tua tersebut juga menjulur panjang dan putih, sambil tersenyum dia pun kembali berkata, “Buana, Segara, bangunlah!”Mendapat panggilan tersebut ruh Buana dan Segara pun seketika bangun. Keduanya tercengang saat mendapati alam sekeliling yang berbeda dengan alam dunia, sebab di sini semuanya serba berwarna putih. “Apakah aku sudah mati?” ucap Buana dan Segera secara bersamaan.“Belum, sebab lebih tepatnya di s
Mendapati kakaknya sedang ditikam spontan saja Segara membantunya. Dia langsung memuul wajah Sang Iblis tepat di ppinya. Namun sayangnya Iblis tak bergeming dengan pukulan lema tersebut. Malahan dengan kejam dia berkata, “Lihatlah sekarang Kakakmu ini akan kubunuh di depan matamu! Hahahaa...”“Sial, lepaskan dia!” teriak Segara yang masih berusaha terus memukul. Namun Sang Iblis terlalu tangguh untuk menerima pukulan lemah tersebut. “Hentikan! Aku bilang hentikan!”Sang Iblis tak peduli! Dia terus menancapkan kukunya semakin dalam dan bahkan kini mengenai bagian jantung Buana, lalu merobeknya membuat seisi perut porak-poranda!Buana sudah lemas tidak bisa melawan lagi, wajahnya yang penuh dengan darah hanya menatap ke langit-langit, mengerjab satu kali, kemudian mati!“Hahahaa!! Lihatlah makhluk lemah ini. Hanya dengan begini saja dia sudah mati. Cih, siapa suruh mau melawanku!” ucap Sang Iblis dengan tawany
Genta terpental mendapat tiga tembakan tersebut. Tubuhnya ambruk menghantam meja kaca hingga pecah.Meski dengan tiga buah peluru yang bersarang di dada, namun Genta tidak mati. Dia hanya limbung sebentar kemudian bangkit lagi dan tertawa renyah.“Kamu pikir bisa membunuhku dengan pistol seperti itu?” ucapnya yang kini sudah terdengar bahwa itu bukanla suara Genta lagi. Suara itu terdengar berat dan serak, serta menggunakan logat seperti orang zaman kuno. Jelas sekali bahwa itu adalah suara Sang Iblis.Mendengar suara aneh tersebut Buana bersiap-siap untuk menembak kembali. Namun sayangnya Sang Iblis sudah terlebih dahulu bergerak cepat sekali, secepat cahaya, yang tiba-tiba dirinya sudah berada di samping persis Buana. “Enyahlah kamu! Dasar manusia makhluk lemah dan penganggu!”Brakkk!!! Dipukul-lah kepala Buana dengan telak hingga sampai tengkoraknya berbunyi.Buana terlempar cukup jauh hingga sampai menabrak dinding. Lalu
Mimik wajah genta berubah menjadi ketakutan saat tahu Buana tidak main-main. Wajar, siapa yang tidak takut dengan peristiwa seperti ini, ditodong pistol tepat di hadapan keningnya? Jelas saja semua orang akan takut. Namun sebenarnya yang dilakukan Buana hanyalah sedang ingin memancing Sang Iblis agar keluar dari tubuh Genta. Sebab sampai saat ini belum ada tanda-tanda kemuculan makhluk laknat tersebut.“Akan kuhitung satu sampai tiga, jika kamu masih mengelak atas perbuatanmu, maka jangan salahkan aku jika kutarik pelatuk ini!” ucap Buana semakin menekan moncong pistol ke kening iparnya.“Satu...”Tubuh Genta mulai gemetar. Terlihat jelas dia ketakutan dan tidak ingin mati. Sepertinya jiwanya sekarang sedang ingin melawan Sang Iblis yang mengekang dalam dirinya.“Dua...” Buana terus menghitung mundur tanpa ampun. Jarinya telah bersiap untuk menarik pelatuk!“Tiga!!!”“Oke, oke, stop! Aku
Tidak heran jika ini disebut apartemen elite karena berada di tengah kawasan tempat tinggal para orang konglomerat. Bagi Genta tentu saja uang bukanlah masalah sebab dia merupakan putra seorang yang sangat berada, sehingga bahkan uang sakunya sangat cukup jika harus membeli apartemen di sini.Bangunan ini terdiri dari 15 lantai, sedangkan lantai paling atas digunakan untuk tempat pendaratan helikopter. Sebab tidak jarang para penghuni apartemen di sini kerap menyewa helikopter untuk kepentingan sehari-hari atau sekadar untuk cari sensasi. Begitulah.Setelah menganalisis dengan saksama lingkungan sekitar apartemen, Buana dan Segara langsung naik menuju lantai sembilan. Kepada security di depan Buana menunjukkan lencananya sebagai perwira polisi dan berkata dia ingin melakukan investigasi dengan salah satu penghuni di sini.Tentu saja si security langsung memberikan izin tanpa banyak bertanya. Malahan dia menawarkan jasa informasi mengenai apartemen jika memang di
Memang begitulah yang terjadi. Setelah bertemu dengan Mpu Badingga, seolah kehidupan Buana dan Segara selalu diikuti oleh sosok ruh yang tidak kasat mata.Semua ini terlau sulit untuk dijelaskan oleh keduanya, tetapi mereka benar-benar merasakan kehadirannya, sosok Mpu Supa dan Raden Kamandraka.Seperti halnya ketika Buana sedang tidur, dia akan didatangi oleh sosok laki-laki tua berambut serba putih yang menjulur panjang. Memang di dalam mimpi tersebut sosok Kakek tua tidak terlihat begitu jelas, namun yang pasti Buana bisa memastikan melalui instingnya bahwa itu adalah sosok Mpu Supa.Saat mendatangi Buana di alam mimpi Mpu Supa tidak bericara banyak hal. Beliau hanya suka duduk di samping Buana, dan saat itu adalah malam hari dengan taburan bintang-bintang.Buana pun tidak mencoba untuk bertanya hal apa pun dengan sosok Mpu Supa di dalam mimpinya, melainkan Buana hanya membiarkan beliau tersenyum memandangi wajahnya, sambil sesekali mengusap-usap kepal