Beranda / Romansa / RD. SEIYA SEKATA / 4. KAMU PANTAS DICURIGAI

Share

4. KAMU PANTAS DICURIGAI

Penulis: Lan Terie
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-10 12:31:17

Suasana ruang redaksi Tabloid WeekNews dihebohkan oleh pengakuan Rade bahwa tulisannya telah terbit di media lain. Padahal tulisan itu akan terbit pada tabloid mereka besok. Ia merasa bahwa ada seseorang yang telah mencuri tulisannya.

“Bang Rafly, ini bagaimana? Kok bisa tulisanku terbit di media lain?” Rade bersungut-sungut kesal.

“Kamu yakin ini sama persis?”

“Persis banget, Bang. Ini benar-benar diplagiat tanpa diedit sama sekali. Bagaimana ini, Bang. Mereka sudah terbit hari ini, sedangkan kita besok. Kita yang bakal dibilang ngikutin mereka, Bang,” Rade mulai sedih.

Rafly lalu membaca tulisan yang tayang di koran tersebut. Ia kemudian membandingkan dengan tulisan Rade. Ia pun terkejut karena tulisan itu sama persis.

“Sungguh keterlaluan, siapa yang mencuri data kita?”

“Bang Rafly, memang kita gak ada bukti untuk menuduh siapapun. Tapi coba deh lihat, tulisan ini terbit di Harian Realita, dan Abang tahu kan bahwa....” Koko tidak melanjutkan kalimatnya.

Semua yang ada di ruangan redaksi saling pandang. Mereka mengerti arah pembicaraan Koko. Siapapun pasti tahu bahwa sepupu Bang Arif, Aden adalah wartawan Harian Realita. Sangat pantas kalau ia menjadi tersangka utama yang mencuri tulisan Rade.

“Ia memang patut kita curigai, tapi kita harus mencari bukti yang kuat,” ujar Rafly.

“Pasti dia Bang, karena semalam aku yakin bahwa yang datang ke rooftop waktu kita berdua ada di sana itu dia,” kalimat Rade meluncur tanpa ia sadari bahwa semua mata memandang terkejut mendengar kata-katanya.

“Kamu sama Bang Rafly di rooftop semalam?” sambar Koko.

Rade terdiam, ia menyesal telah mengatakan bahwa ia dan Rafly ada di rooftop semalam. Namun, apa daya, ia tidak bisa menarik kembali kata-kata yang kadung didengar oleh orang lain.

Hmm, sudah sudah. Kita fokus saja pada bagaimana tulisan Rade bisa terbit di media lain dan bagaimana solusinya,” Rafly mengalihkan pembicaraan.

“Kita rapat tim redaksi dulu, Bang. Kita ajak Bang Arif sekalian supaya duduk persoalannya jelas. Kita juga tidak bisa menuntut ini sebagai plagiarisme karena mereka sudah terbit lebih dulu, sedangkan kita baru besok,” kata Riska.

***

            Suasana di ruang rapat redaksi tegang. Bang Arif selaku pimpinan redaksi memimpin rapat dadakan itu.

            “Kawan-kawan semua, kita sama sekali tidak menginginkan hal ini terjadi. Lagipula selama ini kita belum pernah mengalami masalah seperti ini. Kejadian ini menjadi suatu pukulan untuk kita apalagi kita adalah tabloid yang hanya terbit seminggu sekali. Selama ini kita sudah berupaya untuk membedakan cara penulisan berita agar berbeda dari media lain. Tetapi, ketika ada yang mencuri data kita, ini jelas tidak bisa kita biarkan,” Bang Arif membuka rapat.

            “Sebenarnya, kita yang terlalu terbuka bagi orang lain untuk masuk ke media ini. Padahal semestinya, ruang redaksi tertutup bagi orang luar. Tapi, pada kenyataannya, ada orang lain yang bisa bebas keluar masuk ke ruang redaksi,” Rafly berujar sinis.

            Rade menatap ekspresi wajah Rafly sangat melontarkan kata-kata itu. Ia tahu pasti bahwa Bang Rafly tidak menyukai orang yang dimaksud, Aden. Rade berpikir bahwa Rafly tidak menyukai Aden karena peristiwa semalam.

            “Saya paham kecurigaan kalian semua. Saya juga tahu siapa orang yang kalian curigai. Namun, saya dapat memastikan bahwa Aden tidak melakukan itu. Bukan karena dia sepupu saya. Saya rasa saya orang yang cukup bisa membedakan antara urusan pribadi dan pekerjaan,” kata Bang Arif.

            Ruangan terdengar gaduh oleh bisik-bisik anggota rapat. Mereka merasa tidak percaya dengan perkataan Bang Arif.

            “Siapa lagi kalau bukan dia. Kita di sini orang dalam yang tidak mungkin mau merugikan tempat kita nyari makan,” bisik Riska pada Koko.

            Menyaksikan suasana yang tidak kondusif, Bang Arif menenangkan. “Kawan-kawan, saya paham dengan kegelisahan kawan-kawan. Tetapi kita yang ada di sini juga patut menjadi tersangka. Bisa saja di ruangan ini ada yang mencoba menggunting dalam lipatan.”

            Kalimat Bang Arif membuat Rafly berang. “Maksud Abang apa? Abang menuduh salah seorang dari tim redaksi yang membocorkan data redaksi. Hal itu sangat tidak berdasar, Bang?”

            Suasana ruangan menjadi panas. Salah seorang redaktur lain berusaha meredam emosi Rafly.

“Masalah ini memang tidak dapat kita terima, tetapi daripada kita bertengkar lebih baik kita memikirkan apa solusi untuk rubrik kita yang akan terbit besok. Apa kita perlu menganti tulisan Rade dengan yang lain. Kita harus cepat, supaya tim layout bisa segera mengerjakannya. Malam ini kita sudah harus cetak,” ujar redaktur yang lain.

Setelah berdiskusi panjang, akhirnya diputuskan untuk mengganti rubrik tulisan Rade dengan yang baru. Rade pun harus mengerjakan dalam waktu singkat.  Rafly membantu Rade untuk menyelesaikan tulisan itu.

***

Malam hari saat semua tim redaksi disibukkan untuk persiapan cetak, Aden datang. Semua mata memandang Aden dengan tatapan sinis. Mereka sangat tidak suka kedatangan Aden. Aden merasa heran terhadap sikap semua anggota redaksi. Dengan canggung ia lalu menuju ruangan Bang Arif.

“Bang Arif keterlaluan banget sih, masa orang itu masih bebas berkeliaran di kantor kita,” Rade kesal.

“Biar nanti Abang urus. Ini gak bisa dibiarin lagi, “ ujar Rafly.

Sementara itu, Aden yang masih bingung karena orang-orang redaksi menatapnya seperti pencuri menanyakan hal itu kepada Bang Arif.

“Ada apa, Bang. Kenapa teman-teman Abang melihat aku seperti melihat pencuri,” kata Aden.

“Ini, ada tulisan wartawan kami terbit di Harian Realita. Persis banget,” Arif menjelaskan.

“Masa sih. Kok bisa. Berita yang mana, Bang?”

“Ini,” ujar Bang Arif sambil menunjukkan Harian Realita kepada Aden.

“Kode wartawannya spy08, hmm... ini wartawan baru kami, Bang. Namanya Surya,” kata Aden.

“Mereka menuduh kamu yang mencuri data.”

“Aku? Mana mungkin, Bang aku curi data. Aku bisa nulis lebih tajam dari ini, ngapain aku mencuri tulisan orang?” ujar Aden sombong.

“Iya, aku percaya, gak mungkin kamu ambil tulisan orang lain. Tapi, karena kamu orang Harian Realita yang sering datang ke sini, jadi kamu orang yang pantas mereka curigai,” kata Bang Arif.

Hahaha, emangnya itu tulisan siapa, Bang?”

“Tulisan Rade, wartawan baru juga.”

“Rade yang kemarin ke ruangan Abang waktu aku di sini?”

“Iya.”

“O, dia pacaran sama Rafly ya?”

“Pacaran gimana? Gak mungkin lah, Rafly udah punya istri.”

“Tapi..., ah, sudahlah.”

“Bang, Aku datang ke sini mau bilang bahwa aku siap gabung di sini.”

“Mantap, gitu dong. Kamu udah ngundurin diri dari Realita?”

“Besok aku ngajukan surat pengunduran diri.”

“Oke, selamat bergabung di Tabloid WeekNews ya,” Bang Arif menyalami Aden.

Tidak terasa Bang Arif dan Aden mengobrol sangat lama. Aden pamit pulang ketika ia melihat waktu di arlojinya menunjukkan pukul 23.30 WIB. Kantor Tabloid WeekNews sudah sepi, tinggal anggota tim percetakan yang masih bekerja.

Saat melewati ruang redaksi, Aden melihat cahaya remang-remang di kegelapan ruangan. Cahaya itu berasal dari salah satu komputer yang masih menyala. Diam-diam Aden mengintip dari luar. Ia melihat seorang perempuan berambut pendek mengenakan rok mini sedang memindahkan file ke flasdisk. Wajahnya tidak terlalu jelas terlihat oleh Aden. Aden terus memperhatikan karena merasakan bahwa gerak-gerik perempuan itu sangat mencurigakan.

Bab terkait

  • RD. SEIYA SEKATA   5. ANGGOTA BARU TIM REDAKSI

    Sejak kejadian “pencurian” tulisan Rade oleh orang dari media lain, tim redaksi semakin waspada. Apalagi mereka masih melihat Aden datang dengan leluasa ke kantor. Mereka merasa percuma mengatakan kepada Bang Arif karena ia tidak percaya bahwa Aden pelakunya. Tiba-tiba pagi itu Bang Arif meminta semua anggota redaksi berkumpul di ruang rapat. “Kita kedatangan anggota baru yang akan bergabung di tim redaksi sebagai wartawan. Ia wartawan senior dan cukup kompeten. Rekan-rekan wartawan dapat belajar darinya,” Bang Arif membuka perkenalan sembari menyilakan Aden masuk ke ruang rapat. Semua mata terbelalak melihat Aden masuk ke ruang rapat sebagai orang yang diperkenalakan menjadi anggota baru tim redaksi. Semua orang menyimpan tanda tanya dalam benaknya masing-masing.&

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-13
  • RD. SEIYA SEKATA   6. Dia Tak Pantas Kau Tangisi

    Malam hari Ferdi menjemput Rade pada jam yang telah dijanjikan. Mereka memutuskan untuk berjalan-jalan di taman kota karena Rade sedang tidak ingin makan malam. Susana hingar-bingar taman kota begitu kental.Taman yang terletak di pusat kota itu memang memiliki fasilitas yang lengkap. Ada arena bermain untuk anak-anak. Beberapa orang menyewakan mobil-mobilan, sepeda, atau becak mini. Ada juga arena melukis untuk anak-anak, permainan tradisional, dan area untuk bersantai. Di pinggir taman, deretan gerobak penjaja makanan kecil silih berganti didatangi pengunjung.“Ferdi, nanti kamu mau punya anak berapa?” tanya Rade sambil melihat ke arah anak-anak yang asik bermain.“Anak?”“Iya, anak. Coba kamu lihat di sana, orang tua dengan bahagia menemani anak mereka bermain. Aku ingin nanti kita juga seperti itu?”Ferdi tersedak mendengar ucapan Rade. Ia merasa bersalah kepada Rade karena ia tidak memiliki pem

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-14
  • RD. SEIYA SEKATA   7. Aku, Kamu, dan Pantai

    Rade duduk sendiri menikmati kelapa muda. Matanya menatap hampa pada gulungan ombak di pantai. Semilir angin menampar lembut wajahnya. Suara ombak memecah batuan mendesau-desau di telinganya. Gesekan daun pohon kelapa yang dipermaikan angin melengkapi irama pagi. Sementara itu, matahari masih malu-malu muncul ke peraduannya. Menjingga merah merona cahayanya perlahan-lahan memantul dan berkilau di laut. Belum ada siapapun di pantai ini kecuali para pedagang. Mungkin Rade adalah pengunjung pertama di pantai ini. Ia ingin menenangkan diri karena masih belum dapat menerima peristiwa semalam. “Bagaimana mungkin kamu bisa begitu jahat padaku, Ferdi,” Rade bicara sendiri. Rade masih

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-16
  • RD. SEIYA SEKATA   8. Musuh dalam Selimut

    Aden menyeruput es kopi di kafe tempat biasa. Ia duduk sendiri sembari menggeser-geser layar Hp-nya. Sesekali ia tersenyum dan tertawa kecil. Entah apa yang dibacanya. Tetapi sepertinya ia sangat menikmati sesuatu di layar hp. Ia bersiap berdiri karena ingin segera ke kantor lagi. Saat itu, ia melihat Surya, temannya di Harian Realita baru saja duduk dan memesan kopi. Surya tidak sendiri, ia ditemani seorang perempuan yang dikenal Aden. “Apa kabar, Bro?” Aden menyapa Surya. “Wee, Bang Aden. Baik Bang, udah lama ni kita gak jumpa.” Aden melirik pada teman wanita Surya, “Nining, kamu...,” s

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-19
  • RD. SEIYA SEKATA   9. Kamu Orang Aneh

    Kamu Orang AnehRade tiba di rumah lebih cepat dari biasanya. Meskipun sudah menjelang naik cetak, tetapi Rade tidak sedang jadi pejuang deadline. Semua tulisannya sudah rampung.“Tumben, Kakak pulang lebih awal,” kata Mama sembari melirik pada jam dinding.“Iya, Ma. Tulisan Rade udah beres semua, jadi gak ada yang mesti dikejar lagi.”“Oh iya, tadi Ferdi datang ke sini.”Mendengar nama Ferdi membuat Rade terdiam. Ada luka belum sembuh yang kini tersayat kembali.“Ferdi? Ngapain dia ke sini, Ma?”Mama sangat memahami anak gadisnya. Sebenarnya sudah sejak lama ia ingin menanyakan tentang Ferdi kepada Rade. Beberapa hari ia melihat Rade yang tampak murung dan tidak pernah lagi terlihat berkomunikasi dengan Ferdi. Namu, ia menunggu agar anak gadisnya yang mengutarakan secara langsung.“F

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-22
  • RD. SEIYA SEKATA   10. Jinak-Jinak Merpati

    Sesosok perempuan memasuki ruangan redaksi. Perempuan itu tidak menyalakan lampu. Sambil celingak-celinguk dan berjalan perlahan, ia duduk depan komputer. Karena gelap, perempuan itu tidak menyadari ada sosok lain di ruangan. Setelah komputer menyala dan cahaya memendar dari layarnya, perempuan itu dikejutkan oleh bayangan yang terpantul di tembok.“Aaaaaaaaaa,” ia berteriak.Sesosok di belakangnya langsung mendekap mulutnya.“Jangan ribut kalau kau tidak ingin ada yang tahu keberadaanmu.”Perempuan itu mengangguk pelan dan ketakutan. Ketika dekapan dimulutnya telah dikendorkan, ia menoleh ke belakang dan mendapati sosok Aden.“Aaanu, kamu ngapain di sini?” tanya perempuan itu.“Aku yang harusnya bertanya, kamu ngapain di sini?” bentak Aden.“Akuu...aakuu.”“Kamu mau mencuri data lagi kan?

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-27
  • RD. SEIYA SEKATA   9. Kamu Orang Aneh

    Rade tiba di rumah lebih cepat dari biasanya. Meskipun sudah menjelang naik cetak, tetapi Rade tidak sedang jadi pejuang deadline. Semua tulisannya sudah rampung.“Tumben, Kakak pulang lebih awal,” kata Mama sembari melirik pada jam dinding.“Iya, Ma. Tulisan Rade udah beres semua, jadi gak ada yang mesti dikejar lagi.”“Oh iya, tadi Ferdi datang ke sini.”Mendengar nama Ferdi membuat Rade terdiam. Ada luka belum sembuh yang kini tersayat kembali.“Ferdi? Ngapain dia ke sini, Ma?”Mama sangat memahami anak gadisnya. Sebenarnya sudah sejak lama ia ingin menanyakan tentang Ferdi kepada Rade. Beberapa hari ia melihat Rade yang tampak murung dan tidak pernah lagi terlihat berkomunikasi dengan Ferdi. Namu, ia menunggu agar anak gadisnya yang mengutarakan secara langsung.“Ferdi mengantarkan undangan pernikahan.

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-02
  • RD. SEIYA SEKATA   11. Aku Ingin Menyelamatkanmu

    “Bang Rafly udah makan siang?” tanya Rade.“Abang mau makan siang ini sebentar lagi.”“Makan bareng mau?” tanya Rade.“Maaf, Abang makan di rumah ya.”“Tumben?” tanya Rade.“Iya, ada calon kakakmu di rumah.”“Calon kakak?”“Hehe Iya. Ya udah, Abang pulang duluan ya, nanti kakakmu marah,” ujar Rafly sambil terus beranjak pergi.Rade masih kebingungan dengan sosok yang disebut Rafly sebagai calon kakaknya. Belum habis kebingungan Rade, ia terperanjat melihat Nining dan Aden makan bersama. Nining sedang berusaha menyuapi Aden. Aden yang melihat Rade terpaku menatapnya dan Nining langsung membuka mulut menerima suapan Nining. Rade yang melihat itu hanya tersenyum sinis.“Ternyata doyan yang seksi juga,” kata Rade dalam hati.Sesaat setelah Rade beranjak, Aden menempis tangan Nin

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-08

Bab terbaru

  • RD. SEIYA SEKATA   11. Aku Ingin Menyelamatkanmu

    “Bang Rafly udah makan siang?” tanya Rade.“Abang mau makan siang ini sebentar lagi.”“Makan bareng mau?” tanya Rade.“Maaf, Abang makan di rumah ya.”“Tumben?” tanya Rade.“Iya, ada calon kakakmu di rumah.”“Calon kakak?”“Hehe Iya. Ya udah, Abang pulang duluan ya, nanti kakakmu marah,” ujar Rafly sambil terus beranjak pergi.Rade masih kebingungan dengan sosok yang disebut Rafly sebagai calon kakaknya. Belum habis kebingungan Rade, ia terperanjat melihat Nining dan Aden makan bersama. Nining sedang berusaha menyuapi Aden. Aden yang melihat Rade terpaku menatapnya dan Nining langsung membuka mulut menerima suapan Nining. Rade yang melihat itu hanya tersenyum sinis.“Ternyata doyan yang seksi juga,” kata Rade dalam hati.Sesaat setelah Rade beranjak, Aden menempis tangan Nin

  • RD. SEIYA SEKATA   9. Kamu Orang Aneh

    Rade tiba di rumah lebih cepat dari biasanya. Meskipun sudah menjelang naik cetak, tetapi Rade tidak sedang jadi pejuang deadline. Semua tulisannya sudah rampung.“Tumben, Kakak pulang lebih awal,” kata Mama sembari melirik pada jam dinding.“Iya, Ma. Tulisan Rade udah beres semua, jadi gak ada yang mesti dikejar lagi.”“Oh iya, tadi Ferdi datang ke sini.”Mendengar nama Ferdi membuat Rade terdiam. Ada luka belum sembuh yang kini tersayat kembali.“Ferdi? Ngapain dia ke sini, Ma?”Mama sangat memahami anak gadisnya. Sebenarnya sudah sejak lama ia ingin menanyakan tentang Ferdi kepada Rade. Beberapa hari ia melihat Rade yang tampak murung dan tidak pernah lagi terlihat berkomunikasi dengan Ferdi. Namu, ia menunggu agar anak gadisnya yang mengutarakan secara langsung.“Ferdi mengantarkan undangan pernikahan.

  • RD. SEIYA SEKATA   10. Jinak-Jinak Merpati

    Sesosok perempuan memasuki ruangan redaksi. Perempuan itu tidak menyalakan lampu. Sambil celingak-celinguk dan berjalan perlahan, ia duduk depan komputer. Karena gelap, perempuan itu tidak menyadari ada sosok lain di ruangan. Setelah komputer menyala dan cahaya memendar dari layarnya, perempuan itu dikejutkan oleh bayangan yang terpantul di tembok.“Aaaaaaaaaa,” ia berteriak.Sesosok di belakangnya langsung mendekap mulutnya.“Jangan ribut kalau kau tidak ingin ada yang tahu keberadaanmu.”Perempuan itu mengangguk pelan dan ketakutan. Ketika dekapan dimulutnya telah dikendorkan, ia menoleh ke belakang dan mendapati sosok Aden.“Aaanu, kamu ngapain di sini?” tanya perempuan itu.“Aku yang harusnya bertanya, kamu ngapain di sini?” bentak Aden.“Akuu...aakuu.”“Kamu mau mencuri data lagi kan?

  • RD. SEIYA SEKATA   9. Kamu Orang Aneh

    Kamu Orang AnehRade tiba di rumah lebih cepat dari biasanya. Meskipun sudah menjelang naik cetak, tetapi Rade tidak sedang jadi pejuang deadline. Semua tulisannya sudah rampung.“Tumben, Kakak pulang lebih awal,” kata Mama sembari melirik pada jam dinding.“Iya, Ma. Tulisan Rade udah beres semua, jadi gak ada yang mesti dikejar lagi.”“Oh iya, tadi Ferdi datang ke sini.”Mendengar nama Ferdi membuat Rade terdiam. Ada luka belum sembuh yang kini tersayat kembali.“Ferdi? Ngapain dia ke sini, Ma?”Mama sangat memahami anak gadisnya. Sebenarnya sudah sejak lama ia ingin menanyakan tentang Ferdi kepada Rade. Beberapa hari ia melihat Rade yang tampak murung dan tidak pernah lagi terlihat berkomunikasi dengan Ferdi. Namu, ia menunggu agar anak gadisnya yang mengutarakan secara langsung.“F

  • RD. SEIYA SEKATA   8. Musuh dalam Selimut

    Aden menyeruput es kopi di kafe tempat biasa. Ia duduk sendiri sembari menggeser-geser layar Hp-nya. Sesekali ia tersenyum dan tertawa kecil. Entah apa yang dibacanya. Tetapi sepertinya ia sangat menikmati sesuatu di layar hp. Ia bersiap berdiri karena ingin segera ke kantor lagi. Saat itu, ia melihat Surya, temannya di Harian Realita baru saja duduk dan memesan kopi. Surya tidak sendiri, ia ditemani seorang perempuan yang dikenal Aden. “Apa kabar, Bro?” Aden menyapa Surya. “Wee, Bang Aden. Baik Bang, udah lama ni kita gak jumpa.” Aden melirik pada teman wanita Surya, “Nining, kamu...,” s

  • RD. SEIYA SEKATA   7. Aku, Kamu, dan Pantai

    Rade duduk sendiri menikmati kelapa muda. Matanya menatap hampa pada gulungan ombak di pantai. Semilir angin menampar lembut wajahnya. Suara ombak memecah batuan mendesau-desau di telinganya. Gesekan daun pohon kelapa yang dipermaikan angin melengkapi irama pagi. Sementara itu, matahari masih malu-malu muncul ke peraduannya. Menjingga merah merona cahayanya perlahan-lahan memantul dan berkilau di laut. Belum ada siapapun di pantai ini kecuali para pedagang. Mungkin Rade adalah pengunjung pertama di pantai ini. Ia ingin menenangkan diri karena masih belum dapat menerima peristiwa semalam. “Bagaimana mungkin kamu bisa begitu jahat padaku, Ferdi,” Rade bicara sendiri. Rade masih

  • RD. SEIYA SEKATA   6. Dia Tak Pantas Kau Tangisi

    Malam hari Ferdi menjemput Rade pada jam yang telah dijanjikan. Mereka memutuskan untuk berjalan-jalan di taman kota karena Rade sedang tidak ingin makan malam. Susana hingar-bingar taman kota begitu kental.Taman yang terletak di pusat kota itu memang memiliki fasilitas yang lengkap. Ada arena bermain untuk anak-anak. Beberapa orang menyewakan mobil-mobilan, sepeda, atau becak mini. Ada juga arena melukis untuk anak-anak, permainan tradisional, dan area untuk bersantai. Di pinggir taman, deretan gerobak penjaja makanan kecil silih berganti didatangi pengunjung.“Ferdi, nanti kamu mau punya anak berapa?” tanya Rade sambil melihat ke arah anak-anak yang asik bermain.“Anak?”“Iya, anak. Coba kamu lihat di sana, orang tua dengan bahagia menemani anak mereka bermain. Aku ingin nanti kita juga seperti itu?”Ferdi tersedak mendengar ucapan Rade. Ia merasa bersalah kepada Rade karena ia tidak memiliki pem

  • RD. SEIYA SEKATA   5. ANGGOTA BARU TIM REDAKSI

    Sejak kejadian “pencurian” tulisan Rade oleh orang dari media lain, tim redaksi semakin waspada. Apalagi mereka masih melihat Aden datang dengan leluasa ke kantor. Mereka merasa percuma mengatakan kepada Bang Arif karena ia tidak percaya bahwa Aden pelakunya. Tiba-tiba pagi itu Bang Arif meminta semua anggota redaksi berkumpul di ruang rapat. “Kita kedatangan anggota baru yang akan bergabung di tim redaksi sebagai wartawan. Ia wartawan senior dan cukup kompeten. Rekan-rekan wartawan dapat belajar darinya,” Bang Arif membuka perkenalan sembari menyilakan Aden masuk ke ruang rapat. Semua mata terbelalak melihat Aden masuk ke ruang rapat sebagai orang yang diperkenalakan menjadi anggota baru tim redaksi. Semua orang menyimpan tanda tanya dalam benaknya masing-masing.&

  • RD. SEIYA SEKATA   4. KAMU PANTAS DICURIGAI

    Suasana ruang redaksi Tabloid WeekNews dihebohkan oleh pengakuan Rade bahwa tulisannya telah terbit di media lain. Padahal tulisan itu akan terbit pada tabloid mereka besok. Ia merasa bahwa ada seseorang yang telah mencuri tulisannya.“Bang Rafly, ini bagaimana? Kok bisa tulisanku terbit di media lain?” Rade bersungut-sungut kesal.“Kamu yakin ini sama persis?”“Persis banget, Bang. Ini benar-benar diplagiat tanpa diedit sama sekali. Bagaimana ini, Bang. Mereka sudah terbit hari ini, sedangkan kita besok. Kita yang bakal dibilang ngikutin mereka, Bang,” Rade mulai sedih.Rafly lalu membaca tulisan yang tayang di koran tersebut. Ia kemudian membandingkan dengan tulisan Rade. Ia pun terkejut karena tulisan itu sama persis.“Sungguh keterlaluan, siapa yang mencuri data kita?”“Bang Rafly, memang kita gak ada bukti untuk menuduh siapapun. Tapi coba deh liha

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status