Keesokan harinya. Sesuai keinginan dari Elrissa, Alano setuju untuk jalan-jalan setelah pemeriksaan di rumah sakit. Suasana alun-alun kota begitu ramai di malam hari begini. Ada festival musik yang membuat jalanan di penuhi oleh pedagang dan pejalan kaki. Beruntung, langit cukup bersahabat, tidak hujan, tidak juga mendung. Kondisinya cukup aman. Elrissa dan Alano bersandar di tepian kolam air mancur, tak jauh dari panggung utama. Belum ada tanda-tanda ada band yang meramaikan malam ini, hanya sekedar MC yang menyambut penonton. Elrissa meniup coklat hangat dari gelas kertas yang dia beli dari salah satu kedai terdekat. Sementara itu, Alano diam saja memandangi lalu lalang orang lewat. Semuanya berbicara, berisik, dan tertawa. Sebagai orang yang tertutup, dia selalu tak nyaman berada di keramaian. Tetapi, dia tersadar— ini bisa dibilang sebuah kencan. Ini kencan pertamanya di tempat publik bersama Elrissa. Iya, walaupun dia lebih memilih kencan di tempat sepi. Dia menengok
Esok harinya. Alano membangunkan Elrissa dengan mencium dada wanita itu bergantian kanan dan kiri di balik selimut. "Sayang ... Stop, kamu terluka, loh," gumam Elrissa tersadar aksi pria itu. Dia mendorong kepala Alano sampai menjauh dari dadanya. Alano bangun, lalu turun dari ranjang seraya berkata, "iya ... Ngomong-ngomong, hari ini aku mau pergi sebentar, Sayang." "Lagi? Kamu pergi lagi? Lagi terluka masih mau pergi?" Elrissa ikut bangkit dari ranjang sambil menarik selimut untuk menutupi dadanya. "Aku nggak apa-apa. Aku ada urusan, cuma sebentar, kok. Kamu di rumah dulu saja." "Jadi aku dikurung lagi?" "Jangan bilang dikurung, dong. Jahat banget kayaknya aku." "Kalau begitu aku ingin ikut." "Ini pekerjaan, aku mau ketemu rekan bisnis, jadi kamu nggak bisa ikut." "Kamu yakin pergi? Kamu masih terluka." Alano melihat jahitan kecil di pinggangnya yang sudah kering. "Aku 'kan bilang nggak apa, toh, ini sudah kering, aku oles obat sendiri kemarin." Elrissa terte
Alano telah pergi dari rumah.Sudah setengah jam berlalu, Elrissa gelisah di dalam rumah. Namun, perasaan itu memudar ketika sadar ada pembantu yang membersihkan rumah setiap hari. Ini adalah jam mereka datang untuk bersih-bersih.Ada tiga pembantu, dua wanita, dan satu pria yang diberikan akses masuk ke rumah melalui pintu belakang. Mereka sudah dipercaya oleh Alano selama bertahun-tahun untuk memegang kunci.Dua wanita pembantu berusia empat puluh tahunan yang mengurus kebersihan dari lantai dasar hingga atas, sedangkan satu pria pembantu bertugas memeriksa keamanan listrik dan elektronik lain.Rutinitas ini selalu ada setiap hari, mereka datang dan pergi seperti hantu. Baru kali ini saja, Elrissa mengintip kinerja mereka.Ketika dia melihat tiga pekerja itu sudah selesai dengan pekerjaan mereka, satu orang telah membuka kunci pintu belakang, hendak keluar. Seketika itu pula, Elrissa berteriak, "ah!"Jelas saja, mereka panik dan kembali masuk ke dalam, menuju ke sumber suara yaitu r
Elrissa tidak tahu kemana Alano pergi. Niat awal adalah mendatangi tempat kerja Bella, tetapi urung ketika dia sadar tidak membawa banyak uang tunai.Alhasil, dia menaiki taksi dengan tujuan adalah ke rumah. Dia ingin mencari buku tabungannya, agar bisa melaporkan ke pihak bank kalau kartu debitnya hilang ketika dia tenggelam."Kebuka? Aneh banget, apa kemarin aku lupa menutup tirainya?" Elrissa heran dengan tirai jendela depan rumah yang terbuka.Tanpa memikirkannya lagi, dia langsung masuk ke dalam kamar tidur. Disitu, dia merasa asing.Seluruh tembok sudah dicat ulang putih bersih. Dia tidak ingat kapan mengecat ulang tempat ini. Tetapi, harusnya banyak catatan terpajang di tembok.Dari mulai foto-foto sampai pengingat kerja. Tetapi, sekarang sangat bersih. Tidak ada apapun kecuali jam dinding."Alano membersihkan rumahku? Kapan?" Elrissa mencoba mengingat-ingat.Hanya saja, tidak ada ingatan yang melintas. Iya, seakan telah hilang permanen. Sekalipun sudah mendapat penanganan dokt
Perasaan Elrissa terluka. Dia ingin menangis sejadi-jadinya. Dia tidak tahu, apa mungkin ini salahnya karena mengenalkan Alano dengan temannya? Apakah salah mengenalkan teman wanita? Kenapa mendadak seperti ini?Jauh di lubuk hatinya, dia yakin— tidak mungkin Alano berselingkuh. Lalu, kenapa pria itu diam-diam mengajak jalan berdua dengan Bella?Bella masih diam saja di depan Elrissa, melihat reaksinya. Dia tidak merasa bersalah. Perasaan dengki dalam hatinya terlalu besar. Enak saja Elrissa mendadak bisa mendapatkan pria kaya raya?Elrissa meliriknya tajam. Dengan menahan air mata, dia bertanya, "berapa kali kalian jalan di belakangku?""Berkali-kali, dia bahkan mengantarkanku pulang, selalu memberikan hadiah saat bertemu denganku.""Pembohong!“"Terserah mau percaya atau enggak, kamu sendiri yang tanya, aku cuma jawab, kok.""Kamu nggak malu ngomong kayak gitu? Aku teman kamu, dan kamu malah jalan sama suamiku? Bangga sekali kamu kayak gini?”"Memangnya kenapa aku jalan sama suami b
Elrissa melempar ponselnya ke atas ranjang. Barusan, dia telah mendapatkan telepon dari Alano, tak sepatah kata pun terlontar dari mulut. Kini, dia duduk di kursi sambil mengusap air mata dengan tisu atas meja."Siapa itu Daniel? Apa aku memang punya hubungan sama dia? Tapi kenapa dia nggak menemuiku? Di mana dia? Kenapa dia menghilang? Apa pria bernama David waktu itu berkata benar, dia sepupunya Daniel? Tapi, Alano ...." Dia merasa bimbang. Sebenarnya ada apa ini? Siapa yang benar? Apa yang terjadi dalam beberapa bulan belakangan? Apa hubungannya dengan Daniel?"Alano ... juga nggak mungkin berkhianat ...” Dia menangis lagi kalau ingat suami yang dia percayai itu jalan dengan temannya sendiri.Terlalu banyak yang dia pikirkan, kepala jadi semakin pusing. Ingatannya juga tak kunjung kembali. Apapun yang dia lakukan, mendapat perawatan dari dokter pun, tidak ada yang berhasil membuatnya ingat.Tak lama kemudian, langkah kaki seseorang terdengar mendekat ke ruangan itu.Alano.Dia be
Alano kesal. Dia tidak mengira akan bertengkar hebat dengan Elrissa hanya karena wanita lain. Ini adalah masalah yang tidak penting sama sekali. Begitulah pikirannya. Meski demikian, dia sadar diri kalau bersalah. Bagaimana pun, dia sudah jalan-jalan dengan wanita lain di belakang Elrissa. Apapun alasannya, ini tetaplah hal yang salah. Entah sudah berapa jam, dia hanya bisa duduk di depan pintu kamar Elrissa sambil tertunduk lesu. Dia khawatir dengan kondisi Elrissa yang tak mau keluar kamar— padahal waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Sekarang waktunya makan malam. Dia memberanikan diri untuk mengetuk pintu, lalu berkata, “Sayang— ayo kita makan malam dulu. Aku buatkan sesuatu untuk kamu, ya?” Dari dalam, Elrissa menjawab, "nggak perlu." "Oke, aku buatkan." Alano berkata demikian, lalu pergi ke dapur. Dia tak peduli dengan sifat keras kepala Elrissa kalau sudah masuk urusan makan. Seharusnya di dapur ada makanan karena beberapa hari, Bella ada disini. Mengingat Bel
Keesokan harinya ... Jam dinding sudah menunjukkan pukul empat pagi. Cuaca sudah agak lebih baik daripada semalam. Elrissa bangun tidur dengan kondisi seluruh sendi tubuh nyeri, sakit semua. Selain itu, wajahnya memerah, terutama di bagian hidung. Saat dia bangun, kepalanya terasa berputar-putar. Dia tetap nekad untuk turun dari ranjang, lalu menggeledah tasnya untuk mengambil sebotol obat pemberian dokter. Baru setelahnya, dia keluar dari kamar. "Reno?" panggilnya lemah. Reno tinggal sendirian di rumah ini, belum menikah. Dia selalu bangun lebih awal untuk menyiapkan segalanya. Dia menghampiri Elrissa. Tanpa basa-basi, dia memeriksa suhu kening wanita itu dengan punggung tangan. "Kamu demam, sudah pasti gara-gara kena hujan kemarin. Mending kamu tidur dahulu, aku buatkan sup hangat." "Enggak, aku nggak boleh lama-lama di rumah kamu juga, nggak etis. Aku mau minum saja, ini waktunya minum obatku." "Obat?" "Ini ..." Elrissa menunjukkan botol berisi obatnya. "Aku 'ka
Elrissa dan Alano duduk di kursi yang dipisahkan oleh meja bundar. Di atas meja itu terdapat piring-piring berisi daging, sate dan burger yang semuanya masih hangat. Mereka berdua kompak bersandar santai sembari melihat ke langit dimana sudah ada kembang api yang menyala.Pesta tahun baru sudah dimulai.Alano menuangkan alkohol jenis gin ke gelasnya untuk kesekian kalinya.Elrissa memegangi piring kecil berisi irisan daging. Dia sudah memakan sebagian. Pandangannya masih ke arah samping, ke kekasihnya yang sudah habis dua botol alkohol. “Sayang, kamu terlalu banyak minum itu, sudah jangan lagi.”“Aku masih sadar, kok, nggak apa-apa.” Alano menoleh pada wanita itu sembari tersenyum. Memang benar, kelihatan sekali kalau dia masih belum terlalu terpengaruh alkohol.“Aku takut kamu tipe pengamuk kalau mabuk.”Alano tertawa. “Aku tipe tukang tidur kalau mabuk.""Awas saja kalau ketiduran disini, aku nggak akan membawamu masuk ...""Jangan gitu, dong, nanti kamu kedinginan loh kalau nggak d
Rumah sewaan Alano adalah bangunan tua pinggir jalan. Rumahnya tidak terlalu besar, tidak bertingkat, tapi setidaknya punya halaman belakang yang cukup luas dan dilindungi oleh pagar yang aman. Itu yang paling penting sekarang.Saat mereka datang, semua sudah dibersih, tetapi areanya masih basah dan lembab. Untungnya, cuaca bagus hari ini, udara lebih hangat dari sebelumnya.Elrissa beristirahat di kamarnya sendirian. Dia diminta untuk tidur saja oleh Alano. Tetapi, wanita itu tidak mungkin bisa beristirahat setelah kejadian di supermarket tadi. Semuanya begitu mengejutkan.Ketika hari sudah mulai gelap, Elrissa keluar dari kamar untuk memeriksa keadaan. Dia penasaran dengan apa yang sudah dilakukan oleh calon suaminya di halaman belakang.Selama berjam-jam, Alano menikmati waktu sendirinya di halaman belakang. Dari mulai menyiapkan alat panggangan untuk pesta BBQ, menaruh meja di sampingnya yang sudah banyak terhidang potongan paprika, udang, daging dan lain-lain.Pencahayaan di hala
Elrissa tenggelam dalam pemikiran. Tetapi, semua itu buyar akibat wanita misterius tadi tak berhenti berteriak. Dia sempat berteriak, “Nona, jauhi pria itu! Dia monster! Dia bukan manusia! Tolong selamatkan dirimu!” Alano risih mendengarnya. Dia menarik tangan Elrissa, lalu diajak pergi ke rak terjauh agar menghindari kerumunan orang yang penasaran dengan keributan ini. Ketika sudah berada di samping rak minuman beralkohol, Alano berhenti berjalan, lalu mengambil beberapa kaleng alkohol untuk dimasukkan ke dalam troli. Elrissa tersadar. “Sayang, kamu minum alkohol? Kamu bilang nggak minum?” “Nggak apa-apa ‘kan? Ini juga mau tahun baru, sekalian merayakan.” Alano menjawab dengan nada cukup dingin. "Hmm ..." Elrissa tidak suka dengan ini. Alano paham kekhawatiran Elrissa. "Tenang, aku nggak mungkin mabuk. Jangan takut. Lagian di supermarket ini, alkohol yang dijual itu terbatas, nggak ada yang kandungan alkoholnya tinggi, malahan mirip soda biasa." "Oh." Alano kembali m
Seminggu telah berlalu …Alano mengajak Elrissa untuk pergi berlibur di kota kecil, sekaligus menghindari keramaian tahun baru di kota besar.Elrissa tampaknya ingin menghabiskan waktu lebih private bersama Alano. Kehamilannya telah diperiksa dan ternyata sudah jalan lima minggu. Ini cukup mengejutkan karena dia tidak terlalu merasakan gejalanya, kecuali lelah dan suka mengantuk.Sebelum ke rumah yang mereka sewa, terlebih dahulu Alano membelokkan mobilnya masuk ke area supermarket. Halaman parkirnya sudah ramai pengunjung. Tak heran sekarang sudah cukup siang.Supermarket itu bernama Tony’s Market, tempat yang jelas familiar kepada semua warga yang pernah berada di kota ini, termasuk Alano dan Elrissa. Saat kecil, mereka beberapa kali mampir kemari untu berbelanja.Saat keluar dari mobil, Elrissa menatapnya bagian depan supermarket itu. “Sudah berapa tahun ya aku nggak ke sini?”Alano ikut keluar mobil, menikmati udara segar di kota ini. “Aku juga sudah lupa kapan terakhir ke kota in
Elrissa memeluk Alano begitu sampai di rumah. Dia menangis di pelukan pria itu, menyesali keputusannya untuk pergi sendirian. Hatinya masih terluka dengan kelakuan tersembunyi dari Daniel.Alano mengelus rambutnya. Tidak perlu dijelaskan, dia sudah mengetahui segalanya. "Nggak usah menangis, Sayang, nanti akan aku balas semua sakit hatimu.""Dia ingin melenyapkan anak kita.""Nggak akan. Nggak akan ada orang yang bisa mencelakaimu ataupun anak kita. Tenang saja, ya."Elrissa melepaskan pelukannya, lalu memandangi wajah Alano. Air mata membasahi pipinya. Dia sangat stres karena semua ini.Alano tidak tega melihatnya. Dia memgusap air mata Elrissa dengan jempolnya. "Sudah jangan nangis. Dia nggak akan mengganggu kita lagi.""Iya.""Kamu mau liburan nggak? Kita bisa menyewa villa di kota lain? Kita bisa main ke pantai atau semacamnya."Elrissa menatap Alano dalam-dalam, senang dengan perubahan sikap pria itu. Sekarang, dia merasa sangat aman dan dicintai. Tidak dikekang seperti sebelumny
Daniel baru saja menindih tubuh Sarah di atas ranjang, tapi suara berisik pintu gerbang mengganggunya. Dia langsung bangun, dan menaikkan celananya lagi."Siapa itu, jangan-jangan dia ..." katanya sambil mengancingkan lagi kemeja yang dia pakai.Sarah bangun sembari menutupi dadanya dengan selimut. "Daniel, mau kemana?"Daniel mengacuhkannya, dan berlari keluar kamar, curiga kalau David mengkhianatinya.Dia menggebrak pintu kamar tamu, dan tak melihat ada Elrissa disitu. "Rissa!"Panik, dia keluar rumah, dan berlari ke pintu gerbang. Dari situ, dia bisa melihat wanita itu berlari menyusuri trotoar menuju ke jalan raya yang berjarak dua ratus meter dari rumah ini."ELRIISSSSAAA! MAU KEMANA KAMU!" teriak Daniel mengejarnya.Elrissa kaget, ternyata ucapan David benar, suara berisik dari pintu gerbang menyadarkan Daniel akan kepergiannya.Dia menambah kecepatannya berlari, dan untungnya jarak ke jalan raya tidak terlalu jauh.Sebuah taksi berhasil dia berhentikan, tapi sialnya lari Daniel
Elrissa masih tidak sadarkan diri saat ditidurkan di ranjang kamar tamu rumah David.David sampai dibuat tidak bisa berkata-kata dengan tindakan sepupunya. Dia tidak tahu kalau akan sampai seperti penculikan begini.Apakah ini tidak apa-apa? Sekalipun mereka tunangan, tapi ini sudah kelewatan. Dia pergi ke dapur dan mendapati Daniel sedang berciuman dengan Sarah.Muak, dia menarik pundak Daniel hingga mereka berhenti berciuman. "Stop berbuat bejat untuk sementara, ini masalah serius, kenapa kalian membawa masalah di rumahku?"Sarah memilih pergi, dia tidak mau terlibat pertengkaran. David sempat melototinya, kesal sekali.Daniel malah duduk di meja dapur layaknya seorang bos. Dia memainkan cangkir kosong yang dia pegang. "Kamu ganggu saja. Aku mau buat kopi ini.""Jangan keterlaluan, Daniel, bisa-bisanya bermesraan dengan mantan kekasihmu di rumahku?""Memangnya kenapa? Kamu sudah tahu 'kan?""Ini kelewatan.""Ada apa denganmu? Kamu jadi nggak asyik sekarang.""Aku bukannya nggak asy
Esok harinya ...Elrissa datang menemui Daniel di kediamannya seorang diri. Dia tidak tahu bagaimana nanti reaksi pria itu. Tetapi, dia harus memutuskan sekarang karena sudah mengandung anak pria lain.Begitu masuk ke dalam rumah, terlihat Daniel sudah bersiap untuk pergi.”Sebaiknya kita langsung pergi dari sini, Sayang, aku nggak mau pria itu mengincar kita lagi, kita akan pergi ke rumah David," katanya."Apa? Nggak, nggak usah, aku ingin bicara denganmu serius.“ Elrissa duduk lebih dahulu di sofa panjang ruang tamu.Daniel duduk di sofa depannya. "Bicara serius? Ada apa?”“Bagaimana tanganmu?" Elrissa ingin basa basi sedikit, agak khawatir dengan kondisi tangan Daniel yang waktu itu dikasari oleh Alano."Sudah membaik.""Syukurlah.""Kamu mau bicara apa?""Begini, aku ingin kita ... mmm ... nggak bisa melanjutkan hubungan ini. Maafkan aku.""Apa? Apa maksudmu!" Daniel meledakkan emosi. Dia jelas sangat marah. Setelah kesengsaraan yang terus dia alami, tentu saja tidak semudah melep
Elrissa menyendiri di kamar tidur sejak mendapatkan hasil tes kehamilannya. Perasaan tidak enak yang selalu dia rasakan ternyata adalah gejala kehamilan."Bagaimana? Mungkin beberapa minggu lagi kita harus menikah," ucap Alano berdiri di depan Elrissa yang duduk di tepian ranjang.Elrissa menengok ke kalender meja kecil yang ada di atas meja nakas. Disitu terlihat kalau sebentar lagi natal. "Aku nggak mau.""Maksudmu kamu akan tetap hamil dan tanpa status begini?""Aku nggak terima dengan caramu melakukan ini. Aku nggak mau.""Kalau kamu mau punya anak di luar pernikahan, nggak masalah. Aku nggak akan menikahimu.""Iya sudah.""Iya, aku nggak akan menikahimu, jadi kamu dan anak kita nanti akan dijadikan bahan gunjingan orang.""Ini era modern, banyak ibu single parent di luaran sana. Jangan menjadikan ini untuk mengekangku.""Oh hebat kamu, berani ngomong kayak begitu di negara ini?""Aku akan bilang kalau ayah dari anakku sudah mati.""Kamu lebih bodoh dari yang aku kira. Ini namanya