Sekitar pukul sebelas siang, Elrissa dan Alano keluar dari villa. Meski sudah siang, tapi udaranya tetap dingin sekali, sama sekali tidak panas, langit kian mendung.Mereka berjalan mengikuti jalan setapak menuju ke gazebo alias pondok di tengah hutan.Alano berpakaian kasual, kemeja berwarna putih krim dipadu dengan celana hitam. Pria ini begitu pintar dalam memilih busana. Meskipun sederhana, tapi kelihatan mewah saat dia yang pakai.Ia membawa keranjang berisi bekal makan siang. "Kamu serius mau makan siang di gazebo? Lebih enak di villa 'kan? Nyaman, hangat." Dia mendongak sesaat, melihat kondisi langit. "Takutnya gerimis nanti.""Bosan kalau di Villa terus. Lagian kenapa kalau hujan? Hujan kan cuma air.""Iya, iya.""Kira-kira ada ular nggak, ya?""Nggak ada kayaknya. Sebelum kita ke sini, aku udah nyuruh orang buat nyebar obat anti binatang melata di sekitar villa sama gazebo. Tapi, tetap sih kita harus waspada.“"Oh iya, kenapa aku tadi malah kamu suruh pakai pakaianmu?" Elriss
Malam harinya ...Setelah melepaskan hasrat dalam diri mereka, Elrissa dan Alano tertidur di ranjang.Akan tetapi, Alano hanya berpura-pura, dia membuka mata kembali setelah yakin Elrissa sudah tertidur pulas akibat kelelahan.Pelan-pelan, dia turun dari ranjang, memakai baju tidurnya yang berserahkan di lantai, lalu keluar dari kamar itu.Alano salah perhitungan, meski tampak pulas dan kelelahan, Elrissa tetap bisa merasakan kalau ada gerakan. Saat dia membuka mata, Alano sudah keluar menutup pintu."Hmm?“ Elrissa berusaha membuka kelopak matanya yang berat. Dia bangun, lalu menguap beberapa kali. "Mau ke mana dia?"Penasaran, dia memungut gaun tidurnya yang juga ada di lantai, kemudian dikenakan. Baru setelahnya, dia berjalan keluar mengikuti Alano.Sebenarnya, dia tidak ada niat untuk menguntit, hanya heran, kenapa pria itu mendadak pergi tengah malam begini? Apa ada bahaya? Atau cuma mau minum saja di dapur?Alano berjalan semakin ke area belakang Villa. Beberapa kali, ia berbelok
Beberapa hari sudah berlalu, Elrissa dan Alano hanya berduaan di villa, terutama dalam kamar tidur. Mereka tak lagi bisa keluar karena hujan deras sudah melanda sejak kemarin.Elrissa baru saja bangun tidur. Dia menguap, lalu melihat kamar ini yang masih remang.Sementara itu, Alano duduk di tepi jendela di temani segelas kopi di meja depannya. Pandangan pria itu mengarah keluar, melihat hujan deras.Elrissa khawatir tak bisa pulang kalau sudah masuk musim hujan begini. Dia turun dari ranjang, lalu mendekati Alano."Selamat pagi." Elrissa duduk di pangkuan Alano. Kemudian, dia memberikan kecupan singkat di pipi pria itu.Alano tersenyum, sembari memegangi pinggang Elrissa. "Pagi, Istriku yang tersayang.""Entah sampai kapan kita bakalan kejebak di sini ... hujannya makin makin deras aja." Elrissa memperhatikan hujan deras di luar jendela kaca."Namanya juga musim hujan, Sayang.""Jadi kangen rumah— Oh iya, kita 'kan udah nikah, aku berarti udah pindah ke rumah kamu, dong?""Iya, dong.
Elrissa bangun dari pingsannya sejam kemudian. Dia mengerjap-ngerjapkan mata, dan menyadari kalau sang suami sedang sibuk dengan kotak obat di meja."Alano?" panggilnya sambil bangun. Pandangan agak buyar seperti tekanan darah turun drastis. "Dimana ..."Alano kaget, buru-buru menutup kotak obat itu. Lalu, menoleh ke arah Elrissa. Keningnya mengernyit, seakan tak percaya wanita itu bangun secepat ini."Kamu sudah sadar?" herannya. "Jangan bangun dulu, berbaring di ranjang dulu aja."Elrissa menyentuh lehernya, dimana bekas suntikannya sudah ditempel kapas dan plaster. Dia tidak ingat apapun sebelum pingsan. "Kenapa ini kok rasanya agak ngilu, ya? Aku disengat lebah?""Nggak, tadi leher kamu digigit semut merah, jadi aku mengobatinya." Alano memasang wajah manis lagi saat berjalan mendekati ranjang."Tadi aku sedang apa?" Kepala Elrissa seolah dipenuhi kabut hitam. Dia benar-benar tidak ingat sebelum pingsan sedang berbuat apa.Alano duduk di tepian, dan menyentuh telapak tangan wanita
Keesokan harinya. Alano lebih banyak menghabiskan di ruang depan ketika pagi hingga sore hari, sementara malamnya baru tidur dengan Elrissa. Elrissa sering bosan sehingga hanya bisa duduk di pinggir jendela kamarnya sambil menikmati teh hangat. Dia mendadak kepikiran dengan nama pria yang pernah disebut ketika sedang bermesraan dengan Alano.Dia berguman, "Daniel itu siapa ya?" Tak berselang lama, pintu dibuka oleh seseorang. Seorang pria asing yang seluruh tubuh hingga pakaiannya basah. Dia seperti baru saja keluar dari rendaman air. Pria tiga puluh tahunan itu membawa sebuah pisau karatan di tangannya. Rambut hitamnya basah, agak panjang sehingga dikuncir, tapi kuncirannya sangat berantakan. Tubuhnya berkulit kecoklatan yang sepertinya akibat jarang dibersihkan. "Halo ..." sapanya. Elrissa melotot kaget ada orang asing disini. Tidak mungkin ada orang lain di villa ini kecuali dia dan Alano. "Siapa kamu?" teriaknya panik seraya berdiri, mencari-cari sesuatu untuk dijadikan a
Elrissa dan Alano pergi meninggalkan pulau pribadi itu dengan menggunakan helikopter. Beruntung, cuaca malam hari itu tidak turun hujan, tidak ada badai pula.Mereka sampai di kota tanpa ada masalah. Tujuannya pun langsung di rumah Alano.Rumah Alano begitu modern, megah, tinggi, terdiri dari dua lantai. Ada balkon di lantai paling atas. Pilar-pilar tinggi di teras rumah.Sistem keamanan disini cukup canggih. Selain itu, ada beberapa petugas keamanan yang berjaga di pos mereka. Dijamin, tidak akan ada orang sembarangan yang bisa masuk ke dalam.Elrissa dibuat takjub dengan bangunan ini. Tetapi, dia tidak mengenalinya sama sekali. Baru kali ini, dia menginjakkan kaki di bangunan semewah dan semodern ini.Bagian dalam rumah pun tak kalah megah. Langit-langit tinggi terhias lampu gantung kaca, hiasan dinding mahal, perabotan sederhana, tapi kelihatan berkelas."Di sini nggak ada siapapun?" Elrissa penasaran akibat di dalam sini terlalu sepi.Alano menjelaskan, "ada beberapa pelayan yang
Hanya mengobrol beberapa menit dengan Alano, Bella seperti lupa segalanya. "Elrissa jelas sudah putus dengan Daniel, mungkin dia ditinggalkan. Aku yang menemaninya selama ini," terang Alano menyimpulkan. "Begitu ya, aku nggak mengira juga kalau Elrissa sudah putus dengan Daniel, padahal setahuku mereka ingin menikah," kata Bella. "Tapi tolong jangan membahas apapun tentang pria itu di depan Elrissa. Lagipula pria itu saja menghilang, entah kemana— mungkin kabur." "Aku nggak terlalu mengenal Daniel, tapi ternyata dia seperti itu orangnya." "Apalagi yang kamu tahu tentang dia?" "Nggak ada lagi." "Terima kasih sudah berbagi informasi tentangnya." "Tapi, aku heran kalau Elrissa nggak ngasih tahu kamu tentang Daniel. Iya, aku tahu dia itu agak tertutup—tapi kalian 'kan suami-istri, sebelum hilang ingatan masa dia nggak ngomong ..." Bella berat sekali mengakui temannya mendadak memiliki suami seperti i
Keesokan harinya. Alano dan Elrissa masih betah berpelukan di atas ranjang sekalipun hari sudah semakin siang. Suasana kamar ini masih remang, kelambu putih masih menutupi jendela besarnya. Udara di luar begitu dingin sampai menembus tembok, tapi di dalam situ terasa hangat berkat penghangat ruangan. Musim hujan kali ini cukup ekstrim."Sayang, kamu waktu kecil pernah punya teman bermain laki-laki, nggak?" tanya Alano tiba-tiba membuka topik obrolan. Elrissa masih memeluk dada telanjang Alano. Posisi kepalanya ada di atas lengan atas pria itu. Nyaman sekali dalam dekapannya. "Teman bermain laki-laki? Ya, pasti punya. Kenapa mendadak tanya begitu?" sahutnya. "Kamu ingat nggak gimana wajahnya atau namanya?" "Jelas nggak ingat sekarang. Aku dan mendiang orangtuaku selalu berpindah-pindah, jadi aku nggak terlalu dekat dengan teman manapun, kecuali Bella." "Bella sudah jadi temanmu sejak kecil?" "Iya, bisa dibilang begitu." "Oh. Kalian selalu bersama berarti?" "Nggak juga, sih,
Elrissa dan Alano duduk di kursi yang dipisahkan oleh meja bundar. Di atas meja itu terdapat piring-piring berisi daging, sate dan burger yang semuanya masih hangat. Mereka berdua kompak bersandar santai sembari melihat ke langit dimana sudah ada kembang api yang menyala.Pesta tahun baru sudah dimulai.Alano menuangkan alkohol jenis gin ke gelasnya untuk kesekian kalinya.Elrissa memegangi piring kecil berisi irisan daging. Dia sudah memakan sebagian. Pandangannya masih ke arah samping, ke kekasihnya yang sudah habis dua botol alkohol. “Sayang, kamu terlalu banyak minum itu, sudah jangan lagi.”“Aku masih sadar, kok, nggak apa-apa.” Alano menoleh pada wanita itu sembari tersenyum. Memang benar, kelihatan sekali kalau dia masih belum terlalu terpengaruh alkohol.“Aku takut kamu tipe pengamuk kalau mabuk.”Alano tertawa. “Aku tipe tukang tidur kalau mabuk.""Awas saja kalau ketiduran disini, aku nggak akan membawamu masuk ...""Jangan gitu, dong, nanti kamu kedinginan loh kalau nggak d
Rumah sewaan Alano adalah bangunan tua pinggir jalan. Rumahnya tidak terlalu besar, tidak bertingkat, tapi setidaknya punya halaman belakang yang cukup luas dan dilindungi oleh pagar yang aman. Itu yang paling penting sekarang.Saat mereka datang, semua sudah dibersih, tetapi areanya masih basah dan lembab. Untungnya, cuaca bagus hari ini, udara lebih hangat dari sebelumnya.Elrissa beristirahat di kamarnya sendirian. Dia diminta untuk tidur saja oleh Alano. Tetapi, wanita itu tidak mungkin bisa beristirahat setelah kejadian di supermarket tadi. Semuanya begitu mengejutkan.Ketika hari sudah mulai gelap, Elrissa keluar dari kamar untuk memeriksa keadaan. Dia penasaran dengan apa yang sudah dilakukan oleh calon suaminya di halaman belakang.Selama berjam-jam, Alano menikmati waktu sendirinya di halaman belakang. Dari mulai menyiapkan alat panggangan untuk pesta BBQ, menaruh meja di sampingnya yang sudah banyak terhidang potongan paprika, udang, daging dan lain-lain.Pencahayaan di hala
Elrissa tenggelam dalam pemikiran. Tetapi, semua itu buyar akibat wanita misterius tadi tak berhenti berteriak. Dia sempat berteriak, “Nona, jauhi pria itu! Dia monster! Dia bukan manusia! Tolong selamatkan dirimu!” Alano risih mendengarnya. Dia menarik tangan Elrissa, lalu diajak pergi ke rak terjauh agar menghindari kerumunan orang yang penasaran dengan keributan ini. Ketika sudah berada di samping rak minuman beralkohol, Alano berhenti berjalan, lalu mengambil beberapa kaleng alkohol untuk dimasukkan ke dalam troli. Elrissa tersadar. “Sayang, kamu minum alkohol? Kamu bilang nggak minum?” “Nggak apa-apa ‘kan? Ini juga mau tahun baru, sekalian merayakan.” Alano menjawab dengan nada cukup dingin. "Hmm ..." Elrissa tidak suka dengan ini. Alano paham kekhawatiran Elrissa. "Tenang, aku nggak mungkin mabuk. Jangan takut. Lagian di supermarket ini, alkohol yang dijual itu terbatas, nggak ada yang kandungan alkoholnya tinggi, malahan mirip soda biasa." "Oh." Alano kembali m
Seminggu telah berlalu …Alano mengajak Elrissa untuk pergi berlibur di kota kecil, sekaligus menghindari keramaian tahun baru di kota besar.Elrissa tampaknya ingin menghabiskan waktu lebih private bersama Alano. Kehamilannya telah diperiksa dan ternyata sudah jalan lima minggu. Ini cukup mengejutkan karena dia tidak terlalu merasakan gejalanya, kecuali lelah dan suka mengantuk.Sebelum ke rumah yang mereka sewa, terlebih dahulu Alano membelokkan mobilnya masuk ke area supermarket. Halaman parkirnya sudah ramai pengunjung. Tak heran sekarang sudah cukup siang.Supermarket itu bernama Tony’s Market, tempat yang jelas familiar kepada semua warga yang pernah berada di kota ini, termasuk Alano dan Elrissa. Saat kecil, mereka beberapa kali mampir kemari untu berbelanja.Saat keluar dari mobil, Elrissa menatapnya bagian depan supermarket itu. “Sudah berapa tahun ya aku nggak ke sini?”Alano ikut keluar mobil, menikmati udara segar di kota ini. “Aku juga sudah lupa kapan terakhir ke kota in
Elrissa memeluk Alano begitu sampai di rumah. Dia menangis di pelukan pria itu, menyesali keputusannya untuk pergi sendirian. Hatinya masih terluka dengan kelakuan tersembunyi dari Daniel.Alano mengelus rambutnya. Tidak perlu dijelaskan, dia sudah mengetahui segalanya. "Nggak usah menangis, Sayang, nanti akan aku balas semua sakit hatimu.""Dia ingin melenyapkan anak kita.""Nggak akan. Nggak akan ada orang yang bisa mencelakaimu ataupun anak kita. Tenang saja, ya."Elrissa melepaskan pelukannya, lalu memandangi wajah Alano. Air mata membasahi pipinya. Dia sangat stres karena semua ini.Alano tidak tega melihatnya. Dia memgusap air mata Elrissa dengan jempolnya. "Sudah jangan nangis. Dia nggak akan mengganggu kita lagi.""Iya.""Kamu mau liburan nggak? Kita bisa menyewa villa di kota lain? Kita bisa main ke pantai atau semacamnya."Elrissa menatap Alano dalam-dalam, senang dengan perubahan sikap pria itu. Sekarang, dia merasa sangat aman dan dicintai. Tidak dikekang seperti sebelumny
Daniel baru saja menindih tubuh Sarah di atas ranjang, tapi suara berisik pintu gerbang mengganggunya. Dia langsung bangun, dan menaikkan celananya lagi."Siapa itu, jangan-jangan dia ..." katanya sambil mengancingkan lagi kemeja yang dia pakai.Sarah bangun sembari menutupi dadanya dengan selimut. "Daniel, mau kemana?"Daniel mengacuhkannya, dan berlari keluar kamar, curiga kalau David mengkhianatinya.Dia menggebrak pintu kamar tamu, dan tak melihat ada Elrissa disitu. "Rissa!"Panik, dia keluar rumah, dan berlari ke pintu gerbang. Dari situ, dia bisa melihat wanita itu berlari menyusuri trotoar menuju ke jalan raya yang berjarak dua ratus meter dari rumah ini."ELRIISSSSAAA! MAU KEMANA KAMU!" teriak Daniel mengejarnya.Elrissa kaget, ternyata ucapan David benar, suara berisik dari pintu gerbang menyadarkan Daniel akan kepergiannya.Dia menambah kecepatannya berlari, dan untungnya jarak ke jalan raya tidak terlalu jauh.Sebuah taksi berhasil dia berhentikan, tapi sialnya lari Daniel
Elrissa masih tidak sadarkan diri saat ditidurkan di ranjang kamar tamu rumah David.David sampai dibuat tidak bisa berkata-kata dengan tindakan sepupunya. Dia tidak tahu kalau akan sampai seperti penculikan begini.Apakah ini tidak apa-apa? Sekalipun mereka tunangan, tapi ini sudah kelewatan. Dia pergi ke dapur dan mendapati Daniel sedang berciuman dengan Sarah.Muak, dia menarik pundak Daniel hingga mereka berhenti berciuman. "Stop berbuat bejat untuk sementara, ini masalah serius, kenapa kalian membawa masalah di rumahku?"Sarah memilih pergi, dia tidak mau terlibat pertengkaran. David sempat melototinya, kesal sekali.Daniel malah duduk di meja dapur layaknya seorang bos. Dia memainkan cangkir kosong yang dia pegang. "Kamu ganggu saja. Aku mau buat kopi ini.""Jangan keterlaluan, Daniel, bisa-bisanya bermesraan dengan mantan kekasihmu di rumahku?""Memangnya kenapa? Kamu sudah tahu 'kan?""Ini kelewatan.""Ada apa denganmu? Kamu jadi nggak asyik sekarang.""Aku bukannya nggak asy
Esok harinya ...Elrissa datang menemui Daniel di kediamannya seorang diri. Dia tidak tahu bagaimana nanti reaksi pria itu. Tetapi, dia harus memutuskan sekarang karena sudah mengandung anak pria lain.Begitu masuk ke dalam rumah, terlihat Daniel sudah bersiap untuk pergi.”Sebaiknya kita langsung pergi dari sini, Sayang, aku nggak mau pria itu mengincar kita lagi, kita akan pergi ke rumah David," katanya."Apa? Nggak, nggak usah, aku ingin bicara denganmu serius.“ Elrissa duduk lebih dahulu di sofa panjang ruang tamu.Daniel duduk di sofa depannya. "Bicara serius? Ada apa?”“Bagaimana tanganmu?" Elrissa ingin basa basi sedikit, agak khawatir dengan kondisi tangan Daniel yang waktu itu dikasari oleh Alano."Sudah membaik.""Syukurlah.""Kamu mau bicara apa?""Begini, aku ingin kita ... mmm ... nggak bisa melanjutkan hubungan ini. Maafkan aku.""Apa? Apa maksudmu!" Daniel meledakkan emosi. Dia jelas sangat marah. Setelah kesengsaraan yang terus dia alami, tentu saja tidak semudah melep
Elrissa menyendiri di kamar tidur sejak mendapatkan hasil tes kehamilannya. Perasaan tidak enak yang selalu dia rasakan ternyata adalah gejala kehamilan."Bagaimana? Mungkin beberapa minggu lagi kita harus menikah," ucap Alano berdiri di depan Elrissa yang duduk di tepian ranjang.Elrissa menengok ke kalender meja kecil yang ada di atas meja nakas. Disitu terlihat kalau sebentar lagi natal. "Aku nggak mau.""Maksudmu kamu akan tetap hamil dan tanpa status begini?""Aku nggak terima dengan caramu melakukan ini. Aku nggak mau.""Kalau kamu mau punya anak di luar pernikahan, nggak masalah. Aku nggak akan menikahimu.""Iya sudah.""Iya, aku nggak akan menikahimu, jadi kamu dan anak kita nanti akan dijadikan bahan gunjingan orang.""Ini era modern, banyak ibu single parent di luaran sana. Jangan menjadikan ini untuk mengekangku.""Oh hebat kamu, berani ngomong kayak begitu di negara ini?""Aku akan bilang kalau ayah dari anakku sudah mati.""Kamu lebih bodoh dari yang aku kira. Ini namanya