Tak ada yang bisa menandingi keistimewahan sebuah mawar, harum, cantik dan penuh rasa cinta. Begitu pula yang terjadi di Rosweld Kingdom, semenjak kehadiran putri mereka yang kini menjadi kebanggaan bagi seluruh rakyat Rosweld Island. Caroline, gadis cantik berkulit putih susu dengan mata kecoklatan, gadis bangsawan, pewaris Rosweld Kingdom.
Caroline hidup dengan segala kenikmatan dan kemewahan di istananya. Ayahnya, raja Charlot sangat memanjakannya. Meskipun begitu Caroline bukanlah seorang gadis yang manja, dia adalah gadis tangguh yang juga bisa menggunakan pedang serta busur panah dengan tangan lentiknya.
Di Rosweld Island, bunga mawar adalah sebuah anugerah. Bahkan dalam titah kerajaan, tidak ada yang boleh untuk merusak bunga mawar yang tumbuh diseluruh bagian Rosweld Island. Rakyat Rosweld Island sudah terbiasa hidup berdampingan dengan bunga mawar. Bahkan tanaman semak itu tumbuh menghiasi dinding dan atap setiap rumah masyarakat Rosweld Island.
“Selamat pagi yang mulia, Putri Caroline,” sapa Ester pengasuh dan juga assisten pribadi Caroline. Wanita paruh baya itu membungkukkan badannya yang kurus di hadapan Caroline.
Caroline yang sedang duduk di teras depan kamarnya itu menoleh dan tersenyum ke arah Ester.
“Pagi Ester, Kau sudah minum teh hari ini? Kenapa datang terlalu pagi?” tanya Sang Putri sembari menyeruput teh dari cangkir emas dan mengamati keindahan hamparan bunga mawar yang tersapu oleh embun pagi.
“Terima kasih atas kemurahan hatimu yang mulia, tetapi yang mulia raja ingin menemui anda pagi ini.” Ester kembali membungkuk menyampaikan pesan raja untuk Caroline.
“Sampaikan padanya jika aku akan menemuinya setelah mengurus anak-anakku terlebih dahulu,” ucapnya sambal tersenyum dan berlalu dari hadapan Ester.
Ester mengeluh, ia berjalan mengikuti Caroline dengan cepat dan mensejajarkan langkahnya. Ester terlihat sangat kesulitan mengimbangi langkah kaki kecilnya dengan langkah kaki Caroline.
“Yang Mulia saya mohon, saya bisa mati jika raja tahu kalau anda akan pergi berkebun di acara sepenting ini.” Ester dengan wajah cemberut mencoba membujuk Caroline untuk menurutinya.
“Kau tenang saja, Kau tidak bakal dihukum mati,” ucapnya enteng.
Caroline yang akan memasuki kamar untuk mengganti baju berkebun itu menghentikan langkahnya ketika dua penjaga menyilangkan kedua buah busurnya untuk menghentikan Caroline.
“Berani sekali kau menghadangkan tanganmu.” Gertak Caroline menatap tajam kedua penjaga itu.
“Aku yang memerintahkannya.” Sosok wanita dengan gaun berwarna biru jambrud bermotifkan burung phoenix emas serta mengenakan mahkota di kepalanya muncul di hadapan Caroline.
“Ibu, tolonglah sekali ini saja,” pinta Caroline dengan wajah manja dihadapan sang ibu.
“Tidak! Hari ini adalah acara perjamuan untuk memperluas kekuasaan ayahmu, akan hadir para raja dan pangeran dari seluruh kerajaan di dunia. Ibu harap kamu bisa mempersiapkan segala sesuatunya.”
Ratu Cecilia satu-satunya ratu dengan kekuasaan terbesar di Eropa. Sifat tegasnya membuatnya sangat dihormati seluruh kerajaan di Eropa. Kini, Ratu Cecilia tengah mengandung anak kedua, kehamilannya membuat Caroline tak bisa berkutik. Caroline tak akan pernah bisa membantah sang ibu.
“Baik, akan aku persiapkan,” ucap Caroline sambil tertunduk lemas.
“Jaga dia, jangan sampai kabur dan melakukan hal-hal yang mempermalukan kerajaan,” perintah sang Ratu kepada penjaga istana. Kedua penjaga itupun membukakan jalan untuk Caroline setelah mendapatkan perintah dari Ratu Cicilia.
Semua penghuni istana sangat sibuk dengan persiapan acara jamuan. Caroline kini sedang dirias oleh perancang busana kerajaan.
Para raja dari berbagai daerah telah datang untuk menghadiri acara perjamuan. Ini adalah undangan persahabatan untuk memperluas wilayah kerajaan dan juga guna memperkuat kerajaan. Raja Charlot telah hadir di ruang perjamuan. Semua raja, ratu dan pangeran berdiri untuk menyambutnya. Raja Charlot dan Ratu Cicilia berjalan bergandengan memasuki ruang perjamuan yang sangat megah dengan 19 lampu kristal menggantung di atap kerajaan yang berhias emas itu.
“Aku berterima kasih dan berharap kalian bisa merasa nyaman dan senang menikmati jamuan dari kerajaanku.” Raja Charlot mengangkat gelas emasnya sebagai bentuk penyambutan untuk para tamu undangan.
Sambutan dari Raja Charlot mendapat tepuk tangan yang meriah dari seluruh raja yang hadir. Acara pun dimulai, berbagai pertunjukan tarian, nyanyian ditampilkan dengan sangat memukau membuat seluruh tamu tak henti-hentinya tersenyum dan memuji, tetapi Caroline belum juga hadir, Raja Charlot membisikkan sesuatu kepada Sang Ratu dan Sang Ratu pun menyuruh ajudannya untuk menjemput Caroline.
Caroline sudah bersiap dengan gaun merah maroon yang menjuntai memperlihatkan bahu bagian atasnya, ditambah rambut coklat ikal panjang yang tergerai ke depan membuat penampilannya sangat menakjubkan. Caroline melangkahkan kaki menuju ruang perjamuan dengan tergesah tetapi langkahnya terhenti ketika dia melihat pemandangan yang sangat mengganggunya.
Caroline memandang jauh ke arah kebunnya yang berada bersebrangan dari tempat dia berdiri sekarang. Dia berjalan dengan langkah cepat ketika dia melihat sekelebat bayangan seseorang keluar dari kebunnya, ia berlari menuju kebun mawar miliknya, Ester pun ikut berlari menyusulnya. Tatapannya terpaku kepada bunga-bunga mawar miliknya. Dia terjatuh ke tanah dan Adrian, ajudan sang ratu menahan tubuhnya yang sudah mulai lemas. Caroline menyentuh kelopak-kelopak bunga mawar yang terjatuh berserakan di tanah. Sebagian dari kebunnya rusak. Bunga mawar yang indah itu terkoyak, kelopaknya berguguran, batangnya patah dan yang lebih parah lagi ada beberapa yang tercabut dari akarnya.
“Ester, bersihkkan ini dan cari tahu siapa yang telah melakukan ini,” perintah Caroline dengan tangan terkepal menunjukkan kemarahananya.
Amarah itu telah bergejolak di mata Caroline, Dia bangkit lalu meneruskan perjalanannya menuju ruang perjamuan. Para penjaga membungkukkan badannya ketika Caroline melewatinya. Pintu ruang perjamuan terbuka, Caroline memasuki ruangan itu dengan sangat berkharisma. Semua mengamatinya dengan kagum serta banyak yang memuji kecantikannya. Caroline tersenyum menyapa seluruh tamu, dia menyembunyikan kemarahan dalam dirinya dibalik senyum ramah itu.
“Oh, Putriku telah hadir disini. Aku perkenalkan dia adalah Putri kebangganku…Putri Caroline.” Ucap Sang Raja kepada seluruh tamu sambil menunjuk ke arah Caroline yang berada di tengah-tengah ruangan. Caroline menundukkan badannya memberi hormat kepada para tamu undangan.
Caroline mulai sibuk menerima salam dari para tamu. Banyak yang ingin membicarakan bisnis dengannya. Ada juga yang ingin makan malam dengannya dan tak lupa juga ada yang ingin menjodohkannya.
“Putri Charoline, perkenalkan aku Raja dari Swiss dan ini Putraku Julian.” Seorang pria berambut putih dengan kumis tebal datang menghampiri Caroline bersama dengan pemuda tinggi dengan kilatan mata abu-abu yang tajam menggoda.
Caroline tersenyum dan menunduk memberikan salam. Pangeran Julian menjulurkan tangannya dan berlutut dihadapan Caroline untuk memberi hormat.
“Perkenalkan, aku pangeran Julian, Putri.” Caroline membalas jabatan tangannya. Dan pangeran Julian pun mencium punggung tangan Caroline.
Tiba-tiba Caroline terdiam dan memandang Julian dengan tajam senyuman di bibirnya memudar. Julian setelah memberikan salam kepada Caroline, pamit untuk undur diri tetapi panggilan Caroline menghentikan langkahnya.
“Pangeran Julian,” panggil Caroline. Dan Julian pun membalikkan tubuhnya menghadap Caroline.
“MEMETIK BUNGA MAWAR ADALAH SEBUAH KEJAHATAN DI KERAJAAN INI.”
“Apa? Ayah akan bersekutu dengan Raja Charlot?” tanya Julian.“Kondisi kerajaan kita sedang tidak baik pangeran, Ayah minta kamu bisa mengerti.” Raja Alexander mencoba menjelaskan kondisi kerajaan kepada pangeran Julian. Dia berjalan menghampiri sang putra dan memenggang bahunya.“Kau harus bisa mengambil hati Putri Caroline dan menikahinya. Kau harus menjadi raja di Rosweld Kingdom.” Pinta Raja Alexander sembari tersenyum licik.Julian juga tersenyum licik mendengar saran dari ayahnya. Mata tajamnya mengisyaratkan sesuatu hal telah ia rencanakan.Arlo kingdom adalah kerajaan yang berada di Swiss dipimpim oleh Raja Alexander, Pangeran Julian pewaris utama kerajaan itu. Karena perang yang berkepanjangan kondisi keuangan Arlo kingdom sangat kritis. Raja Alexander gagal mendapatkan dukungan dari para sekutunya, pasalnya Raja Alexander adalah raja yang sangat buruk. Kondisi ekonomi dan kesejahteraan rakyatnya sangat buruk.
Raja Alexander terlihat sangat cemas, berulang kali dia mondar-mandir di dalam kamarnya. Raja Alexander dan istrinya masih tinggal di Rosweld Kingdom.“Sudahlah, kita memohon saja kepada tuan putri agar dia mau mengampuni Julian.” Ratu Anastasya meminta suaminya untuk meminta maaf kepada Caroline. Dia juga sangat cemas kepada Julian. Walaupun Julian bukan anak kandungnya tetapi dia sudah membesarkan Julian sejak kecil.“Apa kamu ingin aku bersujud kepada gadis angkuh itu?” Raja Alexander membentak Ratu Anastasya yang tengah menidurkan putri kecilnya itu.“Lalu apa yang mau kamu lakukan? Aku yakin putri Caroline berhati lembut. Dia akan memaafkan Julian.”“Tidak, aku akan menghancurkan kerajaan ini.”Raja Alexander keluar dari ruangan itu dengan pikiran yang tak bisa ditebak oleh Ratu Anastasya. Ratu Anastasya menatap kepergian Raja Alexander dengan wajah cemas. Dia memejamkan mata memohon agar tak ada
Charoline menyaksikan sendiri bagaimana orang tuanya terbunuh dengan sangat kejam. Ia tak menyangka bahwa hari itu adalah hari terakhir untuknya bertemu orang tuanya. Ester menarik Caroline untuk ikut dengannya. Sedangkan Adrian sudah menyiapkan kuda untuk mereka melarikan diri.Adrian melihat Caroline dan Ester berlari keluar dari pintu istana dan menghampirinya. Adrian melihat juga para pengawal dan Julian mengejar mereka.“Tuan Putri, Cepat Naik!” Adrian bergegas membantu Caroline naik ke atas kuda.Caroline, Adrian dan juga Ester memacu kuda mereka dengan kencang. Julian masih terus mengejarnya. Para pengawal dan juga Julian tak henti-hentinya menghujani mereka dengan anak panah. Caroline terus memacu kudanya tanpa arah hingga mereka memasuki hutan yang sangat gelap dan berkabut. Julian menarik tali kudanya dengan keras untuk berhenti ketika akan memasuki hutan itu. Dia melihat ke arah Caroline.“Kenapa kita be
Mereka menyusuri hutan gelap, mengikuti wanita berjubah merah itu. Dari kejauhan mereka bisa melihat sebuah asap mengepul dari api unggun yang ada di depan sebuah gubuk.Mereka sampai di sebuah rumah gubuk yang terbuat dari batang ilalang. Mereka memasuki gubuk yang tingginya hanya sebatas kepala Adrian itu. Wanita berjubah itu lebih tinggi dari Adrian hingga dia harus menunduk untuk melewati pintu rumahnya.Di dalam gubuk itu terdapat banyak sekali botol-botol ramuan dan juga berbagai tanaman kering.“Letak kan dia disitu,” perintah wanita itu sambil menunjuk kearah tempat tidur di sudut kamarnya.Adrian meletakkan tubuh Caroline pada tempat tidur yang hanya cukup untuk satu orang itu. Tempat tidur yang terbuat dari batang kayu yang dilapisi kulit binatang. Tubuh Charoline sudah sangat pucat dan dingin. Wanita itu meracik sebuah ramuan, dan terlihat sangat banyak sekali bahan yang dia gunakan. Wanita itu menempelkan sebuah ramuan di l
“Siapa wanita mengerikan itu ayah?” Julian mengusap darah yang keluar dari mulutnya.Raja Alexander tak menjawab pertanyaan Julian, dia pergi begitu saja setelah memastikan Julian tak terluka parah. Raja Alexander keluar dari ruang perjamuan dengan wajah cemas, pikirannya melayang kepada wanita yang tiba-tiba muncul dihadapannya dengan mengerikan itu.***“Yang Mulia, Caroline.”Caroline membuka matanya, kilat jingga itu menyala dari pupil matanya. Ester dan Adrian tercengang melihat perubahan mata Caroline. Kini mata coklat anggun dan penuh kasih itu telah lenyap berganti dengan mata jingga yang sangat mengerikan. Bahkan kita tahu jika dia menyimpan penuh sisi gelap hanya dengan melihat matanya saja.Meggie, wanita penyihir itu tersenyum melihat ramuan itu berhasil. Wanita itu membuka tudung jubah yang menutupi rambutnya. Kini rambut merah menyala itu keluar dari persembunyiannya.“Selamat datang di dunia yang
“SIAL!” Caroline mengumpat setelah ditinggal Maggie sendirian.Caroline memejamkan matanya, mencoba untuk menenangkan dirinya.“Baiklah, mari kita coba.”Caroline mencoba untuk berteleportasi menggunakan pikirannya. Caroline membayangkan hutan tempat dimana dia bersama Maggie tinggal. Beberapa detik kemudian dia mulai merasakan perbedaan suasana di sekitarnya. Suasana yang awalnya sunyi di perkampungan sepi, kini dia merasakan suasana yang begitu dia kenal. Harum bunga yang biasanya dia hirup itu kini dia rasakan lagi. Caroline membuka matanya, dia mengamati suasana yang telah lama ia tinggalkan itu. Caroline berdiri di tengah-tengah kebun bunga mawar yang berada di halaman belakang istananya. Caroline tersenyum bahagia melihat bunga-bunga itu, senyum pertama ketika dia bangkit kembali. Caroline menyentuh kelopak merah bunga berduri nan cantik itu, mencium wangi yang bisa melunakkan hatinya yang kini tengah mati.Caroline berjalan
Setelah mendengar tentang Caroline dari mulut pelayan itu. Julian semakin cemas, dia berbalik menatap penjaga yang ada di hadapannya seraya memberikan kode untuk menyingkirkan pelayan itu.Penjaga itupun mengangguk, dia menatap rekan yang berada di sampingnya lalu dengan segera menyeret pelayan itu keluar dari Aula Kerajaan.“Pangeran, tolong maafkan hamba. Tolong…tolong ampuni nyawa hamba." Pelayan itu berteriak meminta ampunan dari sang pangeran, tetapi Julian tak menghiraukannya.“Ayah, siapkan pasukan. Kita akan memasuki hutan itu,” kata Julian penuh dengan penekanan.“Tidak, apa kau sudah gila?”Julian terlihat sangat gusar, berulang kali dia mengusap wajah dan mengacak-acak rambutnya. Raja Alexander berjalan menghampirinya dan memegang kedua bahunya.“Tenanglah, jangan sampai kita salah langkah.”Julian berbalik dengan wajah garang menatap sang ayah yang tingginya lebih rendah itu
Julian pergi meninggalkan kerajaan bersama dengan prajuritnya. Dia memacu kudanya memasuki hutan Istaqa dengan penuh ambisi. Ambisi untuk bisa menghabisi Caroline, Julian memacu kudanya menerobos semak ilalang tinggi. Dia menelurusi jalan setapak yang tak tahu dimana ujung dari jalan itu. Kuda yang mereka kendarai tiba-tiba berhenti dan terlihat gelisah. Dia menjerit dan mengangkat kakinya tinggi membuat prajurit yang menungganginya terpental jatuh ke bawah. Ajudan Julian menyuruh beberapa prajurit di belakang untuk mengecek apa yang sebenarnya terjadi. Dua prajurit dengan baju perang itu berjalan ke depan melihat keadaan. Mereka mendekat ke arah semak-semak, salah satu diantaranya menyibakkan semak ilalang itu dan terkejut ketika melihat sesosok wanita cantik berbalik menatapnya dengan tajam. Wanita berambut panjang berwajah manusia dan setengah badannya adalah seekor burung itu tanpa aba-aba langsung menyerang prajurit itu. Cengkraman kaki burung perempuan
Caroline menyeringai kala dia melihat sekawanan makhluk mengerikan itu dengan perlahan menuju ke arahnya. Kilatan cahaya jingga mulai menjalari tubuh Caroline. Arus air laut yang awalnya tenang tiba-tiba berubah semakin deras menerpa tubuh Caroline. Shiren menatap tajam Charoline dengan mata hijaunya.Pertarungan antara Caroline dan Shiren sangat sengit. Dengan begitu banyak Shiren yang mengepungnya, Caroline tak sekalipun gentar. Dia dengan sangat beringas mematahkan tulang-tulang Shiren itu lalu menghisap ruh mereka sampai habis tak tersisa."Hentikan!" Salah satu Shiren yang masih berusia sangat muda berteriak dan menghentakkan ekor ikannya ke permukaan laut membuat Caroline dan para Shiren yang lain terpental menjauh satu sama lain.Amarah sudah menguasai Caroline hingga dia tidak bisa membedakan benar dan salah untuk saat ini. Dia menatap tajam kepada gadis cilik itu dan dengan secepat kilat mencengkeram leher gadis itu."TIDAK!" Salah satu Shiren me
Desiran ombak menyapu lautan gelap nan dingin itu. Sinar purnama menyinari hamparan air di lautan lepas. Hembusan angin dari pohon-pohon di pinggir lautan itu menusuk pori-pori para nelayan yang tengah mencari ikan di lautan. Sudah menjadi kegiatan rutin untuk para nelayan mencari ikan di tengah malam. Walaupun mereka sadar ancaman maut di depan mata. Tapi demi mencukupi kehidupan keluarga, para nelayan itu rela mempertaruhkan hidupnya. Seperti halnya sekarang ini, dengan berbekal menyumbat telinga yang terbuat dari topi bulu domba itu. Para nelayan itu nekat untuk berlayar di tengah isu yang beredar. “Kita harus segera kembali.” Salah satu teman pelayan itu menghampirinya untuk duduk bergabung bersamanya. “Apakah fajar sudah mau terbit?” tanya nelayan itu. “Belum, tapi kau dengar kan kalau jam segini waktunya dia keluar?” jawab temannya itu. “Tapi kita masih belum dapat apapun. Aku tidak mau pulang dengan tangan kosong. Anak dan istriku sudah
Caroline membaringkan Maggie di atas tempat tidur kayu yang dilapisi oleh bulu domba setelah sampai ke rumah mungilnya. Charoline menatap Maggie dengan iba, tangannya terulur untuk menggenggam tangan Maggie yang sudah mulai pucat.Minotur masuk untuk memberikan ramuan agar tenaga Maggie kembali pulih. Caroline dengan segera mengambil ramuan itu dari tangan Minotur dan memberikannya kepada Maggie. Caroline mengangkat tubuh Maggie dan meminumkannya ramuan itu. Caroline kembali menidurkan Maggie dan menyelimutinya.Caroline meninggalkan Maggie, membiarkannya untuk beristirahat setelah apa yang dia lalui. Caroline berjalan keluar dari kamar Maggie untuk menemui Minotur.Dia melihat bagaimana Minotur tengah sibuk membuat api dari batang-batang kayu. Caroline datang mendekatinya.“Apakah dia akan pulih seperti semula?” tanya Caroline dengan pandangan nanar.Minotur yang mendengar itu menghentikan kegiatannya lalu memandang Caroline dengan taj
Maggie terlihat sangat pucat, wajahnya nampak begitu lesu. Kini dia terlihat sangat kurus dan malang. Raja Alexander tak memberikan setetes air pun pada Maggie. Dia sangat menikmati pemandangan menyedihkan itu.Para pengawal pun tak berani untuk memberikan air kepadanya, mereka hanya bisa melihat Maggie dengan miris.Maggie mencoba membuka matanya dan melihat Hybrid terbang mengitari sel besi tempatnya. Dengan sekuat tenaga Maggie mengangkat tubuhnya. Tak lama setelah Hybrid terbang mengitari atas sel nya, langit berubah menjadi gelap. Matahari terik yang membakar kulit Maggie sekarang hilang tertutup oleh awan mendung yang gelap.Para penjaga istana seketika mendongakkan kepala mereka ketika tiba-tiba langit menjadi gelap dengan kilatan-kilatan petir yang mulai menyambar.“Sepertinya akan ada badai hari ini?” ucap salah satu penjaga.“Kita harus membunyikan genderang untuk memperingatkan warga.”“Biar aku yang
Para pengawal memasukkan Maggie pada gerobak jeruji besi dan menariknya dengan kuda keluar dari hutan menuju ke kota Rosweld. Maggie masih tak sadarkan diri semenjak serbuk mawar itu mengenai dirinya. Entah bagaimana Raja Alexander bisa menemukan kelemahan Maggie.Para penduduk kota Rosweld menatap ngeri ketika kuda yang menarik gerobak itu melewati pemukiman penduduk.“Apa dia siluman?” bisik salah satu penduduk.“Bukan, aku kira dia adalah seorang penyihir.”“Benarkah? Sungguh mengerikan ada seorang penyihir di dunia ini.”Para penduduk kota Rosweld bergunjing dan menatap penuh kengerian kepada Maggie. Mendengar keributan itu Maggie tersadar dari lelapnya. Dia membelalakkan mata ketika mengetahui bahwa dirinya sedang digiring untuk dijadikan bahan tontonan.Maggie menutupi wajahnya ketika salah seorang pria melemparinya dengan tomat busuk, Maggie semakin membenamkan wajahnya saat lemparan demi lemparan i
Caroline, memandang kedua peti mati itu dengan raut kesedihan. Terlalu dalam luka di hatinya hingga membuatnya lupa akan cara untuk meneteskan airmata. Jasad Ester dan Adrian dimakamkan di dalam hutan tepat di bawah pohon Hura Crepitans. Pohon dengan duru-duri tajam yang terletak di seluruh batangnya. Hura Crepitans adalah pohon yang sangat berbahaya. Siapa pun yang memakan buahnya yang seperti labu itu akan keracunan, getah pada daunnya bisa membuat mata buta dan buah pohon yang sudah mengering bisa meledak, menembakkan duri-durinya dengan kecepatan 241 km/jam. Alasan Caroline memutuskan menguburkan jasad mereka pada pohon itu adalah untuk menjaga mereka dan sebagai rasa penyesalan karena dia telah gagal melindungi mereka. Caroline menabur beberapa bunga di atas makam Ester dan juga Adrian. Maggie menyentuh bahu Caroline, berusaha untuk menenangkannya. Caroline dengan setelan gaun berwarna hitam itu tak bergeming. Dia pergi begitu saja tanpa menghira
Pintu gerbang Istana Rosweld terbuka ketika para penjaga melihat Julian dan beberapa prajuritnya kembali dengan kuda yang terpacu kencang. “TUTUP PINTUNYA!” Julian berteriak kepada para penjaga sesaat setelah memasuki Istana. Para pengawal berhamburan menyambut kedatangan Julian. “Pangeran, kami sangat cemas karena kehilangan jejak anda,” ujar ajudan Julian yang menemani Julian masuk ke dalam hutan. “Julian…” Raja Alexander memeluk putra semata wayangnya itu. “Apa yang terjadi?” tanya Raja Alexander ketika melihat kecemasan pada raut wajah putranya itu. Julian tak menjawab pertanyaan dari sang ayah, dia dengan wajah pucat dan nafas yang menderu masuk ke dalam Istana. *** Minotur membawa jasad Ester dan juga Adrian ke pondok Maggie. Maggie yang tengah serius mengerjakan ramuan-ramuan itu terkejut dengan kedatangan Minotur. “Ada apa ini?” tanya Maggie. “Hah.” Maggie menutup mulutnya dengan kedua tangan ketika Mino
Julian pergi meninggalkan kerajaan bersama dengan prajuritnya. Dia memacu kudanya memasuki hutan Istaqa dengan penuh ambisi. Ambisi untuk bisa menghabisi Caroline, Julian memacu kudanya menerobos semak ilalang tinggi. Dia menelurusi jalan setapak yang tak tahu dimana ujung dari jalan itu. Kuda yang mereka kendarai tiba-tiba berhenti dan terlihat gelisah. Dia menjerit dan mengangkat kakinya tinggi membuat prajurit yang menungganginya terpental jatuh ke bawah. Ajudan Julian menyuruh beberapa prajurit di belakang untuk mengecek apa yang sebenarnya terjadi. Dua prajurit dengan baju perang itu berjalan ke depan melihat keadaan. Mereka mendekat ke arah semak-semak, salah satu diantaranya menyibakkan semak ilalang itu dan terkejut ketika melihat sesosok wanita cantik berbalik menatapnya dengan tajam. Wanita berambut panjang berwajah manusia dan setengah badannya adalah seekor burung itu tanpa aba-aba langsung menyerang prajurit itu. Cengkraman kaki burung perempuan
Setelah mendengar tentang Caroline dari mulut pelayan itu. Julian semakin cemas, dia berbalik menatap penjaga yang ada di hadapannya seraya memberikan kode untuk menyingkirkan pelayan itu.Penjaga itupun mengangguk, dia menatap rekan yang berada di sampingnya lalu dengan segera menyeret pelayan itu keluar dari Aula Kerajaan.“Pangeran, tolong maafkan hamba. Tolong…tolong ampuni nyawa hamba." Pelayan itu berteriak meminta ampunan dari sang pangeran, tetapi Julian tak menghiraukannya.“Ayah, siapkan pasukan. Kita akan memasuki hutan itu,” kata Julian penuh dengan penekanan.“Tidak, apa kau sudah gila?”Julian terlihat sangat gusar, berulang kali dia mengusap wajah dan mengacak-acak rambutnya. Raja Alexander berjalan menghampirinya dan memegang kedua bahunya.“Tenanglah, jangan sampai kita salah langkah.”Julian berbalik dengan wajah garang menatap sang ayah yang tingginya lebih rendah itu