Langkah-langkah berat terdengar dari luar, menggetarkan dinding mansion yang sudah terlalu sering dipenuhi ketegangan ini. Suara pertempuran di kejauhan semakin jelas, menandakan bahwa para pasukan Liniero sudah mulai bergerak. Mata Jia berkilat, seakan menyadari bahwa ini bukan hanya ancaman bagi dirinya, tapi juga bagi semua yang ada di sekitarnya.Revandro tetap berdiri di belakangnya, tatapannya penuh dengan kekuatan dan keputusan yang tak bisa dibantah. "Mereka datang, Jia," suaranya menggema dalam keheningan yang semakin menebal. "Dan kita akan menghadapinya bersama."Jia menatapnya tajam, meskipun hatinya bergejolak. "Kita?" tanyanya, matanya penuh pertanyaan dan ketegasan. "Kau tidak bisa memaksa aku untuk ikut dalam ini. Aku bukan bagian dari dunia gelapmu."Revandro tertawa pelan, tidak tertawa dengan kebahagiaan, melainkan seperti seseorang yang telah terperangkap dalam permainan yang lebih besar dari yang bisa mereka bayangkan. "Kau sudah lama menjadi bagian darinya, Ji
PRANG! "Dad, apa kau sedang bercanda?" Ucap Jia dengan nada kesal, sesaat setelah mengetahui semua kartu kreditnya di bekukan oleh sang Ayah. Bahkan namanya di blacklist di beberapa tempat yang menjadi kekuasaan saya Ayah. Farold Hernso, menatap fokus layar komputer di depannya tanpa memedulikan Jia. Sejujurnya ia tak ingin melakukan hal itu pada Jia, tapi kelakuan Jia yang semena-mena membuat ia harus melakukannya demi membatasi pergerakan Jia. "Dad! Ayolah jangan mengacuhkanku, aku paham apa yang kulakukan kemarin salah. Tapi kau tahu, kan. Jika aku hanya ingin bebas, aku ingin hidup normal Dad!" Jelas Jia dengan penuh penekanan. Farold membuang nafas, ia pun melepas kacamatanya dan menatap Jia intens. Sebelum berkata, "Kau tahu apa yang barusan kau katakan Jia?" "Ya, aku tahu. Maksudku-" "Kau adalah anak seorang Mafia Jia, dan pemikiranmu sama sekali tidak bisa di wujudkan. Kita hidup dalam bahaya, tidak akan pernah tenang karena banyak musuh mengintai kita setiap saat. J
Rahasia Jia telah terungkap, Jia tahu mulai hari ini tidak akan mudah. Daddynya pasti cepat atau lambat akan menyibukkannya dengan urusan organisasi, dan itu tidak boleh terjadi. Dengan memandang langit pada langit pada balkon kamarnya Jia berucap, "maaf Dad, tapi aku ingin bebas." Dan benar saja, malamnya Jia bersiap untuk kabur. Ia tahu, Daddynya sedang tidak berada di rumah, begitupun sang Mommy. Hanya ada beberapa penjaga, dan itu bukan masalah besar untuknya karena Daddynya meninggalkan kunci gerbang padanya. 'Maaf menghianati kepercayaanmu Dad.' Batin Jia yang saat ini telah keluar dari kediaman Hernso. Berdiam diri pada salah satu hotel kecil, menunggu makanan yang belum tiba. Memutuskan untuk mengecek secara langsung, Jia keluar dari kamarnya. Deg! "Apa yang terjadi–" "Tolong." Ucap pelan seorang Pria yang berdiri tepat di depan kamarnya, tapi bukan itu masalahnya. Tubuh Pria itu penuh dengan darah, sangat banyak hingga ia bisa melihat jejak sepanjang lorong darinya
Deg!Jia terpaku di tempatnya saat peluru melesat dari pistolnya, menembus bahu Pria di depannya. Revandro tertembak, darah mengucur keluar tapi Revandro tidak berekspresi apapun."BASTARD SIALAN, APA KAU SUDAH TIDAK WARAS?!" Maki Jia yang mendekati Revandro, mengecek kedalaman luka tembak di bahu Pria itu.Melupakan niat awalanya, Jia bangkit turun dari kasur dan mengambil kotak putih di samping pintu masuk. Yang ia yakini jika itu adalah kotak P3K, kemudian mengobati Revandro yang telah duduk di ujung kasur.Sepanjang Jia mengobati Revandro, ia menyadari tatapan Revandro padanya. Rasa tidak nyaman memang di rasakannya, tapi ia memilih untuk fokus pada kegiatannya. Bahkan membiarkan Pria itu mengelus kepalanya, entahlah. Ia tidak mengerti mengapa dirinya masih bisa berbaik hati mengobati luka Revandro lagi, padahal bukan kesalahannya jika Pria yang berstatus sebagai penculiknya ini terluka."Kau pandai mengobati." Ucap Revandro pada akhirnya membuka suara."Memang, dan itulah yang ku
"Oh, dulu aku pernah membaca sebuah surat kabar. Dimana orang di surat kabar itu mirip dengan Anda, Anda tahu? Orang itu adalah seorang PEMBUNUH! Dia juga sadis, sayang dia belum di tangkap sampai saat ini." Jelas Jia dengn menekankan kata 'pembunuh' pada kalimatnya.Hal itu tentu saja membuat Frans curiga pada wanita di depannya, tapi ekpresi Jia membuat ia mau tidak mau harus percaya jika Wanita di depannya memang tidak tahu siapa dirinya."Ya, sepertinya orang-orang juga menyebut saya mirip dengan seseorang. Mungkin orang yang Anda bilanglah mirip dengan saya," Balas Frans berusaha santai."Oh ya? Hmm bisa kupahami, tapi Gilbert. Eh, apa tidak masalah kupanggil nama saja? Anda, kan. Lebih tua dari saya?""Tidak masalah,""Emm, Aku tahu ini tidak sopan. Tapi ada apa dengan bekas luka di wajah Anda?" Tanya Jia yang sudah pasti berusaha mempermainkan Frans, ia ingin tahu seberapa hebat Pria di depannya mengarang cerita.Frans terkejut untuk beberapa saat, meski rada keterkejutan itu t
Perkiraan Jia bahwa Revandro akan menusuknya nyatanya salah, Pria itu malah dengan lancangnya menempelkan bibir pada bibirnya. Hanya sebatas menempel, tidak lebih. Jia menatap dalam Revandro begitupun sebaliknya, meski Jia tahu apa yang di lakukan Revandro keterlaluan. Tapi masalahnya ia tidak menolak, hanya diam. "Sebenarnya apa yang kau inginkan sayang? Kau tahu aku mampu memberi apapun yang kau inginkan, tapi diantara itu semua. Mengapa, mengapa harus kebebasan?" Ucap Revandro yang menghentikan aksinya. Dengan lembut ia menyapu wajah Jia, pelan dan lembut penuh dengan kasih sayang. Seakan sosok kejam beberapa saat yang lalu tidak pernah ada, "Minta yang lain ya?" Sambung Revandro. Jia mengangkat satu alisnya, walau enggan. Tapi sebenarnya Jia pernah memikirkan hal yang selain kebebasan, 'Taman bermain' dari dulu itu selalu menjadi harapan Jia.Revandro melihat harapan dalam retina mata Jia, ia kemudian beranjak dari atas tubuh Jia dan memposisikan Jia menjadi duduk. "Aku tahu
Bahaya! Jika Revandro mengambil alih maka sudah dipastikan target itu tidak akan mati dengan mudah, atau bisa dibilang disiksa sampai mati.Berjalan masuk kesebuah cafe, semua mata tertuju padanya. Oleh karena penampilannya yang bersimbah darah, membuat atensi teralih padanya. Sampai kedatangan Revandro dengan para anak buahnya mengusir mereka semua dengan paksa, hingga tersisalah Jia dan dirinya yang saling menatap."Pulang," ucap Revandro tajam, yang tak ditanggapi oleh Jia. "Baby pulanglah-""Kalau aku tidak mau?!" Balas Jia dengan sorot seakan tengah menantang lawannya.Mengepalkan tangannya erat, Jia melihat Revandro berusaha menahan amarah karena balasan dari mulutnya. Tersenyum remeh, Jia berkata... "Jangan kau pikir patuhku beberapa saat yang lalu, membuatmu lupa akan perilakumu!" Sambungnya.Atmosfer berubah, jelas perkataan Jia memancing sisi lain Revandro muncul. Hingga sorot amarah dari matanya berubah menjadi tenang, namun ketenangan itu bukanlah sesuatu hal yang baik di
Revandro tak dapat menahannya lagi, jujur saja mendapat tatapan sayu dari Wanita di depannya membuat dirinya tenggelam dalam kabut gairah. Membalikan tubuhnya, Revandro terlihat berjalan menuju lemarinya. Namun seakan tahu apa yang akan dilakukan Revandro, Jia sontak menahan tangan Pria itu."Mau kemana?" Tanya Jia berbasa-basi."Tentu saja mau mengambil sesuatu yang dapat membuatmu puas nantinya."Wow perkataan yang sangat absurd, akhirnya Revandro menunjukan sifat buayanya juga ya. Jia jadi bertanya-tanya, apakah memang benar jika semua Pria itu sama saja?"Hentikan, aku tidak membutuhkan kepuasan. Jadi tolong hentikan apapun yang ingin kau lakukan,"Revandro tersenyum kecil, "bagaimana jika aku tidak mau mendengarmu hmm?""Kau ingin memaksakan kehendakmu?""Bagaimana ya, soalnya dramamu beberapa saat yang lalu sedikit memancingku. Bukankah kau harus bertanggung jawab padaku?"Deg!Sial! Sepertinya Jia tengah melihat senjata yang berbalik menyerangnya, bibir Jia menjadi kelu karena