Azim keluar dari mobilnya, tapi Gita tidak juga menoleh ke arahnya sehingga lelaki itu akhirnya mendekat ke arah gadis itu. "Dek, kita pulang sekarang?"Gita yang sedang berdebat dengan Irfan pun akhirnya menoleh, dan langsung melangkah ke arah Azim. Di raihnya tangan lelaki itu, dan menciumnya takzim. "Iya kak, ayok kita pulang. Tapi mampir ke toko dulu sebentar bisa?""Anything for you dear."Mendengar jawaban Azim, pipi Gita pun langsung merona merah, karena malu. Sedang jantungnya langsung meronta ingin lari maraton. "Terima kasih Kak."Azim mengangguk sambil tersenyum, lalu tangannya segera membukakan pintu mobil sebelah kemudi untuk Gita, setelahnya Azim langsung memutari mobil dan duduk di belakang kemudi."Dek, ini masih terlalu cepat kalau kita langsung pulang. Gimana kalau kita jalan dulu ke pantai, atau taman gitu?" ucap Azim, setelah beberapa saat mobil meninggalkan sekolah."Ke pantai saja Kak, pingin duduk-duduk di pasir pantai.""Ya sudah, berarti kita ke pantai ya.""I
"Azim!" teriak seseorang, dari arah belakang mereka.Azim menoleh, lalu mengernyit melihat seseorang yang sekarang berada di hadapannya."Ada apa?" tanyanya datar tanpa ekspresi."Aku ingin ngomong sesuatu sama kamu.""Maaf, aku gak bisa. Kami harus segera pulang, karena masih banyak tugas yang harus secepatnya kami selesaikan!""Tapi Zim.""Baiklah, silahkan bicara, karena kami tidak punya banyak waktu.""Aku ingin berdua saja denganmu." sungut wanita itu.Gita ingin melepaskan genggaman tangan Azim, agar bisa memberikan ruang untuk kedua orang itu bicara, akan tetapi lelaki itu menahannya, dan memintanya untuk tetap di tempat bersamanya."Kalau ada yang mau disampaikan, silahkan katakan sekarang, atau tidak sama sekali!" tegas Azim, dengan sikap dinginnya."Tapi Zim, aku cuma ingin ngomong berdua sama kamu." rengek wanita yang dipanggil Rena itu."Tidak bisa, karena ada hati yang harus aku jaga!" Azim menoleh ke Gita, sambil tersenyum manis. "Kita pulang sekarang."Gita hanya mengan
"Kak Azim awas!" teriak Gita, dengan paniknya. Saat sedang bertatapan dengan Azim, tiba-tiba sudut matanya melihat ada seseorang yang sengaja memotong laju mobil yang dikendarai oleh Azim, sehingga reflek Gita teriak.Seketika bunyi ban mobil beradu dengan jalanan aspal, terasa sangat keras dan memekakkan telinga yang mendengarnya."Astaghfirullah." Azim dan Gita sama-sama beristighfar, karena sangat terkejut dengan kejadian barusan Azim kemudian memeluk Gita yang sedang ketakutan. Dielusnya lembut punggung gadis itu. "Maafkan Kakak Dek, hampir saja kita celaka karena kelalaian kakak."Gita melerai pelukan Azim, ditatapnya wajah tampan tanpa cela di depannya. Senyum manis terkembang di bibir tipis gadis itu, "Bukan cuma Kakak yang salah, jadi gak perlu minta maaf. Kita sama-sama salah Kak. Kalau saja aku gak ganggu fokus Kakak nyetir, pasti semua tidak akan terjadi."Gita kembali mengarahkan pandangannya ke depan, "dan Kakak juga salah, karena tidak fokus menyetir. Ayok jalan lagi Ka
"Semua sudah Azim kabarin Pi, katanya Mama dan Papa akan langsung ke rumah Gita, bareng Mommy dan Pipi, Ayah sama Bunda juga sudah menuju ke sana." terang Azim."Syukurlah, jadi semuanya bisa kumpul, untuk menyaksikan putra sulung mereka menikah." ucap Syafiq.Kini rombongan mulai jalan, Azim berada di mobil paling depan, belakangnya Azzam, dan tiga mobil yang berisi seserahan, Syafiq suruh duluan, supaya Gita tidak curiga."Kak, sebenarnya kita mau kemana?" tanya Rani pada Azzam, di mobil belakang."Calon istri penasaran saja atau penasaran banget?" tanya balik Azzam."Kok calon Istri? Pacar saja bukan kok." sungut Rani."Tidak usah didengerin omongan Kak Azzam, kak." ucap Zahra."Iya Dek, kayaknya kakakmu ini seneng banget php in cewek ya dek?""Tidak ada, kan cuma calon kakak ipar yang kak Azzam kejar-kejar sampai nyungsep-nyungsep gak jelas gitu." Zahra terkekeh dengan ucapannya sendiri, sementara Azzam sudah tertawa saja dari tadi."Kamu itu Dek, kalau ngomong suka bener." sela
Gita mengangguk pelan, saat Azim menatapnya lekat, seolah bertanya keputusan apa yang akan di ambil. Dan lelaki itu merasa sangat gembira, ketika melihat anggukan samar dari gadis di depannya."Baik Pi, aku akan menikahi Gita sekarang juga!" ucap Azim, tanpa keraguan sedikitpun.Syafiq dan Danu sangat gembira, mendengar jawaban dari Azim itu. Setelah malam ini, ayah Gita akan merasa tenang, karena anak tirinya sudah ada yang akan selalu siap melindungi."Terima kasih nak, sekarang bapak merasa tenang dengan keselamatan Gita." ucap Pak Danu, seraya menepuk bahu Azim."Alhamdulillah, karena calon pengantinnya sudah setuju, jadi sekarang kita masuk ke dalam lagi. Untuk sementara nikah siri dulu ya, karena Gita masih belum cukup umur untuk mendaftarkan pernikahan secara hukum." ucap Syafiq, merasa tak enak hati karena menikahkan putra sulungnya dengan cara seperti ini, dan terkesan buru-buru."Iya Pi, gak apa-apa." jawab Gita."Yang penting halal dulu Pi, jadi gak dosa kalau nanti khilaf
"Mau kemana?" tanya Azim, saat Gita mau masuk ke kamarnya sendiri.Saat ini, mereka baru pulang dari rumah Gita, dan sekalian pengantin wanitanya langsung diboyong kembali ke kediaman keluarga Samudra."Mau ke kamar Kak." jawab Gita, sambil menunduk malu, tidak berani menatap wajah lelaki yang sudah bergelar sebagai suaminya itu."Ya sudah ayok kita ke kamar, tapi kamarku! Bukan kamarmu. Mulai sekarang, ini kamar kita!" tegas Azim, seraya menarik pelan tangan sang istri.Gita hanya menurut, sambil tertunduk malu. Sampai di kamar, Gita hanya terpaku, bingung harus bagaimana. Azim mendekat, lalu memegang kedua pundak gadis itu. Seketika jantung Gita bertalu-talu tak karuan. Wajahnya memerah seperti kepiting rebus.Azim tersenyum, gemas melihat wajah sang istri yang merona karena malu. Ingin rasanya menerkam gadis itu saat ini juga, akan tetapi Azim masih harus bersabar, karena Gita masih sekolah."Cup!" Azim mengecup singkat kening Gita, lalu memandangnya lekat. "Kamu mandilah dulu, dan
Azim mengantar Gita dan kedua adik kembarnya ke sekolah, ini adalah hari pertama Gita masuk sekolah setelah statusnya menjadi istri."Kak aku masuk dulu," pamit Zahra sambil mencium tangan Azim dan Gita."Baik-baik di sekolah ya, belajar yang rajin princess." jawab Azim, seraya mengusap kepala adiknya. Sementara Gita cuma tersenyum sambil mencium kedua pipi sang adik ipar."Aku juga masuk dulu kak." pamit Zani, dengan wajah datarnya. Meskipun demikian, dia tetap mencium tangan Azim dan Gita. Kali ini Gita cuma mengucap pucuk kepala lelaki remaja itu."Semangat belajarnya jagoan Kakak." ucap Azim, sambil mengacak rambut Zani."Ih kakak! Jangan di acak-acak, jadi jelek nih." gerutu Zani.Azim hanya tertawa kecil melihat keluguan adik laki-lakinya itu. Zani dan Zahra segera berlalu dari hadapan Azim dan Gita."Aku masuk ke kelas dulu ya Bang," pamit Gita sambil tersipu malu.Dia mencium punggung tangan sang suami, dan Azim langsung mencium kening sang istri, lalu mengecup kilat bibir mu
Seketika kelas menjadi hening, semua mata menatap intens lelaki tampan yang berdiri di samping Bu Dinar. Guru itu tersenyum manis, sambil mengelus perut buncitnya, karena sedang hamil tua."Anak-anak, mulai hari ini Ibu sudah ambil cuti, karena sebentar lagi akan melahirkan. Dan untuk sementara, Pak Guru tampan ini, akan menggantikan tugas Ibu, selama cuti."Semua murid perempuan bersorak riang, kecuali Gita dan Rani, yang masih terbengong menatap lelaki itu bingung."Silahkan perkenalkan diri Anda Pak Azzam." ucap Bu Dinar, mempersilahkan."Halo, selamat pagi semuanya. Perkenalkan, nama saya Azzam Baskara Samudra, biasa di panggil Azzam, atau kalian juga boleh panggil saya dengan panggilan yang lain. Saya di sini sebagai guru pengganti untuk Bu Dinar, jadi selama Beliau cuti, kalan akan bertemu dengan saya saat pelajaran Matematika. Apa ada pertanyaan?"Salah seorang murid mengangkat tangannya, lalu bertanya, "boleh minta nomer HP-nya gak Pak?"Yang lainnya ikutan bertanya, "Boleh