Saat pulang, ditengah jalan motor yang dikendarai oleh Safira ditendang oleh orang tidak dikenal, menyerang para bodyguard Safira dan juga para sahabat Fikri. orang-orang tersebut memakai topeng saat melakukan penyerangan. Saat fokus Safira dengan yang lainnya teralihkan, seseorang dari pihak penyerang membius Fikri yang handa berdiri dengan tenang, tanpa ikut berkelahi. Karena orang-orang tersebut tidak menyerang atau menghajar dirinya dan dibawa pergi. Safira kecolongan. Fikri dibawa disebuah rumah, dan saat Fikri sudah sadar, para pria itu memaksa Fikri agar meneguk alkohol. Fikri sempat berontak, namun dia tidak bisa berbuat banyak, karena tubuhnya diikat. Fikri dipaksa meminumnya, hingga pria itu sangat mabuk. Setelah puas menjahili Fikri, pria itu dilepas ditengah jalan. Tak beberapa lama, Safira menemukan Fikri yang sudah mabuk berat, Safira membantu Fikri untuk berdiri, dan menyuruh para bodyguardnya mengangkat tubuh Fikri, dan menduduki dibelakangnya. Siang itu, Safira tidak
Terjebak di masa lalu, suatu hal yang menakutkan. Tetapi takdir membuatku harus merasakan hal itu. Menghancurkan setiap rasa yang pernah ada, membungkamnya secara paksa. Aku lah setetes air hina yang tak pernah di inginkan di dunia. Kehadirannya hanyalah petaka yang harus di hindari jauh-jauh. Fikri Wijaya Kusuma. "Mama tidak pernah membiarkan aku bermain-main dengan adikku. Mama selalu saja memarahiku saat ketahuan sedang bermain dengan Aruna," ujarnya mengusap wajahnya dengan kasar. Mengingat kejadian itu membuat dadanya terasa sakit sakit. Membayangkan kembali kejadian itu, melihat betapa murka kedua orang tuanya saat melihat Aruna sudah tidak sadarkan diri dan bersimbah darah. "Aku sudah berulang kali mengatakan jangan pernah bermain dengan Aruna. Dasar anak pembawa sial." teriak Hanum histeris dan menampar wajah Fikri. Bayangan sang mama yang menamparnya mengusik pikirannya. Fikri mencoba menahan tangis agar tidak terlihat lemah dihadapan Safira. sejenak Fikri hanya terdiam, m
“Kami turut berduka cita atas kejadian ini pak….” ujar Barra prihatin. “Terima kasih sudah datang mengunjungi gereja kami….. kami harap bapak bisa membantu kami….. mendirikan kembali gereja yang telah hancur ini….” balas sang pastor. “Kami senantiasa akan membantu pak. Kedatangan kami kesini, selain untuk mengunjungi gereja yang rusak ini, kami juga ingin membantu bapak membangun kembali tempat beribadah bapak…..” “Terima kasih….. kami akan senantiasa akan mengenang budi baik bapak….” “Kami sudah membawa semua yang dibutuhkan untuk membangun gereja ini kembali…..” ajak Barra melihat truk yang membawa pasir, kerikil dan alat lainnya untuk membangun kembali gereja. Breaking new “Saya Andita Purnama langsung dari tempat kejadian perkara, melaporkan….. disini ada beberapa pengusaha, bapak anggota Dprd, dan juga bapak Barra Rafeyfa Zayan juga seorang pengusaha property yang terkenal dengan kedermawanannya, sedang berada ditempat kejadian dan memberikan motivasi moral untuk para keluar
Feri Oktaviani seorang lulusan Manajemen. Sedangkan Muhamad Thoriq Akbar lulusan dari Fakultas Teknik, Latifah Ahmad Fadillah lulusan dari Fakultas Pertanian. Mereka bertiga adalah yatim piatu, ketiganya di ambil dari panti asuhan oleh Abraham Adhitama dan di sekolahkan hingga di perguruan tinggi. Jarak umur ketiga nya dengan Abraham hanyalah berselang tiga tahun. Ketiganya berumur 23 tahun sedangkan Abraham berumur 26 tahun. Abraham hidup sebagai yatim piatu sejak lahir, ayahnya meninggal karena kecelakaan sedangkan ibunya meninggal, sebulan setelah kematian sang suami. Ibunya meninggal dunia setelah melahirkannya ke dunia. Sejak bayi, dia di asuh oleh asisten rumah tangganya yang telah mengabdi puluhan tahun pada keluarga Adhitama. Namun kedukaan kembali menyayat hati Abraham, ibu sambungnya kini juga menghadap sang pencipta, karena serangan jantung secara tiba-tiba. Waktu itu Abraham masih berusaha 6 tahun, dan sampai kini dia di asuh oleh koki keluarga Adhitama. Sang koki tidak ha
Sejak bayi Feri, sudah hidup di panti asuhan. Pemilik pantia suhan menemukannya di depan panti sedang menangis di dalam box bayi, waktu itu hujan dan petir saling menyambar. Pemilik panti pun membawa Feri kecil ke dalam panti dan merawatnya hingga dewasa. Namun kehidupan di panti bukanlah akhir dari penderitaannya, dia selalu saja mengalah dalam segala hal pada anak-anak panti lainnya. Contohnya ketika ada yang datang ke panti memberikan uang, pakaian, makanan, semua anak panti akan berebutan berbagai macam makanan itu. Namun dirinya terkadang selalu mendapat sisa dari anak-anak lainnya, karena dia memiliki sifat tidak mau berebutan mengambil sesuatu. Karena itu lah dia selalu mendapatkan sisa atau pun tidak mendapatkan sama sekali. Thoriq menangis berdiri di depan panti setelah mobil sedan hitam meninggalkannya entah kemana. Anak itu tidak mau di tinggalkan sendiri, namun pria dan wanita yang ada di dalam mobil tetap saja mengeluarkannya secara paksa, dan segera meninggalkannya. Hin
Fikri keluar dari kamarnya dan terlihat oleh Safira, Fikri melangkah kearah pintu, Safira menghadang Fikri, “Aku akan memanaskan motor,” ujar Safira menghadang Fikri dan segera meninggalkannya.Motor Fikri berhenti diarena balapan. Disana sudah ada para sahabat Fikri, dan juga Abraham yang sedang mengikuti balapan. Abraham keluar sebagai pemenang, dan menantang Safira juga ikutan balapan dengannya. Safira mengedarai motor Fikri dengan kecepatan tinggi. Dia berambisi untuk menang, dan membuktikan pada semua orang. Perempuan juga bisa balapan dan menang.“Babyy. Bersiap-siap untuk kalah.” teriak Abraham memacu motor sportnya dengan kecepatan tinggi.“Buktikan.” teriak Safira menantang dan akhirnya, setelah balapan yang panjang dan juga melelahkan, Safira keluar sebagai pemenang. Semua bersorak dan kebetulan diantara banyak yang menyaksikan balapan itu, salah satu orang diarena balap, menantang Fikri balapan dengan Safira. Fikri mengeleng dengan cepat menolak permintaan teman searena bala
“Kami telah menemukan pelaku pengeboman itu, seorang pria berumur 35 tahun, bernama Faris Ghazi Hameed. Pekerjaan sehari-harinya hanya penjual es cendol. Dari rekaman cctv, pria ini berlari dengan cepat dan melemparkan peledak itu ke gereja tersebut. Kami sudah membawa pelaku dan segera melakukan introgasi.” jelas Tony kepada Haikal. “Lakukan segera!” perintah Haikal langsung dituruti oleh Tony. “Kenapa kau melakukan pengebomanan? Jelaskan kronologinya!” “Saya tidak melakukan pengeboman! Saya tidak mengerti, apa yang sedang bapak bicarakan. Pengeboman apa? Saya hanya penjual cendol, mana mungkin saya melakukan hal seperti itu….” kelit sang pelaku. “Katakan terus terang, kami sudah menemukan bukti untuk menjeratmu ke penjara!” “Jika bapak memiliki bukti, kenapa harus mempertanyakan hal itu kepada saya lagi? Bukankah bapak sudah mengetahui semuanya? Kenapa tidak langsung dimasukkan ke penjara saja?” tantang Faris menatap dingin Tony. “Kami hanya melakukannya sesuai tugas kami, dan
“Freya…. Fre…. bangun Fre….” Fikri terus memanggil nama Freya. “Apakah aku harus mencarikan wanita yang bernama Freya itu?” tanya Safira menatap para sahabat Fikri meminta pendapat. “Mau kau cari kemana dia?” tanya Ilham dengan nada kesal. “Kemana saja, yang terpenting Fikri bisa menemuinya. Agar dia cepat kembali sadar dan pulih.“ “Kau mau mencarinya ke alam barzah?” celutuk Ilham menatap Safira sinis. “Maksudnya?” tanya Safira polos. “Dia sudah meninggal dua tahun yang lalu.” jelas Safir berusaha menenangkan para sahabatnya yang mulai tersulut emosi. “Ini semua karena kamu. Kalau kamu tidak mengajaknya balapan, dia tidak akan mengalami hal ini,” ujar Zakir mulai mengungkapkan kekesalanya. “Kau tau? Dia itu trauma balapan. Freya meninggal karena ikut balapan dengannya.” “Ya maaf. Aku kan tidak tau, kalau dia itu trauma balapan. Kalian pun tidak memberi tahu kalau dia trauma balapan. Berhari-hari Safira dan teman-temannya bergantian menjaga Fikri dirumah sakit. Sudah dua ming