Sejak bayi Feri, sudah hidup di panti asuhan. Pemilik pantia suhan menemukannya di depan panti sedang menangis di dalam box bayi, waktu itu hujan dan petir saling menyambar. Pemilik panti pun membawa Feri kecil ke dalam panti dan merawatnya hingga dewasa. Namun kehidupan di panti bukanlah akhir dari penderitaannya, dia selalu saja mengalah dalam segala hal pada anak-anak panti lainnya. Contohnya ketika ada yang datang ke panti memberikan uang, pakaian, makanan, semua anak panti akan berebutan berbagai macam makanan itu. Namun dirinya terkadang selalu mendapat sisa dari anak-anak lainnya, karena dia memiliki sifat tidak mau berebutan mengambil sesuatu. Karena itu lah dia selalu mendapatkan sisa atau pun tidak mendapatkan sama sekali. Thoriq menangis berdiri di depan panti setelah mobil sedan hitam meninggalkannya entah kemana. Anak itu tidak mau di tinggalkan sendiri, namun pria dan wanita yang ada di dalam mobil tetap saja mengeluarkannya secara paksa, dan segera meninggalkannya. Hin
Fikri keluar dari kamarnya dan terlihat oleh Safira, Fikri melangkah kearah pintu, Safira menghadang Fikri, “Aku akan memanaskan motor,” ujar Safira menghadang Fikri dan segera meninggalkannya.Motor Fikri berhenti diarena balapan. Disana sudah ada para sahabat Fikri, dan juga Abraham yang sedang mengikuti balapan. Abraham keluar sebagai pemenang, dan menantang Safira juga ikutan balapan dengannya. Safira mengedarai motor Fikri dengan kecepatan tinggi. Dia berambisi untuk menang, dan membuktikan pada semua orang. Perempuan juga bisa balapan dan menang.“Babyy. Bersiap-siap untuk kalah.” teriak Abraham memacu motor sportnya dengan kecepatan tinggi.“Buktikan.” teriak Safira menantang dan akhirnya, setelah balapan yang panjang dan juga melelahkan, Safira keluar sebagai pemenang. Semua bersorak dan kebetulan diantara banyak yang menyaksikan balapan itu, salah satu orang diarena balap, menantang Fikri balapan dengan Safira. Fikri mengeleng dengan cepat menolak permintaan teman searena bala
“Kami telah menemukan pelaku pengeboman itu, seorang pria berumur 35 tahun, bernama Faris Ghazi Hameed. Pekerjaan sehari-harinya hanya penjual es cendol. Dari rekaman cctv, pria ini berlari dengan cepat dan melemparkan peledak itu ke gereja tersebut. Kami sudah membawa pelaku dan segera melakukan introgasi.” jelas Tony kepada Haikal. “Lakukan segera!” perintah Haikal langsung dituruti oleh Tony. “Kenapa kau melakukan pengebomanan? Jelaskan kronologinya!” “Saya tidak melakukan pengeboman! Saya tidak mengerti, apa yang sedang bapak bicarakan. Pengeboman apa? Saya hanya penjual cendol, mana mungkin saya melakukan hal seperti itu….” kelit sang pelaku. “Katakan terus terang, kami sudah menemukan bukti untuk menjeratmu ke penjara!” “Jika bapak memiliki bukti, kenapa harus mempertanyakan hal itu kepada saya lagi? Bukankah bapak sudah mengetahui semuanya? Kenapa tidak langsung dimasukkan ke penjara saja?” tantang Faris menatap dingin Tony. “Kami hanya melakukannya sesuai tugas kami, dan
“Freya…. Fre…. bangun Fre….” Fikri terus memanggil nama Freya. “Apakah aku harus mencarikan wanita yang bernama Freya itu?” tanya Safira menatap para sahabat Fikri meminta pendapat. “Mau kau cari kemana dia?” tanya Ilham dengan nada kesal. “Kemana saja, yang terpenting Fikri bisa menemuinya. Agar dia cepat kembali sadar dan pulih.“ “Kau mau mencarinya ke alam barzah?” celutuk Ilham menatap Safira sinis. “Maksudnya?” tanya Safira polos. “Dia sudah meninggal dua tahun yang lalu.” jelas Safir berusaha menenangkan para sahabatnya yang mulai tersulut emosi. “Ini semua karena kamu. Kalau kamu tidak mengajaknya balapan, dia tidak akan mengalami hal ini,” ujar Zakir mulai mengungkapkan kekesalanya. “Kau tau? Dia itu trauma balapan. Freya meninggal karena ikut balapan dengannya.” “Ya maaf. Aku kan tidak tau, kalau dia itu trauma balapan. Kalian pun tidak memberi tahu kalau dia trauma balapan. Berhari-hari Safira dan teman-temannya bergantian menjaga Fikri dirumah sakit. Sudah dua ming
Safira pergi kesekolah, para bodyguardnya terus siaga bersamanya. Barusaja hendak masuk kelas, geng Red Dragon menghadang Safira. Tiga bodyguardnya pun langsung pasang badan melindungi nona nya. “Jangan macam-macam dengan nona kami!” ancam Feri mendorong tubuh Davina. “Jangan pernah mencari masalah dengan kami, jika tidak ingin hidupmu kami hancurkan,” ucap Thoriq. “Kami tidak ingin bersikap kasar dengan kalian. Kami masih menghargai kamu sebagai wanita. Tapi jika masih mengusik nona kami, maka harus melewati kami terlebih dahulu,” ujar Fadil menatap Davina dan kawan-kawannya dengan sorot mata membunuh. Saat pulang sekolah, Safira dan ketiga bodyguardnya sangat kaget dan marah melihat motor yang mereka kendarai dirusak oleh seseorang. Merasa kesal, tiga pria itu menghadang para siswa yang melewati mereka dan menanyakan dengan paksa, dimana Davina dan kawan-kawannya memarkirkan motornya. Setelah mengetahui, ketiga pria itu menuju belakang sekolah mencari sesuatu, dan menemukan bebe
Perlahan mendorong Fikri masuk kedalam rumahnya. Saat Fikri masuk, dia disambut oleh tatapan tajam ibunya. “Kok baru pulang? Dari mana saja? Kok sendirian? Safira mana? Apa kau pulang sendirian?” tanya Hanum dengan berbagai pertanyaan. “Aku pulang bersama Fira kok ma, dia baru saja pergi mengantarkan mobil temannya. Motor ku dirusak oleh dia ma. Makanya pulangnya agak lama, dia menjemputku pakai mobil temannya.” jelas Fikri dengan kesal. Bukannya mendapat simpati dari ibunya, malah sebuah tamparan mengenai wajahnya. “Tidak usah berbohong padaku! Aku tau, kau pulang sendirian tanpa Safira kan? Tidak usah mencoba membodohiku.” untuk kedua kalinya tamparan mampir di wajah Fikri. Hanum menarik pria itu masuk kedalam kamarnya, saat tiba di kamar, pria itu kembali disiksanya. Sedangkan Safira sudah sampai dirumahnya Abraham. “Terima kasih, sudah meminjamkan mobilnya. Ini aku kembalikan lagi,” ujar Safira tersenyum. Dilihatnya tiga bodyguardnya, sedang duduk disofa milik Abraham. “Pakai
Sma N Bangko di gemparkan oleh kedatangan Safira dan ketiga pengawalnya, mengunakan mobil mewah. Safira turun dari mobilnya dan di ikuti oleh ketiga pengawalnya. Dari arah berlawanan, Davina muncul dengan gaya angkuhnya, mendekati Safira dan pengawalnya. Tanpa berbicara sedikit pun, geng Red Dragon menyerang Safira dan pengawalnya. Terjadilah perkelahian sengit antara dua kubu itu. Suasana sekolah semakin riuh, tidak ada yang berani melerai. Perkelahian itu, hanya menjadi tontonan. Perkelahian berhenti saat para guru melerai. Keduanya saling mencaci dan melempar tuduhan. Tak terelakkan perang mulut pun terjadi, walaupun perkelahian fisik telah berhenti. Sampai akhirnya dengan nada angkuh Davina memberi solusi untuk melihat cctv sekolah, melihat siapa pelaku perusakan motor Davina dan kawan-kawannya. Kedua kubu yang berseteru itu, pun mengikuti para guru ke ruang cctv. "Coba cek pak, kejadian sebelum kerusakan motor mereka." kata Feri kepada pak Hamzah, sedang mengcek cctv. "Kenapa
Safira membawa Antoni disebuah rumah kosong. Antoni mulai diintogasi. “Apa motif pak Barra Rafeyfa Zayan, memerintahkan anda melakukan pembunuhan itu?” “Saya tidak mengenal, orang yang kamu maksud.” jawab Antoni meringis. Posisi Antoni saat ini, diikat disebuah kursi. “Jangan berbohong! Jawab!” bentak Safira menodongkan pistol, tepat dikepala Antoni. “Sumpah demi Tuhan, saya tidak mengenal orang yang bernama Barra itu.....” teriak Antoni, saat merasakan Safira hendak menekan pelatuknya. “Baiklah, jika anda tidak mengenal orang yang bernama Barra Rafeyfa Zayan..... Tapi, tentu saja anda mengenal foto ini kan?” Safira menunjukkan foto Barra. Antoni nampak diam dan terkejut. “Kau mengenalnya kan?” tanya Safira lagi. Antoni kembali bungkam. “Jawab!” Safira memukul dahi Antoni, dengan ujung kepala pistolnya membuat dahi Antoni berdarah. “Saya tidak mengenalnya dengan nama Barra, saya mengenalnya dengan nama Kyler Abaravan.....” jawab Antoni berteriak kesakitan saat Safira memukulnya